Tazkiratul HuffaŻ- Al Imam al-Żahabi_Serial Biografi ibnu Taimiyah I.
Beliau adalah Samudera Ilmu, Manusia cerdas yang diperhitungkan, zuhud yang tiada taranya, ksatria Pemberani, Mulia lagi dermawan, dipuji oleh kawan maupun lawan, dan terkenal dengan karangannya yang mencapai 300 jilid.
Beliau menyampaikan hadits di Damaskus, Mesir, dan Tsugr[5]. Beliau telah Mendapatkan beberpa kali Ujian dan siksaan serta pernah ditahan di sebuah benteng dimesir, kairo, Iskandariyah, dan 2 kali ditahan di Damaskus[6]. Dibenteng tersebut beliau wafat pada tanggal 20 Żulqa’dah tahun 728 Hijriah dalam status sebagai narapidana. Setelah itu Jenazah beliau dimandikan dan dikafani kemudian dipindahkan ke Masjid Jami’ Milik Negara. Tak terhitung jumlah Para pelayat yang menyaksikan pemakaman Beliau, kira-kira enam puluh ribu orang.
Beliau dimakamkan disamping pusara saudaranya yang bernama al-Imam Syaraf al-Dîn Abdullah di pekuburah Shufiyyah[7] –Semoga Allah merahmati keduanya-.
Setelah itu banyak orang bermimpi baik tentang beliau serta bertebaran Qasidah-qasidah (memuji beliau-red).
Beliau pernah dicaci karena mengeluarkan fatwa yang berbeda dengan ulama sekitarnya. Fatwanya melimpah dalam Samudera ilmunya, Allah Pasti mengampuni dan Meridhainya, aku tidak pernah melihat orang seperti beliau.
Setiap orang bisa saja diambil dan ditinggalkan pendapatnya, apa yang perlu perlu dirisaukan?.[8].
Ahmad bin Abdul Halîm bin Abdul al-Salâm bin Abdullâh bin Abî al-Qâsim bin Taimiyah, Seorang Imam, Ulama dan Hâfidz, sumber Hujjah, tiada taranya, dan lautan Ilmu.
Taqiyuddin[1] Abul Abbâs[2] al Harrânî[3]al-Dimasyqî.
Beliau Lahir di Harrân pada bulan Rabiul Awwâl tahun 661 Hijriah[4].
Beliau pindah ke Damaskus bersama orangtuanya al-Muftî Syihâbbuddîn[5]. Ibnu Taimiyah belajar kepada Ibnu Abd al-Dâim, Ibnu al-Yasar, dan al-Majd bin Asâkir serta banyak lagi dari kalangan ulama Hanabilah dan ibnu Thibrizd serta ulama setelah beliau.
Beliau menyalin kitab, membaca, serta menyeleksi hadits. Mahir dengan Ilmu-ilmu Atsar dan Sunan. Beliau juga mengajar, berfatwa, mentafsirkan Qur’an, mengarang berbagai karangan yang bagus serta pernah dicaci maki karena memfatwakan sesuatu yang berbeda dengan ulama sekitarnya. Beliau adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dan dosa, namun demi Allah kedua mataku tak pernah menyaksikan orang seperti beliau dan matanya tidak pernah meyaksikan yang serupa dengannya. Dia adalah seorang Imam yang ilmu agamanya seperti samudera, cemerlang akalnya, cepat tanggap, encer otaknya,memiliki banyak kebaikan, dikenal dengan keberanian yang luar biasa lagi dermawan, menjauhkan diri dari syahwat terhadap makanan, pakaian, serta Jima’. Tidak ada kelezatan baginya selain menyebarkan Ilmu, mengkodifikasinya, serta mengamalkannya.
Abu al-Fath al-Ya’marî[6] ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan al-Hâfidz Abi al-Abbâs al-Dimyâthî, menyatakan : “Aku mendapati bahwa beliau memiliki banyak perbendaharaan ilmu. Beliau nyaris menghapal seluruh kitab-kitab sunan dan juga atsar, kalau dia berbicara tafsir, maka dialah pemegang panjinya , kalau dia berfatwa tentang fiqh, maka dia seolah paling menguasai fiqh, Kalau dia bicara tentang hadits,maka dia seolah pemilik ilmunya dan periwayatnya, atau ketika ia menyampaikan tentang aliran-aliran maka tidak ada lagi yang lebih luas dan lebih tinggi pembahasannya, Ibnu Taymiyah menguasai semua cabang ilmu. mata manusia tidak pernah melihat orang seperti dia dan matanya tidak pernah melihat orang yang menandinginya”.
Aku berkata: beliau dipenjara lebih dari sekali karena tipu muslihat musuh-musuhnya serta untuk membatasi lisan dan tinta beliau, namun beliau tidak mau rujuk dan berbalik kepada penasihatnya hingga ia wafat dalam keadaan terpidana di penjara Damaskus pada tanggal 20 Dzul Qa’dah tahun 728 hijriah.[7].
Syaikh, Imam, Alim, ahli tafsir, Ahli fiqih, Mujtahid, al Hafidz[1], al Muhaddits, Syaikhul Islam, langka di jamannya, dan pemilik berbagai karangan yang kecerdasannya amat berkilau.
Dialah Taqiy al dîn Abu al Abbâs Ahmad bin (anak dari seorang Mufti yang Alim) Syihab al dîn Abd al Halîm bin Syaikh al Islâm Majd al dîn Abi al Barakât abd al Salâm (pengarang kitab al Ahkâm) bin Abdullah bin Abi al Qâsim al Harrânî bin Taimiyah yang merupakan laqab kakeknya yang teratas.
Dilahirkan pada tanggal 10 Rabiul Awwaltahun 661 Hijriah di Harrân. Ia ikut serta bersama Bapak dan kerabatnya pindah ke Damaskus tahun 667 Hijriah ketika Rezim Tartar.
Mereka keluar mengendap-endap diwaktu malam dengan menarik sebuah kereta sapi bermuatan penuh kitab didalam gerobak. Musuh-musuh (tartar) tidak membiarkan ada hewan berkaki empat selain sapi untuk bertani. Sapi penarik gerobak tersebut amat lelah karena beratnya gerobak tersebut kemudian berhenti.
Dalam keadaan khawatir tersusul oleh Musuh, merekapun meminta pertolongan kepada Allah, kemudian sapi tersebut kembali berjalan dan Allah melindungi serta menyelamatkan mereka hingga perbatasan dan mereka selamat.
Beliau belajar kepada Abd al Dâim, Ibnu Abi al Yusr, al Kamal bin Abd, Ibnu Abi al Khair, Ibnu Shoyrafî, Syaikh Syamsuddîn, Al Qâsim al Irbilî, Ibnu Allân, dan banyak lagi.
Beliau Juga belajar berbagai kitab secara Otodidak, melakukan penyeleksian dan menyalin beberapa bagian sunan Abu Daud, meneliti rijal dan cacatnya hingga menjadi salah seorang Imam dalam Naqd (kritik rijal) dan atsar dengan bekal ketaqwaan, keturunan terpandang, ingatan, dan Pemeliharan.
Kemudian beliau menjadi Ahli detil-detil Fiqh, Ijma, dan Ikhtilaf dengan berbagai Hujjahnya; sampai-sampai membuat orang-orang takjub ketika dia menyebutkan masalah-masalah khilaf. Dia menyampaikan dalil kemudian melakukan tarjih dan berijtihad. Dia memang pantas melakukan ijtihad, karena syarat-syarat untuk menjadi seorang mujtahid telah ada bersamanya. Sesungguhnya aku belum pernah melihat orang yang secepat dia dalam mengekstrak dalil untuk sebuah masalah dari ayat-ayat yang membahas tentang masalah tersebut. Tidak juga aku pernah melihat orang yang sangat hapal terhadap matan-matan hadits melebihi dia, kemudian ia mengaitkannya kepada kitab Sohih, Musnad, atau Sunan. Seolah-olah kitab tersebut dan juga Sunan berada didepan mata dan ujung lisannya dengan ungkapan-ungkapan yang tajam dan mata terbuka serta membuat penentangnya tak berkutik karena tercengang.
Dia Adalah salah satu tanda kekuasaan Allah dalam tafsir. Pengetahuannya amat luas dalam tafsir. Satu ayat saja membutuhkan satu atau bahkan beberapa majlis untuk membahasnya.
Dalam hal pokok-pokok agama dan pengetahuannya tentang keadaan khawarij ,Rafidhah, muktazilah dan berbagai ahli bid’ah; tak ada seorangpun yang mampu menandinginya.
Hal-hal diatas juga disertai dengan kemurahan beliau yang tak dapat aku temui tandigannya, keberanian ekstrim yang tak bisa tertandingi, meninggalkan kelezatan-kelezatan duniawi berupa pakaian yang indah, makanan enak, dan peristirahatan.
Berbagai karangan dari banyak disiplin ilmu telah tersebar luas. Jumlah karangan dan fatwanya dalam disiplin ilmu Ushul, furu, zuhd, Tafsir, Tawakkal, ikhlas, dll mencapai kira-kira 300 jilid, oh tidak.. bahkan lebih.
Beliau senantiasa mengatakan kebenaran, mencegah kemungkaran, dan tidak terpengaruh oleh celaan para pencela. Beliau memiliki pengaruh dan kekuasaan.
Orang-orang yang mengenalnya kadang-kadang menganggapku termasuk orang yang meremehkannya, tapi yang menentang dan menyelisihinya terkadang menganggap aku berlebih-lebihan terhadapnya, padahal tidak demikian. Aku tidak mengi’tiqadkan kemaksuman padanya. Tidak.. sekali-kali tidak! Sekalipun beliau memiliki keilmuan yang luas, keberanian yang ekstrim, encer otaknya, dan mengagungkan kehormatan agama, Beliau tetap manusia biasa, beliau bisa terpancing ketika berdebat lalu marah dan menanamkan api permusuhan dan membuat orang lari darinya.
Kalau sekiranya beliau mau bersikap lemah lembut kepada lawan-lawan debatnya, niscaya akan dicapai kesepakatan. Sebenarnya, lawan-lawan debat senior telah tunduk dengan keilmuan dan kefaqihan beliau. Mereka mengakui unggulnya kecerdasan beliau. Mereka Juga mengakui Minimnya kesalahan beliau.
Aku tidak peduli dengan sebagian ulama yang syiar dan kebiasaannya adalah meremehkan, menghina kemuliaan, dan amat membencinya sampai-sampai menganggapnya bodoh, kafir, dan mencacinya tanpa melihat karangan-karangannya, memahami perkataannya, dan tanpa pengetahuan yang menyeluruh dan sempurna. Namun ada juga orang alim yang terkadang mengarang dan membantah beliau dengan ilmu.
Yang masuk akal adalah bersikap diam terhadap hal-hal yang terjadi antara dua orang yang semasa[2]-semoga Allah merahmati mereka semua-
Aku adalah orang yang paling sedikit memperingatkan dan menjelaskan sesuai kemampuanku dalam perkataan dan tulisan. Para Sahabat dan Musuh-musuhnya tunduk dengan keilmuannya, mengakui kecepatan pemahamannya. Beliau adalah lautan tak bertepi, perbendaharaan yang tak tertandingi, kemurahannya amat tinggi, dan keberaniannya Abadi.
Hanya saja, mereka memusuhi karena perkataan dan perbuatan beliau. Karangan mereka tentang hal tersebut akan diberi pahala, keinginan-keinginan (buruk.red) mereka akan dimaafkan, kedzaliman-kedzaliman mereka akan ditutup, keekstriman mereka adalah keterpedayaan, dan segala sesuatu akan kembali kepada Allah Subhanahu Wataala. Setiap orang dapat diambil dan ditinggalkan perkataannya, kesempurnaan adalah milik Rasul, dan hujjah ada pada Ijma. Semoga Allah merahmati orang-orang yang berbicara tentang ulama dengan ilmu atau diam dengan kemurahan hati dan mempertimbangkan dengan teliti dalam sedikitnya perkataan-perkataan mereka dengan perlahan-lahan dan pemahaman, kemudian minta ampun untuk mereka, dan meluaskan ikat pinggang pemaafaan, kalau tidak begitu,maka dia adalah orang yang tidak tahu dan tidak tahu bahwa dia tidak tahu.
Kalau engkau memberi udzur para pemuka Imam dalam masalah-masalah yang sulit, namun tidak memberi udzur Ibnu Taimiyah dalam hal-hal yang beliau menyendiri, maka aku tetapkan bahwa dirimu adalah pengikut hawa nafsu dan tidak inshaf.
Kalau engkau katakan: ”aku tidak akan memberinya udzur, karena ia kafir, musuh Allah dan Rasulnya”!, maka telah berkata banyak ahli ilmu dan Agama: “ kami (Wallâhi) hanya mengetahui ibnu Taimiyah sebagai orang mukmin, memelihara sholat, wudhu, Puasa Ramadhan, mengagungkan syariat secara zohir dan batin, tidak membawa paham buruk, dan bahkan ia memiliki kecerdasan yang ekstrim. Tidak sedikit ilmunya, bahkan dia adalah lautan yang meluap, mengerti kitab dan Sunnah, dan tak memiliki tandingan dalam hal itu. Beliau juga tidak mempermainkan agama, karena kalau demikian niscaya itu akan membuatnya menjadi yang paling cepat menjilat musuhnya[3], bersepakat dengan mereka, dan melakukan nifak. Beliau tidak menyendiri dalam masalah agama karena nafsu syahwat dan juga tidak berfatwa semaunya, tapi beliau menyendiri dalam beberapa masalah dengan hujjah al Qur’an atau hadits atau qiyas. Kemudian beliau membuktikannya, berdebat, menukil khilaf, memanjangkan bahasan sesuai dengan contoh dari para Imam yang mendahuluinya dalam masalah tersebut.”.
Kalaupun dia tersalah pada masalah tersebut, maka dia berhak atas satu pahala sebagaimana mujtahid dari kalangan ulama dan kalau ia benar,maka dia berhak atas dua pahala.
Sesungguhnya celaan dan kebencian pantas diberikan kepada dua jenis orang: seorang yang berfatwa tentang sebuah masalah dengan hawa nafsu dan tidak menampakkan hujjah dan seorang yang berbicara tentang suatu masalah tanpa aroma keilmuan dan keluasan dalil naqli. Semoga Allah menjauhkan kita dari hawa nafsu dan kebodohan.
Tidak diragukan lagi bahwa tidak ada pelajaran yang dapat diambil dengan mencela musuh-musuh seorang alim, sesungguhnya hawa nafsu dan kebodohan membuat mereka tidak memiliki keinshafan dan kemauan untuk melawannya. Tidak juga ada pelajaran yang dapat diambil dengan memuji kekayaannya dan berlebih-lebihan kepadanya. Justeru pelajaran yang dapat diambil itu ada pada orang-orang yang wara dan bertaqwa dari dua sisi, mereka berbicara dengan adil dan menegakkannya untuk Allah sekalipun atas diri mereka sendiri maupun orang tua mereka.
Aku tidak sedikitpun mengharapkan dunia, harta, dan kehormatan dari laki-laki ini (Ibnu taimiyah, red). Sekalipun aku memiliki pengetahuan yang sempurna tentangnya. Tetapi aku tidak mampu menyembunyikan kebaikan-kebaikannya dalam agama dan akalku. Aku juga tidak mampu mengubur keutamaan-keutamaannya dan menampakkan dosa-dosanya yang telah diampuni dalam luasnya kemurahan Allah Taala dan ampunannya. Semua kesalahannya telah tenggelam dalam lautan ilmu dan kelemahlembutannya. Allah telah mengampuninya dan Ridha padanya, semoga Allah merahmati kita jika kita menjadi sepertinya (Ibnu Taimiyah, red).
Sekalipun begitu, aku menyelisihinya dalam beberapa masalah furu dan ushul, Telah aku jelaskan diatas bahwa kesalahannya dalam hal tersebut terampuni, bahkan semoga Allah memberinya pahala atas niatnya yang baik dan segenap tenaga yang telah ia kerahkan. Allahlah tempat kembali. Aku juga menderita dengan perkataanku dari sahabat-sahabatnya dan musuh-musuhnya. Cukuplah Allah.
Syaikh berkulit putih, hitam rambut dan jenggotnya, sedikit ubannya, Rambutnya menjuntai hingga cuping telinganya. Dua matanya seolah lisan yang berbicara, beliau lelaki yang tegap, jauh jarak antara pundaknya, keras suaranya lagi fasih dan cepat dalam membaca. Kata-katanya tajam kemudian ia ikuti dengan kelemahlembutan dan mudah memaafkan. Dia memiliki keberanian, kelapangan dada, dan kecerdasan yang ekstrim. Aku tidak pernah melihat yang sama dengan beliau dalam hal berdoa ,beristighasah, dan banyaknya tawajjuh kepada Allah taala. Aku dibuat lelah oleh dua kelompok. Disisi para pecintanya aku adalah orang yang meremehkannya, namun disisi musuhnya aku dianggap melampaui batas dalam membangga-banggakannya, Demi Allah tidak!.
Beliau disholatkan di masjid Jami Damaskus setelah dzuhur. Manusia memenuhi masjid tersebut layaknya hari Jum’at, sampai-sampai manusia datang untuk melawatnya dari 4 penjuru pintu negeri. Minimal yang datang saat itu diperkirakan berjumlah lima puluh ribu orang, dan dikatakan lebih dari itu. Beliau kemudian dibawa kekuburan Shufiyyah dan dimakamkan disamping saudaranya al Imam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati keduanya dan juga kita serta kaum Muslimin.
[1]. Berkata Alimuddin al Barzâlî dalam kitab Tarikhnya: Pada malam senin Tanggal 20 Dzulqa’dah Wafatlah al Syaikh Al Imâm al âlim al Allâmah al Faqîh al Hâfiz al Zâhid al âbid al Mujâhid al Qudwah Syaikhul Islâm al Taqî al dîn Abu al Abbâs Ahmad anak dari guru kami al alîm al Allâmah al Muftî Syihab al dîn abi al Mahâsin Abdul Halîm bin syaikh al Islâm abu al Barâkat Abdul al Salâm [2] bin Abdullah bin Abu al Qâsim bin Taimiyah al Harrânî al Dimasyqî disebuah ruangan dimana ia dipenjara.
Kemudian berbondong-bondong orang datang mengunjungi jenazah beliaukebenteng dimana ruangan penjara tersebut berada dan mereka diizinkan masuk. Mereka duduk disisi jenazah sebelum dimandikan. Mereka membaca qur’an dan bertabarruk dengan melihat dan menciumnya. Mereka kemudian pergi dan digantikan rombongan lain dari kalangan perempuan lalu kemudian mereka melakukan seperti sebelumnya kemudian digantikan rombongan lain hingga jenazah beliau dimandikan.
Setelah selesai dimandikan, jenazah beliau dikeluarkan sedangkan massa telah berkumpul dibenteng dan jalan menuju masjid jami. Masjid Jami’ pun telah penuh sesak begitu juga pelatarannya. 4 pintu masuk benteng –bab al barîd, bâb al al Sâat, bab al fawrah juga penuh sesak. Jenazah Ibnu Taimiyah dihadirkan pada sekitar jam 4 sore hari kemudian diletakkan di Masjid Jami. Para tentara mengantisipasi ledakan pelawat karena saking sesaknya dengan menjaga ketat jasad Ibnu Taimiyah.
Jasad Ibnu Taimiyah pertama kali disholatkan didalam benteng oleh Oleh Syaikh Muhammad Tamâm kemudian disholatkan dimasjid Jami al Umawi setelah sholat zuhur. Jasad beliau dibawa masuk lewat bâb al barîd dan pelayat makin berlipat ganda sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Kemudian bertambah lagi hingga membuat sempit celah antar rumah,jalan-jalan, dan juga pasar.
Setelah disholatkan, keranda Jenazah beliau keluar dari bab al bârid dan diusung diatas ujung-ujung jari para pelayat. Kesesakan makin menjadi-jadi, ratap tangis meninggi, derai air mata tumpah tak terkendali diselingi doa, pujian, dantarahum kepada jenazah beliau. Orang-orang melempar sapu tangan, sorban, dan baju-baju mereka keatas keranda. Saking sesaknya, sandal-sandal merekapun hilang entah kemana namun itu tidak membuat mereka berpaling karena sibuknya memandang jenzah beliau. Karena diperebutkan, maka jadilah keranda tersebut kadang kedepan dan kadang kembali kebelakang dan kadang berhenti sampai oranag-orang lewat. Massa keluar dari Masjid Jami dari semua Pintu dan mereka amat berdesak-desakan Hingga Setiap pintu tampak lebih sempit dan sesak dari pintu yang lain. Kemudian seluruh massa keluar dari pintu negeri tersebut karena saking sesaknya. Kesesakkan terbesar terjadi pada 4 pintu –bab al farj tempat keluarnya jenazah, bab al Farâdîs, bab al Nashr, dan bab al Jabiyah. Kesesakan terparah terjadi di pasar al kholîl, massa bertambah berlipat-lipat karena jenazah diletakkan disana dan disholatkan terlebih dahulu oleh saudaranya Zainuddin Abdurrahman setelah itu dibawa ke pekuburan shuffiyah. Jenazah beliau dikubur disamping saudaranya Syarafuddin Abdullah. Semoga Allah memuliakan keduanya.
Jenazah Beliau dikuburkan diwaktu Ashar atau sesaat sebelum Ashar. Hal itu disebabkan oleh banyaknya orang yang datang untuk menyolatinya dari penduduk Basatin, ghutah, dan penduduk negeri lainnya. Mereka menutup kandang-kandang hewan mereka dan tak ketinggalan untuk melayat beliau kecuali segelintir orang atau karena tidak kuat berdesak-desakan namun tetap mendoakan beliau. Sekiranya mereka kuat niscaya mereka tak akan ketinggalan. Hadir melayat beliau dari kalangan perempuan sekitar 50 ribu orang. Jumlah itu selain yang berada di atap-atap rumah. seluruhnya menangis dan mengucapkan tarahum kepada Ibnu Taimiyah. Adapun jumlah pelayat laki-laki sekitar 90 puluh ribu hingga 200 ribu orang. Sekelompok orang meminum air sisa mandi jenazah dan membagi-bagikan daun bidara yang digunakan untuk memandikan beliau. Konon tutup kepala yang dipakai ibnu taimiyah dijual seharga 50 dirham dan konon benang luntur yang terdapat dilehernya terjual seharga 150 dirham. Pemakaman jenazah tersebut sangat riuh dengan suara tangis dan memelas. Beliau mengakhiri hidupnya dengan kebaikan.
Manusia berbolak-balik menziarahi kuburannya berhari-hari baik siang maupun malam bahkan menginap. Beliau dimimpikan dengan berbagai mimpi yang baik dan banyak orang yang membuat qasidah pujian yang melimpah untuk beliau.
Beliau lahir pada hari senin tanggal 10 Rabiul Awal di Harrân tahun 661 Hijriah kemudian pindah ke Damaskus bersama ayah dan keluarganya ketika beliau masih kecil. Beliau belajar Hadits dari ibnu Abd al Dâim , Ibnu abi al Yusr, ibnu Abdin, Syamsuddin al Hambali, Qadhi Syamsuddin bin Atha al Hanafi, syaikh Jamaluddin bin Shoyrafî, Majd al dîn bin Asâkir, syaikh Jamaluddin al Baghdaadi, Najib bin Miqdad, Ibnu abi al Khair, Ibnu Allân, ibnu Abi Bakr al Harawi, Kamal Abdur rahim, Fakhr Ali, Ibnu Syaibân, Syaraf bin Qawwâs, Zainab binti Makki, dan banyak lagi. Beliau juga banyak belajar secara otodidak, mencari hadits, menulis, dan memperdengarkan sendiri. Sesedikit apapun yang ia dengar, niscaya ia akan menghapalnya.
Beliau Sibuk dengan ilmu-ilmu pengetahuan, cerdas dan banyak menghapal, hal itu membuatnya menjadi seorang Imam dalam ilmu Tafsir dan yang berkaitan dengannya. Beliau amat familiar dengan ilmu fiqh; beliau lah yang paling mengenal fiqh Mazhab dizamannya. Sangat mengetahui perbedaan pendapat dikalangan ulama, alim dalam ilmu ushul dan furu’, nahwu, bahasa, dan ilmu-ilmu naqliyah dan aqliyah yang lain. Ketika beliau memutuskan sesuatu dan berbicara tentang sebuah cabang ilmu bersama orang-orang terkemuka dibidangnya maka mereka akan mengira bahwa cabang ilmu tersebut adalah spesialisasinya. Mereka melihat beliau amat mengetahui dan memiliki penguasaan yang sempurna tentang ilmu tersebut.
Adapun hadits, maka beliaulah pemegang benderanya. Beliau hapal matan maupun sanadnya, mampu membedakan antara yang lemah dan yang sohih, amat mengenal rijal-rijal secara mendalam. Dia memiliki banyak karangan-karang dan ta’liq berfaidah terkait ushul dan furu’. Sebagiannya beliau sempurnakan sendiri, ada yang disalin ulang dan ditulis kembali kemudian dibacakan didepan beliau, dan juga ada sejumlah besar karya yang belum selesai, dan sebagian lagi sudah selesai namun sampai sekarang belum ditulis kembali [3].
Beliau dipuji oleh banyak ulama dizamannya karena ilmu dan keutamaannya, antara lain Qadhi al khuwaini, Ibnu Daqiq al ied, Ibnu al Nuhas Qadhi Hanafi Qadhi Mesir Ibnu al Hariri, Ibnu Zamlakani dll.
Aku membaca tulisan ibnu Zamlakani yang mengatakan: telah terkumpul didalam dirinya syarat-syarat ijtihad yang sempurna. Dia memiliki tangan yang panjang dalam hal kebagusan mengarang kitab, keelokan ungkapan, kesistematisan, pemahaman, dan penjelasan. Ia menulis tiga bait syair berikut disalah satu karangannya:
itulah puji-pujian untuk Ibnu taimiyah. Ketika itu umurnya 30 tahun, antara aku dan telah terdapat rasa sayang dan persahabatan sejak kecil. Begitu juga kebersamaan dalam belajar dan mendengar hadits selama kurang lebih 50 tahun. Dia memiliki banyak keutamaan, karangan. Begitu juga sejarah dan peristiwa antara dia dengan para fuqaha dan Negara. Dia juga dipenjara beberapa kali. Peristiwa-peristiwa mengenai dirinya tdak mungkin disebutkan semuanya didalam kitab ini.
Ketika dia wafat, aku (Al Zamlakani) sedang tidak berada di Damaskus. Aku sedang dalam perjalanan menuju tanah hijaz yang mulia kemudian sampai kepadaku kabar tentang kematiannya setelah 50 hari bertepatan dengan sampainya aku di Tabuk. Ada rasa sesal karena kehilangannya. Semoga Allah memulikannya. Inilah yang ia katakan tentang Ibnu Taimiyah dalam kitab tarikhnya[4].
kemudian Syaikh Alimuddin menyebutkan dalam tarikhnya setelah menceritakan pemakaman Abu bakr bin Abi Dawud dan keagungannya dan juga pemakaman Imam Ahmad di Baghdad dan kemasyuharannya.: berkata al Imam Abu Utsman al Shâbunî : aku mendengar Abu Abdirrahman Al Suyûfî berkata: Aku menghadiri pemakaman Abu al Fath al Qawwâs bersama Syaikh Abu al Hasan al Daruqutni, ketika massa yang menghadiri pemakaman tersebut sangat banyak, ia menoleh kepadaku dan berkata: Aku mendengar Abu sahl bin Ziyad al Qatthân berkata: aku mendengar Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata : aku mendengar bapakku berkata: katakan kepada Ahli bid’ah! “Perbedaan antara kita dan kalian adalah pemakaman”[5].
ia berkata: tak diragukan lagi bahwa pemakaman Imam Ahmad bin Hambal dihadiri massa yang amat banyak karena banyaknya jumlah penduduk negerinya dan berkumpulnya mereka untuk pemakaman tersebut ditambah lagi pemerintahpun mencintainya.
Ibnu Taimiyah Rahimahullah wafat dinegerinya-Damaskus- sedangkan jumlah penduduknya tidak mencapai sepersepuluh dari jumlah penduduk Baghdad kala itu. Tetapi mereka berkumpul di pemakamannya dan mengantar ketempat terakhirnya dengan jumlah yang tidak mungkin mampu dikumpulkan oleh sulthan dan dewan yang berkuasa padahal ia Wafat didalam penjara dalam keadaan dikurung oleh Sulthan. Banyak Fuqaha dan orang-orang Faqir menjelek-jelekkannya hingga membuat lari pemeluk berbagai agama, terlebih lagi yang beragama Islam. Namun itulah realitas pemakamannya[6].
Ia berkata: telah disepakati bahwa ia wafat pada dini hari malam senin. Muazzin benteng kemudian mengabarkan kematian beliau dari atas menara dan para penjaga benteng tersebut membicarakan kematian beliau. Ketika pagi hari, kabar besar ini telah menyebar dikalangan khalayak umum dan Amir Jasim. Massa pun bersegera berkumpul disekitar benteng dari berbagai tempat hingga yang berasal dari Ghutah dan Marj. Para pedagang tidak memasak dan toko-toko pun banyak yang tidak dibuka seperti kebiasaan mereka yang membuka toko pada pagi hari. Saat itu wakil Shultan sedang berburu disuatu tempat. Memanaslah keadaan Negara dengan apa yang terjadi. Datanglah kepala penjara Al Shahih Syamsuddin ghibriyal. Ia membuka pintu penjara dan pintu ruangan untuk para kerabat, sahabat, dan pecinta Ibnu Taimiyah agar bisa Berkumpul disekitar Jenazah. Sejumlah sahabat dari negerinya dan dari sholihiyyah. Mereka juga duduk disekelilingnya sembari menangis dan memujinya. Aku (ibnu katsir) termasuk yang hadir disana bersama guruku Al Hafidz abi al Hajjaj al Mizzi [7] Rahimahullah. Aku membuka wajah Syaikh, memandangnya, dan menciumnya. Dikepalanya ada sebuah sorban dengan rumbai yang menyelip. Ubannya telah tumbuh jauh lebih banyak dari yang aku lihat sejak aku berjumpa dengan beliau. Saudaranya-Zainuddin Abdurrahman- memberitahu bahwa dia dan syaikh telah mengkhatamkan qur’an sebanyak 80 kali semenjak masuk penjara dan mulai membaca yang ke-81 sampai selesai ayat Iqtarabat. Ketika itu datanag dua orang shalih yang baik yaitu syaikh Abdullah bin Muhib dan Abdullah al zarî’ yang bacaannya disukai oleh syaikh. Keduanya kemudian memulai membaca surat al Rahman hingga mengkhatamkan Al qur’an sementara aku mendengarkan.
Kemudian mereka mulai memandikan Syaikh dan aku keluar menuju masjid disana. Tidak seorangpun yang berada disisinya kecuali yang membantu memandikan syaikh, Guruku Al Hafidz al Mizzi dan sekelompok orang-orang solih dan terpilih termasuk yang membantu untuk memandikan syaikh. Mereka belum juga selesai memandikan syaikh padahal benteng telah penuh dengan massa dan riuh tangis serta pujian, doa, dan Tarahum. Kemudian Jenazah dibawa kemasjid Jami melewati jalan Imadiyah dan adiliyah. Mereka memiringkan keranda jenazah dan melewati bab Al barid, hal itu karena bagian belakang pintu tersebut dihancurkan agar bisa digunakan. Merekapun memasukkan jenazah kemasjid jami Umawi. Massa berada didepan Jenazah, belakang, kanan, dan sebelah kirinya. Tak ada lagi yang dapat menghitung jumlah massa kecuali Allah. Mereka berteriak-teriak keras. Beginilah keadaan Jenazah salah seorang Imam sunnah, merekapun menangis bersahut-sahutan dan membuat kegaduhan ketika mendengar teriakan-teriakan tersebut.
Jenazah beliau diletakkan ditempat khusus. Massa duduk tak beraturan karena banyak dan berdesak-desakkan, bahkan mereka seperti saling menempel. Seorangpun tak dapat melakukan sujud kecuali dengan bersusah payah dan berhimpitan.
Hal itu terjadi sesaat sebelum sholat zuhur, massa datang dari segala tempat, mereka berniat puasa karena mereka tidak sempat untuk makan dan minum. Banyaknya massa pada saat itu tak terhitung dan tak bisa digambarkan. Setelah selesai Adzan zuhur, dilaksanakanlah sholat yang tidak seperti biasanya. Setelah selesai sholat zuhur keluarlah pengganti Khotib masjid karena tidak hadirnya khotib dan ia menyolati jenazah IbnuTaimiyah. Dia adalah Syaikh Alauddin bin Kharrat. Setelah itu massa keluar dari setiap pintu masjid dan negeri lalu berkumpul di Pasar al Khalil. Sebagian massa ada yang tergopoh-gopoh menuju pekuburan shuffiyah setelah melaksanakan sholat jenazah. Mereka menangis dan bertahlil serta khawatir pada diri mereka sendiri. Mereka memuji dan menyesal. Para wanita diatas atap rumah sembari menangis, berdoa, dan berucap: “inilah orang yang alim”.
Secara garis besar, hari itu adalah hari yang penuh dengan kesaksian dan tak pernah terjadi di damaskus, kecuali pada zaman Bani Umayyah ketika penduduk masih banyak dan masih merupakan negeri yang dinaungi khilafah.
Jenazah Beliau dikuburkan disamping saudaranya tepat menjelang adzan Ashar. Tak mungkin seorangpun menghitung massa yang menghadiri prosesi pemakaman tersebut. Kira-kira yang hadir pada saat itu adalah sama dengan semua warga yang bisa hadir. Tak ketinggalan dalam prosesi tersebut kecuali sedikit dari orang-orang rendahan dan wanita-wanita yang dipingit. Aku tidak mengetahui seorangpun dari ahli ilmu yang tidak menghadiri prosesi tersebut kecuali sedikit, mereka ada 3 orang : Ibnu Jumlah, Al Shadr, dan Al Qafajârî. Mereka terkenal memusuhi Ibnu Taimiyah. Oleh karena itu mereka takut menghadiri prosesi tersebut. Karena kalau mereka ketahuan keluar, maka massa akan membunuh dan membinasakan mereka. Syaikh Kami al Imam al Allamah Burhanuddin al Fazârî berbolak-bolak kekubur hingga 3 hari, begitu juga sekelompok ulama Syafiiyah. Burhanuddin al Fazârî datang menunggang keledainya dia memiliki kemuliaan dan wibawa. Semoga Allah merahmati beliau.
Banyak ucapan bela sungkawa yang menyertai, beliau juga diimpikan oleh orang-orang sholeh. Syair-syair dan Qasidah-Qasidah panjang banyak ditujukan untuk beliau. Biografi beliau dikarang oleh banyak kelompok dan Fudhala [8]. Tak teringkas biografi untuk menyebutkan kebaikan, keutamaan, keberanian, kemurahan, nasehat, kezuhudan, ibadah, berbagai macam ilmu, karangan kecil dan besar yang mencakup hampir semua bidang keilmuan serta fatwa-fatwa dan pilihan pendapatnya yang ia bela dengan Alqur’an dan Sunnah.
Secara Garis besar, beliau Rahimahullah adalah termasuk ulama besar. Bisa salah dan benar, Tetapi kesalahannya dibandingkan dengan kebenarannya bagaikan sebuah titik dilautan. Kesalaannya pun terampuni sebagaimana dalam Sohih Bukhari: Jika seorang hakim berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala. Kalau ia berijtihad kemudian Salah, maka baginya satu pahala.Berkata Imam malik bin Anas: setiap orang bisa diambil pendapatnya dan ditinggalkan kecuali penghuni kubur ini (Rasulullah, Red).
Artikel Terkait :
1. Biografi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
Seorang Syaikh, Imam, Ulama, al-Hâfidz[1], ahli Fiqih, Mujtahid, Mufassir ulung, Syaikhul Islâm, Simbol Kezuhudan, langka di zamannya.
Beliau Adalah Taqiy al-Dîn Abu al-Abbâs Ahmad bin al-Muftî Syihâbuddîn ‘Abdu al-Halîm bin al-Imâm al-Mujtahid Syaikh al-Islâm Majd al-Dîn Abd al-Salâm[2] bin Abdullâh bin Abi al-Qâsîm al-Harrânî yang merupakan salah seorang ulama besar.
Lahir pada Rabîul Awwal tahun 661 Hijriah kemudian berpindah[3] bersama keluarganya pada tahun 667 Hijriah. Ia berguru kepada Abd al-Dâim, ibnu Abi al-Yasar, Al-Kamâl bin Abd, Ibnu al-Shairafî, Ibn Abî al-khoir, dan banyak lagi.
Beliau Adalah Taqiy al-Dîn Abu al-Abbâs Ahmad bin al-Muftî Syihâbuddîn ‘Abdu al-Halîm bin al-Imâm al-Mujtahid Syaikh al-Islâm Majd al-Dîn Abd al-Salâm[2] bin Abdullâh bin Abi al-Qâsîm al-Harrânî yang merupakan salah seorang ulama besar.
Lahir pada Rabîul Awwal tahun 661 Hijriah kemudian berpindah[3] bersama keluarganya pada tahun 667 Hijriah. Ia berguru kepada Abd al-Dâim, ibnu Abi al-Yasar, Al-Kamâl bin Abd, Ibnu al-Shairafî, Ibn Abî al-khoir, dan banyak lagi.
Beliau sangat perhatian dengan hadits dan telah Menyalin berjuz-juz kitab, berguru kepada banyak syaikh, Mentakhrij dan menyeleksi Hadits, pandai dalam ilmu rijal [4] dan cacat hadits, faqih dalam seluruh bidang keilmuan Islam, Ilmu kalam, dan Ilmu-ilmu lainnya.
Beliau adalah Samudera Ilmu, Manusia cerdas yang diperhitungkan, zuhud yang tiada taranya, ksatria Pemberani, Mulia lagi dermawan, dipuji oleh kawan maupun lawan, dan terkenal dengan karangannya yang mencapai 300 jilid.
Beliau menyampaikan hadits di Damaskus, Mesir, dan Tsugr[5]. Beliau telah Mendapatkan beberpa kali Ujian dan siksaan serta pernah ditahan di sebuah benteng dimesir, kairo, Iskandariyah, dan 2 kali ditahan di Damaskus[6]. Dibenteng tersebut beliau wafat pada tanggal 20 Żulqa’dah tahun 728 Hijriah dalam status sebagai narapidana. Setelah itu Jenazah beliau dimandikan dan dikafani kemudian dipindahkan ke Masjid Jami’ Milik Negara. Tak terhitung jumlah Para pelayat yang menyaksikan pemakaman Beliau, kira-kira enam puluh ribu orang.
Beliau dimakamkan disamping pusara saudaranya yang bernama al-Imam Syaraf al-Dîn Abdullah di pekuburah Shufiyyah[7] –Semoga Allah merahmati keduanya-.
Setelah itu banyak orang bermimpi baik tentang beliau serta bertebaran Qasidah-qasidah (memuji beliau-red).
Beliau pernah dicaci karena mengeluarkan fatwa yang berbeda dengan ulama sekitarnya. Fatwanya melimpah dalam Samudera ilmunya, Allah Pasti mengampuni dan Meridhainya, aku tidak pernah melihat orang seperti beliau.
Setiap orang bisa saja diambil dan ditinggalkan pendapatnya, apa yang perlu perlu dirisaukan?.[8].
___________
[1] Yaitu istilah yang sama dengan Muhaddits dan dimutlakkan bagi siapapun yang menghapal hadits, mengingatnya, dan mengetahui perbendaharaannya baik secara riwayah maupun dirayah serta mampu mengetahui cacatnya, dikatakan juga bahwa Al hafidz adalah seorang ahli hadits yang telah menghapal 100 ribu hadits baik matan maupun sanad. Dalam Muqaddimah Tabaqatul Huffadz, Al Imam As Suyuthi mengatakan bahwa para Huffadz adalah orang yang memikul ilmu nabawi dan yang ijtihadnya menjadi rujukan dalam Menstsiqahkan dan menjarh rawi serta menghasankan dan mendhaifkan hadits. Ibnu Hajar yang masyhur dengan gelar al hafidz menambahkan dalam Nukatnya bahwa seorang hafidz itu telah menghapal kebanyakan matan hadits artinya dari dari seluruh kitab-kitab hadits jumlah yang dihapal lebih banyak dari yang belum dihapal. Lihat Syaikhul islam Wal Muhaddits
[2] Beliau adalah pengarang Muntaqa al-Akhbâr yang disyarahkan Oleh Imam Syaukani dengan judul Nail al-Authâr
[3] Pindah ke Damaskus karena pada saat itu daerahnya sedang berkecamuk Perang dengan Bangsa Tartar
[4] Cabang Ilmu Hadits yang mempelajari biografi dan kedudukan rawi
[5] Iskandaria di Mesir
[6] Kegigihan beliau dalam membela yang hak dan keteguhan beliau dalam memegang Fatwanya serta fitnah para Ahli bid’ah telah membuat beliau ditahan sebanyak 7 kali dalam hidupnya, bahkan beliau menghembuskan nafas terakhirnya dipenjara.
[7] Sekarang Kuburan tersebut tepatnya berada dekat Fakultas kedokteran Universitas Damaskus
[8] Perlu diketahui bahwa dengan dimasukkannya Ibnu Taimiyah dalam Kitab ini Oleh az Zahabi, berarti beliau mennyatakan bahwa Ibnu Taimiyah telah mencapai tingkatan Al Hafidz dalam ilmu hadits.
[1] Yaitu istilah yang sama dengan Muhaddits dan dimutlakkan bagi siapapun yang menghapal hadits, mengingatnya, dan mengetahui perbendaharaannya baik secara riwayah maupun dirayah serta mampu mengetahui cacatnya, dikatakan juga bahwa Al hafidz adalah seorang ahli hadits yang telah menghapal 100 ribu hadits baik matan maupun sanad. Dalam Muqaddimah Tabaqatul Huffadz, Al Imam As Suyuthi mengatakan bahwa para Huffadz adalah orang yang memikul ilmu nabawi dan yang ijtihadnya menjadi rujukan dalam Menstsiqahkan dan menjarh rawi serta menghasankan dan mendhaifkan hadits. Ibnu Hajar yang masyhur dengan gelar al hafidz menambahkan dalam Nukatnya bahwa seorang hafidz itu telah menghapal kebanyakan matan hadits artinya dari dari seluruh kitab-kitab hadits jumlah yang dihapal lebih banyak dari yang belum dihapal. Lihat Syaikhul islam Wal Muhaddits
[2] Beliau adalah pengarang Muntaqa al-Akhbâr yang disyarahkan Oleh Imam Syaukani dengan judul Nail al-Authâr
[3] Pindah ke Damaskus karena pada saat itu daerahnya sedang berkecamuk Perang dengan Bangsa Tartar
[4] Cabang Ilmu Hadits yang mempelajari biografi dan kedudukan rawi
[5] Iskandaria di Mesir
[6] Kegigihan beliau dalam membela yang hak dan keteguhan beliau dalam memegang Fatwanya serta fitnah para Ahli bid’ah telah membuat beliau ditahan sebanyak 7 kali dalam hidupnya, bahkan beliau menghembuskan nafas terakhirnya dipenjara.
[7] Sekarang Kuburan tersebut tepatnya berada dekat Fakultas kedokteran Universitas Damaskus
[8] Perlu diketahui bahwa dengan dimasukkannya Ibnu Taimiyah dalam Kitab ini Oleh az Zahabi, berarti beliau mennyatakan bahwa Ibnu Taimiyah telah mencapai tingkatan Al Hafidz dalam ilmu hadits.
Mu’jam Mukhtash bil Muhadditsin- Al Imam al-Żahabi_Serial Biografi ibnu Taimiyah II.
Ahmad bin Abdul Halîm bin Abdul al-Salâm bin Abdullâh bin Abî al-Qâsim bin Taimiyah, Seorang Imam, Ulama dan Hâfidz, sumber Hujjah, tiada taranya, dan lautan Ilmu.
Taqiyuddin[1] Abul Abbâs[2] al Harrânî[3]al-Dimasyqî.
Beliau Lahir di Harrân pada bulan Rabiul Awwâl tahun 661 Hijriah[4].
Beliau pindah ke Damaskus bersama orangtuanya al-Muftî Syihâbbuddîn[5]. Ibnu Taimiyah belajar kepada Ibnu Abd al-Dâim, Ibnu al-Yasar, dan al-Majd bin Asâkir serta banyak lagi dari kalangan ulama Hanabilah dan ibnu Thibrizd serta ulama setelah beliau.
Beliau menyalin kitab, membaca, serta menyeleksi hadits. Mahir dengan Ilmu-ilmu Atsar dan Sunan. Beliau juga mengajar, berfatwa, mentafsirkan Qur’an, mengarang berbagai karangan yang bagus serta pernah dicaci maki karena memfatwakan sesuatu yang berbeda dengan ulama sekitarnya. Beliau adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dan dosa, namun demi Allah kedua mataku tak pernah menyaksikan orang seperti beliau dan matanya tidak pernah meyaksikan yang serupa dengannya. Dia adalah seorang Imam yang ilmu agamanya seperti samudera, cemerlang akalnya, cepat tanggap, encer otaknya,memiliki banyak kebaikan, dikenal dengan keberanian yang luar biasa lagi dermawan, menjauhkan diri dari syahwat terhadap makanan, pakaian, serta Jima’. Tidak ada kelezatan baginya selain menyebarkan Ilmu, mengkodifikasinya, serta mengamalkannya.
Abu al-Fath al-Ya’marî[6] ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan al-Hâfidz Abi al-Abbâs al-Dimyâthî, menyatakan : “Aku mendapati bahwa beliau memiliki banyak perbendaharaan ilmu. Beliau nyaris menghapal seluruh kitab-kitab sunan dan juga atsar, kalau dia berbicara tafsir, maka dialah pemegang panjinya , kalau dia berfatwa tentang fiqh, maka dia seolah paling menguasai fiqh, Kalau dia bicara tentang hadits,maka dia seolah pemilik ilmunya dan periwayatnya, atau ketika ia menyampaikan tentang aliran-aliran maka tidak ada lagi yang lebih luas dan lebih tinggi pembahasannya, Ibnu Taymiyah menguasai semua cabang ilmu. mata manusia tidak pernah melihat orang seperti dia dan matanya tidak pernah melihat orang yang menandinginya”.
Aku berkata: beliau dipenjara lebih dari sekali karena tipu muslihat musuh-musuhnya serta untuk membatasi lisan dan tinta beliau, namun beliau tidak mau rujuk dan berbalik kepada penasihatnya hingga ia wafat dalam keadaan terpidana di penjara Damaskus pada tanggal 20 Dzul Qa’dah tahun 728 hijriah.[7].
_____________
[1] Laqabnya
[2] Kunyahnya
[3] Daerah kelahirannya
[4] Atau tahun 1263 Masehi
[5] Syihabuddîn adalah laqab untuk ayah beliau yang bernama Abdul Halim
[6] Ibnu Sayyid al-Nâs
[7] Perlu diketahui bahwa Kitab Ini merupakan daftar nama-nama guru beliau dan orang-orang telah beliau riwayatkan haditsnya dari kalangan Muhadditsin sebagaimana yang beliau jelaskan di Muqaddimah kitab Ini.
Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa Az Zahabi menggap Ibnu Taimiyah sebagai seorang Muhaddits dan merupakan gurunya.
[1] Laqabnya
[2] Kunyahnya
[3] Daerah kelahirannya
[4] Atau tahun 1263 Masehi
[5] Syihabuddîn adalah laqab untuk ayah beliau yang bernama Abdul Halim
[6] Ibnu Sayyid al-Nâs
[7] Perlu diketahui bahwa Kitab Ini merupakan daftar nama-nama guru beliau dan orang-orang telah beliau riwayatkan haditsnya dari kalangan Muhadditsin sebagaimana yang beliau jelaskan di Muqaddimah kitab Ini.
Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa Az Zahabi menggap Ibnu Taimiyah sebagai seorang Muhaddits dan merupakan gurunya.
Żail Târîkh al Islâm- Al Imam al-Żahabi_Serial Biografi ibnu Taimiyah III.
Syaikh, Imam, Alim, ahli tafsir, Ahli fiqih, Mujtahid, al Hafidz[1], al Muhaddits, Syaikhul Islam, langka di jamannya, dan pemilik berbagai karangan yang kecerdasannya amat berkilau.
Dialah Taqiy al dîn Abu al Abbâs Ahmad bin (anak dari seorang Mufti yang Alim) Syihab al dîn Abd al Halîm bin Syaikh al Islâm Majd al dîn Abi al Barakât abd al Salâm (pengarang kitab al Ahkâm) bin Abdullah bin Abi al Qâsim al Harrânî bin Taimiyah yang merupakan laqab kakeknya yang teratas.
Dilahirkan pada tanggal 10 Rabiul Awwaltahun 661 Hijriah di Harrân. Ia ikut serta bersama Bapak dan kerabatnya pindah ke Damaskus tahun 667 Hijriah ketika Rezim Tartar.
Mereka keluar mengendap-endap diwaktu malam dengan menarik sebuah kereta sapi bermuatan penuh kitab didalam gerobak. Musuh-musuh (tartar) tidak membiarkan ada hewan berkaki empat selain sapi untuk bertani. Sapi penarik gerobak tersebut amat lelah karena beratnya gerobak tersebut kemudian berhenti.
Dalam keadaan khawatir tersusul oleh Musuh, merekapun meminta pertolongan kepada Allah, kemudian sapi tersebut kembali berjalan dan Allah melindungi serta menyelamatkan mereka hingga perbatasan dan mereka selamat.
Beliau belajar kepada Abd al Dâim, Ibnu Abi al Yusr, al Kamal bin Abd, Ibnu Abi al Khair, Ibnu Shoyrafî, Syaikh Syamsuddîn, Al Qâsim al Irbilî, Ibnu Allân, dan banyak lagi.
Beliau Juga belajar berbagai kitab secara Otodidak, melakukan penyeleksian dan menyalin beberapa bagian sunan Abu Daud, meneliti rijal dan cacatnya hingga menjadi salah seorang Imam dalam Naqd (kritik rijal) dan atsar dengan bekal ketaqwaan, keturunan terpandang, ingatan, dan Pemeliharan.
Kemudian beliau menjadi Ahli detil-detil Fiqh, Ijma, dan Ikhtilaf dengan berbagai Hujjahnya; sampai-sampai membuat orang-orang takjub ketika dia menyebutkan masalah-masalah khilaf. Dia menyampaikan dalil kemudian melakukan tarjih dan berijtihad. Dia memang pantas melakukan ijtihad, karena syarat-syarat untuk menjadi seorang mujtahid telah ada bersamanya. Sesungguhnya aku belum pernah melihat orang yang secepat dia dalam mengekstrak dalil untuk sebuah masalah dari ayat-ayat yang membahas tentang masalah tersebut. Tidak juga aku pernah melihat orang yang sangat hapal terhadap matan-matan hadits melebihi dia, kemudian ia mengaitkannya kepada kitab Sohih, Musnad, atau Sunan. Seolah-olah kitab tersebut dan juga Sunan berada didepan mata dan ujung lisannya dengan ungkapan-ungkapan yang tajam dan mata terbuka serta membuat penentangnya tak berkutik karena tercengang.
Dia Adalah salah satu tanda kekuasaan Allah dalam tafsir. Pengetahuannya amat luas dalam tafsir. Satu ayat saja membutuhkan satu atau bahkan beberapa majlis untuk membahasnya.
Dalam hal pokok-pokok agama dan pengetahuannya tentang keadaan khawarij ,Rafidhah, muktazilah dan berbagai ahli bid’ah; tak ada seorangpun yang mampu menandinginya.
Hal-hal diatas juga disertai dengan kemurahan beliau yang tak dapat aku temui tandigannya, keberanian ekstrim yang tak bisa tertandingi, meninggalkan kelezatan-kelezatan duniawi berupa pakaian yang indah, makanan enak, dan peristirahatan.
Berbagai karangan dari banyak disiplin ilmu telah tersebar luas. Jumlah karangan dan fatwanya dalam disiplin ilmu Ushul, furu, zuhd, Tafsir, Tawakkal, ikhlas, dll mencapai kira-kira 300 jilid, oh tidak.. bahkan lebih.
Beliau senantiasa mengatakan kebenaran, mencegah kemungkaran, dan tidak terpengaruh oleh celaan para pencela. Beliau memiliki pengaruh dan kekuasaan.
Orang-orang yang mengenalnya kadang-kadang menganggapku termasuk orang yang meremehkannya, tapi yang menentang dan menyelisihinya terkadang menganggap aku berlebih-lebihan terhadapnya, padahal tidak demikian. Aku tidak mengi’tiqadkan kemaksuman padanya. Tidak.. sekali-kali tidak! Sekalipun beliau memiliki keilmuan yang luas, keberanian yang ekstrim, encer otaknya, dan mengagungkan kehormatan agama, Beliau tetap manusia biasa, beliau bisa terpancing ketika berdebat lalu marah dan menanamkan api permusuhan dan membuat orang lari darinya.
Kalau sekiranya beliau mau bersikap lemah lembut kepada lawan-lawan debatnya, niscaya akan dicapai kesepakatan. Sebenarnya, lawan-lawan debat senior telah tunduk dengan keilmuan dan kefaqihan beliau. Mereka mengakui unggulnya kecerdasan beliau. Mereka Juga mengakui Minimnya kesalahan beliau.
Aku tidak peduli dengan sebagian ulama yang syiar dan kebiasaannya adalah meremehkan, menghina kemuliaan, dan amat membencinya sampai-sampai menganggapnya bodoh, kafir, dan mencacinya tanpa melihat karangan-karangannya, memahami perkataannya, dan tanpa pengetahuan yang menyeluruh dan sempurna. Namun ada juga orang alim yang terkadang mengarang dan membantah beliau dengan ilmu.
Yang masuk akal adalah bersikap diam terhadap hal-hal yang terjadi antara dua orang yang semasa[2]-semoga Allah merahmati mereka semua-
Aku adalah orang yang paling sedikit memperingatkan dan menjelaskan sesuai kemampuanku dalam perkataan dan tulisan. Para Sahabat dan Musuh-musuhnya tunduk dengan keilmuannya, mengakui kecepatan pemahamannya. Beliau adalah lautan tak bertepi, perbendaharaan yang tak tertandingi, kemurahannya amat tinggi, dan keberaniannya Abadi.
Hanya saja, mereka memusuhi karena perkataan dan perbuatan beliau. Karangan mereka tentang hal tersebut akan diberi pahala, keinginan-keinginan (buruk.red) mereka akan dimaafkan, kedzaliman-kedzaliman mereka akan ditutup, keekstriman mereka adalah keterpedayaan, dan segala sesuatu akan kembali kepada Allah Subhanahu Wataala. Setiap orang dapat diambil dan ditinggalkan perkataannya, kesempurnaan adalah milik Rasul, dan hujjah ada pada Ijma. Semoga Allah merahmati orang-orang yang berbicara tentang ulama dengan ilmu atau diam dengan kemurahan hati dan mempertimbangkan dengan teliti dalam sedikitnya perkataan-perkataan mereka dengan perlahan-lahan dan pemahaman, kemudian minta ampun untuk mereka, dan meluaskan ikat pinggang pemaafaan, kalau tidak begitu,maka dia adalah orang yang tidak tahu dan tidak tahu bahwa dia tidak tahu.
Kalau engkau memberi udzur para pemuka Imam dalam masalah-masalah yang sulit, namun tidak memberi udzur Ibnu Taimiyah dalam hal-hal yang beliau menyendiri, maka aku tetapkan bahwa dirimu adalah pengikut hawa nafsu dan tidak inshaf.
Kalau engkau katakan: ”aku tidak akan memberinya udzur, karena ia kafir, musuh Allah dan Rasulnya”!, maka telah berkata banyak ahli ilmu dan Agama: “ kami (Wallâhi) hanya mengetahui ibnu Taimiyah sebagai orang mukmin, memelihara sholat, wudhu, Puasa Ramadhan, mengagungkan syariat secara zohir dan batin, tidak membawa paham buruk, dan bahkan ia memiliki kecerdasan yang ekstrim. Tidak sedikit ilmunya, bahkan dia adalah lautan yang meluap, mengerti kitab dan Sunnah, dan tak memiliki tandingan dalam hal itu. Beliau juga tidak mempermainkan agama, karena kalau demikian niscaya itu akan membuatnya menjadi yang paling cepat menjilat musuhnya[3], bersepakat dengan mereka, dan melakukan nifak. Beliau tidak menyendiri dalam masalah agama karena nafsu syahwat dan juga tidak berfatwa semaunya, tapi beliau menyendiri dalam beberapa masalah dengan hujjah al Qur’an atau hadits atau qiyas. Kemudian beliau membuktikannya, berdebat, menukil khilaf, memanjangkan bahasan sesuai dengan contoh dari para Imam yang mendahuluinya dalam masalah tersebut.”.
Kalaupun dia tersalah pada masalah tersebut, maka dia berhak atas satu pahala sebagaimana mujtahid dari kalangan ulama dan kalau ia benar,maka dia berhak atas dua pahala.
Sesungguhnya celaan dan kebencian pantas diberikan kepada dua jenis orang: seorang yang berfatwa tentang sebuah masalah dengan hawa nafsu dan tidak menampakkan hujjah dan seorang yang berbicara tentang suatu masalah tanpa aroma keilmuan dan keluasan dalil naqli. Semoga Allah menjauhkan kita dari hawa nafsu dan kebodohan.
Tidak diragukan lagi bahwa tidak ada pelajaran yang dapat diambil dengan mencela musuh-musuh seorang alim, sesungguhnya hawa nafsu dan kebodohan membuat mereka tidak memiliki keinshafan dan kemauan untuk melawannya. Tidak juga ada pelajaran yang dapat diambil dengan memuji kekayaannya dan berlebih-lebihan kepadanya. Justeru pelajaran yang dapat diambil itu ada pada orang-orang yang wara dan bertaqwa dari dua sisi, mereka berbicara dengan adil dan menegakkannya untuk Allah sekalipun atas diri mereka sendiri maupun orang tua mereka.
Aku tidak sedikitpun mengharapkan dunia, harta, dan kehormatan dari laki-laki ini (Ibnu taimiyah, red). Sekalipun aku memiliki pengetahuan yang sempurna tentangnya. Tetapi aku tidak mampu menyembunyikan kebaikan-kebaikannya dalam agama dan akalku. Aku juga tidak mampu mengubur keutamaan-keutamaannya dan menampakkan dosa-dosanya yang telah diampuni dalam luasnya kemurahan Allah Taala dan ampunannya. Semua kesalahannya telah tenggelam dalam lautan ilmu dan kelemahlembutannya. Allah telah mengampuninya dan Ridha padanya, semoga Allah merahmati kita jika kita menjadi sepertinya (Ibnu Taimiyah, red).
Sekalipun begitu, aku menyelisihinya dalam beberapa masalah furu dan ushul, Telah aku jelaskan diatas bahwa kesalahannya dalam hal tersebut terampuni, bahkan semoga Allah memberinya pahala atas niatnya yang baik dan segenap tenaga yang telah ia kerahkan. Allahlah tempat kembali. Aku juga menderita dengan perkataanku dari sahabat-sahabatnya dan musuh-musuhnya. Cukuplah Allah.
Syaikh berkulit putih, hitam rambut dan jenggotnya, sedikit ubannya, Rambutnya menjuntai hingga cuping telinganya. Dua matanya seolah lisan yang berbicara, beliau lelaki yang tegap, jauh jarak antara pundaknya, keras suaranya lagi fasih dan cepat dalam membaca. Kata-katanya tajam kemudian ia ikuti dengan kelemahlembutan dan mudah memaafkan. Dia memiliki keberanian, kelapangan dada, dan kecerdasan yang ekstrim. Aku tidak pernah melihat yang sama dengan beliau dalam hal berdoa ,beristighasah, dan banyaknya tawajjuh kepada Allah taala. Aku dibuat lelah oleh dua kelompok. Disisi para pecintanya aku adalah orang yang meremehkannya, namun disisi musuhnya aku dianggap melampaui batas dalam membangga-banggakannya, Demi Allah tidak!.
Ibnu Taimiyah berpulang kerahmatullah Taala dalam keadaan terpidana dibenteng Damaskus, disebuah ruangan setelah beberapa hari menderita sakit. Pada malam senin 20 Dzulqa’dah tahun 728 Hijriah.
Beliau disholatkan di masjid Jami Damaskus setelah dzuhur. Manusia memenuhi masjid tersebut layaknya hari Jum’at, sampai-sampai manusia datang untuk melawatnya dari 4 penjuru pintu negeri. Minimal yang datang saat itu diperkirakan berjumlah lima puluh ribu orang, dan dikatakan lebih dari itu. Beliau kemudian dibawa kekuburan Shufiyyah dan dimakamkan disamping saudaranya al Imam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati keduanya dan juga kita serta kaum Muslimin.
______________
[1] Yaitu istilah yang sama dengan Muhaddits dan dimutlakkan bagi siapapun yang menghapal hadits, mengingatnya, dan mengetahui perbendaharaannya baik secara riwayah maupun dirayah serta mampu mengetahui cacatnya, dikatakan juga bahwa Al hafidz adalah seorang ahli hadits yang telah menghapal 100 ribu hadits baik matan maupun sanad. Dalam Muqaddimah Tabaqatul Huffadz, Al Imam As Suyuthi mengatakan bahwa para Huffadz adalah orang yang memikul ilmu nabawi dan yang ijtihadnya menjadi rujukan dalam Menstsiqahkan dan menjarh rawi serta menghasankan dan mendhaifkan hadits. Ibnu Hajar yang masyhur dengan gelar al hafidz menambahkan dalam Nukatnya bahwa seorang hafidz itu telah menghapal kebanyakan matan hadits artinya dari dari seluruh kitab-kitab hadits jumlah yang dihapal lebih banyak dari yang belum dihapal
[2] Sepertinya beliau mengutip sebuah kaidah jarh yang mengatakan bahwa jarah antara dua orang yang sejaman itu tidak mu’tabar.
[3] Yang kita tahu (Wallahu a’lam) atas keteguhannya dalam menjaga agama dan Aqidah yang sohihlah beliau diuji, sengsara dan dipenjara. Kalaulah beliau mau mempermainkan agama , niscaya beliau tidak akan mau melakukan hal tersebut dan memilih untuk menjadi penjilat agar tidak dihukum.
http://syaikhulislam.wordpress.com/2010/07/26/zail-tarikh-al-islam-al-imam-al-zahabi_serial-biografi-ibnu-taimiyah-iii/.
Al Bidâyah wa al nihâyah- Al Hâfiż Ibnu Katsir_Serial Biografi ibnu Taimiyah IV.
[1] Yaitu istilah yang sama dengan Muhaddits dan dimutlakkan bagi siapapun yang menghapal hadits, mengingatnya, dan mengetahui perbendaharaannya baik secara riwayah maupun dirayah serta mampu mengetahui cacatnya, dikatakan juga bahwa Al hafidz adalah seorang ahli hadits yang telah menghapal 100 ribu hadits baik matan maupun sanad. Dalam Muqaddimah Tabaqatul Huffadz, Al Imam As Suyuthi mengatakan bahwa para Huffadz adalah orang yang memikul ilmu nabawi dan yang ijtihadnya menjadi rujukan dalam Menstsiqahkan dan menjarh rawi serta menghasankan dan mendhaifkan hadits. Ibnu Hajar yang masyhur dengan gelar al hafidz menambahkan dalam Nukatnya bahwa seorang hafidz itu telah menghapal kebanyakan matan hadits artinya dari dari seluruh kitab-kitab hadits jumlah yang dihapal lebih banyak dari yang belum dihapal
[2] Sepertinya beliau mengutip sebuah kaidah jarh yang mengatakan bahwa jarah antara dua orang yang sejaman itu tidak mu’tabar.
[3] Yang kita tahu (Wallahu a’lam) atas keteguhannya dalam menjaga agama dan Aqidah yang sohihlah beliau diuji, sengsara dan dipenjara. Kalaulah beliau mau mempermainkan agama , niscaya beliau tidak akan mau melakukan hal tersebut dan memilih untuk menjadi penjilat agar tidak dihukum.
http://syaikhulislam.wordpress.com/2010/07/26/zail-tarikh-al-islam-al-imam-al-zahabi_serial-biografi-ibnu-taimiyah-iii/.
Al Bidâyah wa al nihâyah- Al Hâfiż Ibnu Katsir_Serial Biografi ibnu Taimiyah IV.
[1]. Berkata Alimuddin al Barzâlî dalam kitab Tarikhnya: Pada malam senin Tanggal 20 Dzulqa’dah Wafatlah al Syaikh Al Imâm al âlim al Allâmah al Faqîh al Hâfiz al Zâhid al âbid al Mujâhid al Qudwah Syaikhul Islâm al Taqî al dîn Abu al Abbâs Ahmad anak dari guru kami al alîm al Allâmah al Muftî Syihab al dîn abi al Mahâsin Abdul Halîm bin syaikh al Islâm abu al Barâkat Abdul al Salâm [2] bin Abdullah bin Abu al Qâsim bin Taimiyah al Harrânî al Dimasyqî disebuah ruangan dimana ia dipenjara.
Kemudian berbondong-bondong orang datang mengunjungi jenazah beliaukebenteng dimana ruangan penjara tersebut berada dan mereka diizinkan masuk. Mereka duduk disisi jenazah sebelum dimandikan. Mereka membaca qur’an dan bertabarruk dengan melihat dan menciumnya. Mereka kemudian pergi dan digantikan rombongan lain dari kalangan perempuan lalu kemudian mereka melakukan seperti sebelumnya kemudian digantikan rombongan lain hingga jenazah beliau dimandikan.
Setelah selesai dimandikan, jenazah beliau dikeluarkan sedangkan massa telah berkumpul dibenteng dan jalan menuju masjid jami. Masjid Jami’ pun telah penuh sesak begitu juga pelatarannya. 4 pintu masuk benteng –bab al barîd, bâb al al Sâat, bab al fawrah juga penuh sesak. Jenazah Ibnu Taimiyah dihadirkan pada sekitar jam 4 sore hari kemudian diletakkan di Masjid Jami. Para tentara mengantisipasi ledakan pelawat karena saking sesaknya dengan menjaga ketat jasad Ibnu Taimiyah.
Jasad Ibnu Taimiyah pertama kali disholatkan didalam benteng oleh Oleh Syaikh Muhammad Tamâm kemudian disholatkan dimasjid Jami al Umawi setelah sholat zuhur. Jasad beliau dibawa masuk lewat bâb al barîd dan pelayat makin berlipat ganda sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Kemudian bertambah lagi hingga membuat sempit celah antar rumah,jalan-jalan, dan juga pasar.
Setelah disholatkan, keranda Jenazah beliau keluar dari bab al bârid dan diusung diatas ujung-ujung jari para pelayat. Kesesakan makin menjadi-jadi, ratap tangis meninggi, derai air mata tumpah tak terkendali diselingi doa, pujian, dantarahum kepada jenazah beliau. Orang-orang melempar sapu tangan, sorban, dan baju-baju mereka keatas keranda. Saking sesaknya, sandal-sandal merekapun hilang entah kemana namun itu tidak membuat mereka berpaling karena sibuknya memandang jenzah beliau. Karena diperebutkan, maka jadilah keranda tersebut kadang kedepan dan kadang kembali kebelakang dan kadang berhenti sampai oranag-orang lewat. Massa keluar dari Masjid Jami dari semua Pintu dan mereka amat berdesak-desakan Hingga Setiap pintu tampak lebih sempit dan sesak dari pintu yang lain. Kemudian seluruh massa keluar dari pintu negeri tersebut karena saking sesaknya. Kesesakkan terbesar terjadi pada 4 pintu –bab al farj tempat keluarnya jenazah, bab al Farâdîs, bab al Nashr, dan bab al Jabiyah. Kesesakan terparah terjadi di pasar al kholîl, massa bertambah berlipat-lipat karena jenazah diletakkan disana dan disholatkan terlebih dahulu oleh saudaranya Zainuddin Abdurrahman setelah itu dibawa ke pekuburan shuffiyah. Jenazah beliau dikubur disamping saudaranya Syarafuddin Abdullah. Semoga Allah memuliakan keduanya.
Jenazah Beliau dikuburkan diwaktu Ashar atau sesaat sebelum Ashar. Hal itu disebabkan oleh banyaknya orang yang datang untuk menyolatinya dari penduduk Basatin, ghutah, dan penduduk negeri lainnya. Mereka menutup kandang-kandang hewan mereka dan tak ketinggalan untuk melayat beliau kecuali segelintir orang atau karena tidak kuat berdesak-desakan namun tetap mendoakan beliau. Sekiranya mereka kuat niscaya mereka tak akan ketinggalan. Hadir melayat beliau dari kalangan perempuan sekitar 50 ribu orang. Jumlah itu selain yang berada di atap-atap rumah. seluruhnya menangis dan mengucapkan tarahum kepada Ibnu Taimiyah. Adapun jumlah pelayat laki-laki sekitar 90 puluh ribu hingga 200 ribu orang. Sekelompok orang meminum air sisa mandi jenazah dan membagi-bagikan daun bidara yang digunakan untuk memandikan beliau. Konon tutup kepala yang dipakai ibnu taimiyah dijual seharga 50 dirham dan konon benang luntur yang terdapat dilehernya terjual seharga 150 dirham. Pemakaman jenazah tersebut sangat riuh dengan suara tangis dan memelas. Beliau mengakhiri hidupnya dengan kebaikan.
Manusia berbolak-balik menziarahi kuburannya berhari-hari baik siang maupun malam bahkan menginap. Beliau dimimpikan dengan berbagai mimpi yang baik dan banyak orang yang membuat qasidah pujian yang melimpah untuk beliau.
Beliau lahir pada hari senin tanggal 10 Rabiul Awal di Harrân tahun 661 Hijriah kemudian pindah ke Damaskus bersama ayah dan keluarganya ketika beliau masih kecil. Beliau belajar Hadits dari ibnu Abd al Dâim , Ibnu abi al Yusr, ibnu Abdin, Syamsuddin al Hambali, Qadhi Syamsuddin bin Atha al Hanafi, syaikh Jamaluddin bin Shoyrafî, Majd al dîn bin Asâkir, syaikh Jamaluddin al Baghdaadi, Najib bin Miqdad, Ibnu abi al Khair, Ibnu Allân, ibnu Abi Bakr al Harawi, Kamal Abdur rahim, Fakhr Ali, Ibnu Syaibân, Syaraf bin Qawwâs, Zainab binti Makki, dan banyak lagi. Beliau juga banyak belajar secara otodidak, mencari hadits, menulis, dan memperdengarkan sendiri. Sesedikit apapun yang ia dengar, niscaya ia akan menghapalnya.
Beliau Sibuk dengan ilmu-ilmu pengetahuan, cerdas dan banyak menghapal, hal itu membuatnya menjadi seorang Imam dalam ilmu Tafsir dan yang berkaitan dengannya. Beliau amat familiar dengan ilmu fiqh; beliau lah yang paling mengenal fiqh Mazhab dizamannya. Sangat mengetahui perbedaan pendapat dikalangan ulama, alim dalam ilmu ushul dan furu’, nahwu, bahasa, dan ilmu-ilmu naqliyah dan aqliyah yang lain. Ketika beliau memutuskan sesuatu dan berbicara tentang sebuah cabang ilmu bersama orang-orang terkemuka dibidangnya maka mereka akan mengira bahwa cabang ilmu tersebut adalah spesialisasinya. Mereka melihat beliau amat mengetahui dan memiliki penguasaan yang sempurna tentang ilmu tersebut.
Adapun hadits, maka beliaulah pemegang benderanya. Beliau hapal matan maupun sanadnya, mampu membedakan antara yang lemah dan yang sohih, amat mengenal rijal-rijal secara mendalam. Dia memiliki banyak karangan-karang dan ta’liq berfaidah terkait ushul dan furu’. Sebagiannya beliau sempurnakan sendiri, ada yang disalin ulang dan ditulis kembali kemudian dibacakan didepan beliau, dan juga ada sejumlah besar karya yang belum selesai, dan sebagian lagi sudah selesai namun sampai sekarang belum ditulis kembali [3].
Beliau dipuji oleh banyak ulama dizamannya karena ilmu dan keutamaannya, antara lain Qadhi al khuwaini, Ibnu Daqiq al ied, Ibnu al Nuhas Qadhi Hanafi Qadhi Mesir Ibnu al Hariri, Ibnu Zamlakani dll.
Aku membaca tulisan ibnu Zamlakani yang mengatakan: telah terkumpul didalam dirinya syarat-syarat ijtihad yang sempurna. Dia memiliki tangan yang panjang dalam hal kebagusan mengarang kitab, keelokan ungkapan, kesistematisan, pemahaman, dan penjelasan. Ia menulis tiga bait syair berikut disalah satu karangannya:
مَاذَا يَقُولُ الْوَاصِفُوْنَ لَهُ ***** وَصِفَاتُهُ جَلَّتْ عَنِ الْحَصْرِ
هُوَ حُجَّةٌ للهِ قَاهِرَةٌ ***** هُوَ بَيْنَنَا أُعْجُوْبَةُ الدَّهْرِ
هُوَ آيَةٌ ِللْخَلْقِ ظَاهِرَةٌ ***** أَنْوَارُهَا أَرْبَتْ عَلَى الْفَجْر
Apa yang kan diuraikan mereka yang mensifatkannya
Sedangkan sifat-sifatnya melampaui batasan
Dia adalah hujjah Allah yang menaklukkan
Dia adalah keajaiban masa di tengah-tengah kita
Dia adalah satu ayat Allah yang nyata bagi makhluk-Nya
Cahayanya mengalahkan kemilau fajar.
itulah puji-pujian untuk Ibnu taimiyah. Ketika itu umurnya 30 tahun, antara aku dan telah terdapat rasa sayang dan persahabatan sejak kecil. Begitu juga kebersamaan dalam belajar dan mendengar hadits selama kurang lebih 50 tahun. Dia memiliki banyak keutamaan, karangan. Begitu juga sejarah dan peristiwa antara dia dengan para fuqaha dan Negara. Dia juga dipenjara beberapa kali. Peristiwa-peristiwa mengenai dirinya tdak mungkin disebutkan semuanya didalam kitab ini.
Ketika dia wafat, aku (Al Zamlakani) sedang tidak berada di Damaskus. Aku sedang dalam perjalanan menuju tanah hijaz yang mulia kemudian sampai kepadaku kabar tentang kematiannya setelah 50 hari bertepatan dengan sampainya aku di Tabuk. Ada rasa sesal karena kehilangannya. Semoga Allah memulikannya. Inilah yang ia katakan tentang Ibnu Taimiyah dalam kitab tarikhnya[4].
kemudian Syaikh Alimuddin menyebutkan dalam tarikhnya setelah menceritakan pemakaman Abu bakr bin Abi Dawud dan keagungannya dan juga pemakaman Imam Ahmad di Baghdad dan kemasyuharannya.: berkata al Imam Abu Utsman al Shâbunî : aku mendengar Abu Abdirrahman Al Suyûfî berkata: Aku menghadiri pemakaman Abu al Fath al Qawwâs bersama Syaikh Abu al Hasan al Daruqutni, ketika massa yang menghadiri pemakaman tersebut sangat banyak, ia menoleh kepadaku dan berkata: Aku mendengar Abu sahl bin Ziyad al Qatthân berkata: aku mendengar Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata : aku mendengar bapakku berkata: katakan kepada Ahli bid’ah! “Perbedaan antara kita dan kalian adalah pemakaman”[5].
ia berkata: tak diragukan lagi bahwa pemakaman Imam Ahmad bin Hambal dihadiri massa yang amat banyak karena banyaknya jumlah penduduk negerinya dan berkumpulnya mereka untuk pemakaman tersebut ditambah lagi pemerintahpun mencintainya.
Ibnu Taimiyah Rahimahullah wafat dinegerinya-Damaskus- sedangkan jumlah penduduknya tidak mencapai sepersepuluh dari jumlah penduduk Baghdad kala itu. Tetapi mereka berkumpul di pemakamannya dan mengantar ketempat terakhirnya dengan jumlah yang tidak mungkin mampu dikumpulkan oleh sulthan dan dewan yang berkuasa padahal ia Wafat didalam penjara dalam keadaan dikurung oleh Sulthan. Banyak Fuqaha dan orang-orang Faqir menjelek-jelekkannya hingga membuat lari pemeluk berbagai agama, terlebih lagi yang beragama Islam. Namun itulah realitas pemakamannya[6].
Ia berkata: telah disepakati bahwa ia wafat pada dini hari malam senin. Muazzin benteng kemudian mengabarkan kematian beliau dari atas menara dan para penjaga benteng tersebut membicarakan kematian beliau. Ketika pagi hari, kabar besar ini telah menyebar dikalangan khalayak umum dan Amir Jasim. Massa pun bersegera berkumpul disekitar benteng dari berbagai tempat hingga yang berasal dari Ghutah dan Marj. Para pedagang tidak memasak dan toko-toko pun banyak yang tidak dibuka seperti kebiasaan mereka yang membuka toko pada pagi hari. Saat itu wakil Shultan sedang berburu disuatu tempat. Memanaslah keadaan Negara dengan apa yang terjadi. Datanglah kepala penjara Al Shahih Syamsuddin ghibriyal. Ia membuka pintu penjara dan pintu ruangan untuk para kerabat, sahabat, dan pecinta Ibnu Taimiyah agar bisa Berkumpul disekitar Jenazah. Sejumlah sahabat dari negerinya dan dari sholihiyyah. Mereka juga duduk disekelilingnya sembari menangis dan memujinya. Aku (ibnu katsir) termasuk yang hadir disana bersama guruku Al Hafidz abi al Hajjaj al Mizzi [7] Rahimahullah. Aku membuka wajah Syaikh, memandangnya, dan menciumnya. Dikepalanya ada sebuah sorban dengan rumbai yang menyelip. Ubannya telah tumbuh jauh lebih banyak dari yang aku lihat sejak aku berjumpa dengan beliau. Saudaranya-Zainuddin Abdurrahman- memberitahu bahwa dia dan syaikh telah mengkhatamkan qur’an sebanyak 80 kali semenjak masuk penjara dan mulai membaca yang ke-81 sampai selesai ayat Iqtarabat. Ketika itu datanag dua orang shalih yang baik yaitu syaikh Abdullah bin Muhib dan Abdullah al zarî’ yang bacaannya disukai oleh syaikh. Keduanya kemudian memulai membaca surat al Rahman hingga mengkhatamkan Al qur’an sementara aku mendengarkan.
Kemudian mereka mulai memandikan Syaikh dan aku keluar menuju masjid disana. Tidak seorangpun yang berada disisinya kecuali yang membantu memandikan syaikh, Guruku Al Hafidz al Mizzi dan sekelompok orang-orang solih dan terpilih termasuk yang membantu untuk memandikan syaikh. Mereka belum juga selesai memandikan syaikh padahal benteng telah penuh dengan massa dan riuh tangis serta pujian, doa, dan Tarahum. Kemudian Jenazah dibawa kemasjid Jami melewati jalan Imadiyah dan adiliyah. Mereka memiringkan keranda jenazah dan melewati bab Al barid, hal itu karena bagian belakang pintu tersebut dihancurkan agar bisa digunakan. Merekapun memasukkan jenazah kemasjid jami Umawi. Massa berada didepan Jenazah, belakang, kanan, dan sebelah kirinya. Tak ada lagi yang dapat menghitung jumlah massa kecuali Allah. Mereka berteriak-teriak keras. Beginilah keadaan Jenazah salah seorang Imam sunnah, merekapun menangis bersahut-sahutan dan membuat kegaduhan ketika mendengar teriakan-teriakan tersebut.
Jenazah beliau diletakkan ditempat khusus. Massa duduk tak beraturan karena banyak dan berdesak-desakkan, bahkan mereka seperti saling menempel. Seorangpun tak dapat melakukan sujud kecuali dengan bersusah payah dan berhimpitan.
Hal itu terjadi sesaat sebelum sholat zuhur, massa datang dari segala tempat, mereka berniat puasa karena mereka tidak sempat untuk makan dan minum. Banyaknya massa pada saat itu tak terhitung dan tak bisa digambarkan. Setelah selesai Adzan zuhur, dilaksanakanlah sholat yang tidak seperti biasanya. Setelah selesai sholat zuhur keluarlah pengganti Khotib masjid karena tidak hadirnya khotib dan ia menyolati jenazah IbnuTaimiyah. Dia adalah Syaikh Alauddin bin Kharrat. Setelah itu massa keluar dari setiap pintu masjid dan negeri lalu berkumpul di Pasar al Khalil. Sebagian massa ada yang tergopoh-gopoh menuju pekuburan shuffiyah setelah melaksanakan sholat jenazah. Mereka menangis dan bertahlil serta khawatir pada diri mereka sendiri. Mereka memuji dan menyesal. Para wanita diatas atap rumah sembari menangis, berdoa, dan berucap: “inilah orang yang alim”.
Secara garis besar, hari itu adalah hari yang penuh dengan kesaksian dan tak pernah terjadi di damaskus, kecuali pada zaman Bani Umayyah ketika penduduk masih banyak dan masih merupakan negeri yang dinaungi khilafah.
Jenazah Beliau dikuburkan disamping saudaranya tepat menjelang adzan Ashar. Tak mungkin seorangpun menghitung massa yang menghadiri prosesi pemakaman tersebut. Kira-kira yang hadir pada saat itu adalah sama dengan semua warga yang bisa hadir. Tak ketinggalan dalam prosesi tersebut kecuali sedikit dari orang-orang rendahan dan wanita-wanita yang dipingit. Aku tidak mengetahui seorangpun dari ahli ilmu yang tidak menghadiri prosesi tersebut kecuali sedikit, mereka ada 3 orang : Ibnu Jumlah, Al Shadr, dan Al Qafajârî. Mereka terkenal memusuhi Ibnu Taimiyah. Oleh karena itu mereka takut menghadiri prosesi tersebut. Karena kalau mereka ketahuan keluar, maka massa akan membunuh dan membinasakan mereka. Syaikh Kami al Imam al Allamah Burhanuddin al Fazârî berbolak-bolak kekubur hingga 3 hari, begitu juga sekelompok ulama Syafiiyah. Burhanuddin al Fazârî datang menunggang keledainya dia memiliki kemuliaan dan wibawa. Semoga Allah merahmati beliau.
Banyak ucapan bela sungkawa yang menyertai, beliau juga diimpikan oleh orang-orang sholeh. Syair-syair dan Qasidah-Qasidah panjang banyak ditujukan untuk beliau. Biografi beliau dikarang oleh banyak kelompok dan Fudhala [8]. Tak teringkas biografi untuk menyebutkan kebaikan, keutamaan, keberanian, kemurahan, nasehat, kezuhudan, ibadah, berbagai macam ilmu, karangan kecil dan besar yang mencakup hampir semua bidang keilmuan serta fatwa-fatwa dan pilihan pendapatnya yang ia bela dengan Alqur’an dan Sunnah.
Secara Garis besar, beliau Rahimahullah adalah termasuk ulama besar. Bisa salah dan benar, Tetapi kesalahannya dibandingkan dengan kebenarannya bagaikan sebuah titik dilautan. Kesalaannya pun terampuni sebagaimana dalam Sohih Bukhari: Jika seorang hakim berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala. Kalau ia berijtihad kemudian Salah, maka baginya satu pahala.Berkata Imam malik bin Anas: setiap orang bisa diambil pendapatnya dan ditinggalkan kecuali penghuni kubur ini (Rasulullah, Red).
____________
[1] Silahkan membaca langsung dari kitab Al bidâyah wa al Nihâyah pada peristiwa yang terjadi di tahun 728 Hijriah.
[2] Beliau adalah pengarang dan penyusun Muntaqa al akhbâr yang disyarah oleh Imam syaukani dengan Judul Nailul Awthar yang tersohor itu. Laqab beliau adalah Majduddin Ibnu Taimiyah
[3] Maksudnya belum disusun dengan rapi untuk diterbitkan secara masal ketika Ibnu katsir menulis kitab ini
[4] Perlu diketahui bahwa al Zamlakani memiliki pendapat-pendapat yang miring tentang Ibnu Taimiyah,namun secara jelas terbukti disini bahwa rasa kagum dan hormatnya mampu membuatnya menyesal kehilangan Ibnu Taimiyah ketika dia tidak mendapati kematian beliau.
[5] Maksudnya perbedaan antara ahli bid’ah dan ahli sunnah dapat diindaksikan lewat banyaknya orang yang melayat dan mendoakan
[6] Keberaniannya dalam mengatakan kebenaran membuat dia kerap berurusan dengan fuqaha lain dan juga pemerintah, akibatnya mereka memfitnah dan menjauhkan beliau dari masyarakat. Namun hari penguburannya menjadi saksi kebenaran ijtihadnya. Wallahu a’lam
[7] Pemilik kitab Tahzibul Kamal yang masyhur. Guru dan juga mertuanya Ibnu Katsir . alhafidz abul fida’ Ibnu katsir dan Ibnu Hajar pernah menceritakan bahwa Al Mizzi pernah ditahan karena membaca kitab Khalqu Af alil Ibab karya Imam Bukhari kemudian dibebaskan atas usaha dari Ibnu Taimiyah. Al-Bidayah Wa an-Nihayah 18/54 dan Durar Al-Kaminah 170/1
[8] Saya belum tahu ada ulama semasa Ibnu Taimiyah yang memiki kitab biografi yang lebih banyak dan lebih lengkap dari beliau.
http://syaikhulislam.wordpress.com/2010/08/12/al-bidayah-wa-al-nihayah-al-hafiz-ibnu-katsir_serial-biografi-ibnu-taimiyah-iv/.
[1] Silahkan membaca langsung dari kitab Al bidâyah wa al Nihâyah pada peristiwa yang terjadi di tahun 728 Hijriah.
[2] Beliau adalah pengarang dan penyusun Muntaqa al akhbâr yang disyarah oleh Imam syaukani dengan Judul Nailul Awthar yang tersohor itu. Laqab beliau adalah Majduddin Ibnu Taimiyah
[3] Maksudnya belum disusun dengan rapi untuk diterbitkan secara masal ketika Ibnu katsir menulis kitab ini
[4] Perlu diketahui bahwa al Zamlakani memiliki pendapat-pendapat yang miring tentang Ibnu Taimiyah,namun secara jelas terbukti disini bahwa rasa kagum dan hormatnya mampu membuatnya menyesal kehilangan Ibnu Taimiyah ketika dia tidak mendapati kematian beliau.
[5] Maksudnya perbedaan antara ahli bid’ah dan ahli sunnah dapat diindaksikan lewat banyaknya orang yang melayat dan mendoakan
[6] Keberaniannya dalam mengatakan kebenaran membuat dia kerap berurusan dengan fuqaha lain dan juga pemerintah, akibatnya mereka memfitnah dan menjauhkan beliau dari masyarakat. Namun hari penguburannya menjadi saksi kebenaran ijtihadnya. Wallahu a’lam
[7] Pemilik kitab Tahzibul Kamal yang masyhur. Guru dan juga mertuanya Ibnu Katsir . alhafidz abul fida’ Ibnu katsir dan Ibnu Hajar pernah menceritakan bahwa Al Mizzi pernah ditahan karena membaca kitab Khalqu Af alil Ibab karya Imam Bukhari kemudian dibebaskan atas usaha dari Ibnu Taimiyah. Al-Bidayah Wa an-Nihayah 18/54 dan Durar Al-Kaminah 170/1
[8] Saya belum tahu ada ulama semasa Ibnu Taimiyah yang memiki kitab biografi yang lebih banyak dan lebih lengkap dari beliau.
http://syaikhulislam.wordpress.com/2010/08/12/al-bidayah-wa-al-nihayah-al-hafiz-ibnu-katsir_serial-biografi-ibnu-taimiyah-iv/.
Artikel Terkait :
1. Biografi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
0 komentar:
Posting Komentar