tag:blogger.com,1999:blog-83000169096978406082024-03-14T06:00:29.857+03:00Indahnya Mutiara SunnahBaru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.comBlogger2360125tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-69882129424856608642014-05-02T07:34:00.004+03:002014-05-02T07:34:55.113+03:00Definisi As Sunnah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Syariat yang telah sempurna ini adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam makna umum. Adapun sunnah itu sendiri, terbagi menjadi empat definisi :</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Pertama</span></b><br />Sesungguhnya, segala sesuatu yang terdapat di dalam Al-Kitab (Al-Quran –pen) dan As-Sunnah (hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia merupakan sebuah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di antara contoh definisi ini adalah sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">((<b>مَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ</b>))</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />“<i><span style="color: #990000;">Barangsiapa yang menolak sunnahku maka dia bukanlah bagian dariku.”</span></i> (H.R. Bukhari [5063] dan Muslim [1401]).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Kedua</span></b><br />Sunnah yang bermakna “al-hadits”. Hal tersebut jika digandengkan dengan “Al-Kitab”. Di antara contohnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">((<b>يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</b>))</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Wahai sekalian manusia, sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya maka kalian kalian tidak akan tersesat selamanya: (yaitu) Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.”.</span></i><br /><br />Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">((<b>إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ</b>))</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya telah aku tinggalkan dua hal bagi kalian sehingga kalian tidak akan tersesat selamanya setelah berpegang teguh dengan kedua hal tersebut: (yaitu) Kitabullah dan sunnahku.”</span></i>.<br /><br />Kedua hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak beliau (I/93).<br /><br />Di antara bentuk kata “sunnah” yang bermakna “al-hadits” adalah perkataan sebagian ulama dalam menyebutkan beberapa permasalahan, “Dan ini adalah sebuah permasalahan yang berdasarkan dalil Al-Kitab, as-sunnah, dan ijma’ para ulama.”<br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Ketiga</span></b><br />Sunnah pun dapat didefinisikan sebagai lawan dari bid’ah. Di antara contoh penggunaannya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>((فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِانَّوَاجِذِ، وَ إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٌ ضَلاَلَةٌ</b>))</div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang tetap hidup (setelah kematianku –pen), niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan. Maka, berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin yang memperoleh petunjuk dan berilmu. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, serta berhati-hatilah terhadap perkara-perkara baru yang dibuat-buat. Sungguh, setiap perkara baru yang dibuat-buat adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat!” </span></i>(Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud [4607] -–lafal hadits ini adalah milik beliau–, dikeluarkan pula oleh At-Tirmidzi [2676] dan Ibnu Majah [43—44]; At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih”).<br /><br />Di antara contoh penerapan istilah “sunnah” yang bermakna “lawan dari bid’ah” adalah sebagian ulama hadits zaman dahulu yang menyebut buku-buku karya mereka dalam bidang akidah dengan nama “As-Sunnah”, semisal As-Sunnah karya Muhammad bin Nashir Al-Marwazii, As-Sunnah karya Ibnu Abii ‘Aashim, As-Sunnah karya Al-Laalikaa`i, dan selainnya. Dalam kitab Sunan karya Abu Daud pun terdapat bab berjudul “As-Sunnah” yang memuat banyak hadits tentang akidah.<br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Keempat</span></b><br />Sunnah pun dapat bermakna “mandub” dan “mustahab”, yaitu segala sesuatu yang diperintahkan dalam bentuk anjuran, bukan dalam bentuk pewajiban. Definisi ini digunakan oleh para ahli fikih. Di antara contohnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">((<b>لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ</b>))</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Seandainya bukan karena takut memberatkan umatku, niscaya akan kuperintahkan mereka untuk melakukan siwak setiap hendak melaksanakan shalat.”</span></i> (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari [887] dan Muslim [252]).<br /><br />Sesungguhnya perintah untuk bersiwak berada pada derajat anjuran, dan hal tersebut semata-mata karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir akan memberatkan umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menetapkannya sebagai sebuah kewajiban.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />(terjemahan kutipan dari kitab “<b>Al-Hatstsu ‘Alaa Ittibaa’is Sunnah wat Tahdziiru minal Bida’i wa Bayaanu Khatharihaa</b>”, karya Syeikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd Al-’Abbaad Al-Badr).<br /><br />Oleh: Ummul Hasan Athirah<br />Muraja’ah: Ust. Aris Munandar.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Lihat artikel: <a href="http://muslimah.or.id/manhaj/memahami-kata-sunnah.html">Memahami Kata Sunnah</a><br /><br />***<br />Artikel <a href="http://muslimah.or.id/manhaj/definisi-sunnah.html">muslimah.or.id</a>.<br />http://muslimah.or.id/manhaj/definisi-sunnah.html</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-90242787718001751242014-05-02T07:30:00.006+03:002014-05-02T07:30:46.303+03:00Pengertian As Sunnah Menurut Syari'at<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.<br /><br />B. <b><span style="color: #cc0000;">Pengertian As-Sunnah Menurut Syari’at</span></b><br />As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi ummat Islam.<span style="color: blue;">[1].</span><br /><br />Adapun hadits menurut bahasa ialah sesuatu yang baru.<br />Secara istilah sama dengan As-Sunnah menurut Jumhur Ulama.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Ada ulama yang menerangkan makna asal secara bahasa bahwa: Sunnah itu untuk perbuatan dan taqrir, adapun hadits untuk ucapan. Akan tetapi ulama sudah banyak melupakan makna asal bahasa dan memakai istilah yang sudah lazim digunakan, yaitu bahwa As-Sunnah muradif (sinonim) dengan hadits.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />As-Sunnah menurut istilah ulama ushul fiqih ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi j selain dari Al-Qur-an, baik perbuatan, perkataan, taqrir (penetapan) yang baik untuk menjadi dalil bagi hukum syar’i.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Ulama ushul fiqih membahas dari segala yang disyari’atkan kepada manusia sebagai undang-undang kehidupan dan meletakkan kaidah-kaidah bagi perundang-undangan tersebut.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya sunnah<span style="color: blue;">.[2].</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />As-Sunnah menurut ulama Salaf adalah petunjuk yang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqaad (keyakinan), perkataan maupun perbuatannya<span style="color: blue;">.[3].</span><br /><br /><b>Contoh-contoh dari definisi Sunnah yang dibawakan oleh ahli hadits antara lain</b> :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />a. Hadits qauli (<b>Sunnah dalam bentuk ucapan</b>) ialah segala ucapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan tasyri’, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ.</b></div>
</b><i><span style="color: #990000;"><br />“Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.”</span></i> <span style="color: blue;">[4].</span><br /><br />b. Hadits fi’li (<b>Sunnah yang berupa perbuatan</b>) ialah segala perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya tentang wudhu’, shalat, haji, dan selainnya.<br /><br />Contoh:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ: أَنَّ النَّبِيَّصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ.</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Dari ‘Utsman bin ‘Affan bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (apabila berwudhu’), beliau menyela-nyela jenggotnya.</span></i>” <span style="color: blue;">[5].</span><br /><br />c. Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak mengingkarinya.<br /><br />Contoh:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ: يَا بِلاَلُ! حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي اْلإِسْلاَمِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ، قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلاً أَرْجَى عِنْدِيْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُوْراً فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُوْرِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ.</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Bilal setelah selesai shalat Shubuh, ‘Wahai Bilal, kabarkanlah kepadaku sebaik-baik amalan yang telah engkau kerjakan dalam Islam, karena aku telah mendengar suara terompahmu di dekatku di Surga?’ Ia menjawab, ‘Sebaik-baik amal yang aku kerjakan ialah, bahwa setiap kali aku berwudhu’ siang atau malam mesti dengan wudhu’ itu aku shalat (sunnah) beberapa raka’at yang dapat aku laksanakan.’”</span></i> <span style="color: blue;">[6].</span><br /><br />Atau kisah dua Shahabat yang melakukan safar, keduanya tidak menemukan air (untuk wudhu’) sedangkan waktu shalat sudah tiba, lalu keduanya bertayammum dan mengerjakan shalat, kemudian setelah selesai shalat mereka menemukan air sedang waktu shalat masih ada, maka salah seorang dari keduanya mengulangi wudhu’ dan shalatnya, kemudian keduanya mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian itu. Lalu beliau bersabda kepada Shahabat yang tidak mengulangi shalatnya, “Engkau telah berbuat sesuai dengan Sunnah.” Dan kepada yang lain (Shahabat yang mengulangi shalatnya), beliau bersabda, “Engkau mendapatkan dua ganjaran.” <span style="color: blue;">[7].</span><br /><br />Di antara makna Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebagaimana yang difahami oleh para Shahabat dan Salafush Shalih Ridhwanullaah ‘alaihim ajma’iin adalah sebagai sumber kedua setelah Al-Qur-anul Karim<br /><br />Sering kita menyebut Kitabullaah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maksudnya adalah Sunnah sebagai sumber nilai tasyri’. Al-Qur-an menyifatkan As-Sunnah dengan makna hikmah.<br /><br />Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Ya Rabb kami, utuslah kepada mereka seorang Rasul di antara mereka yang akan membacakan ayat-ayat-Mu kepada mereka dan mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah kepada mereka dan mensucikan mereka (dari kelakuan-kelakuan yang keji), sesungguhnya Engkau Mahamulia lagi Mahabijaksana.</span></i>” [Al-Baqarah: 129].</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia bagi orang-orang yang beriman, ketika Dia mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayat-Nya dan membersihkan mereka (dari sifat-sifat jahat), dan mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah). Sesungguhnya mereka sebelum itu dalam kesesatan yang nyata.”</span></i> [Ali ‘Imran: 164].</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>وَأَنزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا</b></div>
</b><i><span style="color: #990000;"><br />“... Dan Allah telah menurunkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah dan mengajarkanmu apa-apa yang tidak kamu ketahui. Dan karunia Allah kepadamu amat besar.”</span></i> [An-Nisaa’: 113].</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Sebutlah apa-apa yang dibacakan dalam rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Mengetahui.”</span></i> [Al-Ahzaab: 34].</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Dialah yang mengutus kepada ummat yang ummi seorang Rasul dari antara mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya. Yang membersihkan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu dalam kesesatan yang nyata.”</span></i> [Al-Jumu’ah: 2].<br /><br />Maksud penyebutan Al-Kitab pada ayat-ayat di atas adalah Al-Qur-an. Dan yang dimaksud dengan Al-Hik-mah adalah As-Sunnah.<br /><br />Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, <i><span style="color: #990000;">“Allah menyebut al-Kitab, yang dimaksud adalah Al-Qur-an dan menyebut Al-Hikmah. Aku mendengar di negeriku dari para ahli ilmu yang mengerti Al-Qur-an berkata bahwa Al-Hikmah adalah As-Sunnah.</span></i>”<span style="color: blue;">[8].</span><br /><br />Qatadah rahimahullah berkata, “<i><span style="color: #990000;">Yang dimaksud Al-Hikmah adalah As-Sunnah.”</span></i> Begitu pula penjelasan dari al-Hasan al-Bashri.<span style="color: blue;">[9].</span><br /><br />Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu...”</span></i> [An-Nisaa’: 59].<br /><br />Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, <i><span style="color: #990000;">“Taat kepada Allah dengan mengikuti Kitab-Nya dan taat kepada Rasul adalah mengikuti dan As-Sunnah.” </span></i><span style="color: blue;">[10].</span><br /><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, <i><span style="color: #990000;">“Banyak dari Salafush Shalih berkata bahwa Al-Hikmah adalah As-Sunnah.”</span></i> Karena sesungguhnya yang dibaca di rumah-rumah isteri Nabi <b>رَضِيَ اللهُ عَنْهُن</b> selain Al-Qur-an adalah Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ.</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab dan yang sepertinya bersamanya.</span></i>”<span style="color: blue;"> [11].</span><br /><br />Hasan bin Athiyyah rahimahullah berkata, <i><span style="color: #990000;">“Jibril Alaihissallam turun kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membawa As-Sunnah sebagaimana Al-Qur-an. Mengajarkan As-Sunnah itu sebagaimana ia mengajarkan Al-Qur-an.”</span></i> <span style="color: blue;">[12].</span><br /><br />Dan lihat pula kitab-kitab tafsir yang menafsirkan ayat ini (Al-Ahzaab: 34) dalam Tafsir Ibnu Katsir dan lainnya dari tafsir Al-Qur-an bil ma’tsur.<br /><br />Para Salafush Shalih memberi makna As-Sunnah dengan agama dan syari’at yang dibawa oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam secara mutlak dalam masalah ilmu dan amal, dan apa-apa yang diterima oleh para Shahabat, Tabi’in dan Salafush Shalih dalam bidang ‘aqidah maupun furu’.<br /><br />Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata, <i><span style="color: #990000;">“Sunnah itu adalah tali Allah yang kuat.”</span></i> <span style="color: blue;">[13].</span><br /><br />‘Abdullah bin ad-Dailamy rahimahullah (dari pembesar Tabi’in) berkata, <i><span style="color: #990000;">“Telah sampai kepadaku bahwa awal hilangnya agama ini adalah karena manusia meninggalkan As-Sunnah</span></i>.”<span style="color: blue;"> [14].</span><br /><br />Imam al-Lalika-i membawakan penafsiran ayat:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Kemudian kami jadikan kamu di atas syari’at dari perintah, maka ikutilah...”</span></i> [Al-Jaatsiyah: 18].<br /><br />“Yakni engkau berada di atas Sunnah.”<span style="color: blue;"> [15].</span><br /><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:<i><span style="color: #990000;"> “Sesungguhnya As-Sunnah itu adalah syari’at, yakni apa-apa yang disyari’atkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dari agama (ini).”</span></i> <span style="color: blue;">[16].</span><br /><br />As-Sunnah adalah yang dimaksud dengan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.<br /><br />[Disalin dari buku <b>Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam</b>, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">__________<br /><b>Footnote</b><br />[1]. Qawaa’idut Tahdits (hal. 62), Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Ushul Hadits, Dr. Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, cet. IV Darul Fikr 1401 H, Taisir Muthalahil Hadits (hal. 15), Dr. Mahmud ath-Thahhan.<br />[2]. Lihat kitab Irsyaadul Fuhuul asy-Syaukani (hal. 32), Fat-hul Baari (XIII/245-246), Mafhuum Ahlis Sunnah wal Jama’ah ‘inda Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 37-43).<br />[3]. Lihat pada buku penulis, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (hal. 10).<br />[4]. HR. At-Tirmidzi (no. 2317), Ibnu Majah (no. 3976), Ibnu Hibban (Ta’liiqatul Hisaan ‘ala Shahiih Ibni Hibban no. 229), hadits ini hasan.<br />[5]. HR. At-Tirmidzi (no. 31), Ibnu Majah (no. 430), Shahih Ibni Majah (no. 345), al-Hakim (I/149) dan al-Hakim berkata, “Sanadnya shahih.” At-Tirmidzi berkata: “Hasan shahih.” Lihat Shahih Ibni Majah (no. 344) dari Shahabat ‘Ammar bin Yasir.<br />[6]. HR. Al-Bukhari (no. 1149) dan Muslim (no. 2458), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.<br />[7]. HR. Abi Dawud (no. 338-339), an-Nasa-i (I/213) dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud (no. 366), cet. I/ Ghar-raas, th. 1423 H. <br />[8]. Ar-Risaalah (hal. 78 no. (252)), tahqiq Syaikh Ahmad Muhammad Syakir rahimahullah.<br />[9]. Lihat Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Imam al-Lalikaaiy (I/78 no. 70-71), tahqiq Dr. Ahmad Sa’ad Hamdan.<br />[10]. Tafsir Ibnu Katsir (I/568).<br />[11]. HSR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131).<br />[12]. Fatawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (III/366).<br />[13]. Asy-Syahru wal Ibanah, Ibnu Baththah al-‘Ukbary (no. 49).<br />[14]. Sunan ad-Darimi (I/45).<br />[15]. Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Imam al-Lalika-i (I/76-77 no. 66).<br />[16]. Majmu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (IV/436).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />http://almanhaj.or.id/content/2263/slash/0/pengertian-as-sunnah-menurut-syariat/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-44451538097386395312014-05-02T07:19:00.000+03:002014-05-02T07:19:43.883+03:00Makna As Sunnah Dalam Syariat Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kedudukan As-Sunnah dalam pembinaan hukum Islam dan pengaruhnya dalam kehidupank aum Muslimin mulai dari masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, para Shahabatnya, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in sampai zaman sekarang ini dan sampai hari Kiamat merupakan suatu kenyataan yang diterima sebagai kebenaran yang pasti dan tidak perlu dibuktikan lagi serta tidak dapat diragukan. Barangsiapa yang menela’ah Al-Qur-an dan As-Sunnah, niscaya akan menemukan besarnya pengaruh As-Sunnah dalam pembinaan syari’at Islam dan keagungan serta keabadiannya yang tidak mungkin diingkari oleh pakar-pakar yang mengerti masalah ini.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Pembinaan hukum yang luhur diakui oleh para ahli ilmu di segala penjuru dunia. Kekaguman mereka menjadi bertambah apabila mempelajari As-Sunnah dengan sistem sanad yang telah dipaparkan oleh para ahli hadits, rangkaian sanad yang sampai kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari ahli hadits telah diteliti dan diuji serta mereka menulis kitab-kitab jarh wat ta’dil tentang para perawi hadits, hingga dengan cara demikian dapat dibedakan mana hadits yang shahih, dha’if dan maudhu’.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Namun, di samping adanya ulama yang berjuang membela As-Sunnah, ada pula orang-orang yang merongrong terhadap Islam, mereka menolak As-Sunnah, meragukan hujjah As-Sunnah serta meragukan pula pengumpulan hadits dan penyampaian riwayat dari para Shahabat, Tabi’in dan orang-orang setelah mereka. Dalam pandangan sesat inilah terdapat persesuaian antara penentang-penentang Islam dari kalangan orang-orang kafir, munafiq dan kaum orientalis.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Perjuangan musuh-musuh Islam terus berlanjut dari zaman para Shahabat Ridhwanullaahu ‘alaihim sampai hari ini. Mereka berusaha memadamkan cahaya Islam, menghancurkan segala hal yang berkaitan dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah, membunuh dan memenjarakan penyebar panji Islam serta memutar-balikkan fakta sejarah Islam yang benar. Tetapi Allah akan senantiasa menyempurnakan cahaya Islam.</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahayanya meskipun orang-orang kafir benci.”</span></i> [Ash-Shaff: 8].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Ironisnya, justeru para penentang Islam dewasa ini di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang dianggap ulama dan cendekiawan yang mereka terpengaruh dan diperalat oleh musuh-musuh Islam dari Yahudi dan Nasrani serta para orientalis yang menghancurkan Islam.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Adapun sebab-sebab terjeratnya sebagian tokoh kaum Muslimin oleh kaum orientalis Yahudi dan Nasrani yang jelas-jelas menentang Islam adalah:</span><ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mereka tidak menguasai hakekat Islam yang diwariskan dan tidak menelaahnya dari sumber-sumber yang asli, yaitu Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tertipu oleh “sistematika-sistematika ilmiah yang semu” yang mengundang mereka kepada konflik.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ada keinginan supaya terkenal sebagai ahli fikir, pakar atau supaya dikatakan sebagai tokoh cendekiawan, tujuannya mencari popularitas dunia.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dirinya dikuasai oleh hawa nafsu sehingga pemikirannya yang sesat tidak dapat bergerak melainkan hanya mengekor kepada kaum orientalis.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mereka berambisi untuk mendapatkan harta yang banyak, kedudukan dan pangkat, sehingga mereka menyembunyikan kebenaran ayat-ayat Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:</span></li>
</ol>
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div style="text-align: right;">
<br /></div>
<div style="text-align: right;">
<b>إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۙ أُولَٰئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ ۚ فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ نَزَّلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِي الْكِتَابِ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ </b></div>
</span></b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka, alangkah beraninya mereka menentang api Neraka! Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesung-guhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al-Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran).”</span></i> [Al-Baqarah: 174-176]<span style="color: blue;">[1].</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: blue;"><br /></span>Tidak diragukan lagi bahwa pertentangan yang terjadi antara umat Islam dan penentang-penentangnya tidak akan selesai dan berhenti begitu saja sebelum maksud jahat mereka terbongkar dan terkalahkan. Pertentangan ini berlangsung antara haq dan hawa nafsu, antara ilmu dan kebodohan, antara lapang dada dan dendam, serta antara cahaya dan kegelapan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Menurut Sunnatullaah, kebenaran, ilmu, sikap lapang dada dan cahaya itu selamanya pasti menang, sebagai-mana diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ ۚ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Bahkan Kami (Allah) melemparkan yang haq itu atas kebathilan, sehingga yang haq itu menghancurkannya dan musnahlah kebathilan itu. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak).</span></i>” [Al-Anbiyaa’: 18].<br /><br />Di antara tokoh-tokoh yang menentang Sunnah adalah Mahmud Abu Rayyah dalam buku Adhwaa-u ‘alas Sunnah Muhammadiyyah, Dr. Thaha Husain, Dr. ‘Ali Hasan ‘Abdul Qadir,Anderson, Goldzieher, Schacht, Har Gibb, Philip K. Hitti, Dr. Taufiq Shidqi dalam maka-lahnya: al-Islam Huwal Qur-aan Wahdah, dan selainnya.<span style="color: blue;">[2].</span><br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">MAKNA AS-SUNNAH DALAM SYARI’AT ISLAM.</span></b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #cc0000;"><b><br /></b></span>A. <b><span style="color: #cc0000;">Menurut Etimologi (Bahasa).</span></b><br />Menurut etimologi (bahasa) Arab, kata As-Sunnah diambil dari kata-kata: </span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">سَنَّ - يَسِنُّ - وَيَسُنُّ - سَنًّا فَهُوَ مَسْنُوْنٌ وَجَمْعُهُ سُنَنٌ. وَسَنَّ اْلأَمْرَ أَيْ بَيَّنَهُ.</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">a. Artinya: “<i><span style="color: #990000;">Menerangkan</span></i>.”</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>وَالسُّنَّةُ: السِّيْرَةُ وَالطَّبِيْعَةُ وَالطَّرِيْقَةُ.</b></div>
</b><br />b. Sunnah artinya: “<i><span style="color: #990000;">Sirah, tabi’at, jalan</span></i>.”</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَالسُّنَّةُ مِنَ اللهِ: حُكْمُهُ وَأَمْرُهُ وَنَهْيُهُ.</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">c. Sunnah dari Allah artinya: <i><span style="color: #990000;">“Hukum, perintah dan larangan-Nya.”</span></i><span style="color: blue;"> [3].</span><br /><br />Menurut bahasa, <span style="color: purple;">kata As-Sunnah berarti jalan, atau tuntunan baik yang terpuji maupun yang tercela, sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam</span> :</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">‘Barangsiapa yang memberi teladan (contoh) perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya (sampai hari Kiamat) tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa yang memberikan contoh kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya (sampai hari Kiamat) tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.’”</span></i><span style="color: blue;"> [4].</span><br /><br />Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوْا حُجْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ. </span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya kalian akan menempuh jalan (mencontoh) orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka memasuki lubang biawak sekalipun, kalian akan ikut memasukinya.”</span></i><span style="color: blue;"> [5].</span><br /><br />Bila disebut Sunnatullaah, artinya adalah hukum-hukum Allah, perintah dan larangan-Nya yang dijelaskan kepada manusia.<br /><br />Allah al-Hakiim berfirman:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلُ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Sunnatullaah tentang orang-orang sebelummu...”</span></i> [Al-Ahzaab: 62].<br /><br />Di antara lafazh Sunnah dalam Al-Qur-an yang berarti jalan, cara yang baik atau buruk.<br /><br />Allah al-‘Aziiz berfirman:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Allah hendak menerangkan (hukum syari’at-Nya) kepadamu dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang-orang sebelummu...”</span></i> [An-Nisaa’: 26].<br /><br />Yakni, Allah akan menunjukkan kepada kalian cara-cara orang sebelum kalian, yaitu cara (perjalanan hidup) mereka yang terpuji.<span style="color: blue;">[6].</span><br /><br />Terkadang pula Sunnah bermakna balasan dari perbuatan tercela, yaitu Sunnah-Nya tentang pembinasaan ummat-ummat yang durhaka kepada Rasul-Rasul-Nya.<br /><br />Di antaranya firman Allah:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>قُل لِّلَّذِينَ كَفَرُوا إِن يَنتَهُوا يُغْفَرْ لَهُم مَّا قَدْ سَلَفَ وَإِن يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّتُ الْأَوَّلِينَ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang kafir apabila mereka berhenti dari kekufuran mereka, maka Allah akan ampunkan dosa-dosa mereka yang terdahulu. Jika mereka kembali (berbuat kejelekan), maka telah berlaku Sunnah bagi orang-orang terdahulu.”</span></i> [Al-Anfaal: 38].<br /><br />Dan firman-Nya:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>لَا يُؤْمِنُونَ بِهِ ۖ وَقَدْ خَلَتْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Mereka itu tidak beriman kepada Nabi padahal telah lalu Sunnah terhadap orang-orang terdahulu.” </span></i>[Al-Hijr: 13].<br /><br />Sunnah di sini maksudnya adalah balasan Allah tentang pembinasaan ummat-ummat yang durhaka kepada Rasul-Rasul-Nya. <span style="color: blue;">[7].</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: blue;"><br /></span>[Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">______________<br /><b>Footnote</b><br />[1]. Lihat juga surat al-Baqarah ayat 159-160.<br />[2]. As-Sunnah wa Makaanatuha fit Tasyri’ Islami oleh Dr. Mushthafa as-Siba’i, cetakan al-Maktab al-Islami th. 1398 H, atau pada hal. 15-37, cetakan I/ Daarul Warraaq th. 1419 H. Diraasat fil Hadits an-Nabawy (hal. 26), Dr. Muhammad Musthafa al-A’zhumy, Difaa’ ‘anis Sunnah, Dr. Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah.<br />[3]. Al-Qamusul Muhith (IV/231), Lisanul Arab (VI/399-400) dan Mukh-taarush Shihaah (hal. 317).<br />[4]. Hadits shahih riwayat Ahmad (IV/357, 358, 359, 360, 361, 362), Muslim (no. 1017), an-Nasa-i (V/76-77), ad-Darimi (I/ 130-131), Ibnu Majah (no. 203), Ibnu Hibban (no. 3308), at-Ta’liiqatul Hisaan ‘ala Shahih Ibni Hibban (no. 3297), ath-Thahawi dalam al-Musykiil (no. 243), ath-Thayalisi (no. 705) dan al-Baihaqi (IV/175-176), dari Shahabat Jarir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu.<br />[5]. Hadits shahih riwayat Ahmad (III/84, 89), al-Bukhari (no. 3456, 7320), Muslim (no. 2669) dan Ibnu Majah (no. 3994), dari Shahabat Abu Sa’id al-Khudry Radhiyallahu anhu.<br />[6]. Tafsir Ibni Katsiir (I/522) dan Tafsir Fat-hul Qadir (I/452).<br />[7]. Lihat tafsir ayat tersebut dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir (II/341 dan 602).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />http://almanhaj.or.id/content/2264/slash/0/makna-as-sunnah-dalam-syariat-islam/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-60319542705999214882014-05-02T07:09:00.001+03:002014-05-02T07:09:29.249+03:00Makna As Sunnah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Manusia adalah musuh bagi sesuatu yang tidak ia ketahui. Begitulah makna sebuah pepatah Arab. Inilah yang menimpa sebagian orang dalam memaknai kata sunnah. Mereka cenderung salah kaprah dalam memahami arti sunnah. <b>Mereka hanya memaknai sunnah sebagai suatu amalan yang apabila dilakukan memperoleh pahala, dan jika ditinggalkan maka tidaklah mengapa</b>.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemahaman seperti ini meskipun lahir dari sebagian definisi yang berkembang dalam diskursus fikih, namun apakah dimaknai sesempit itu? Terkadang pemahaman saklekseperti ini dapat menggiring seseorang malas untuk mengerjakan suatu amalan yang berpahala besar, bahkan wajib, hanya dengan berasumsi ditinggalkan tidaklah berkonsekuensi apa-apa.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Oleh sebab itu,<b> penting kiranya kita memaknai apa sebenarnya definisi sunnah</b>, serta meluruskan salah kaprah yang telah mengakar dalam benak sebagian orang.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;"><br />Makna Sunnah Secara Bahasa</span></b><br />Jika dipandang dari sudut etimologi atau bahasa, sunnah berarti metode atau jalan. Hal ini dapat disimpulkan dari hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Barang siapa yang mencontohkan jalan yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mencontohkan jalan yang jelek, maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”</span></i> (HR. Muslim: 2398).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hadits di atas bermuara dari datangnya suku Mudhar ke kota Madinah dalam keadaan miskin. Kondisi mereka membuat hati Rasulullah terenyuh. Selepas itu, Rasulullah pun berkhutbah. Mendengar khutbah tersebut, seorang sahabat serta merta menyedekahkan hartanya, pakaiannya, gandum, dan kurma. Lantas akhirnya sahabat yang lain berbondong-bondong turut menyedekahkan apa yang mereka punya, mengikuti sahabat yang bersedekah kali pertama. Maka Rasulullah pun menyebutkan hadis di atas.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Dari penjelasan ini dapat kita tarik benang merah bahwa menurut bahasa sunnah berarti metode atau jalan, yang mencakup makna konotasi positif maupun negatif.</span></div>
<div>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Makna lain dari sunnah secara bahasa adalah kebiasaan, syariat, contoh terdahulu, dan adat.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli Fikih</span></b><br />Adapun jika dilihat dari sudut terminologi atau secara istilah, maka makna sunnah sangat beragam tergantung konteks kata sunnah itusendiri. Hal inilah yang kerap kali mengharuskan kita untuk lebih hati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam mencerna kata sunnah yang terdapat dalam sebuah pernyataan. Karena pengertian yang banyak ini pulalah, kita harus pandai menempatkannya ke dalam makna yang tepat dan dibenarkan oleh syariat.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kita mulai dari definisi yang familiar di kalangan mayoritas manusia, yaitu definisi menurut para fukaha (ulama pakar dalam disiplin ilmu fikih). <span style="color: purple;">Menurut mereka, sunnah adalah suatu amal yang dianjurkan oleh syariat namun tidak mencapai derajat wajib atau harus.</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Dalam versi lain, dan inilah yang masyhur, <span style="color: purple;">sunnah adalah segala perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan maka tidak berdosa. Makna ini memiliki beberapa kata yang serupa yaitu mustahab (dianjurkan) ataupun mandub, salah satu tingkatan hukum-hukum syariat yang lima: wajib, haram, makruh, mubah, dan sunnah.</span><br /><br />Ini termasuk makna sunnah yang cukup sempit. Dalam artian, <span style="color: purple;">definisi ini hanya mencakup amal yang dihukumi sebagai mustahab. sunnah dalam makna ini terbagi menjadi dua: sunnah muakadah (dikuatkan atau sangat dianjurkan) dan sunnah yang tidak muakadah</span>. Contoh jenis pertama seperti puasa senin-kamis, salat rawatib, dan lain sebagainya. Sedangkan sunnah untuk jenis kedua seperti salat dua rakaat sebelum salat Magrib.<br /><br />Akan tetapi, perlu diketahui, bahwa tidak diperkenankan bagi kita untuk menafsirkan kalimat sunnah di dalam hadis Rasulullah, perkataan sahabat, tabiin, atau imam-imam besar dengan makna mustahab. Karena sejatinya sunnah itu lebih umum dari penamaan ini. sunnah terkadang meliputi mustahab, dan terkadang wajib, bahkan hal-hal yang jika diingkari menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam kekufuran. Oleh karena itu, sebagian ulama salaf abad ketiga yang menulis kitab-kitab mereka dengan judul As-Sunnah mencakup pembahasan akidah yang wajib diyakini dan mengingkarinya adalah kekufuran. Seperti kitab As-Sunnah karya Imam Ibnu Abi Ashim, Imam Ahmad, Imam Al-Marwazi, dan selain mereka.<br /><br />Karenanya, tidak selayaknya kita menggiring kata sunnah yang terdapat pada ucapan sahabat, tabiin, atau imam-imam besar lainnya dengan makna mustahab semata secara mutlak.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli Hadits</span></b><br /><span style="color: purple;">Para muhadditsun (ulama pakar hadis) mendefinisikan sunnah sebagai segala hal yang disandarkan kepada Nabi, baik itu berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan), maupun sifat perangai atau sifat fisik. </span>Baik sebelum diutus menjadi nabi ataupun setelahnya.<br /><br /><u>sunnah dalam versi ini memiliki makna yang lebih luas.</u> Ia tidak hanya menghimpun amal ibadah yang hukumnya sunnah, akan tetapi juga hal-hal yang dihukumi wajib oleh ulama ahli fikih. Oleh sebab itu, jika mendengar suatu pernyataan ini adalah sunnah atau disunnahkan, tidak berarti hukumnya sunnah. Bisa jadi wajib, karena yang dimaksud sunnah tersebut adalah sunnah menurut ulama ahli hadis.<br /><br />Dari definisi sunnah yang telah dijelaskan, terdapat beberapa bentuk sunnah yang dapat dikategorikan sebagai berikut:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Sunnah qauliyyah</span></b> atau <b>sunnah yang berupa perkataan</b> adalah hadis yang memuat ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah satu contohnya ialah hadis yang diriwayatkan Umar bin Khathtab radhiyallahu ‘anhu. Dia menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya dan setiap orang akan memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan.”</span></i> (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Adapun<b><span style="color: #cc0000;"> sunnah fi’liyyah </span></b>atau<b> sunnah yang berupa perbuatan</b> yaitu seorang sahabat menukilkan kepada kita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat seperti ini dan seperti itu, meninggalkan ini dan itu, sebagaimana perkataan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ الدُّبَّاءَ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyukai labu.”</span></i> (HR. Tirmidzi, dalam Asy-Syama-il no. 161, Ad-Darimi 2/101, dan Ahmad no. 2/174).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Hal ini merupakan sunnah yang berwujud perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.<br /><br />Di antara sunnah fi’liyyah lainnya adalah apa yang bersumber dari Rasulullah berupa perbuatannya yang menjelaskan tentang salat, zakat, puasa, haji, dan selainnya. Hal ini pun termasuk sunnah fi’liyyah.<br /><br />Adapun <b><span style="color: #cc0000;">sunnah taqririyyah </span></b>adalah ketika seseorang sahabat misalnya menceritakan atau mengerjakan suatu perbuatan di depan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam, atau pada masa beliau saat wahyu masih turun, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau wahyu menetapkannya, tanpa diingkari maupun diubah. Inilah taqrir menurut syariat di untuk suatu perbuatan.<br /><br />Adapun sifat khuluqiyyah adalah sesuatu yang disampaikan para sahabat berkaitan dengan bagaimana akhlak, perilaku, dan perangai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana di saat Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya ihwal akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pun menjawab,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>فَإِنَّ خُلُقَ نَبِىِّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ الْقُرْآنَ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Alquran.”</span></i> (HR. Muslim, no. 1773).<br /><br />Sedangkan sifat khalqiyyah ia adalah sesuatu yang disampaikan oleh para sahabat berkenaan dengan sifat fisik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seperti yang disebutkan dalam beberapa hadis bahwa Rasulullah itu berbadan sedang, tidak tinggi dan tidak pula pendek. Diceritakan pula bahwa wajah beliau putih, bak rembulan. Juga dikabarkan bahwa Rasulullah seperti ini dan seperti itu, sebagaimana yang diriwayatkan tentang sifat fisik beliau.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli Ushul Fikih</span></b><br />Para ulama usul fikih mengungkapkan pengertian sunnah berupa sumber hukum pensyariatan Islam setelah Alquran. <span style="color: purple;">Atau bisa diartikan sebagai segala hal yang disandarkan kepada Nabi berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir atau ketetapan.</span> Hal itu dikarenakan ulama usul hanya melihat sunnah dari sisi pendalilan. Dan dalil itu hanyalah mencakup perkataan, perbuatan, dan ketetapan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Adapun yang berupa sifat fisik maupun akhlak, maka itu tidak termasuk sunnah. Begitu pula yang terjadi sebelum diutusnya beliau menjadi Nabi, atau yang berasal dari para Nabi sebelumnya, maupun generasi setelahnya, yaitu sahabat, tabiin, dan selainnya, maka hal itu pun bukan termasuk sunnah dalam pandangan disiplin ilmu mereka.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ulama Aqidah</span></b><br />Menurut ulama akidah, <span style="color: purple;">sunnah adalah antonim atau lawan kata dari bidah.</span> Jadi, setiap amal perbuatan yang ada contoh dan tuntunannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan perkara yang diada-adakan dalam agama, maka ini masuk dalam kategori sunnah.<br /><br />Atau dalam arti lain, <span style="color: purple;">sunnah bukan hanya sesuatu yang dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi sunnah juga merupakan segala hal yang dijelaskan oleh Al Qur’an, sunnah, kaidah syar’iyyah, atau yang semisalnya. </span>Makna sunnah ini otomatis menggambarkan agama Islam secara keseluruhan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Hadis yang memuat pengertian ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَة</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Maka dari itu, wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian! Dan berhati-hatilah terhadap perkara baru yang diada-adakan dalam agama. Karena setiap perkara yang baru dalam agama itu adalah bidah dan setiap bidah itu sesat.</span></i>” (HR. Abu Dawud, no. 4607, dan Tirmidzi, no. 2677).<br /><br />Dengan mengetahui makna-makna sunnah di atas, semoga hati kita semakin lapang dalam memahami suatu permasalahan. Janganlah menyempitkan sesuatu yang sejatinya luas. Ketika mendengar kata sunnah, maka sudah selayaknya kita tidak mencukupkan diri dengan memaknainya sebagai mustahab atau yang dianjurkan. Sebaliknya, kita pun harus pandai memilah kata yang tepat jika hendak menyampaikan suatu hal. Misalkan merinci makna sunnah yang dimaksud, dengan mengucapkan, “<span style="color: purple;">Perbuatan ini adalah sunnah Nabi yang hukumnya wajib</span>.” Atau bisa pula dengan mengatakan, “<span style="color: purple;">Amal ini hukumnya sunnah alias mustahab.</span>”<br /><br />Semoga tulisan singkat ini bisa meluruskan kesalahpahaman kita dalam memaknai kata sunnah dan memotivasi kita untuk terus menuntut ilmu karena ilmu agama ini begitu luas.<br /><br /><b>Daftar Pustaka</b></span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">As-Suhaimi, Abdussalam bin Salim. 1426 H. Kun Salafiyyan ‘ala Jaaddah. Darul Minhaj: Kairo Mesir.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bazmul, Muhammad Umar. 1428 H. Fadhlu Ittiba’ as-Sunnah, dari Arsip Mutallaqaa Ahli at-Tafsir. Maktabah Syamilah.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Nuryusmansyah, Roni. 2011. Catatan kuliah Usul Fikih di STDI Imam Syafi’i Jember bersama Ust. Sabilul Muhtadin, Lc.</span></li>
</ul>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">—<br /><br />Penulis: Roni Nuryusmansyah<br />Muraja’ah: Ust. Muhsan Syarafudin, Lc, M.H.I.<br /><br />Artikel Muslim.Or.Id.<br />http://muslim.or.id/manhaj/makna-as-sunnah.html</span></div>
</div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-28040491270670509602014-05-02T06:52:00.001+03:002014-05-02T06:55:01.579+03:00Mungkinkah Do'a Orang Kafir Dikabulkan Oleh Allah ?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Apakah doa orang kafir dikabulkan oleh Allah? </span></b>Karena terkadang mereka meminta yg mereka butuhnya dlm kehidupan dunia. Trim’s.<br /><br /><b>Jawab</b> :<br /><br />Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,</span><br />
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Pertama, ulama berbeda pendapat tentang status doa orang kafir, apakah mungkin dikabulkan oleh Allah ataukah tidak mungkin dikabulkan, alias sia-sia.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b>Pendapat pertama </b>menyatakan,<b><span style="color: #cc0000;"> doa orang kafir adalah doa sia-sia, yang tidak mungkin dikabulkan oleh Allah.</span></b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Pendapat pertama ini berdalil,</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />1. Firman Allah ta’ala,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وَمَا دُعَاء الْكَافِرِينَ إِلاَّ فِي ضَلاَلٍ.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />”<i><span style="color: #990000;">Tidak ada doa orang-orang kafir itu, kecuali hanyalah sia-sia belaka.”.</span></i></span><br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Ayat di atas, Allah sebutkan di dua tempat, di surat ar-Ra’du ayat 14 dan surat Ghafir ayat 50. </span></li>
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Ayat ini bermakna umum, karena susunannya mufrad (kata tunggal) yaitu kata [<b>دُعَاء</b>] dan mudhaf (disandarkan) kepada kata makrifat (definitif) yaitu kata [<b>الْكَافِرِينَ</b>]. Sehingga ayat ini dipahami umum, bahwa semua doa orang kafir tidak akan diijabahi oleh Allah.</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">2. Keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,<br />Diriwayatkan oleh ad-Dhahak bahwa Ibnu Abbas pernah menjelaskan ayat ini,</span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b></b></span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><b>أي أصوات الكافرين محجوبة عن الله فلا يسمع دعاءهم.</b></b></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">”Suara orang kafir itu tertutupi maka tidak sampai kepada Allah. Sehingga doa mereka tidak didengar.” </span></i>(Tafsir al-Qurthubi, 9/301).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />3. Disamakan dengan orang yang makan yang haram, doanya tidak mustajab. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan orang yang doanya tidak mustajab,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Kemudian beliau menyebutkan orang yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa: <i><span style="color: #990000;">”Ya Rabku, ya Rabku”, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini doanya dikabulkan.”</span></i> (HR. Ahmad 8348, Muslim 1015, dan yang lainnya).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Ibnu Asyura – ulama ahli tafsir bermadzhab Maliki – (w. 1393 H) dalam tafsirnya mengatakan,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وكيف يستجاب دعاء الكافر وقد جاء عن النبي صلى الله عليه وسلم استبعاد استجابة دعاء المؤمن الذي يأكل الحرام ويلبس الحرام.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">Bagaimana mungkin doa orang kafir dikabulkan, sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa mustahil untuk dikabulkannya doa orang mukmin yang makan makanan yang haram, dan memakai pakaian yang haram…</span></i> (at-Tahrir wa at-Tanwir, 12/454).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />4. lebih jauh, Ibnu Asyura juga menegaskan<i><span style="color: #990000;">, ”Jika ada doa orang kafir dan cita-cita mereka yang sukses mereka raih, itu bukan karena doa mereka dikabulkan, namun karena Allah mentakdirkan mereka untuk mendapatkan dunia sesuai dengan jatahnya atau doa mereka bertepatan dengan doa orang yang beriman.</span></i> (at-Tahrir wa at-Tanwir, 12/454).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Selain Ibnu Asyura, diantara ulama yang berpendapat bahwa doa orang kafir tidak akan dikabulkan adalah ar-Ruyani (w. 307 H). Dan karena alasan ini, beliau melarang mengaminkan doa orang kafir.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Imam Umairah menukil keterangan beliau,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">قال الشيخ عميرة : قال الروياني: لا يجوز التأمين على دعاء الكافر ؛ لأنه غير مقبول.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Syaikh Umairah menukil, bahwa ar-Ruyani mengatakan, <i><span style="color: #990000;">‘Tidak boleh mengaminkan doa orang kafir, karena doa mereka tidak dikabulkan.</span></i>’ (Hasyiyah al-Jamal, 3/576).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b>Pendapat kedua</b>, <b><span style="color: #cc0000;">doa orang kafir mungkin saja dikabulkan oleh Allah.</span></b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Diantara dalil yang digunakan pendapat ini,</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />1. Inti doa adalah permohonan. Dan Allah kuasa untuk mengabulkan permohonan siapapun yang Dia kehendaki. Baik muslim maupun kafir. Karena Dia Pencipta dan Pengatur seluruh makhluk-Nya. Sehingga bukan hal mustahil, ketika Allah mengabulkan doa mereka tanpa pandang status agama, dan itu bagian dari pengaturan Allah kepada makhluk-Nya.<br /><br />Syaikhul Islam menjelaskan,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وأما إجابة السائلين فعام فإن الله يجيب دعوة المضطر ودعوة المظلوم وإن كان كافرا.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">Mengabulkan permintaan orang yang berdoa, sifatnya umum. Karena Allah mengabulkan doa orang yang terjepit masalah, dan doa orang yang didzalimi, meskipun dia orang kafir</span></i>. (Majmu’ Fatawa, 1/223).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />2. Iblis yang merupakan gembong para musuh Allah pernah meminta kepada Allah dan permintaannya dikabulkan. Setelah Iblis dicap kafir dan diusir dari surga, dia meminta kepada Allah,</span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="font-weight: bold;">.{قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ </b>{34}<b style="font-weight: bold;"> وَإِنَّ عَلَيْكَ الْلَّعْنَةَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ </b>{35}<b style="font-weight: bold;"> قَالَ رَبِّ فَأَنظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ</b> {36}<b style="font-weight: bold;"> قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنظَرِينَ </b>{37}<b style="font-weight: bold;"> إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ {</b>38<b style="font-weight: bold;">}.</b></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">Allah berfirman: “Keluarlah dari surga, karena Sesungguhnya kamu terkutuk, (34 ) dan Sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat”. (35 ) berkata Iblis: “Ya Tuhanku, (kalau begitu) Maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan, (36 ) Allah berfirman: “(Kalau begitu) Maka Sesungguhnya kamu Termasuk orang-orang yang diberi tangguh, ( 37) Sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan.”(38) </span></i>(QS. Al-Hijr: 34 – 38).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Ketika menyebutkan keterangan ar-Ruyani yang mengatakan bahwa doa orang kafir tidak maqbul, beliau memberikan kritik,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">ونوزع فيه بأنه قد يستجاب لهم استدراجا كما استجيب لإبليس.</span></b></b></div>
<b>
</b><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">”Pendapat ini bisa dibantah, bahwa mungkin saja, doa orang kafir itu dikabulkan sebagai bentuk istidraj (ditangguhkan), sebagaimana permintaan iblis dikabulkan.”</span></i> (Hasyiyah al-Jamal, 3/576).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />3. Allah menceritakan dalam al-Quran bahwa Allah mengabulkan doa orang kafir yang dihimpit ketakutan oleh gelombang lautan,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">قُلْ مَن يُنَجِّيكُم مِّنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضُرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ أَنْجَانَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ {63} قُلِ اللهُ يُنَجِّيكُم مِّنْهَا وَمِنْ كُلِّ كَرْبٍ ثُمَّ أَنتُمْ تُشْرِكُونَ {64</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">Katakanlah: “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan: “Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan Kami dari (bencana) ini, tentulah Kami menjadi orang-orang yang bersyukur”. (63 ) Katakanlah: “Allah menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya.”(64)</span></i> (QS. Al-An’am: 63 – 64).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Di ayat lain, Allah berfirman,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">Apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Allah; Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)</span></i> (QS. Al-Ankabut: 65).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Al-Alusi (w. ) menjelaskan dalam tafsirnya,</span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b></b></span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><b>أن الكافر قد يقع في الدنيا ما يدعو به ويطلبه من الله تعالى أثر دعائه كما يشهد بذلك آيات كثيرة.</b></b></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">Terkadang, doa dan permintaan yang dipanjatkan orang kafir kepada Allah ketika di dunia, ada pengaruhnya. Sebagaimana hal itu ditunjukkan dalam banyak ayat</span></i>. (Ruh al-Ma’ani, 24/76).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />4. Sedangkan ayat yang menjadi dalil di atas,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وَمَا دُعَاء الْكَافِرِينَ إِلاَّ فِي ضَلاَلٍ.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">”Tidak ada doa orang-orang kafir itu, kecuali hanyalah sia-sia belaka.”.</span></i></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Ayat ini tidak ada hubungannya dengan doa dan permohonan orang kafir kepada Allah ketika di dunia. karena konteks ayat ini sama sekali tidak menunjukkan doa mereka kepada Allah ketika di dunia.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Ayat ini disebutkan di dua tempat:<br /><br /><u>Di surat ar-Ra’du ayat 14</u>, ayat selengkapnya,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ إِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">Berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat mengabulkan apapun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membuka kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.</span></i><br /><br />Kita bisa perhatikan, ayat ini berbicara tentang perumpamaan doa dan ibadah orang kafir kepada berhala mereka, yang sama sekali tidak akan memberikan manfaat bagi mereka. Layaknya orang yang kehausan, ingin minum, namun setiap kali mengambil air dengan tangannya, air itu jatuh dan jatuh. Inilah tafsir yang disampaikan Ibnu Katsir. Beliau mengatakan,</span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">فكذلك هؤلاء المشركون الذين يعبدون مع الله إلها غيره، لا ينتفعون بهم أبدا في الدنيا ولا في الآخرة ولهذا قال: وما دعاء الكافرين إلا في ضلال.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">Demikian pula orang-orang musyrik yang beribadah kepada tuhan selain Allah, sama sekali tidak memberi manfaat bagi mereka ketika di dunia, tidak pula di akhirat. Karena itu, Allah menegaskan, ”doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.”</span></i> (Tafsir Ibnu Katsir, 4/446).<br /><br /><u>Di surat Ghafir ayat 50</u>, ayat selengkapnya,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وَقَالَ الَّذِينَ فِي النَّارِ لِخَزَنَةِ جَهَنَّمَ ادْعُوا رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًا مِنَ الْعَذَابِ ( ) قَالُوا أَوَلَمْ تَكُ تَأْتِيكُمْ رُسُلُكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا بَلَى قَالُوا فَادْعُوا وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ.</span></b></b></div>
<b>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">Orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka Jahannam: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari Kami barang sehari”. ( ) penjaga Jahannam berkata: “Dan Apakah belum datang kepada kamu rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?” mereka menjawab: “Benar, sudah datang”. penjaga-penjaga Jahannam berkata: “Berdoalah kamu”. dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Konteks ayat ini berbicara tentang keadaan orang kafir ketika di neraka. Mereka selalu memohon kepada Allah melalui penjaga neraka, agar mereka diringankan siksanya. Namun harapan mereka pupus, karena waktunya sudah terlambat. Dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Makna inilah yang lebih mendekati untuk memahami keterangan Ibnu Abbas, bahwa doa orang kafir itu mahjub (tertutupi), sehingga tidak sampai kepada Allah. Itulah harapan dan doa mereka di hari kiamat.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Memahami keterangan di atas, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan, doa orang kafir mungkin saja dikabulkan oleh Allah. Karena Dia Maha Kuasa untuk memberikan keinginan makhluk-Nya sesuai apa yang Dia kehendaki.<br /><br />Syaikhul Islam mengatakan,</span></div>
<div>
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></b>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>والخلق كلهم يسألون الله مؤمنهم وكافرهم وقد يجيب الله دعاء الكفار فإن الكفار يسألون الله الرزق فيرزقهم ويسقيهم وإذا مسهم الضر في البحر ضل من يدعون إلا إياه فلما نجاهم إلى البر أعرضوا.</b></span></b></div>
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">
</span></b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">Semua makhluk meminta kepada Allah, yang mukmin maupun yang kafir. Terkadang Allah mengabulkan doa orang kafir. Karena orang kafir juga meminta rizki kepada Allah, kemudian Allah beri mereka rizki dan Allah beri mereka minum. Ketika mereka dalam keadaan terjepit pada saat di laut, mereka hanya berdoa kepada Allah. Tatkala Allah selamatkan mereka ke daratan, mereka berpaling..</span></i> (Majmu’ Fatawa, 1/206).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Kedua, catatan yang penting diperhatikan, bahwa dikabulkannya doa orang kafir oleh Allah ketika di dunia, sama sekali tidaklah menunjukkan bahwa Allah merestui keyakinannya atau setuju dengan kekufuran mereka. Karena dikabulkannya doa bagi orang mukmin adalah rahmat dari Allah, dan dikabulkannya doa orang kafir bagian dari istidraj (diberi kenikmatan agar semakin kafir. Orang jawa menyebutnya ’diujo’).<br /><br />Ibnul Qoyim mengatakan,</span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b></b></span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><b>فليس كل من أجاب الله دعاءه يكون راضيا عنه ولا محبا له ولا راضيا بفعله فإنه يجيب البر والفاجر والمؤمن والكافر.</b></b></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>
</b><i><span style="color: #990000;"><br />Tidak semua orang yang Allah kabulkan doanya, bisa menjadi bukti bahwa Allah meridhainya, tidak pula mencintainya, tidak pula Allah meridhai perbuatannya. Karena orang jabaik maupun orang jahat, orang mukmin maupun kafir, mungkin saja doa dikabulkan.</span></i> (Ighatsah al-Lahafan, hlm. 215).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Lalu <u>bagaimana hukum mengaminkan doa orang kafir</u>, insyaa Allah akan ada pembahasan tersendiri.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Allahu a’lam.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />http://www.konsultasisyariah.com/mungkinkah-doa-orang-kafir-dikabulkan-allah/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-2839817815726386562014-05-01T07:54:00.003+03:002014-05-01T07:54:20.029+03:00Hukum Mendoakan Kebaikan Dunia untuk Orang Kafir<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Assalamualaikum, <b><span style="color: #cc0000;">apa hukum mendoakan orang yang non islam dalam hal duniawi seperti semoga kamu sukses, semoga lulus ujian</span></b> dan yang semisalnya?</span><div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Dari: Zain.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b>Jawaban</b> :<br /><br />Wa alaikumus salam<br />Mendoakan kebaikan kepada orang kafir dalam masalah dunia, semakna dengan memberikan kebaikan mereka dalam hal dunia. dan kita tidak dilarang untuk berbuat baik kepada orang kafir, selama dia bukan kafir harbi, yang memerangi kaum muslimin.</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.</span></i> (QS. Al-Mumtahanah: 8).<br /><br />Termasuk berbuat baik kepada orang kafir adalah mendoakan mereka agar mendapatkan hidayah dan masuk islam.<br /><br />Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><div style="text-align: right;">
<b>أما الدعاء للكافر بالهداية، والدخول في الإسلام فيجوز.</b></div>
<div style="text-align: right;">
<b>وأما الدعاء له بمنافع الدنيا من مال وولد وشفاء ونحوها فلا يجوز إن كان محارباً، وإلا فلا بأس بالدعاء له بذلك، بدليل جواز تعزيته في مصابه حيث كان جاراً بالدعاء له بالإخلاف عليه، ونحو ذلك</b></div>
</span></b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">Mendoakan orang kafir agar mendapatkan hidayah dan masuk islam, hukumnya boleh. Sedangkan mendoakan orang kafir untuk mendapatkan manfaat dunia berupa harta, anak, kesembuhan, atau semacamnya, hukumnya tidak boleh jika dia <u>kafir harbi</u>. Namun jika bukan kafir harbi, tidak masalah mendoakan kebaikan untuk oran kafir dalam masalah dunia. Dengan dalil bolehnya menjenguk orang kafir ketika sedang mendapat musibah, misalnya karena statusnya tetangga, dengan mendoakan agar musibahnya diganti, atau semacamnya.</span></i> (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 14165).<br /><br /><b>Allahu a’lam.</b><br /><br />Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />http://www.konsultasisyariah.com/mendoakan-orang-kafir-untuk-kebaikan-dunia/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-53201544521833232102014-05-01T07:49:00.005+03:002014-05-01T07:49:47.253+03:00Hukum Mendoakan Orang Kafir Agar Dapat Hidayah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>Pertanyaan</b> :<br /><b><span style="color: #cc0000;">Bolehkah mendoakan orang non muslim agar mendapatkan hidayah? </span></b>Karena ada yang pernah bilang, katanya gak boleh.<br /><br />Trim’s. Dari: Aab.<br /><br /><b>Jawaban</b> :<br /><br />Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,<br />Ada dua hal yang perlu dibedakan terkait doa kebaikan untuk orang kafir: pertama, istighfar (permohonan ampunan) dan kedua, permohonan hidayah.<br /><br /><b>Pertama</b>,<b><span style="color: #cc0000;"> permohonan ampunan (istighfar).</span></b></span><div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="color: #cc0000;"><b><br /></b></span>Berdoa kepada Allah, memohonkan ampun untuk orang musyrik, hukumnya haram dalam islam. Allah berfirman,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُوْلِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ( ) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأَبِيهِ إِلا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأَوَّاهٌ حَلِيمٌ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik ituadalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. ( ) Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”</span></i> (QS. At-Taubah: 113 – 114).<br /><br /><b>Sabab Nuzul</b><br />Ayat ini diturunkan terkait peristiwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammendakwahkan islam kepada pamannya Abu Thalib di detik kematiannya. Namun dia enggan untuk menerima islam, karena merasa malu dengan masyarakatnya. Diapun mati dalam kondisi musyrik. Rasa sedihpun menyelimuti Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai beliau bersabda,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Sungguh aku akan memintakan ampunan untukmu, selama aku tidak dilarang.”</span></i> Kemudian Allah menurunkan ayat di atas dan surat Al-Qashas ayat 56. (HR. Bukhari 3884).</span><div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Keterangan as-Sa’di, Maksud ayat, tidak selayaknya seorang nabi atau semua orang yang beriman kepada beliau, memohonkan ampunan untuk orang musyrik, meskipun mereka adalah kerabat dekatnya. Sementara permohonan ampun untuk orang musyrik yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim kepada bapaknya, itu karena suatu janji yang pernah beliau ikrarkan, seperti yang Allah ceritakan di surat Maryam. Dan itu sebelum dia mengetahui akhir kehidupan bapaknya. Namun, setelah Ibrahim menyadari bahwa ayahnya adalah musuh Allah dan akan mati dalam kekufuran serta berbagai nasehat tidak lagi bermanfaat baginya, Ibrahimpun berlepas diri dari ayahnya, menyesuaikan diri dengan aturan Allah. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 353).<br /><br />Dalil yang lain adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لأُمِّي فَلَمْ يَأْذَنْ لِي ، وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِي</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">“Saya minta izin Rabku untuk memohonkan ampun bagi ibuku, namun Dia tidak mengizinkanku. Lalu aku minta izin untuk menziarahi kuburnya, dan Dia mengizinkanku.”</span></i> (HR. Muslim 976).<br /><br /><b>Mengapa Dilarang?</b><br />Sesungguhnya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang beriman, dituntut untuk mengimani segala sesuatu yang telah Allah tetapkan. Mencintai apa yang Allah cintai dan membenci apa yang Allah benci, memberikan loyalitas kepada orang yang Allah beri loyalitas, dan memusuhi semua orang yang Allah musuhi. Sementara memohonkan ampun untuk orang yang mati kafir, bertentangan dengan prinsip ini. (Demikian keterangan as-Sa’di dalam Tafsirnya, hlm. 353).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Barangkali, informasi yang Anda dengar bahwa kita tidak boleh mendoakan orang kafir agar dapat hidayah, maksudnya adalah mendoakan orang kafir agar mendapatkan ampunan.<br /><br /><b>Kedua</b>, <b><span style="color: #cc0000;">Memohonkan Hidayah</span></b><br /><br />Memohonkan ampun untuk orang musyrik, tentu berbeda dengan memohon hidayah untuk mereka. Kita dibolehkan memohonkan hidayah untuk mereka. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya,<br /><br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan, Thufail bin Amir pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengadukan pembangkangan yang dilakukan kaumnya. Thufail mengatakan,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">إِنَّ دَوْسًا قَدْ عَصَتْ وَأَبَتْ ، فَادْعُ اللَّهَ عَلَيْهِمْ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">“Sesungguhya suku daus telah bermaksiat dan enggan menerima islam. Doakanlah keburukan untuk mereka.”</span></i> Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Ya Allah, berilah petunjuk kepada suku Daus dan datangkanlah mereka (ke Madinah).” </span></i>(HR. Bukhari 2937 dan Muslim 2524).<br /><br />Imam Bukhari membuat judul bab untuk hadis ini dalam shahihnya,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">بَابُ الدُّعَاءِ لِلْمُشْرِكِينَ بِالْهُدَى لِيَتَأَلَّفَهُمْ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Bab: <i><span style="color: #990000;">mendoakan kebaikan untuk orang musyrik dalam bentuk permohonan hidayah agar bisa mengambil hati mereka </span></i>(Shahih Bukhari).<br /><br />Hadis selanjutnya adalh dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>كَانَ الْيَهُودُ يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُونَ أَنْ يَقُولَ لَهُمْ : يَرْحَمُكُمْ اللَّهُ ، فَيَقُولُ : يَهْدِيكُمُ اللَّهُ ، وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ</b></div>
</b><br />Dulu orang-orang yahudi bersin di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan harapan mereka mendapatkan doa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk orang bersin:<i><span style="color: #990000;"> “Semoga Allah merahmati kalian.” Namun doa yang diucapkan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam: “Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kalian dan memperbaiki keadaan kalian.</span></i>” (HR. Turmudzi 2739 dan dishahihkan al-Albani).<br /><br />Allahu a’lam.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com).</span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">http://www.konsultasisyariah.com/mendoakan-orang-kafir-agar-dapat-hidayah/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-29959500079335712162014-05-01T07:02:00.002+03:002014-05-01T07:02:44.358+03:00Hukum Mendoakan Orang Kafir<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh, Maaf, saya mau bertanya…</span><div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Apa kita tidak boleh mendoakan orang lain selain muslim yang hidup ataupun sudah meninggal? </span></b>Sebab pernah teman berkata jangan doakan mereka karena tidak akan di ijabah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Terimakasih.</span><div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b>Jawaban</b> :<br /><br />Waalaikum salam warohmatulloh wabarokatuh.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Alhamdulillahi wakafa., was sholatu wassalamu ala rosulihil musthofa, wa ala aalihi wa shohbihi wa maniqtafa… amma ba’du:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Mendoakan orang kafir, bisa diperinci menjadi empat</span></b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b>PERTAMA</b>: <b><span style="color: #cc0000;">Mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah</span></b>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><u>Para Ulama telah sepakat (Ijma’) akan bolehnya hal ini</u>, diantara dalilnya adalah hadits berikut:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَدِمَ الطُّفَيْلُ وَأَصْحَابُهُ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ دَوْسًا قَدْ كَفَرَتْ وَأَبَتْ، فَادْعُ اللَّهَ عَلَيْهَا! فَقِيلَ: هَلَكَتْ دَوْسٌ! فَقَالَ: اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَائْتِ بِهِمْ!ـ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Abu Huroirah -rodliallohu anhu- mengatakan: (Suatu hari) At-Thufail dan para sahabatnya datang, mereka mengatakan: <i><span style="color: #990000;">“ya Rosululloh, Kabilah Daus benar-benar telah kufur dan menolak (dakwah Islam), maka doakanlah keburukan untuk mereka! </span></i>Maka ada yg mengatakan:<i><span style="color: #990000;"> “Mampuslah kabilah Daus”. Lalu beliau mengatakan: “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Kabilah Daus, dan datangkanlah mereka (kepadaku). </span></i>(HR. Bukhori 2937 dan Muslim 2524, dg redaksi dari Imam Muslim).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Hadits berikut juga menunjukkan bolehnya mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">عَنْ أَبِي مُوسَى رضي الله عنه، قَالَ: كَانَ الْيَهُودُ يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُونَ أَنْ يَقُولَ لَهُمْ يَرْحَمُكُم اللَّهُ، فَيَقُولُ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Abu Musa -rodliallohu anhu- mengatakan: <i><span style="color: #990000;">“Dahulu Kaum Yahudi biasa berpura-pura bersin di dekat Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, mereka berharap beliau mau mengucapkan doa untuk mereka “yarhamukalloh (semoga Allah merahmati kalian)”, maka beliau mengatakan doa: “yahdikumulloh wa yushlihabalakum (semoga Allah memberi hidayah kepada kalian, dan memperbaiki keadaan kalian)”</span></i> (HR. Tirmidzi 2739 , dan yg lainnya, dishohihkan oleh Syeikh Albani).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b>KEDUA</b>: <b><span style="color: #cc0000;">Mendoakan kebaikan dalam perkara dunia.</span></b><br /><br /><u>Hal ini dibolehkan karena adanya contoh dari Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-</u>… lihatlah dalam hadits di atas, beliau mendoakan kepada Kaum Yahudi:</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">“Semoga Allah memberi kalian hidayah, dan memperbaiki keadaan kalian”.</span></i><br /><br />Ada juga ikrar (persetujuan) Rosulullah -shollallohu alaihi wasallam- dalam hal ini:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ قَالَ: بَعَثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَرِيَّةٍ فَنَزَلْنَا بِقَوْمٍ، فَسَأَلْنَاهُمُ القِرَى فَلَمْ يَقْرُونَا، فَلُدِغَ سَيِّدُهُمْ فَأَتَوْنَا فَقَالُوا: هَلْ فِيكُمْ مَنْ يَرْقِي مِنَ العَقْرَبِ؟ قُلْتُ: نَعَمْ أَنَا، وَلَكِنْ لاَ أَرْقِيهِ حَتَّى تُعْطُونَا غَنَمًا، قَالُوا: فَإِنَّا نُعْطِيكُمْ ثَلاَثِينَ شَاةً، فَقَبِلْنَا فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ: الحَمْدُ لِلَّهِ سَبْعَ مَرَّاتٍ، فَبَرَأَ وَقَبَضْنَا الغَنَمَ، قَالَ: فَعَرَضَ فِي أَنْفُسِنَا مِنْهَا شَيْءٌ فَقُلْنَا: لاَ تَعْجَلُوا حَتَّى تَأْتُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَيْهِ ذَكَرْتُ لَهُ الَّذِي صَنَعْتُ، قَالَ: وَمَا عَلِمْتَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ اقْبِضُوا الغَنَمَ وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Abu Said al-Khudri mengatakan: (Suatu saat) Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- menugaskan kami dalam Sariyyah (pasukan kecil), lalu kami singgah di suatu kaum, dan kami meminta mereka agar menjamu kami tapi mereka menolaknya. Lalu pemimpin mereka terkena sengatan hewan, maka mereka mendatangi kami, dan mengatakan: <u><span style="color: #990000;">“Adakah diantara kalian yg bisa meruqyah sakit karena sengatan Kalajengking?”. </span></u>Maka ku jawab: <i><span style="color: #990000;">“Ya, aku bisa, tapi aku tidak akan meruqyahnya kecuali kalian memberi kami kambing”. Mereka mengatakan: “Kami akan memberikan 30 kambing kepada kalian”. </span></i>Maka kami menerima tawaran itu, dan aku bacakan kepada (pemimpin)nya surat Alhamdulilah sebanyak 7 kali, maka ia pun sembuh, dan kami terima imbalan (30) kambing.<br /><br />Abu Sa’id mengatakan: <i><span style="color: #990000;">Lalu ada sesuatu yg mengganjal di hati kami (dari langkah ini), </span></i>maka kami mengatakan: <i><span style="color: #990000;">“Jangan tergesa-gesa (dg imbalan kambing ini), sampai kalian mendatangi Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-. </span></i>Abu sa’id mengatakan: Maka ketika kami mendatangi beliau, aku menyebutkan apa yg telah kulakukan. Beliau mengatakan:<i><span style="color: #990000;"> “Dari mana kau tahu, bahwa (Alfatihah) itu Ruqyah?, ambillah kambingnya dan berilah aku bagian darinya”.</span></i> (HR. Tirmidzi [2063] dg redaksi ini, kisah ini juga diriwayatkan di dalam shohih Bukhori [2276] dan shohih Muslim [2201]).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Hadits ini menjelaskan bolehnya kita me-ruqyah orang kafir agar sakitnya sembuh, dan ini merupakan bentuk dari tindakan mendoakan kebaikan untuk mereka dalam urusan dunia.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Diantara dalil dalam masalah ini adalah dibolehkannya kita menjawab salamnya orang kafir, walaupun bolehnya hanya sebatas “wa’alaikum“, sebagaimana sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Jika seorang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah dg ucapan: “Wa’alaikum“.</span></i> (HR. Bukhori [5788], dan Muslim [4024]).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Ada juga contoh dari salah seorang Sahabat Nabi dalam masalah ini:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ: أَنَّهُ مَرَّ بِرَجُلٍ هَيْئَتُهُ هَيْئَةُ مُسْلِمٍ، فَسَلَّمَ فَرَدَّ عَلَيْهِ: وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ: إِنَّهُ نَصْرَانِيٌّ! فَقَامَ عُقْبَةُ فَتَبِعَهُ حَتَّى أَدْرَكَهُ. فَقَالَ: إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ وَبَرَكَاتَهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ، لَكِنْ أَطَالَ اللَّهُ حَيَاتَكَ، وَأَكْثَرَ مالك، وولدك</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Uqbah bin Amir al-Juhani -rodhiallohu anhu- menceritakan: bahwa dia pernah berpapasan dg seseorang yg gayanya seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam kepadanya, maka ia pun menjawabnya dengan ucapan: <i><span style="color: #990000;">“wa’alaika wa rohmatulloh wabarokatuh”… Maka pelayannya mengatakan padanya: Dia itu seorang nasrani!… Lalu Uqbah pun beranjak dan mengikutinya hingga ia mendapatkannya, maka ia mengatakan: “Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk Kaum Mukminin, akan tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, dan memperbanyak harta dan anakmu”</span></i> (HR. Bukhori dalam kitabnya Adabul Mufrod 1/430, dan dihasankan oleh Syeikh Albani).<br /><br /><u>Banyak ulama yg memberi batasan</u> : bahwa orang kafir yg didoakan kebaikan, harus bukan dalam kategori kafir harbi (yakni kafir yg memerangi Kaum Muslimin)… Dan ini sangatlah tepat… Syeikh Albani -rohimahulloh- mengatakan:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>ولكن لا بد أن يلاحظ الداعي أن لا يكون الكافر عدواً للمسلمين</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">Akan tetapi, orang yg mendoakan kebaikan harus memperhatikan, bahwa orang kafir tersebut bukanlah musuh (perang) bagi Kaum Muslimin</span></i>. (Ta’liq Kitab Adab Mufrod 1/430).<br /><br /><b>KETIGA</b>: <b><span style="color: #cc0000;">Mendoakan agar dosa mereka diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan kafir.</span></b><br /><br /><u>Para ulama telah sepakat (Ijma’) bahwa hal ini diharamkan</u>:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">قال النووي رحمه الله : وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Imam Nawawi -rohimahulloh- mengatakan: <i><span style="color: #990000;">“Adapun menyolati orang kafir, dan mendoakan agar diampuni dosanya, maka ini merupakan perbuatan haram, berdasarkan nash Alqur’an dan Ijma’</span></i>. (al-Majmu’ 5/120).</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وقال ابن تيمية رحمه الله: إن الاستغفار للكفار لا يجوز بالكتاب والسنَّة والإجماع</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Ibnu Taimiyah -rohimahulloh- juga mengatakan: <i><span style="color: #990000;">Sesungguhnya memintakan maghfiroh untuk orang-orang kafir tidak dibolehkan, berdasarkan Alqur’an, Hadits, dan Ijma’</span></i>. (Majmu’ul Fatawa 12/489).<br /><br />Dan dalil paling tegas dalam masalah ini adalah firman Allah ta’ala:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<i><span style="color: #990000; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></i></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim</span></i>. (at-Taubah: 113).<br /><br /><b>KEEMPAT</b>: <b><span style="color: #cc0000;">Mendoakan agar diampuni dosanya ketika mereka masih hidup.</span></b><br /><br /><u>Hal ini dibolehkan dengan Dalil hadits berikut</u>:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بن مسعود: كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي نَبِيًّا مِنْ الْأَنْبِيَاءِ ضَرَبَهُ قَوْمُهُ فَأَدْمَوْهُ وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ وَيَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Abdullah bin Mas’ud mengatakan: <i><span style="color: #990000;">“Seakan-akan aku sekarang melihat Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bercerita tentang seorang Nabi, yg dipukul oleh kaumnya hingga bercucur darah, dan ia mengusap darah tersebut dari wajahnya, tapi ia tetap mengatakan: “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”.</span></i> (HR. Bukhori 3477).<br /><br />Memang Hadits ini tidak tegas mengatakan bahwa Nabi yg mendoakan ampunan tersebut adalah Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam-… Namun ada riwayat lain yg tegas mengatakan bahwa doa tersebut juga diucapkan oleh Nabi kita Muhammad -shollallohu alaihi wasallam- kepada kaumnya yg masih kafir:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">عن سهل بن سعد قال: شهدت النبي – صلى الله عليه وسلم – حين كُسِرت رباعِيتُهُ وجُرح وجهه وهُشمت البيضة على رأسه، وإني لأعرف من يغسل الدم عن وجهه، ومن ينقل عليه الماء، وماذا جعل على جرحه حتى رقأ الدم؛ كانت فاطمة بنت محمد رسول الله – صلى الله عليه وسلم – له تغسل الدم عن وجهه، وعلي- رضي الله عنه- ينقل الماء إليها في مِجنَّةٍ، فلما غسلت الدم عن وجه أبيها أحرقت حصيراً، حتى إذا صارت رماداً أخذت من ذلك الرماد، فوضعته على وجهه حتى رقأ الدم، ثم قال يومئذ: اشتد غضب الله على قوم كلموا وجه رسول الله – صلى الله عليه وسلم. ثم مكث ساعة، ثم قال: اللهم! اغفر لقومي؛ فإنهم لا يعلمون</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sahal bin sa’ad mengatakan: <i><span style="color: #990000;">Aku telah menyaksikan Nabi -shollallohu alaihi wasallam- saat gigi serinya patah, wajahnya terluka, dan helm perang di kepalanya pecah… sungguh aku juga tahu siapa yg mencuci darah dari wajahnya, siapa yg mendatangkan air kepadanya, dan apa yg ditempatkan dilukanya hingga darahnya mampet… Adalah Fatimah putri Muhammad utusan Allah yg mencuci darah dari wajah, dan Ali -rodliallohu anhu- yg mendatangkan air dalam perisai… maka ketika Fatimah mencuci darah dari wajah ayahnya, dia membakar tikar, sehingga ketika telah menjadi abu, ia mengambil abu itu, lalu menaruhnya di wajah beliau, hingga darahnya mampet… ketika itu beliau mengatakan: “Telah memuncak kemurkaan Allah atas kaum yg melukai wajah Rosulullah”… lalu beliau diam sebentar, dan mengatakan: “Ya Allah ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”</span></i>. (HR. Tobaroni, dan Syeikh Albani dalam Silsilah Shohihah [7/531] mengatakan: Sanadnya Hasan atau Shohih).<br /><br />Diantara dalil dalam masalah ini adalah Mafhum Mukholafah dari firman Allah berikut:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (*) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. </span></i>(at-Taubah: 113-114).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Ayat ini mengaitkan “<i><span style="color: #990000;">larangan memintakan ampun untuk Kaum Musyrikin</span></i>”, dengan keadaan “<i><span style="color: #990000;">sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka</span></i>”. Sehingga sebelum jelas menjadi penghuni neraka, boleh di mintakan ampun… Dan telah shohih dari Ibnu Abbas, bahwa maksud dari firman Allah yg artinya: “<i><span style="color: #990000;">Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah</span></i>” adalah “setelah mati dalam keadaan kufur”. Sehingga sebelum kematiannya, masih boleh dimintakan ampun.<br /><br />Berikut Atsar dari Ibnu Abbas tersebut:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">عن سعيد بن جبير قال : توفى أبو رجل ، وكان يهوديا ، فلم يتبعه ابنه ، فذكر ذلك لابن عباس ، فقال ابن عباس : وما عليه، لو غسله ، واتبعه ، واستغفر له ما كان حيا… ثم قرأ ابن عباس (فلما تبين له أنه عدو لله تبرأ منه) * يقول : لما مات على كفره</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sa’id bin Jubair mengatakan: Ada salah seorang ayah meninggal, dan dia seorang yahudi, sehingga putranya (yg muslim) tidak mengikuti (jenazah)nya, lalu hal itu diceritakan kepada Ibnu Abbas, maka beliau mengatakan: <i><span style="color: #990000;">“Tidak sepatutnya ia melakukannya, (alangkah baiknya) apabila ia memandikannya, mengikuti (jenazah)nya, dan memintakan ampun baginya ketika masih hidup… kemudian Ibnu Abbas membaca ayat (yg artinya): “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, ia pun berlepas diri darinya”, maksudnya: “ketika ia mati dalam keadaan kafir”</span></i>. (Mushonnaf Abdurrozzaq 6/39).<br /><br />Dan kesimpulan bolehnya memintakan ampun bagi orang-orang kafir selama masih hidup ini, juga banyak dinyatakan oleh para ulama, diantaranya:<br /><br />Imam At-Thobari -rohimahulloh-, beliau mengatakan dalam tafsirnya:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وقد تأول قوم قول الله: {ما كان للنبي والذين آمنوا أن يستغفروا للمشركين ولو كانوا أولى قربى}… الآية، أن النهي من الله عن الاستغفار للمشركين بعد مماتهم، لقوله: {من بعد ما تبين لهم أنهم أصحاب الجحيم} وقالوا: ذلك لا يتبينه أحد إلا بأن يموت على كفره، وأما هو حي فلا سبيل إلى علم ذلك، فللمؤمنين أن يستغفروا لهم</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sekelompok ulama’ telah menafsiri firman Allah (yg artinya): <i><span style="color: #990000;">Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya)… -hingga akhir ayat-; bahwa larangan dari Allah untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin adalah setelah matinya mereka (dalam keadaan kafir), karena firman-Nya (yg artinya): “sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim”. Mereka mengatakan: “alasannya, karena tidak ada yg bisa memastikan (bahwa dia ahli neraka), kecuali setelah ia mati dalam kekafirannya,adapun saat ia masih hidup, maka tidak ada yg bisa mengetahui hal itu, sehingga dibolehkan bagi Kaum Mukminin untuk memintakan ampun bagi mereka</span></i>. (Tafsir Thobari 12/26)<br /><br />Dan inilah pendapat yg dipilih oleh beliau dalam tafsirnya. (lihat Tafsir Thobari 12/28).<br /><br />Imam Al-Qurtubi juga mengatakan dalam tafsirnya:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وَقَدْ قَالَ كَثِيرٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ: لَا بَأْسَ أَنْ يَدْعُوَ الرَّجُلُ لِأَبَوَيْهِ الْكَافِرَيْنِ وَيَسْتَغْفِرَ لَهُمَا مَا دَامَا حَيَّيْنِ. فَأَمَّا مَنْ مَاتَ فَقَدِ انْقَطَعَ عَنْهُ الرَّجَاءُ فَلَا يُدْعَى لَهُ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كَانُوا يَسْتَغْفِرُونَ لِمَوْتَاهُمْ فَنَزَلَتْ فَأَمْسَكُوا عَنِ الِاسْتِغْفَارِ وَلَمْ يَنْهَهُمْ أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْأَحْيَاءِ حَتَّى يَمُوتُوا</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Banyak ulama mengatakan: <i><span style="color: #990000;">Tidak mengapa bagi seorang (muslim) mendoakan kedua orang tuanya yg kafir, dan memintakan ampun bagi keduanya selama mereka masih hidup. Adapun orang yg sudah meninggal, maka telah terputus harapan (untuk diampuni dosanya). Ibnu Abbas mengatakan: “Dahulu orang-orang memintakan ampun untuk orang-orang mati mereka, lalu turunlah ayat, maka mereka berhenti dari memintakan ampun. Namun mereka tidak dilarang untuk memintakan ampun bagi orang-orang yg masih hidup hingga mereka meninggal”.</span></i> (Tafsir Qurtubi 10/400).<br /><br />Inilah pendapat paling kuat dalam masalah ini, karena bersandarkan dalil dari Alqur’an, Hadits, dan Perkataan Shahabat… Karenanya banyak dari kalangan ulama, memilih pendapat ini… Namun ada dua hal yg perlu digaris bawahi di sini:</span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Bahwa yg lebih afdhol adalah mendoakan orang yg kafir agar diberikan hidayah masuk Islam… Karena inilah yg sering dilakukan oleh Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, dan inilah yg telah disepakati bolehnya oleh para ulama.</span></li>
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Ampunan yg sempurna tidak akan diberikan kepada orang kafir, selama dia masih kafir… Sehingga arti dari doa meminta ampunan untuk mereka adalah: ampunan dari sebagian dosa selain kesyirikan dan kekafirannya, atau ampunan untuk semua dosanya dengan jalan diberi hidayah dahulu untuk masuk Islam.</span></li>
</ul>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sekian, wallohu ta’ala a’lam. Dan semoga bermanfa’at.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />washollallohu wasallama wabaaroka ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsanin, ila yaumiddin. walhamdulillahi robbil alamin.<br /><br />Dijawab oleh <a href="http://addariny.wordpress.com/2012/08/06/mendoakan-orang-kafir/">Ustadz Musyaffa Addariny, M.A.</a><br />Artikel www.KonsultasiSyariah.com<br /><br />http://www.konsultasisyariah.com/hukum-mendoakan-orang-kafir/</span></div>
</div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-28593615668661463362014-04-25T03:44:00.005+03:002014-04-25T03:44:45.399+03:00Hukum Berta'ziyah Kepada Orang Kafir<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Asy-<b>Syaikh Al-’Utsaimin</b> rahimahullah ditanya:</span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Bagaimanakah hukum ta’ziah kepada Ahlul Kitab dan selain mereka dari orang-orang kafir bila di antara mereka ada yang meninggal? </span></b>Dan bagaimanakah hukum menghadiri pemakamannya dan berjalan mengiringi jenazahnya?</span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"><b>Beliau rahimahullah menjawab</b> :</span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tidak boleh menta’ziahinya dengan cara seperti itu dan tidak boleh pula menghadiri jenazah mereka, serta mengantarkan mereka karena setiap orang kafir adalah musuh bagi kaum muslimin. Telah diketahui bahwa seorang musuh tidak selayaknya bagi kita untuk membantu atau menganjurkan untuk berjalan bersamanya. Demikian pula mengantar jenazah-jenazah mereka, karena hal itu tidak akan memberikan manfaat bagi mereka. Telah diketahui pula bahwa kita tidak boleh mendoakan agar mereka diberi ampunan dan rahmat, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:</span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">“Tidak selayaknya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampunan bagi kaum musyrikin walaupun mereka keluarga dekat setelah jelas bagi mereka, bahwasanya mereka penghuni-penghuni neraka Jahim.”</span></i> (QS. At Taubah: 113)</span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Lalu bagaimana jika mereka yang menta’ziyahi kita?</span></b></span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Beliau rahimahullah ditanya: Apakah kita (kaum muslimin) boleh menerima ta’ziyah Ahlul Kitab atau orang-orang kafir selain mereka ketika meninggalnya seorang muslim?</span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>Beliau rahimahullah menjawab</b>:</span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Ya! Kita menerima ta’ziyah mereka yakni bila mereka berta’ziyah kepada kita. Tidak ada halangan bagi kita menerima ta’ziyah mereka dan memintakan petunjuk bagi mereka.</span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sumber : </span><b style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;">Kumpulan Fatwa Lengkap Tentang Ta’ziyah</b><span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', serif;"> oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin (penerjemah: ‘Aisyah Muhammad Bashori), penerbit: Cahaya Tauhid Press hal. 63-65.</span></div>
<div style="background-color: #f1f6f9; border: 0px; margin-bottom: 1.5em; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="line-height: 18px;">http://yaaukhti.wordpress.com/2011/08/01/hukum-berta%E2%80%99ziyah-kepada-orang-kafir/</span></span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-61708615875536824522014-04-25T03:39:00.001+03:002014-04-25T03:39:17.914+03:00Hukum Melayat Orang Kafir<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>Tanya</b> :</span><div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Assalamu’alaikum, Barakallahu fikum ustadz,<br />Ana mohon penjelasan <b>bagaimana cara kita bermuamalah dengan tetangga orang kristen/kafir misalkan pada saat</b>:</span><ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Mereka meninggal, <b><span style="color: #cc0000;">apakah kita boleh takziyah</span></b>, dan jika boleh apa yang harus kita ucapkan?</span></li>
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Mereka mengundang untuk acara pernikahan keluarga mereka apakah kita boleh memenuhi undangannya?</span></li>
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Mempunyai/melahirkan anak, <b><span style="color: #cc0000;">apakah kita boleh memberikan selamat?</span></b>.</span></li>
</ol>
</div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Jazaakallah khoiron. (Abu Panji).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><br />Jawab </b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Wa’alaikumsalam. Wa fiika barakallahu.<br />Islam tidak melarang umatnya untuk berbuat baik dan bermuamalah yang baik kepada orang-orang kafir selama mereka tidak memerangi kita dan tidak mengusir kita dari negeri kita.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Allah ta’ala berfirman:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="font-weight: bold;">لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ </b>.الممتحنة<b style="font-weight: bold;">:</b>8</span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><div style="text-align: right;">
<span style="color: #990000;"><br /></span></div>
<span style="color: #990000;">“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”</span></i> (Qs. 60:8).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Berkata Syeikh Abdurrahman As-Sa’dy:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">لا ينهاكم الله عن البر والصلة، والمكافأة بالمعروف، والقسط للمشركين، من أقاربكم وغيرهم، حيث كانوا بحال لم ينتصبوا لقتالكم في الدين والإخراج من دياركم، فليس عليكم جناح أن تصلوهم، فإن صلتهم في هذه الحالة، لا محذور فيها ولا مفسدة</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;">“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, dari keluarga kalian dan yang lain selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.”</span></i> (Tafsir As-Sa’dy hal 856-857).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Namun disana ada aturan-aturan yang harus kita perhatikan dalam bermuamalah dengan orang-orang kafir. Diantaranya kita tidak diperbolehkan mengorbankan agama untuk mencari ridha mereka.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Syeikh Sulaiman Ar-Ruhaily dalam sebagian ceramah beliau menyebutkan bahwa untuk menjaga keseimbangan supaya perbuatan baik kita tidak berujung kepada loyalitas kepada mereka maka setiap kita berbuat baik kepada mereka (orang kafir), harus senantiasa kita ingat bahwa mereka adalah orang-orang kafir, musuh-musuh Allah ta’ala, yang kalau suatu saat mereka menguasai kita mereka akan berusaha membinasakan kita (Kaset Al-Wala wal Bara, yang beliau sampaikan di masjid Quba, Al-Madinah).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Pertama</span></b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b>Para ulama telah berselisih pendapat tentang hukum ta’ziyah muslim terhadap orang kafir, ada yang mengatakan boleh secara mutlak, dan ada yang mengatakan haram</b>. Dan yang kuat wallahu a’lamu: ta’ziyah ahlul kitab adalah boleh dengan syarat-syarat, diantara syarat-syarat tersebut:</span></div>
<div>
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Mereka (orang kafir) tersebut tidak menganggap bahwa ta’ziyah yang kita lakukan adalah penghormatan untuk mereka (Fatawa Syeikh Muhammad Al-utsaimin 2/304 ).</span></li>
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Di dalamnya ada mashlahat, seperti mengharapkan keislaman keluarganya atau menghindari gangguan mereka terhadap dirinya atau kaum muslimin (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 9/132 ).</span></li>
<li><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tidak mengikuti upacara keagamaan mereka atau mendengarkan ceramah mereka, karena Allah berfirman:</span></li>
</ol>
</div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="font-weight: bold;">وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ</b>.الأنعام:68</span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (maka larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang. orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).”</span></i> (Qs. 6:68).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Tidak ada dalil khusus tentang apa yang kita ucapkan ketika berta’ziyah kepada orang kafir, yang penting ucapan yang tidak ada larangan syar’i seperti mendoakan rahmat dan ampunan untuk orang kafir.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Allah berfirman :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="font-weight: bold;">مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ</b>.التوبة:113<b>.</b></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.</span></i>” (Qs. 9:113).<br /><br />Sebagian ulama menyebutkan bahwa diantara doa yang bisa kita ucapkan ketika berta’ziyah kepada orang kafir adalah:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>أخلف الله عليك ولا نقص عددك</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Semoga Allah menggantinya untukmu dan tidak mengurangi jumlahmu (yaitu supaya tetap banyak jizyahnya).”</span></i> (Lihat Al-Majmu’, Imam An-Nawawy 5/275, dan Al-Mughny, Ibnu Qudamah 2/487).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Kedua </span></b>:<br /><br /><b>Diperbolehkan memenuhi undangan makan orang kafir selama untuk menarik hatinya kepada islam.</b> Namun kalau ditakutkan justru kita yang terpengaruh atau justru nanti kita merasa berhutang jasa maka tidak diperbolehkan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Rasulullah dahulu pernah menerima undangan seorang yahudi sebagaimana dalam hadist Anas:<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>عن أنس : أن يهوديا دعا رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى خبز شعير وأهالة سنخة فأجابه</b>.</span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">Dari Anas bahwasanya seorang yahudi mengundang Nabi shalallallahu alaihi wa sallam untuk makan roti dan ahalah (sejenis lauk) yang berubah baunya, maka beliau menerima undangan tersebut.</span></i> (HR. Ahmad 3/270, berkata Syu’aib Al-Arnauth: Isnadnya shahih atas syarat Muslim).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Adapun memenuhi undangan pernikahan maka sebagian ulama memandang tidak diperbolehkan karena acara pernikahan orang kafir tidak terlepas dari perkara-perkara yang haram seperti: ikhtilath (campur laki-laki perempuan), musik, minuman keras, dihidangkannya makanan haram (daging babi, anjing dll)<br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Ketiga</span></b> :<br /><br />Mengucapkan selamat pada acara-acara yang bukan syiar agama mereka (seperti pernikahan, kelahiran, kedatangan) maka diperbolehkan tapi harus menghindari ucapan-ucapan yang menunjukkan keridhaan kita dengan agamanya, seperti: Semoga Allah membahagiakanmu dengan agamamu dll.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Diantara ucapan yang diperbolehkan : <i><span style="color: #990000;">Semoga Allah memuliakanmu dengan keislaman</span></i>. (Lihat Ahkamu Ahli Adz-Dzimmah, Ibnul Qayyim 3/441).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b>Wallahu a’lam</b>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Ustadz Abdullah Roy, Lc.<br />Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />http://www.konsultasisyariah.com/apa-hukum-melayat-orang-kafir/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-37765127297772301172014-04-25T03:22:00.002+03:002014-04-25T03:22:57.808+03:00Sholat Jenazah untuk Non Muslim<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Oleh : Wajdi Kholid.</span><div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“ Dan janganlah kamu sekali-kali mensholatkan (jenazah) seseorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri untuk mendoakan di kuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rosul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.</span></i>”(QS. At Taubah: 84 ).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Sebab Turunnya Ayat</span></b><br />Diriwayatkan oleh Imam Bukhori di dalam shohihnya dari Abdullah bin Umar -rodiyallahu ‘anhuma- berkata, “Ketika Abdullah bin Ubay meninggal, anaknya mendatangi Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wa sallam- kemudian meminta dari beliau -sholallahu ‘alaihi wa sallam- agar memberikan pakaian beliau sebagai sebagai kafan ayahnya, maka beliau memberikannya. Lalu, ia juga meminta Beliau untuk mensholatkan ayahnya. Ketika Rosulullah berdiri hendak mensholati <b>Abdullah bin Ubay</b>, maka Umar berdiri dan menarik baju Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wa sallam- seraya berkata, <i><span style="color: #990000;">“Ya Rosulullah, mengapa Engkau mensholatinya padahal Allah sudah melarangMu untuk sholat kepadanya?!”. </span></i>Maka Rosulullah berkata,<i><span style="color: #990000;"> “Sesungguhnya Allah telah memberiku pilihan”. </span></i>Maka Allah berkata, <i><span style="color: #990000;">“Apakah kamu meminta ampunan untuk mereka atau tidak meminta ampunan untuk mereka, itu sama saja”</span></i>, maka turunlah ayat ini.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Hukum yang terkandung dalam ayat di atas</span></b><br />Larangan untuk mensholati seorang munafiq dan larangan berdiri di atas kuburannya untuk berdoa.<br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Korelasi dengan ayat sebelumnya</span></b><br />Setelah Allah memerintahkan kaum muslimin untuk berlepas diri dari orang-orang munafik, maka Allah pada ayat ini menyebutkan beberapa perkara untuk berlepas diri dari munafik.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Tafsir Ayat</span></b><br />Firman Allah, “<i><span style="color: #990000;">Dan janganlah kamu sekali-kali sholat atas seseorang yang mati</span></i>”, salat yang dimaksud di dalam ayat ini adalah sholat jenazah. Adapun kata ganti di firman Allah “<i><span style="color: #990000;">di antara mereka</span></i>” yang dimaksud adalah orang-orang munafik. Kemudian firman Allah “<i><span style="color: #990000;">dan janganlah kamu berdiri di atas kuburnya</span></i>”, maksudnya adalah janganlah kalian berdiri di atas kuburan dia untuk mendoakan atau untuk berziaroh. Kuburan adalah tempat dikuburnya manusia di dalam tanah.<br /><br />Firman Allah, <i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rosul-Nya”, </span></i>menjelaskan alasan larangan mensholati mereka, yaitu dikarenakan mereka “mati dalam keadaan fasik”, mereka berpisah dan meningalkan dunia dalam keadaan murtad kepada Allah dan kufur serta keluar dari batasan yang telah ditentukan. Mereka sungguh telah sesat hingga mereka disifati dengan orang-orang yang fasik setelah mereka disifati sebagai orang-orang yang kufur dikarenakan oleh labilnya kondisi mereka dan sifat-sifat buruk mereka.<br /><br />Sebagian para ahli ilmu menyatakan bahwa firman Allah<i><span style="color: #990000;"> “Dan janganlah kamu sekali-kali mensholatkan (jenazah) seseorang yang mati di antara mereka”</span></i> menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan sholat jenazah atas kaum muslimin yang meninggal dunia. Mereka menjelaskan bahwa larangan sholat untuk orang kafir itu dikarenakan kekafiran mereka, sehingga apabila kekufuran telah hilang dari diri seseorang, maka diwajibkan untuk mensholatkannya.<br /><br />Pendapat yang benar, <b>ayat di atas hanya menunjukkan disyariatkannya sholat jenazah atas kaum muslimin yang meninggal dunia</b>. Sedangkan dalil yang menunjukkan kewajiban melaksanakan salat jenazah atas kaum muslimin yang meninggal dunia adalah ijma’ para ulama dan sabda Rosulullah -sholallahu alaihi wa sallam- ketika Najasyi meninggal dunia, yaitu:<br /><br /><i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya saudara kalian telah wafat, berdirilah kalian lalu sholatilah dia”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Kaum muslimin telah sepakat tidak diperbolehkan seorang muslim meningalkan sholat untuk saudaranya muslim yang meninggal dunia meskipun dia telah melakukan dosa besar.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Hukum-hukum</span></b> :</span><ol style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Larangan mensholati orang kafir yang meninggal dunia.</span></li>
<li><span style="color: purple; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Disyariatkan sholat jenazah atas seorang muslim yang meninggal dunia dalam kondisi beriman.</span></li>
<li><span style="color: purple; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Disunnahkan berziaroh ke kuburan kaum muslimin selama tidak melakukan hal-hal yang berbau syirik.</span></li>
<li><span style="color: purple; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Disunnahkan saling tolong-menolong dalam proses penguburan seorang muslim.</span></li>
</ol>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Disadur dari <b>Tafsir Ayatil Ahkam lisyeikh Abdul Qodir Syeibatulhamd</b> (oleh Wajdi Kholid).<br /><br />http://www.pesantrenalirsyad.org/sholat-jenazah-untuk-non-muslim/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-66101833017085743412014-04-25T03:04:00.001+03:002014-04-25T03:04:12.721+03:00Mengurusi Jenazah Orang Kafir<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Oleh: Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah -Hafizhohulloh-.</span><div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Mungkin ada diantara kita yang diberi hidayah untuk berada di atas Islam. Namun orang tua tetap berada di atas kekafiran, entah karena murtad atau memang sejak lahir ia berasal dari lingkungan dan keluarga kafir dan musyrik.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Terkadang muncul dalam benak kita sebuah pertanyaan, “<b><span style="color: #cc0000;">Apa sikap kita saat orang tua kafir alias musyrik meninggal dunia? Apakah kita mengurusi jenazahnya atau dibiarkan begitu saja?</span></b>”.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Dalam menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita dengarkan hadits berikut, agar kita memahami sikap yang benar dalam menghadapi orang tua yang demikian halnya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Dari <b>Ali bin Abi Tholib</b> -radhiyallahu anhu- berkata kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">اذهب فوار أباك ( الخطاب لعلي بن أبي طالب ) قال ( لا أواريه ) ، ( إنه مات مشركا ) ، ( فقال : اذهب فواره ) ثم لا تحدثن حتى تأتيني ، فذهبت فواريته ، و جئته ( و عليَّ أثرُ الترابِ و الغبارِ ) فأمرني فاغتسلت ، و دعا لي ( بدعوات ما يسرني أن لي بهن ما على الأرض من شيء).</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />“<i><span style="color: #990000;">Sesungguhnya pamanmu, orang tua yang sesat telah mati. Nah, siapakah yang akan menguburkannya? </span></i>” Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, <i>“Pergilah kuburkan bapakmu”.</i> Ali berkata, <i><span style="color: #990000;">“Aku tak mau menguburkannya, karena dia musyrik!!”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,<i><span style="color: #990000;"> “Pergilah kuburkan orang tuamu. Kemudian janganlah engkau melakukan sesuatu sampai engkau mendatangiku”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Aku pun pergi menguburkannya. Lalu aku datang kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, sedang pada diriku masih ada bekas tanah dan debu. Beliau memerintahkan aku mandi, lalu aku pun mandi dan beliau mendoakan kebaikan untukku dengan doa-doa yang tidaklah ada yang membuatku gembira sekiranya aku memiliki sesuatu apapun di atas muka bumi ini sebagai gantinya”.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">[HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (3214), An-Nasa'iy dalamSunan-nya (2006), Ibnu Sa'ad dalam Ath-Thobaqot (1/123), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (11155 & 32089), Abdur Rozzaq dalam Al-Mushonnaf dalam (9936), Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqo (550), Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (120), Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kubro (3/398) dan Ahmad dalam Al-Musnad (1/97 & 131). Hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- dalam Ash-Shohihah (161)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Hadits ini mengandung beberapa faedah yang bisa kita petik sebagaimana yang dipaparkan oleh Ulama Negeri Syam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy dalam sebuah kitabnya yang indah Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah (1/303-304) :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />1. <span style="color: #cc0000;"><b>Disyariatkan bagi seorang muslim untuk mengurusi penguburan kerabatnya yang musyrik.</b> </span>Hal itu tidaklah menyalahi sikap bencinya kepada sang kerabat yang musyrik tersebut. Tidakkah anda melihat bahwa sahabat Ali -radhiyallahu anhu- pada awal kalinya menolak untuk mengurusi jenazah bapaknya dengan alasan bahwa si bapak adalah musyrik, karena menyangka bahwa menguburkan bapaknya dengan kondisi seperti ini (yakni, dalam kondisi musyrik) sungguh akan akan menjerumuskan dirinya kepada sikap loyal (cinta) yang terlarang, seperti yang terdapat dalam firman-Nya -Ta’ala-,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>لاَ تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ </b> [الممتحنة : 13</span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Janganlah kalian jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah”.</span></i> (QS. Al-Mumtanah : 13).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />Tatkala Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- mengulangi perintahnya kepada Ali untuk menguburkan bapaknya, maka ia pun bersegera merealisasikannya dan ia pun meninggalkan sesuatu yang muncul pada dirinya (berupa pendapat dan pikiran) pada awal kalinya. Demikianlah halnya ketaatan (kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-); seorang siap meninggalkan pendapatnya, karena adanya perintah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.<br /><br />Tampak bagiku bahwa penguburan seorang anak terhadap mayat bapaknya yang musyrik atau ibunya merupakan sesuatu yang paling terakhir dilakukan seorang anak berupa pergaulan baik terhadap orang tua musyrik di dunia.<br /><br />Adapun setelah penguburan,<b> maka tidak boleh bagi sang anak untuk mendoakan kebaikan bagi orang tuanya atau memintakan ampunan baginya</b>, karena firman-Nya -Ta’ala-,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى</b> [التوبة : 113</span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i><span style="color: #990000;"><br />“Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya)”</span></i>. (QS. At-Taubah : 113)<br /><br />Jika demikian halnya, maka bagaimanakah kondisinya orang-orang yang mendoakan rahmat dan ampunan bagi sebagian orang-orang kafir melalui lembaran-lembaran koran dan majalah saat mengumumkan kematian demi beberapa keping dirham <a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Mengurusi%20Jenazah%20Orang%20Tua%20Kafir.doc#_ftn1">[1]</a>. Hendaknya bertaqwa orang-orang yang perhatian dengan urusan akhiratnya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /> 2. <b><span style="color: #cc0000;">Tidak disyariatkan bagi sang anak memandikan, mengafani dan melakukan sholat jenazah bagi jenazah orang kafir, walaupun bagi kerabatnya</span></b>. Karena, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tidaklah memerintahkan Ali untuk melakukan hal itu. Andaikan hal itu boleh, niscaya akan dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, karena berdasarkan kaedah yang tetap bahwa “penangguhan penjelasan dari waktunya tidak boleh”. Inilah madzhab orang-orang Hanabilah dan lainnya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />3. <b><span style="color: #cc0000;">Tidak disyariatkan bagi para kerabat musyrik (dari kalangan kaum muslimin) untuk mengantar jenazahnya. </span></b>Karena, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tidaklah melakukan hal itu pada pamannya. Padahal beliau adalah orang yang amat berbakti dan sayang kepadanya sampai beliau berdoa kepada Allah (agar diberi syafaat) sehingga Allah menjadikan siksanya lebih ringan di dalam neraka sebagaimana telah berlalu penjelasannya dalam hadits (no. 53). Di dalam semua perkara ini terdapat pelajaran bagi orang-orang yang tertipu dengan nasab mereka dan tak beramal untuk akhirat mereka di sisi Robb mereka. Alangkah benarnya Allah Yang Maha Agung, saat berfirman,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b>فَلاَ أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَتَسَاءَلُونَ</b> [المؤمنون : 101</span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Apabila sangkakala ditiup Maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya”</span></i>. (QS. Al-Mukminun : 101)”.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">______________</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Mengurusi%20Jenazah%20Orang%20Tua%20Kafir.doc#_ftnref1">[1]</a> Kebiasaan buruk seperti ini amat tersebar di koran-koran lokal. Mereka (yakni, kaum muslimin) mengumumkan kematian orang-orang kafir sambil mendoakan ampunan dan kebaikan bagi orang-orang kafir yang meninggal. Mereka juga mengucapkan belasungkawa untuk mereka dan mengadakan upacara dalam memuliakannya. Di sebagian tempat, para pemimpin muslim datang pada waktu tertentu ke taman makam pahlawan untuk mendoakan kaum kafir yang mereka anggap “pahlawan”. Sungguh semua ini adalah perkara yang amat dimurkai Allah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />http://pesantren-alihsan.org/mengurusi-jenazah-orang-tua-kafir.html</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-17395454403143574312014-04-25T02:44:00.004+03:002014-04-25T02:44:20.604+03:00Hak Orang Tua yang Kafir<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; border: 0px; font-family: Georgia, Cambria, 'Palatino Linotype', serif; line-height: 24.933334350585938px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; font-family: Georgia, Cambria, 'Palatino Linotype', serif; line-height: 24.933334350585938px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<b>Pertanyaan </b>:</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; font-family: Georgia, Cambria, 'Palatino Linotype', serif; line-height: 24.933334350585938px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin Rahimahullaah ditanya : <b><span style="color: #cc0000;">Apa sajakah hak-hak orang tua yang kafir terhadap anak-anak mereka yang muslim</span></b>, juga saudara kandung atau keluarga lain yang kafir dari segi kunjungan, pemberian nafkah atau penjagaan hubungan kekeluargaan?</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; font-family: Georgia, Cambria, 'Palatino Linotype', serif; line-height: 24.933334350585938px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<b>Jawaban </b>:</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; font-family: Georgia, Cambria, 'Palatino Linotype', serif; line-height: 24.933334350585938px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Beliau Rahimahullaah menjawab: <b>Seorang anak yang beragama Islam wajib berbakti kepada kedua orang tua (yang kafir) pada hal-hal yang berkait dengan dunia,</b> berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:<span id="more-88" style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; font-family: Georgia, Cambria, 'Palatino Linotype', serif; line-height: 24.933334350585938px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<em style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="color: #990000;">Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil”</span>. </em>(Q.S. al-Israa’ (17): 23-24)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; font-family: Georgia, Cambria, 'Palatino Linotype', serif; line-height: 24.933334350585938px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<b>Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar kita bergaul dengan baik di dunia dengan orang tua yang kafir</b>. Kita bisa memberikan nafkah, memberikan kebutuhan sandang dan memberikan hadiah, sambil terus mengajaknya agar memeluk Islam. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan Islam ke dalam hati mereka sehingga berkenan memeluk Islam. Begitu juga kaitannya dengan keluarga yang tidak beragama Islam. Mereka ini memiliki ikatan kekeluargaan, maka kita harus jaga dan mendakwahkan agama Islam kepadanya, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenan membuka mata hatinya.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; font-family: Georgia, Cambria, 'Palatino Linotype', serif; line-height: 24.933334350585938px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(<b>Majmu Fatawa wa-Rasail</b>, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. Hal. 480-481).</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; font-family: Georgia, Cambria, 'Palatino Linotype', serif; line-height: 24.933334350585938px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Sumber : Majalah as-Sunnah Rubrik Fatawa. Edisi 11/Th.XII/Shafar 1430 H/Februari 2009 M. Hal. 43.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; margin-bottom: 18px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: Georgia, Cambria, Palatino Linotype, serif;"><span style="line-height: 24.933334350585938px;">http://sabilulilmi.wordpress.com/2010/01/01/hak-orang-tua-yang-kafir/</span></span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-70225253697247157602014-04-21T01:20:00.000+03:002014-04-21T01:20:01.657+03:00Sikap Anak Kepada Orang Tua Yang Masih Kafir<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.</span><br />
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Bagaimana seorang anak harus bersikap terhadap orang tuanya yang masih kafir ? </span></b>Kisah Sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu 'anhu dan ibunya dapat dijadikan sebagai pelajaran.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam hadits yang diriwayatkan<b> Imam Muslim</b> (Juz. IV hal. 1877 no. 1748 (43)), Diceritakan bahwa <b>Ummu Sa'ad</b> (ibunya Sa'ad) bersumpah tidak akan berbicara kepada anaknya dan tidak mau makan dan minum karena menginginkan Sa'ad murtad dari ajaran Islam.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ummu Sa'ad mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya berkata, <i><span style="color: #990000;">"Aku tahu Allah menyuruhmu berbuat baik kepada ibumu dan aku menyuruhmu untuk keluar dari ajaran Islam ini". </span></i>Kemudian selama tiga hari Ummu Sa'ad tidak makan dan minum. Bahkan memerintahkan Sa'ad untuk kufur.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebagai seorang anak Sa'ad tidak tega dan merasa iba kepada ibunya. berkaitan dengan kisah Sa'ad ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan wahyu seperti yang terdapat pada surat Al-Ankabut ayat 8 .</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-weight: bold;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b></b></span><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ.</span></b></b></div>
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">
</span></b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">"Dan Kami berwasiat kepada manusia agar berbakti kepada orang tuanya dengan baik, dan apabila keduanya memaksa untuk menyekutukan Aku yang kamu tidak ada ilmu, maka janganlah taat kepada keduanya". </span></i>Sedangkan wahyu yang kedua dalam surat Luqman ayat 15.</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-weight: bold;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b></b></span><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ</span></b></b></div>
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">
</span></b><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">"Dan apabila keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan apa-apa yang tidak ada ilmu padanya, jangan taati keduanya dan bergaul lah dalam kehidupan dunia dengan perbuatan yang ma'ruf (baik) dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa-apa yang telah kamu kerjakan". </span></i>Turunnya ayat ini membuat Sa'ad semakin bertambah mantap keyakinannya dan akhirnya Sa'ad membuka mulut ibunya dan memaksa ibunya untuk makan. Dengan demikian Sa'ad tidak berbuat kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan juga bisa berbuat baik kepada ibunya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Para Ulama mengambil dalil dari ayat ini tentang wajibnya berbakti dan bersilaturahmi kepada kedua orang tua meskipun keduanya masih kafir.</span> Kafir yang dimaksud pada permasalahan ini bukan kafir harbi (kafir yang menentang dan memerangi Islam).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Jika orang tuanya tidak kafir harbi, tidak menyerang kaum muslimin, maka hendaklah bergaul dengan mereka dengan baik dan bersilaturahmi kepada keduanya</span>. Hal tersebut didasarkan kepada surat Luqman ayat 15.</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-weight: bold;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b></b></span><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.</span></b></b></div>
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">
</span></b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">"Dan bergaul-lah kepada keduanya dalam kehidupan dunia dengan cara yang ma'ruf".</span></i></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak menyerang kita.</span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-weight: bold;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b></b></span><br />
<div style="text-align: right;">
<b><b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.</span></b></b></div>
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">
</span></b><br />
<div style="text-align: right;">
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama. Dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil</span></i>"[Al-Mumtahanah : 8].</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kisah ini terjadi pada <b>Asma binti Abu Bakar Ash-Shidiq</b>. Ketika ibunya yang masih dalam keadaan musyrik akan datang untuk berkunjung kepadanya, Asma meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, <i><span style="color: #990000;">"Hendaklah kamu menyambung silaturahmi kepada ibumu" </span></i>[Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim].</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Secara fitrah,<span style="color: purple;"> seorang anak akan mencintai orang tuanya karena merekalah yang melahirkan serta mengurusnya, tapi jika mencintainya karena iman maka tidak dibenarkan</span>. Dengan dasar surat Al-Mujadalah ayat 22.</span><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridla terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung".</span></i><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Jika keduanya kafir harbi</b>, <span style="color: purple;">maka tidak boleh berbakti dan bersilaturahmi kepada keduanya dengan dasar surat Al-Mumtahanah ayat 9.</span></span><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">"Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama. Dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka adalah orang-orang yang zhalim".</span></i><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Dengan demikian kita tidak boleh berbuat baik kepada orang-orang kafir harbi atas dasar ayat tersebut. </span>Bahkan seandainya bertemu di medan perang, diperbolehkan untuk dibunuh. Hal ini sudah pernah terjadi terhadap Abu Ubaidah Ibnul Jarrah dengan bapaknya pada waktu perang Badar. Bapaknya ikut di medan pertempuran dan berada di pihak kaum musyrikin kemudian Abu Ubaidah membunuhnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Timbul pertanyaan, "<b><span style="color: #cc0000;">Bolehkah mendo'akan orang tua yang masih kafir?</span></b>" Jawabnya adalah, <span style="color: purple;">baik kafir harbi atau bukan kafir harbi tidak diperbolehkan mendoakannya untuk memintakan ampun dan kasih sayang kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ketika keduanya masih hidup maupun sudah meninggal.</span> Dasarnya adalah surat At-Taubah ayat 113, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.</span><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">" Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahannam".</span></i><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya mengampuni dosa ibunya</span>, Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mengabulkannya karena ibunya mati dalam keadaan kafir <span style="color: blue;">[1] </span>Kedua orang tua Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir <span style="color: blue;">[2] </span>Kalau ada yang bertanya, "Bukankah pada saat itu belum diutus Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?" Saat itu sudah ada millah Ibrahim. Sedangkan kedua orang tua Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak masuk dalam millah Ibrahim sehingga keduanya masih dalam keadaan kafir <span style="color: blue;">[3].</span></span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Nabi Ibrahim juga pernah memintakan ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk kedua orang tuanya yang masih kafir</span>, karena pada waktu itu Ibrahim belum tahu dan belum turun wahyu tentang adanya larangan tersebut. Setelah turun wahyu, Ibrahim kemudian menahan diri. Kisah ini bisa dilihat dalam surat At-Taubah ayat 114.</span><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">"Dan permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah maka Ibrahim berlepas diri daripadanya, sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya dan lagi menyantun".</span></i><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Jika orang tua masih kafir tetapi bukan kafir harbi</b>, <span style="color: purple;">maka diperbolehkan mendo'akan agar mereka diberikan hidayah. </span>Dikatakan oleh Imam Al-Qurtubi, ayat yang ke-8 tadi merupakan dalil tentang tetapnya menyambung tali silaturrahmi kepada orang tua yang masih kafir serta mendo'akan keduanya agar mendapatkan hidayah dan kembali ke jalan yang haq.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Walaupun tidak boleh memintakan ampunan dan rahmat kepada orang tua yang masih kafir tetapi masih diperbolehkan memintakan hidayah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendakwahkannya jika bukan kafir harbi. Jadi dakwah kepada orang tua yang masih kafir harus tetap dilakukan dan dengan cara yang baik. Dapat kita lihat bagaimana dakwahnya Ibarahim 'Alaihi Shalatu wa sallam kepada orang tuanya. Beliau mendakwahkan dengan kata-kata yang lemah lembut. Dakwah kepada orang tua yang masih kafir saja harus dilakukan dengan kata-kata yang lemah lembut, terlebih lagi jika orang tuanya tidak kafir tetapi masih suka melakukan bid'ah, harus didakwahkan dengan kata-kata lebih lemah lembut lagi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sikap Nabi Ibrahim terhadap bapaknya yang kafir dapat dilihat dalam surat Maryam ayat 41-48.</span><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ ۚ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">"Ceritakanlah wahai Muhammad kisah Ibrahim di dalam kitab Al-Qur'an, sesungguhnya dia seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi"</span></i><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, "Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolongmu sedikitpun juga"</span></i><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">"Wahai bapakku sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku niscaya aku akan menunjukkan kamu ke jalan yang lurus"</span></i><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ عَصِيًّا</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">"Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaithan sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Allah Yang Maha Pemurah".</span></i><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">"Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa adzab dari Allah Yang Maha Pemurah maka kamu menjadi kawan bagi syaitan".</span></i><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ ۖ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ ۖ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا </span></i></b></div>
<div style="text-align: right;">
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku hai Ibrahim jika kamu tidak berhenti niscaya akan aku rajam dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama".</span></i><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ ۖ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي ۖ إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">Ibrahim berkata, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu aku akan meminta ampun bagimu kepada Allah sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku".</span></i><br />
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَىٰ أَلَّا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;">"Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau seru selain Allah dan aku akan berdo'a kepada Rabb-ku mudah-mudahan aku tidak kecewa dengan berdo'a kepada Rabb-ku".</span></i><br />
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">[Disalin dari <b>Kitab Birrul Walidain</b>, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Darul Qolam. Komplek Depkes Jl. Raya Rawa Bambu Blok A2, Pasar Minggu - Jakarta. Cetakan I Th 1422H /2002M].</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">________</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Footnote</b>.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">[1]. Hadits Riwayat Muslim Kitabul Jazaaiz 2 hal.671 no. 976-977, Abu Dawud 3234, Nasa'i 4 hal. 90 dll</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">[2]. Dalilnya, ada seorang bertanya, "Ya Rasulullah ! Dimana Ayahku" Jawab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ayahmu di Neraka". Ketika orang itu akan pergi, dipanggil lagi, beliau bersabda, "Ayahku dan ayahmu di neraka" [Hadits Shahih Riwayat Muslim Kitabul Iman I/191 no. 203, Abu Dawud no. 4718 Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra 7/190] Pada riwayat yang lain, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada kedua anak Mulaikah, "Ibu kamu di Neraka", keduanya belum bisa menerima, lalu Nabi panggil dan beliau bersabda, "Sesungguhnya ibuku bersama ibumu di Neraka" [Thabrani dalam Mu'jam Kabir (10/98-99 no. 10017)], Hakim 4/364.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">[3]. Lihat, Adillah Mu'taqad Abi Hanifah fil A'zham fii Abawayir Rasul Alaihis Shalatu wa Salam ta'lif Al-'Alamah Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qary (wafat 1014).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">http://almanhaj.or.id/content/1327/slash/0/sikap-anak-kepada-orang-tua-yang-masih-kafir/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-9874217804934714882014-04-19T08:28:00.001+03:002014-04-19T08:28:28.365+03:00Ahlul Fatrah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Ahlul-Fatrah</span></b> adalah i<b>stilah yang dipergunakan untuk orang-orang yang meninggal sebelum datang kepada mereka Rasul yang memberi kabar gembira dan peringatan.</b></span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Era ahlul-fatrah ini telah habis setelah diutusnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Asy-<b>Syaikh Asy-Syinqithiy</b> rahimahullah berkata tentang tafsir ayat,</span><div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا</b></div>
</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya”</span></i> (QS. Aali ‘Imraan : 103),</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">برسالة محمد صلى الله عليه وسلم لم يبق عذر لأحد، فكلّ من لم يؤمن به فليس بينه وبين النار إلّا أن يموت، كما بيّنه تعالى بقوله : (وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ) [هود : ١٧].</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Dengan risalah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidaklah tersisa udzur bagi seorang pun. Setiap orang yang tidak beriman dengannya, maka antara dia dan neraka adalah kematian</span></i> <a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn1">[1]</a>, <i><span style="color: #990000;">sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dengan firman-Nya : ‘Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya’</span></i> (QS. Huud : 17)”.<a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn2">[2]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“<i><span style="color: #990000;">Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya. Tidaklah ada seorang pun dari umat ini yang mendengar tentangku, baik Yahudi maupun Nashrani, kemudian ia meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya, kecuali ia termasuk penduduk neraka”</span></i>.<a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn3">[3]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Akan tetapi di sini akan dijelaskan beberapa hal yang berkenaan dengan hukum ahlul-fatrah sebagai berikut</b> :</span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Hukum ahlul-fatrah di dunia adalah kafir karena mereka tidak beragama dengan agama yang benar.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Setiap orang yang masuk neraka dari kalangan mereka (ahlul-fatrah) dan dari kalangan selain mereka, pasti didasarkan oleh hujjah Allah ta’ala yang telah tegak kepada mereka.</span> Hal itu sesuai dengan firman-Nya ta’ala :</span></li>
</ul>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا</span></b></div>
</b><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul”</span></i> [QS. Al-Israa’ : 15].</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Kita tidak memutuskan/memastikan mereka masuk neraka, akan tetapi mereka akan diuji di hari kiamat di ‘halaman’ (antara surga dan neraka). Barangsiapa yang taat akan masuk surga, dan di sana lah ilmu Allah akan tersingkap melalui orang yang telah mendapatkan kebahagiaan. Barangsiapa yang durhaka, akan masuk neraka dalam keadaan hina, dan akan tersingkap ilmu Allah melalui orang yang telah mendapatkan kesengsaraan/kecelakaan.</span></li>
</ul>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Ini adalah hukum ahlul-fatrah menurut Ahlus-Sunnah</b>.<a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn4">[4]</a> Dan asas dalam permasalahan ini adalah penjamakan nash-nash yang berbicara tentang mereka. Adapun orang yang hanya berpegang hanya pada satu nash saja, maka hasil penghukumannya jauh dari kebenaran.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />An-<b>Nawawiy</b> rahimahullah berpendapat bahwa orang kafir masuk neraka meskipun ia mati pada jaman fatrah. Pendapat tersebut dibangun berdasarkan penunjukkan sebagian hadits tentang disiksanya sebagian ahlul-fatrah.<a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn5">[5]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Sekelompok ulama berpendapat bahwa letak diberikannya ‘udzur akan masa fatrah yang dinashkan dalam firman Allah ta’ala :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul”</span></i> [QS. Al-Israa’ : 15]. Dan ayat semisalnya adalah tidak jelas, yang tidak diterima oleh orang berakal. Adapun pernyataan yang jelas yang tidak menimbulkan keraguan bagi orang yang berakal seperti menyembah berhala-berhala. Maka yang seperti ini tidak diberikan udzur.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Sebagian yang lain berpendapat bahwasannya ahlul-fatrah diadzab di akhirat, karena mereka masih memiliki sisa-sisa peringatan (syari’at) yang dibawa para Rasul yang datang sebelum Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga menjadi hujjah bagi mereka.<a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn6">[6]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Dan ini adalah pendapat terakhir yang berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, yang didasari banyak dalil, di antaranya firman Allah ta’ala :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أُنْذِرَ آبَاؤُهُمْ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan”</span></i> [QS. Yaasiin : 6].</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: "Dia Muhammad mengada-adakannya". Sebenarnya Al Qur'an itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu” </span></i>[QS. As-Sajdah : 3].</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الطُّورِ إِذْ نَادَيْنَا وَلَكِنْ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Dan tiadalah kamu berada di dekat gunung Thur ketika Kami menyeru (Musa), tetapi (Kami beritahukan itu kepadamu) sebagai rahmat dari Tuhanmu, supaya kamu memberi peringatan kepada kaum (Quraisy) yang sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu”</span></i> [QS. Al-Qashshash : 46].</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَمَا آتَيْنَاهُمْ مِنْ كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“<i><span style="color: #990000;">Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun”</span></i> [QS. Saba’ : 44].<br />dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan tidak adanya orang yang memberikan peringatan pada mereka.<a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn7">[7]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Sisi penjamakan di antara dalil-dalil sebagaimana disebutkan oleh Asy-Syinqithiy<a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn8">[8]</a>rahimahullah bahwasannya pemberian udzur kepada mereka karena masa fatrah dan diujinya mereka di hari kiamat adalah dengan melewati api/neraka, sebagaimana terdapat dalam hadits dari Al-<b>Aswad bin Sarii’</b>, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">أَرْبَعَةٌ يَحْتَجُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَصَمُّ، وَرَجُلٌ أَحْمَقُ، وَرَجُلٌ هَرِمٌ، وَرَجُلٌ مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ، فَأَمَّا الأَصَمُّ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الإِسْلامُ، وَمَا أَسْمَعُ شَيْئًا، وَأَمَّا الأَحْمَقُ، فَيَقُولُ: رَبِّ، قَدْ جَاءَ الإِسْلامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونَنِي بِالْبَعَرِ، وَأَمَّا الْهَرِمُ، فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الإِسْلامُ وَمَا أَعْقِلُ، وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ، فَيَقُولُ: رَبِّ، مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ، فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعُنَّهُ، فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ رَسُولا أَنِ ادْخُلُوا النَّارَ، قَالَ: فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا كَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلامًا.</span></b></div>
</b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“<i><span style="color: #990000;">Ada empat orang yang akan berhujjah (beralasan) kelak di hari kiamat </span></i>:<i><span style="color: #990000;"> (1) orang tuli, (2) orang idiot, (3) orang pikun, dan (4) orang yang mati dalam masa fatrah.</span></i><span style="color: #990000;"><i> Orang yang tuli akan berkata : ‘Wahai Rabb, sungguh Islam telah datang, namun aku tidak mendengarnya sama sekali'. Orang yang idiot akan berkata : ‘Wahai Rabb, sungguh Islam telah datang, namun anak-anak melempariku dengan kotoran hewan'. Orang yang pikun akan berkata : ‘Wahai Rabb, sungguh Islam telah datang, namun aku tidak dapat memahaminya'. Adapun orang yang mati dalam masa fatrah akan berkata : ‘Wahai Rabb, tidak ada satu pun utusan-Mu yang datang kepadaku’. Maka diambillah perjanjian mereka untuk mentaati-Nya. Diutuslah kepada mereka seorang Rasul yang memerintahkan mereka agar masuk ke dalam api/neraka”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam kembali bersabda : </i></span><i><span style="color: #990000;">“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Seandainya mereka masuk ke dalamnya, niscaya mereka akan merasakan dingin dan selamat</span></i>”.<a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn9">[9]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Hadits ini shahih dan merupakan nash dalam permasalahan ini. Barangsiapa yang melewati neraka, akan masuk surga. Ia termasuk orang yang membenarkan Rasul seandainya datang kepadanya di dunia. Dan barangsiapa yang enggan, ia akan diadzab di neraka. Ia termasuk orang yang mendustakan Rasul seandainya datang kepadanya di dunia; karena Allah Maha Mengetahui apa yang akan mereka lakukan seandainya datang kepada mereka seorang Rasul.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Al-Imaam <b>Asy-Syinqithiy</b> rahimahullah berkata :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وبهذا الجمع تتّفق الأدلّة فيكون أهل الفترة معذورين، وقوم منهم من أهل النار بعد الامتحان، وقوم منهم من أهل الجنة بعده أيضا، ويحمل كل واحد من القولين على بعض منهم علم الله مصترهم، وأعلم به نبيه صلى الله عليه وسلم فيزول التعارض.</span></b></div>
</b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“<i><span style="color: #990000;">Dengan cara penjamakan ini, dalil-dalil menjadi berkesesuaian sehingga ahlul-fatrahtermasuk orang-orang yang diberikan ‘udzur. Sebagian dari mereka termasuk ahli neraka setelah diuji, dan sebagian dari mereka termasuk ahli surga setelah diuji pula. Dan masing-masing dari dua pendapat tersebut dipahami bahwa sebagian di antara mereka mengetahui bahwa Allah tempat kembali mereka, dan mengetahui dengannya bahwa Nabinya adalah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam</span></i>.<a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn10">[10]</a> <span style="color: #990000;"><i>Dengan demikian, hilanglah pertentangan/kontradiktif yang ada</i>”.</span><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftn11">[11]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kaedah pemberian ‘udzur serta tidak adanya balasan siksa hingga tegak padanya hujjah sebagaimana berkaitan dengan pokok agama, yaitu meninggalkan keimanan tidak akan dihukum kecuali setelah sampainya seruan syari’at. Seandainya hal itu terjadi dalam perkara selain pokok agama,tentu lebih pantas untuk diberikan údzur.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penegakan hujjah terhadap orang yang melakukan penyimpangan pada sebagian perkara agama adalah penting.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Wallaahu a’lam bish-shawwaab.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />[abul-jauzaa’ – diambil dari <b><span style="color: #cc0000;">Al-Jahl bi-Masaailil-I’tiqaad</span></b> oleh <b>‘Abdurrazzaaq bin Thaahir bin Ma’aasy</b>, hal. 209-215; Daarul-Wathan, Cet. 1/1417 H] - ada baiknya jika Anda juga membaca : <a href="http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/06/kafirkah-kedua-orang-tua-nabi-sebuah.html">http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/06/kafirkah-kedua-orang-tua-nabi-sebuah.html</a> .</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />______________<br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref1">[1]</a> Maksudnya, jika ia meninggal, maka masuk neraka.- Abul-Jauzaa’<br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref2">[2]</a> Adlwaaul-Bayaan (Daf’ul-Iihaam Al-Idlthiraab ‘an Aayaatil-Kitaab), 10/66-67. Akan tetapi ini tidaklah menafikkan keberadaan orang-orang yang dihukumi sebagai ahlul-fatrah di jaman ini, sebagaimana mereka yang hidup di tengah hutan atau di tempat-tempat terpencil. Akan tetapi hukum umum tetap dinyatakan tidak ada fatrah setelah pengutusan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau diutus untuk seluruh manusia.Wallaahu a’lam.<br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref3">[3]</a> Diriwayatkan oleh Muslim no. 153.<br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref4">[4]</a> Al-Haafidh Abu ‘Umar bin ‘Abdil-Barr rahimahullah menyelisihi dalam permasalahan ini, karena ia melihat hadits-hadits dalam hal ini tidak kuat sehingga tidak layak dipergunakan sebagai hujjah; sebagaimana bahwa akhirat itu tempat pembalasan, bukan tempat cobaan dan ujian. Beliau rahimahullah berkata :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وجملة القول في أحاديث هذا الباب كلها ما ذكرت منها وما لم أذكر أنها من أحاديث الشيوخ، وفيها علل، وليست من أحاديث الأئمة الفقهاء، وهو أصل العظيم، والقطع فيه بمثل هذه الأحاديث ضعف في العلم والنظر...</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Dan beberapa perkataan tentang semua hadits pada bab ini baik yang telah aku sebutkan maupun yang tidak aku sebutkan, merupakan hadits-hadits para syaikh. Padanya terdapat cacat (‘ilal). Hadits-hadits itu bukan termasuk hadits-hadits para imam dan fuqahaa’, padahal ia termasuk pokok agama yang sangat besar. Dan keputusan hukum yang didasarkan terhadap hadits-hadits semisal itu adalah kelemahan dalam ilmu dan akal…” [At-Tamhiid, 18/130].<br />Al-Imaam Ibnu Katsiir rahimahullah membantah pendapat ini dalam Tafsir-nya (5/55) dengan dua perkara :<br />a. Hadits-hadits dalam bab ini ada yang shahih, hasan, ataupun dla’iif yang dikuatkan dengan hadits shahih dan hasan. Seandainya hadits-hadits dalam satu bab bertingkat-tingkat seperti ini, dapat dijadikan hujjah menurut para ulama.<br />b. Bahwasannya perintah yang tertulis adalah di masa-masa permulaan hari kiamat, ini tidak ada halangannya; berdasarkan firman Allah ta’ala :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلا يَسْتَطِيعُونَ</b></div>
</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa”</span></i> [QS. Al-Qalam : 42].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref5">[5]</a> Syarh Muslim lin-Nawawiy, 3/97.<br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref6">[6]</a> Idem.<br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref7">[7]</a> Lihat pendapat-pendapat tentang ahlul-fatrah : At-Tamhiid oleh Ibnu ‘Abdil-Barr (18/127-130), tafsir Ibni Katsiir (5/50-56), dan Adlwaaul-Bayaan oleh Asy-Syinqithiy (10/178-186).<br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref8">[8]</a> Lihat : Adlwaaul-Bayaan (Daf’u Iihaam Al-Idlthiraab ‘an aayaatil-Kitaab), 10/185-186.<br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref9">[9]</a> Diriwayatkan Ahmad dalam Musnad-nya (4/24), Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya (16/356 no. 7357), Al-Bazzaar sebagaimana dalam Kasyful-Astaar (3/33 no. 2174), Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir (1/287 no. 841), Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah (2/281 no. 900) dari jalan Al-Hasan dan Al-Ahnaf bin Qais, keduanya dari Al-Aswad bin Sarii’. Al-Haitsamiy dalam Al-Majma’ berkata : “Rijaal Ahmad dalam jalan Al-Aswad bin Surai’ dan Abu Hurairah termasuk rijaal Ash-Shahiih. Begitu juga rijaal Al-Bazzaar”. Dan matannya mempunyaisyaahid dari hadits Abu Sa’iid Al-Khudriy dan Anas sebagaimana terdapat dalam Al-Majma’(7/218) dengan sanad-sanad dla’iif namun menguatkan satu dengan yang lainnya.<br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref10">[10]</a> Sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim (1/191 no. 347) :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">عن أنس أنّ رجلا قال : يا رسول الله، أين أبي ؟، قال : في النار، فلما قفّى دعاه فقال : إن أبي وأباك في النار</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">Dari Anas : Bahwasnanya ada seorang laki-laki bertanya : “Wahai Rasulullah, dimanakah ayahku (sekarang yang telah meninggal) ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang itu menyingkir, maka beliau memanggilnya dan bersabda : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”.</span></i><br /><a href="file:///D:/Islam/Coret.docx#_ftnref11">[11]</a> Adlwaaul-Bayaan (Daf’u Iihaam Al-Idlthiraab ‘an Aayaatil-Qur’aan) 10/185.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/05/ahlul-fatrah.html</span></div>
</div>
</div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-22779977365063195302014-04-19T07:51:00.000+03:002014-04-19T07:51:25.347+03:00Kedua Orang Tua Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di Neraka ?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah -hafizhahullah- (Pengasuh Ponpes Al-Ihsan Gowa, Sulsel).</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Sebuah kenyataan yang sering luput dari wawasan kita bahwa kedua orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- ternyata meninggal dalam keadaan kafir dan kelak akan kekal di dalam neraka!! <b>Sebuah realita yang mungkin terasa pahit dan sulit diterima oleh sebagian orang jahiltentang sunnah dan berita dari Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.</b> Adapun orang yang beriman kepada beliau, maka mereka membenarkan berita yang beliau sampaikan bahwa kedua orang tua beliau di neraka.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Tulisan ini kami angkat, karena pernah lewat di telinga kami bahwa sebagian orang tidak percaya jika kedua orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- akan dimasukkan ke dalam neraka. Pengingkaran mereka ini didasari oleh perasaan dan taklid buta.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Diantara mereka yang mengingkari keberadaan orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- di neraka, seorang Penulis dan Wartawan Republika, <b><span style="color: #cc0000;">Nashih Nashrullah </span></b><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn1">[1]</a> saat ia menulis sebuah tulisan aneh dengan judul“<b><span style="color: #cc0000;">Apakah Kedua Orang Tua Rasulullah SAW akan Masuk Surga?</span></b>”<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn2">[2]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Si Wartawan ini membawakan khilaf dalam perkara ini, lalu menguatkan salah satu dari keduanya bahwa kedua orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- akan masuk surga. Semuanya tanpa hujjah yang dapat dipertanggungjawabkan. Tak satu dalil pun yang ia bawakan dapat menyokong dirinya. Ia hanya menukil beberapa nama dan ucapan ulama yang masih mungkin untuk diperdebatkan oleh setiap orang yang menanggapinya.<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn3">[3]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Nashih Nashrullah berusaha menguatkan pendapat itu dengan berbagai syubhat yang akan kami sanggah -insya Allah- di akhir tulisan ini, sehingga anda mengetahui kelemahan hujjahnya!! Dalam tulisannya, ia hanya berpegang dengan ucapan sebagian ulama, tanpa berpegang dengan hujjah yang kuat dan gamblang!!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ulama dalam berijtihad, mungkin salah dan benar. Jika ia salah karena menyelisihi dalil, maka kita tinggalkan ucapannya <a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn4">[4]</a>. Jika ia benar karena mencocoki kebenaran, maka kita terima karena dalil kebenaran yang ia pegangi, bukan karena ia seorang ulama.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Inilah yang pernah dikatakan oleh Al-Imam<b> Malik bin Anas</b>, Imam Darul Hijrah dalam sebuah ucapannya yang patut diabadikan dengan tinta emas,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">كُلُّ أَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُتْرَكُ إِلاَّ صَاحِبَ هَذَا الْقَبْرِ.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Setiap orang boleh diambil ucapan dan pendapatnya, dan juga boleh ditinggalkan, kecuali penghuni kubur ini”</span></i>.<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn5">[5]</a> Maksud beliau adalah Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Para pembaca yang budiman</b>,<span style="color: purple;"> jika kita meneliti kitab-kitab hadits dan aqidah, maka pendapat yang benar dan dikuatkan oleh dalil adalah pendapat yang menyatakan bahwa kedua orang Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- adalah kafir dan akan masuk neraka.</span><br /><br />Sebagai beban ilmiah di pundak kami, kini kami akan turunkan sejumlah dalil yang mendasari pendapat yang kuat ini agar para pembaca tak lagi ragu tentang kebenarannya setelah datangnya dalil dan hujjah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Dalil Pertama</span></b><br />Dari Sahabat<b> Anas </b>-radhiyallahu anhu- berkata,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِى؟ قَالَ: « فِى النَّارِ ». فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ</b>: «<b> إِنَّ أَبِى وَأَبَاكَ فِى النَّارِ</b> ».</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Seorang lelaki pernah berkata, “Wahai Rasulullah, dimanakah bapakku?” Beliau menjawab, “Di neraka”. Tatkala orang itu berbalik pergi, maka beliau memanggilnya seraya bersabda, “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka”</span></i>. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 203)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Ini merupakan dalil shohih yang amat gamblang dalam menetapkan eksistensi (keberadaan) orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- ketika di akhirat nanti. Tentunya beliau menyatakan demikian, karena beliau mendapatkan wahyu dari Allah -Ta’ala-.<br /><br />Seorang ulama Syafi’iyyah, Al-<b>Imam An-Nawawiy</b> -rahimahullah- berkata,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>فيه أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تنفعه قرابة المقربين وفيه أن من مات في الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار وليس هذا مؤاخذة قبل بلوغ الدعوة فان هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة ابراهيم وغيره من الأنبياء صلوات الله تعالى وسلامه عليهم وقوله صلى الله عليه و سلم أن أبي وأباك في النار هو من حسن العشرة للتسلية بالاشتراك في المصيبة</b></div>
</b><br />“Di dalam hadits ini (terdapat keterangan) bahwa barangsiapa yang mati di atas kekafiran, maka ia di neraka dan kekerabatan orang-orang dekat tak akan memberikannya manfaat. Di dalam hadits ini (terdapat keterangan) bahwa yang mati di masa “fatroh” (vakum) di atas sesuatu yang dipijaki oleh bangsa Arab berupa penyembahan berhala, maka ia termasuk penduduk neraka. Ini bukanlah hukuman sebelum sampainya dakwah. Karena, mereka itu sungguh telah dicapai dakwahnya Ibrahim dan selainnya dari kalangan para nabi –sholawatullahi ta’ala wa salamuhu alaihim-. Sabda beliau -Shallallahu alaihi wa sallam-, “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu dalam neraka”, termasuk bentuk pergaulan yang baik demi menghibur karena adanya kesamaan (antara bapak beliau dan bapak orang itu) dalam sebuah musibah”. [Lihat Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim Ibnil Hajjaj (3/79)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Disini kita mendapatkan sebuah faedah bahwa tidak semua ahlul fatroh (orang yang berada di masa vakum), mendapatkan udzur di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Jika suatu kaum vakum dari seorang rasul, dalam artian bahwa tak ada diantara mereka seorang rasul hidup bersama dengan mereka, namun mereka masih mendapatkan syariat dan risalah mereka dari para pengikut mereka, maka dalam kondisi seperti ini ahlul fatroh tak memiliki udzur di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Inilah kondisi kedua orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Betul di zaman orang tua beliau tak ada lagi rasul, tapi risalah dan syariat Ibrahim masih terwarisi dan dipertahankan oleh kaum hunafa’. Dengan ini, hujjah telah sampai kepada mereka.<br /><br />Ahlul fatroh yang kedua, mereka yang betul-betul kosong dari rasul dan risalah mereka. Jadi, mereka tak pernah mendengar, melihat, dan hidup bersama dengan seorang sebagaimana halnya risalah dan syariat seorang rasul tak pernah sampai kepada mereka. Mereka ini –menurut pendapat yang kuat- urusannya akan dikembalikan kepada Allah dan di akhirat kelak mereka diuji dengan api. Jika mereka memasuki api yang Allah siapkan sebagai ujian bagi mereka, maka mereka akan masuk surga. Sebab itu adalah tanda bahwa andaikan sampai kepada mereka suatu agama, syariat dan kerasulan, maka pasti mereka akan menaati dan mengikutinya</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Sebaliknya jika mereka diperintahkan masuk ke dalam api tersebut, namun mereka enggan masuk, maka kelak mereka akan masuk neraka. Karena dengan ujian itu, tampaklah bahwa andai ada agama atau rasul yang datang kepada mereka, maka pasti mereka akan menolaknya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bukanlah ahlul fatroh jenis kedua ini, bahkan ia tergolong dalam jenis pertama di atas!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Jenis kedua inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah -Ta’ala-,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً </b> [الإسراء/15]</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;"><br />“Dan Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul”</span></i>. (QS. Al-Israa’ : 15).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Para pembaca yang budiman</b>, <span style="color: purple;">jawaban Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- kepada orang itu bahwa bapak beliau dan bapak orang itu sama-sama dalam neraka, juga telah diisyaratkan dalam hadits yang lain !.</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Dalil Kedua </span></b>:<br />Kini tiba saatnya kami bawakan hadits dan dalil kedua yang semakna dengan hadits di atas, walaupun sebagian orang menyangkanya bertentangan. Andaikan demikian, maka kita dahulukan hadits pertama berdasarkan penjelasan dalam bantahan kami kepada Ust. Nashih di akhir tulisan ini, insya Allah.<br /><br />Dari<b> Ibnu Umar</b> -radhiyallahu anhuma-, ia berkata,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>جاء أعرابي إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله إن أبي كان يصل الرحم وكان وكان . فأين هو ؟ قال ( في النار ) قال فكأنه وجد من ذلك . فقال يا رسول الله فأين أبوك ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( حيثما مررت بقبر مشرك فبشره بالنار ) قال فأسلم الأعرابي بعد . وقال لقد كلفني رسول الله صلى الله عليه و سلم تعبا . ما مررت بقبر كافر إلا بشرته بالنار</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Seorang badui pernah datang kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- seraya berkata, “Sesungguhnya bapakku dahulu menyambung kekerabatan, begini dan begini. Nah, dimanakah ia? Beliau bersabda, “Di neraka”. Ia (Ibnu Umar) berkata, “Seakan-akan orang badui itu bersedih karena hal itu. Kemudian orang itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, dimanakah bapakmu?” Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Dimana pun engkau melewati kubur seorang musyrik, maka kabarilah ia dengan neraka”. Ia (Ibnu Umar berkata, “Lalu orang badui itu masuk Islam setelah itu seraya berkata, “Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- sungguh telah membebaniku dengan kepayahan; tidaklah aku melewati sebuah kubur orang kafir, kecuali aku kabari dengan neraka”</span></i>. [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (no. 1573). Hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 18)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><span style="color: purple;">Ini merupakan dalil yang amat gamblang menerangkan bahwa kaum kafir yang meninggal di atas kekafiran dan kesyirikannya, maka ia akan disiksa dalam neraka, walaupun ia tergolong kaum yang vakum dari kenabian, sepanjang hujjah telah tegak diantara mereka!!.</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Al-Hafizh<b> Ibnu Qoyyim </b>Al-Jawziyyah -rahimahullah- berkata,<br /><br />“Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa barangsiapa yang mati musyrik, maka ia di neraka, walaupun ia mati sebelum diutusnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Karena, kaum musyrikin sungguh telah mengubah Al-Hanifiyyah (Islam), agama Ibrahim, mereka menggantinya dengan kesyirikan dan melakukannya, sedang mereka tak ada hujjah yang mengiringinya dari Allah tentang hal itu.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Keburukan syirik dan ancaman atasnya dengan neraka, senantiasa diketahui dari agama para rasul seluruhnya dari orang yang paling diantara mereka sampai yang terakhir. Berita-berita hukuman Allah bagi pelakunya telah tersebar di antara umat-umat dari suatu generasi ke generasi lain. Allah memiliki hujjah yang dalam atas kaum musyrikin dalam setiap waktu”. [Lihat Zaadul Ma'ad (3/599)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><span style="color: purple;">Dari penjelasan Ibnul Qoyyim, nyatalah bagi anda kebatilan sebagian orang yang menyangka bahwa ahlul fatroh yang vakum dari kenabian adalah kaum yang tak akan disiksa, walaupun masih ada ajaran para nabi!!.</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kondisi Quraisy bukanlah seperti yang digambarkan oleh sebagian orang bahwa mereka betul-betul kosong dari hujjah dan risalah Islam yang pernah diajarkan oleh nabi sebelumnya. Andaikan tak ada hujjah yang tersisa, maka manusia tak akan mengenal “Kaum Hanifiyyah” atau “Hunafa’” yang masih mempertahankan ajaran Islam dari nabi mereka!!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata, <i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya orang-orang jahiliah yang mati sebelum diutusnya beliau –alaihish sholatu was salam- akan disiksa dengan sebab kesyirikan dan kekafiran mereka. Hal itu menunjukkan bahwa mereka bukanlah termasuk ahlul fatroh yang belum pernah dicapai oleh dakwah seorang nabi, berbeda dengan sesuatu yang disangka oleh sebagian orang belakangan”</span></i>. [Lihat As-Silsilah Ash-Shohihah (1/297)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Dalil Ketiga</span></b> :<br />Para pembaca yang budiman, dalil yang menunjukkan bahwa kedua orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- akan masuk neraka, sebuah hadits dari <b>Abu Hurairah</b> -radhiyallahu anhu-, ia berkata,<b><br /><br /><div style="text-align: right;">
<b>أَتَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى تَعَالَى عَلَى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِى فَاسْتَأْذَنْتُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِى فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ بِالْمَوْتِ </b>».</div>
</b><br />“<i><span style="color: #990000;">Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah mendatangi kubur ibunya. Beliau pun menangis dan membuat orang-orang yang ada di sekitarnya juga menangis. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Aku telah meminta izin kepada Tuhan-ku -Ta’ala- agar aku memohonkan ampunan baginya. Namun aku tak diizinkan. Kemudian aku meminta izin agar aku dapat menziarahi kuburnya, lalu Allah izinkan bagiku. Jadi, ziarahilah kuburan, karena ia akan mengingatkan tentang kematian”</span></i>. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 976), Abu Dawud dalamSunan-nya (3234), An-Nasa'iy dalam Sunan-nya (2034), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (1572) dan lainnya].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Dari<b> Buraidah</b> -radhiyallahu anhu-, ia berkata,<b><br /><br /><div style="text-align: right;">
<b>(كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم [ في سفر، وفي رواية: في غزوة الفتح ].فنزل بنا ونحن معه قريب من ألف راكب، فصلى ركعتين، ثم أقبل علينا بوجهه وعيناه تذرفان، فقام إليه عمر بن الخطاب، ففداه بالاب والام، يقول: يا رسول لله مالك؟ قال: إني سألت ربي عز وجل في الاستغفار لامي، فلم يأذن لي، فدمعت عيناي رحمة لها من النار، [ واستأذنت ربي في زيارتها فأذن لي ]، وإني كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها، ولتزدكم زيارتها خيرا).</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Dahulu kami bersama Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- (dalam suatu safar. Dalam riwayat lain, pada Perang Penaklukan Kota Makkah). Kemudian beliau pun singgah bersama kami. Sedang kami bersama beliau hampir seribu pengendara. Kemudian beliau sholat dua rakaat, lalu menghadapkan wajahnya kepada kami, sedang kedua matanya bercucuran. Lalu berdirilah Umar bin Al-Khoththob kepada beliau, seraya menebus beliau dengan ayah dan ibunya. Umar berkata, “Wahai Rasulullah, kenapakah anda?” Beliau bersabda, “Aku memohon kepada Tuhan-ku -Azza wa Jalla- untuk memohonkan ampunan bagi ibuku. Namun Dia tak mengizinkan aku. Karenanya, kedua mataku bercucuran, karena kasihan kepadanya terhadap neraka; dan aku meminta izin kepada Tuhan-ku untuk menziarahinya. Lalu Dia mengizinkan aku. Sesungguhnya dahulu melarang kalian dari ziarah kubur. Ziarahilah (sekarang) kuburan. Sungguh ziarah kubur akan memberikan tambahan kebaikan kepada kalian</span></i>”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (5/355, 357 dan 359), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf(4/139), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (1/376), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (791) dan lainnya. Hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ahkam Al-Jana'iz (hal. 188)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kematian orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- di atas kekafiran menyebabkan ayah dan ibu beliau masuk ke neraka. Mereka telah mati di atas kemusyrikan dan tidak mengikuti agama Islam yang dibawa oleh para nabi dan rasul.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Seorang ulama Syafi’iyyah yang masyhur, Al-<b>Imam Abu Bakr Al-Baihaqiy</b> -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan sebab keduanya masuk neraka, usai membawakan beberapa hadits di atas,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وكيف لا يكون أبواه وجده بهذه الصفة في الآخرة وكانوا يعبدون الوثن حتى ماتوا ولم يدينوا دين عيسى بن مريم عليه السلام وأمرهم لا يقدح في نسب رسول الله لأن أنكحة الكفار صحيحة ألا تراهم يسلمون مع زوجاتهم فلا يلزمهم تجديد العقد ولا مفارقتهن إذا كان مثله يجوز في الإسلام وبالله التوفيق.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Bagaimana tidak kedua orang tua beliau dalam gambaran seperti ini di akhirat. Dahulu mereka (kaum Quraisy) menyembah berhala dan tidak mengikuti agama Isa bin Maryam –alaihis salam-. Urusan mereka (demikian halnya) tidaklah menodai nasab Rasulullah. Karena, pernikahan orang kafir adalah sah. Tidakkah kalian melihat mereka masuk Islam bersama istri-istri mereka. Mereka tidaklah diharuskan memperbaharui akad nikah dan tidak pula menceraikan mereka, jika semisalnya boleh dalam Islam. Wa billahit tawfiq”</span></i>. [Lihat Dala'il An-Nubuwwah (1/192-193)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Para pembaca yang budiman</b>, <span style="color: purple;">terlarangnya beliau mendoakan ampunan bagi ibunya, disebabkan ibu beliau kafir!! Andaikan tak kafir, maka tak mungkin beliau akan dilarang memohonkan ampunan bagi sang ibu yang telah melahirkannya.</span><br /><br />Al-<b>Imam Ahmad bin Abdil Halim Al-Harroniy Ad-Dimasyqiy</b> -rahimahullah- berkata tentang tata cara ziarah kubur, sebelum membawakan hadits di atas,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وإنما كانوا يزورونه إن كان مؤمنا للدعاء له والاستغفار كما يصلون على جنازته وإن كان غير مسلم زاروه رقة عليه كما زار النبي صلى الله عليه وسلم قبر أمه فبكى وأبكى من حوله.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Hanyalah mereka (para salaf) dahulu menziarahi kubur –jika si mayit mukmin-, maka untuk mendoakan kebaikan dan ampunan baginya, sebagaimana halnya mereka menyolati jenazahnya. Jika ia bukan muslim, maka mereka (para salaf) menziarahinya, karena kasihan kepadanya, sebagaimana halnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menziarahi kubur ibunya. Akhirnya, beliau menangis dan membuat orang-orang yang ada di sekitarnya jadi menangis”</span></i>. [Lihat Ar-Rodd ala Al-Akhna'iy (hal. 179), cet. Al-Mathba'ah As-Salafiyyah, dengantahqiq Al-Mu'allimiy].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><span style="color: purple;">Jadi, seorang muslim terlarang keras mendoakan ampunan bagi kaum kafir, walaupun mereka adalah orang tua dan kerabat kita.</span><br /><br />Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman menjelaskan larangan itu,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b style="font-weight: bold;">مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ</b><span style="font-size: x-small;"> (113)</span><b style="font-weight: bold;"> وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلاَّ عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأَوَّاهٌ حَلِيمٌ</b><b> </b><span style="font-size: x-small;"><b>(114) [التوبة/11</b></span><b><span style="font-size: x-small;">3، 11</span>4].</b></span></div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun”.</span></i> (QS. At-Taubah : 113-114).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Dalil Keempat</span></b><br />Sebagian ulama membawakan hadits lain dalam menetapkan aqidah bahwa orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- akan masuk ke neraka.<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn6">[6]</a> Dari <b>Abu Rozin Al-Uqoiliy</b> -radhiyallahu anhu-, ia berkata,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">قلت: رسول الله أين أمي، قال: أمك في النار، قال: قلت فأين من مضى من أهلك، قال: أما ترضى أن تكون أمك مع أمي.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Aku katakan, “Wahai Rasulullah, dimanakah ibuku?” Beliau bersabda, “Ibumu di neraka”. Ia (Abu Rozin) berkata, “Aku katakan, “Lalu diamanakah keluargamu yang telah lalu?” Beliau bersabda, “Tidakkah engkau ridho jika ibumu bersama ibuku”.</span></i> [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/11), Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (1090), Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (417), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (638). Syaikh Al-Albaniy menyatakannya shohih dalam Zhilal Al-Jannah (hal. 344)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Inilah sejumlah dalil yang menguatkan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa kedua orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- adalah kafir dan akan masuk neraka.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><span style="color: purple;">Dengan sejumlah dalil ini, maka runtuhlah pendapat yang menyatakan bahwa kedua orang tua beliau adalah muslim dan akan masuk surga!!</span><b><span style="color: #cc0000;"><br />Catatan Khusus Buat Ust. Nashih Nashrullah</span></b><br />Terakhir, kami akan utarakan beberapa catatan khusus bagi tulisan Nashih Nashrullah dalam Republika.co.id agar semakin jelas kekuatan pendapat yang kami kuatkan sekaligus sebagai jawaban atas beberapa syubhat yang dilontarkan oleh si Penulis tersebut.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><br />Ust. Nashih berkata</b>, <i><span style="color: #990000;">“Tetapi, di sisi lain ada satu fakta bahwa kedua orang tua Nabi hidup pada masa kevakuman seorang nabi dan rasul. Pasca meninggalnya Nabi Isa AS belum ada lagi sosok Rasul yang diutus untuk berdakwah dan membimbing segenap umat. Karena itu, mereka yang berada pada periode kekosongan risalah itu dinyatakan selamat dan tidak mendapat siksa. “Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.</span></i>” (QS al-Isra’ [17]: 15)”.<br /><br /><b>Jawab</b> :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kami telah jelaskan bahwa ahlul fatroh (orang yang berada di masa vakum) ada dua jenis: ada yang diberi udzur dan ada yang tidak.<br /><br />Jika suatu kaum berada dalam kevakuman dari seorang rasul, dalam artian bahwa tak ada diantara mereka seorang rasul hidup bersama dengan mereka, namun mereka masih mendapatkan syariat dan risalah mereka dari para pengikut mereka, maka dalam kondisi seperti ini ahlul fatroh tak memiliki udzur di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Inilah kondisi kedua orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Betul di zaman orang tua beliau tak lagi rasul, tapi risalah dan syariat Ibrahim masih terwarisi dan dipertahankan oleh kaum hunafa’. Dengan ini, hujjah telah sampai kepada mereka.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Ust. Nashih berkata</b>,<span style="color: #990000;"><i>“Namun Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta, menyanggah keras pernyataan Syekh Abdullah bin Baz tersebut. Menurut lembaga yang pernah dipimpin oleh Mufti Agung Syekh Ali Juma’h itu, pernyataan bahwa kedua orang tua Rasul termasuk kufur dan akan menghuni neraka merupakan bentuk arogansi dan ketidaksopanan”.</i></span><br /><br /><b>Jawab</b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Khilaf di kalangan ulama adalah perkara yang sering terjadi, sehingga pernyataan kafirnya orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tak boleh kita nilai sebagai sikap arogansi dan ketidaksopanan. Apalagi pendapat itu didasari oleh sejumlah dalil yang telah kami utarakan di atas. Justru sikap arogansi itu –andaikan boleh menuduh- ada pada orang yang menyatakan bahwa orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- muslim dan masuk surga, tanpa disertai dalil yang menetapkannya!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Ust. Nashih berkata</b>, <i><span style="color: #990000;">“Justru fakta kuat mengatakan, kedua orang Rasul akan selamat dan bukan termasuk penghuni neraka. Pendapat ini menjadi kesepakatan mayoritas ulama. Tak sedikit ulama yang secara khusus menulis risalah sederhana untuk menjawab kegamangan menyikapi topik ini”.</span></i><br /><br /><b>Jawab</b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bagaimana mungkin pendapat yang dikuatkan oleh Ust. Nashih menjadi ijma’ (kesepakatan) ulama, sementara pendapat itu tak didasari oleh sebuah dalil yang kuat dan jelas. Ijma’ itu dibangun di atas dalil dan hujjah. Yang menunjukkan bahwa perkara ini bukan ijma’, adanya dua kubu ulama dalam hal ini sebagaimana yang kita lihat dalam tulisan kami dan juga di awal tulisan Ust. Nashih.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Adapun adanya ulama yang menulis dan mendukung pendapat yang dikuatkan oleh Ust. Nashih, maka itu bukan hujjah yang dapat menguatkan pendapatnya. Hujjah itu ada pada Al-Kitab dan Sunnah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Ust. Nashih berkata</b>, <i><span style="color: #990000;">“Imam as-Suyuthi mengarang dua kitab sekaligus untuk menguatkan fakta bahwa orang tua Muhammad SAW akan selamat. Kedua kitab itu bertajuk Masalik al-Hunafa fi Najat Waliday al-Musthafa dan at-Ta’dhim wa al-Minnah bi Anna Waliday al-Mushthafa fi al-Jannah. Selain kedua kitab tersebut, ada deretan karya lain para ulama, seperti ad-Duraj al-Munifah fi al-Aba’ as-Syarifah, Nasyr al-Alamain al-Munifain fi Ihya al-Abawain as-Syarifain, al-Maqamah as-Sundusiyyah fi an-Nisbah al-Musthafawiyyah, dan as-Subul al-Jaliyyah fi al-Aba’ al-Jaliyyah. Masih banyak kitab lain yang membantah dugaan bahwa orang tua Rasul akan masuk neraka”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Jawab</b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Banyaknya kitab tanpa hujjah, tak ada nilainya jika tak ditopang dengan hujjah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Ust. Nashih berkata</b>, “<i><span style="color: #990000;">Dar al-Ifta memaparkan, mengacu ke deretan kitab tersebut, kedua orang tua Rasul hidup pada masa fatrah atau kekosongan risalah. Ketika itu, dakwah tidak sampai pada masyarakat Makkah. Ulama ahlussunnahsepakat, mereka yang hidup pada periode kevakuman risalah itu dinyatakan selamat. Ini merujuk pada ayat ke-15 surah al-Isra’ di atas”.</span></i><br /><b>Jawab</b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Acuan yang terbaik adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.<br /><br />Adapun pengakuan Ust. Nashih bahwa dakwah belum sampai pada masyarakat Makkah, maka ini adalah klaim batil. Dalam sejarah telah disebutkan bahwa kelompok hunafa’ yang masih menjaga agama Islam yang dibawa oleh Ibrahim, hidup bersama dengan masyarakat Quraisy. Ini menunjukkan bahwa hujjah telah sampai kepada mereka. Demikian pula kaum hunafa’ yang mempertahankan Islam yang mereka warisi dari Isa –alaihis salam- juga terdapat di Makkah, seperti Waroqoh bin Naufal.<br /><br />Kesepakatan (ijma’) yang disebutkan oleh si Wartawan ini, sekali lagi tak benar. Bagaimana bisa masalah khilaf dikatakan ijma’?!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Ust. Nashih berkata</b>,<i><span style="color: #990000;">“Tuduhan bahwa keduanya termasuk kaum musyrik yang menyekutukan Allah dengan berhala, tidak benar. Abdullah dan Aminah tetap konsisten dalam keautentikan agama Ibrahim, yaitu tauhid. Fakta kesucian keyakinan kedua orang tua Rasul ini dikuatkan antara lain oleh Imam al-Fakhr ar-Razi dalam kitab tafsirnya Asrar at-Tanzil kala menafsirkan ayat ke 218-219 surah as-Syu’ara</span></i>”.<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn7">[7]</a>.<br /><br /><b>Jawab</b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ini adalah ucapan perasaan, bukan ucapan ilmiah!! Pendapat yang menyatakan bahwa kedua orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- adalah musyrik bukanlah tuduhan. Sebab, kalau tuduhan, maka berarti hanya dilandasi oleh asumsi!!! Padahal tidaklah demikian!!!! Ulama yang menyatakan musyriknya kedua orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah melandasi pendapatnya dengan sejumlah hadits shohih lagi gamblang sebagaimana telah kami bawakan tadi.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><br />Ust. Nashih berkata</b>, <i><span style="color: #990000;">“Imam as-Suyuthi menambahkan, dalil lain tentang fakta bahwa garis keturunan Rasul yang terdekat terjaga dari aktivitas penyimpangan akidah. Ini seperti ditegaskan hadis bahwa Rasululllah dilahirkan dari garis nasab yang istimewa dan terpilih yang konsisten terhadap tauhid”.</span></i><br /><br /><b>Jawab</b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ucapan ini batil!! Sebab, ia akan mengharuskan bahwa semua kakek Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- ke atas adalah muslim, bukan musyrik. Syarat bahwa garis keturunan Rasul yang terdekat terjaga dari aktivitas penyimpangan akidah. Andaikan terjaga, maka pasti Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- tak perlu mendakwahi paman-pamannya yang merupakan keluarga terdekat beliau. Tapi nyatanya, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tetap menasihati mereka, bahkan memerangi mereka.<br /><br />Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- memang dipilih dari nasab yang mulia dan terhormat di kalangan bangsa Arab. Namun hal itu tak mengharuskan bahwa kakek-kakek dan keluarga dekat beliau jauh dari penyimpangan aqidah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Ust. Nashih berkata</b>, <i><span style="color: #990000;">“Imam as-Suyuthi kembali menerangkan soal hadis Muslim pada paragraf pertama. Tambahan redaksional “Dan ayahku di neraka” sangat kontroversial di kalangan pengkaji hadis. Para perawi tidak sepakat tambahan tersebut. Sebut saja al-Bazzar, at-Thabrani, dan al-Baihaqi yang lebih memilih tambahan redaksi “Jika engkau melintasi kuburan orang kafir maka sampaikan berita neraka” dibanding, imbuhan bermasalah tersebut”.</span></i><br /><br /><b>Jawab</b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Syubhat ini kami akan jawab dalam beberapa sisi:<br /><br />1) Jika suatu hadits telah shohih dan tak ada cacatnya, lalu ada yang sepaham dengannya, maka hadits itu tak boleh dianggap kontroversial hanya karena ingin menolaknya.<br /><br />2) Adapaun As-Suyuthiy menguatkan riwayat lain dari Ma’mar bin Rosyid Al-Azdiy dibandingkan riwayat Hammad bin Salamah<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn8">[8]</a>, maka ini adalah pendapat yang keliru dari beliau. Sebab para ulama kita telah menjelaskan bahwa jika Hammad bin Salamah meriwayat suatu hadits dari Tsabit Al-Bunaniy, maka ia adalah orang yang kuat riwayatnya dari Al-Bunaniy.<br /><br />Al-Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- berkata,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">حماد بن سلمة أثبت في ثابت من معمر</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>“Hammad bin Salamah lebih kuat pada Tsabit dibandingkan Ma’mar”.</i> [Lihat Al-Jarh wa At-Ta'dil (3/141) oleh Ibnu Abi Hatim, cet. Dar Ihya' At-Turots Al-Arobiy].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Diantara perkara yang menguatkan riwayat Hammad dan melemahkan riwayat Ma’mar bahwa Muslim seringkali meriwayatkan hadits Hammad dari Tsabit dalam golongan hadits-hadits ushul (pokok). Lain halnya dengan Ma’mar, walaupun beliau adalah tsiqoh, hanya saja para ulama hadits telah melemahkan secara khusus riwayat Ma’mar dari Tsabit Al-Bunaniy. Sisi lain, Imam Muslim dalam Shohih-nya tidaklah meriwayatkan dari Ma’mar dari Tsabit, kecuali sebuah riwayat saja dalam golongan hadits mutaba’at (pendukung) dan diiringi oleh rawi lain yang bernama Ashim Al-Ahwal. Semua ini adalah bukti bagi kita semua tentang kelemahan riwayat Ma’mar dari jalur Tsabit.<br /><br />Lantaran itu, Ibnu Ma’in -rahimahullah- berkata,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">معمر، عن ثابت: ضعيف.</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>“Ma’mar dari Tsabit adalah lemah”.</i> [Lihat Mizan Al-I'tidal (4/154)].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Para pembaca yang budiman, dengan keterangan ini, jelaslah bahwa perbandingan yang dilakukan oleh As-Suyuthiy antara kedua rawi itu adalah perbandingan yang salah dan terbalik. Justru riwayat Hammad bin Salamah adalah riwayat yang kuat, sedang riwayat Ma’mar dari Tsabit adalah lemah lagi munkar!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><br />Ust. Nashih berkata</b>, <i><span style="color: #990000;">“Ada banyak argumentasi yang membantah dugaan bahwa kedua orang tua Rasul akan masuk neraka. Semestinya, tuduhan tersebut tidak ditudingkan kepada ayahanda dan ibunda Rasul yang terhormat. Karena, itu adalah bentuk arogansi terhadap Rasul”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Jawab</b>:<br />Argumentasi sebanyak apapun bila tak ditopang oleh dalil, maka ia bagaikan buih yang tak bernilai di lautan. Pernyataan bahwa kedua orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- akan masuk neraka, bukanlah tudingan dan tuduhan. Bahkan ia adalah pernyataan dari Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- sendiri berdasarkan wahyu dari Allah -Azza wa Jalla-. Jadi, tak benar jika hal itu dianggap sebagai arogansi!!! Justru pernyataan yang menyatakan bahwa kedua orang tua beliau akan masuk surga adalah sikap arogan kepada Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Sebab, si pengucapnya telah menyalahi sejumlah hadits yang menyatakan keberadaan orang tua beliau di neraka!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><br />Ust. Nashih berkata</b>, <i><span style="color: #990000;">“Qadi Abu Bakar Ibn al-Arabi pernah ditanya soal topik serupa. Tokoh bermazhab Maliki ini pun menjawab, bila soal itu direspons dengan jawaban bahwa keduanya masuk neraka maka terlaknatlah orang yang menjawab demikian. Menganggap keduanya ahli neraka adalah bentuk melukai perasaan Rasul. “Tak ada penganiayan lebih besar ketimbang menyebut kedua orang tua Muhammad SAW penghuni neraka,” kata Ibn al-Arabi”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Jawab</b> :<br />Jika ucapan ini betul dari Ibnul Arabiy Al-Malikiy -rahimahullah-, maka ucapan ini kita tolak karena menyelisihi hadits Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Dalam pembahasan seperti ini, seseorang tak boleh berpegang dengan ro’yu (pendapat semata) dan perasaannya. Intinya, ada tidak dalilnya. Jika ada dalilnya, maka kita ambil pendapat yang didukung oleh dalil.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Jika setiap orang menguatkan pendapat dengan perasaan, maka hancurlah agama ini!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kemudian Ust. Nashih membawakan kisah Umar bin Abdil Aziz -rahimahullah- yang marah saat mendengar ada pegawainya yang menyatakan kafirnya kedua orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kita katakan bahwa andaikan kisah ini benar, maka kita berbaik sangka kepada beliau bahwa mungkin beliau belum pernah mendengar hadits-hadits yang menyatakan kafirnya kedua orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagaimana hal ini juga mungkin dialami oleh Ibnul Arabiy -rahimahumallah-.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Ust. Nashih berkata</b>, <i><span style="color: #990000;">“Atas dasar inilah, seyogianya tidak mudah menjustifikasi status kedua orang tua Rasul. Mantan Mufti Dar al-Ifta, Syekh Muhammad Bakhit al-Muthi’I, mengimbau supaya umat berhati-hati. Tuduhan kekufuran Abdullah dan Aminah salah besar dan pelakunya berdosa”.</span></i><br /><b>Jawab </b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">ini adalah sikap yang menyelisihi petunjuk Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-, dimana beliau telah menjelaskan kepada umatnya bahwa kedua orang tua beliau adalah kafir dan akan masuk neraka!!<br /><br />Ini bukanlah justifikasi (putusan yang didasari hati nurani) semata, bahkan ia adalah wahyu yang Allah sampaikan melalui lisan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Kesimpulan</span></b><br />Demikianlah diskusi ringan dengan Ustadz Nashih Nashrullah, Wartawan Republika yang telah berbicara panjang lebar, tanpa dasar hujjah dari Al-Qur’an dan Sunnah<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn9">[9]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><span style="color: purple;">Sebagai kesimpulan dan penutup</span>, kami nukilkan kepada anda sebuah ucapan yang kokoh dari seorang ahli hadits dari Negeri Syam, <b>Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy</b> -rahimahullah- saat beliau membantah As-Suyuthiy dan lainnya, usai menguatkan hadits di atas, “Ketahuilah –wahai saudaraku yang muslim- bahwa sebagian orang pada hari ini dan sebelum hari ini, tak ada kesiapan pada mereka untuk menerima hadits-hadits yang shohih ini dan mengadopsi sesuatu yang ada di dalamnya berupa hukum kafir bagi kedua orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Bahkan sungguh diantara mereka ada yang dianggap termasuk dai (yang mengajak) kepada Islam, betul-betul ia mengingkari dengan pengingkaran yang keras terhadap penyebutan hadits-hadits ini dan penunjukannya yang benar!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut keyakinanku, pengingkaran ini dari mereka hanyalah tertuju kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- yang telah mengucapkannya, jika memang mereka membenarkannya. Ini –sebagaimana telah tampak- adalah kekafiran yang nyata; atau paling minimal (pengingkaran itu) tertuju kepada para imam yang telah meriwayatkan dan menyatakannya shohih. Ini merupakan kefasikan atau kekafiran yang nyata. Karena terharuskan darinya sikap yang membuat kaum muslimin terhadap agamanya. Sebab, tak ada jalan bagi mereka untuk mengenal dan mengimani agamanya, kecuali dari jalur Nabi mereka -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagaimana hal ini tak samar bagi setiap muslim yang mengenal agamanya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Jika mereka tidak membenarkannya, karena tidak cocoknya hadits-hadits ini terhadap perasaan dan keinginan mereka -sedangkan manusia dalam perkara seperti itu berbeda dengan perbedaan yang amat mencolok-<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn10">[10]</a>, maka di dalam seperti itu ada pembuka pintu besar sekali dalam menolak hadits-hadits shohih. Ini adalah perkara yang disaksikan pada hari dari kebanyakan penulis-penulis yang kaum muslimin terkena bala (ujian) akibat tulisan-tulisan mereka, seperti Al-Ghozaliy, Al-Huwaidiy, Bulaiq, Ibnu Abdil Mannan dan semisalnya dari kalangan orang-orang yang tidak memiliki timbangan dalam men-shohih-kan hadits-hadits dan melemahkannya, kecuali hawa nafsu mereka.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Ketahuilah wahai muslim –yang khawatir atas agamanya karena dirobohkan dengan pena-pena sebagian orang yang menisbahkan diri kepadanya — bahwa hadits-hadits ini dan semisalnya yang di dalamnya terdapat pengabaran tentang kafirnya beberapa person (pribadi) dan keimanan mereka. Sesungguhnya hal itu termasuk perkara-perkara gaib yang wajib diimani dan diterima dengan pasrah, berdasarkan firman Allah -Ta’ala-,</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>الم</b> (1)<b> ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ</b> (2)<b> الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ</b> (3) [البقرة/1-3</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka”.</span></i> (QS. Al-Baqoroh : 1-3), Dan firman-Nya,</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ …</b>(36) [الأحزاب/36</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka”</span></i>.(QS. Al-Ahzab : 36).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Jadi, berpaling dari hadits-hadits itu dan tidak beriman kepadanya, maka terharuskan darinya dua hal, tak ada yang ketiganya. Yang paling manisnya adalah pahit: entah pendustaan kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan entah pendustaan terhadap rawi-rawinya yang tsiqoh sebagaimana yang telah berlalu.<br /><br />Ketika aku menulis ini, aku tahu bahwa sebagian orang-orang yang mengingkari hadits-hadits ini atau menakwilnya dengan takwil yang batil sebagaimana yang dilakukan oleh As-Suyuthiy –semoga Allah memaafkan kami dan beliau- dalam sebagian risalah-risalahnya. Yang menyeret mereka kepada hal itu hanyalah ghuluw (sikap berlebihan)nya mereka dalam mengagungkan dan mencintai Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Akhirnya, mereka mengingkari keberadaan kedua orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- –sebagaimana yang dikabarkan oleh beliau sendiri tentang keduanya–, sehingga seakan-akan mereka lebih sayang atas keduanya dibandingkan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-!!<br /><br />Terkadang sebagian diantara tidak berhati-hati untuk condong kepada sebuah hadits yang masyhur pada lisan sebagian orang yang di dalamnya (dijelaskan) bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menghidupkan ibu beliau. Dalam suatu riwayat, “…kedua orang tua beliau”. Itu adalah hadits palsu lagi batil di sisi para ulama, seperti Ad-Daruquthniy, Al-Jauroqoiy, Ibnu Asakir, Adz-Dzahabiy, Al-Asqolaniy dan selainnya sebagaimana hal ini telah dijelaskan pada tempatnya. Rujuklah –kalau anda mau- “Kitab Al-Abathil wal Manakir” oleh Al-Jauroqoniy dengan ta’liq (komentar) dari Doktor Abdur Rahman Al-Furyawa’iy (1/222-229).<br /><br /><b>Ibnul Jawziy</b> berkata dalam Al-Mawdhu’at (1/284), “Ini adalah hadits palsu, tanpa ragu. Orang yang memalsukannya adalah kurang pemahaman lagi tak berilmu. Sebab, andaikan ia punya ilmu, maka ia akan tahu bahwa barangsiapa yang mati kafir, maka keimanannya tak akan berguna setelah ia dikembalikan (ke dunia). Bahkan tidak pula andaikan ia beriman saat ia melihat (malaikat maut). Cukuplah yang membantah hadits (palsu) ini, firman Allah -Ta’ala-,<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِر</b> [البقرة/217]</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">“…lalu dia mati dalam kekafiran…”</span></i> (QS. Al-Baqoroh : 217)<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn11">[11]</a>. Dan sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam Kitab Shohih,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لأُمِّى فَلَمْ يَأْذَنْ لِى</b></div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Aku meminta izin kepada Robb-ku untuk memohonkan ampunan bagi ibuku. Namun Dia tak memberiku izin”</span></i>.<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn12">[12]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Syaikh Abdur Rahman Al-Yamaniy </b>-rahimahullah- sungguh amat baik ucapan beliau mereka ini dengan ungkapan yang terang lagi ringkas, dalam komentar beliau terhadap Al-Fawa’id Al-Majmu’ah fil Ahadits Al-Mawdhu’ah, karya Asy-Syaukaniy dengan . Beliau berkata (hal. 322), <i><span style="color: #990000;">“Seringkali rasa cinta mengalahkan sebagian orang. Akhirnya, ia pun melangkahi hujjah dan memeranginya. Barangsiapa yang diberi taufiq, niscaya ia akan mengetahui bahwa hal itu menyalahi cinta yang syar’i. Wallahul Musta’an”</span></i>.<br /><br />Aku katakan, “Diantara orang yang dikalahkan oleh rasa cinta, As-Suyuthiy –semoga Allah memaafkannya-. Karena, ia cenderung men-shohih-kan hadits tentang menghidupkan (ibu Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-) yang batil di sisi para ulama besar sebagaimana yang telah berlalu.<br /><br />Sungguh ia (As-Suyuthiy) berusaha dalam kitabnya Al-La’ali (1/265-268) untuk mengompromikan antara hadits ini dengan hadits permintaan izin ini dan yang semakna dengannya bahwa ia (hadits tentang permintaan izin Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-) adalah mansukh (terhapus hukumnya). Padahal ia tahu dari ilmu ushul bahwa penghapusan hukum tak akan terjadi dalam berita-berita, hanyalah dalam hukum-hukum. Demikian itu, karena tak masuk akal kalau orang yang benar lagi dibenarkan (yakni, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-) mengabarkan tentang seseorang bahwa ia di neraka, lalu beliau menghapusnya lagi dengan sabdanya, “Sesungguhnya ia di surga”, sebagaimana hal ini telah jelas lagi dikenal di sisi para ulama.<br /><br />Di antara kekalahan As-Suyuthiy dalam hal itu, ia berpaling dari menyebutkan hadits Muslim dari Anas yang cocok dengan hadits dalam judul dengan sikap berpaling secara mutlak dan ia tak mengisyaratkan hadits itu sedikitpun. Bahkan ia sungguh telah digelincirkan oleh pena dan bersikap ekstrim. Akhirnya, ia pun menghukumi hadits itu<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn13">[13]</a>. Akhirnya ia hukumi hadits itu lemah dalam keadaan ia bergantung (berpegang) dengan komentar sebagian diantara mereka tentang riwayat Hammad bin Salamah. Padahal ia tahu ia (Hammad) adalah termasuk diantara para imam kaum muslimin dan orang tsiqoh diantara mereka dan bahwa riwayat Hammad dari Tsabit adalah shohih. Bahkan Ibnul Madini, Ahmad dan lainnya berkata, “Murid-murid Tsabit yang paling kuat adalah Hammad, lalu Sulaiman, lalu Hammad bin Zaid”. Sedang ia (riwayat-riwayat itu) shohih.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Pelemahan As-Suyuthiy tersebut aku pernah membacanya sejak dulu sekali dalam sebuah risalahnya tentang hadits menghidupkan (ibu Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-), cetakan India. Tanganku tak mampu menjangkaunya sekarang agar aku dapat menukil ucapannya dan meneliti kesalahan-kesalahannya. Silakan dirujuk risalah itu bagi orang yang mau mengecek.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Sungguh diantara pengaruh pelemahannya terhadap hadits itu, aku perhatikan ia berpaling dari menyebutkan hadits itu juga dalam sesuatu diantara kitab-kitabnya yang mencakup segala yang ada, seperti Al-Jami’ Ash-Shoghier wa Ziyadatih dan Al-Jami’ Al-Kabir. Oleh karena itu, Kanzul Ummal kosong dari hadits itu. Wallahul Musta’an walaa haula walaa quwwata illa billah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Perhatikanlah perbedaan antara As-Suyuthiy dengan Al-Hafizh Al-Baihaqiy yang telah mendahulukan keimanan dan pembenaran atas perasaan dan hawa nafsu. Karena, Al-Baihaqiy tatkala menyebutkan hadits,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ غَيْرِ سِفَاحٍ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Aku keluar (lahir) dari suatu pernikahan, bukan zina”</span></i>.<a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn14">[14]</a>.<br /><br />Beliau (Al-Baihaqiy) berkata setelahnya, <i><span style="color: #990000;">“Kedua orang tua beliau (Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-) adalah musyrik berdasarkan (hadits) yang telah kami kabarkan”. </span></i>Kemudian beliau membawakan hadits Anas ini <a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn15">[15]</a>dan hadits Abu Hurairah yang telah berlalu <a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftn16">[16]</a> tentang ziarahnya beliau ke kubur ibunya -Shallallahu alaihi wa sallam-”. [Lihat Ash-Shohihah (6/180-182) karya Al-Albaniy].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;"><br />Faedah Penting</span></b><br />Risalah yang paling bagus tentang keberadaan orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- adalah risalah yang ditulis oleh Syaikh Ibrahim Al-Halabiy -rahimahullah-, seorang imam dan khothib di Masjid Jami’ As-Sulthon Muhammad Al-Fatih (wafat 945 H) dengan judul Risalah fi Abawair Rasul Shollallahu alaihi wa sallam, dengan tahqiq Ali Ridho Al-Madaniy, cet. Darul Ma’arij, 1429 H.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Di dalamnya, Penulis tersebut membantah syubhat-syubhat orang-orang yang menyatakan bahwa orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- akan masuk surga dan keduanya adalah muslim!! Beliau menetapkan dengan hujjah yang kuat dan sulit dibantah bahwa kedua orang tua Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- kafir dan akan masuk neraka!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">____________</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref1">[1]</a> Ia adalah seorang alumnus Al-Azhar Mesir asal Tuban yang pernah nyantri di Denanyar Jombang dan lanjut di SPS UIN Syahid Jakarta. Belakangan ia menjadi wartawan Republika, Jakarta. Orang ini punya beberapa tulisan yang agak sedikit nyeleneh jika ditinjau dari sisi syar’iy.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref2">[2]</a> Lihat http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/13/06/21/moq4id-apakah-kedua-orang-tua-rasulullah-saw-akan-masuk-surga.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref3">[3]</a> Adapun tulisan ini, insya Allah kami landasi dengan dalil yang kuat, dan jelas dari sejumlah hadits Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Dengannya, anda akan melihat sisi kuat argumen ulama yang menyatakan kafirnya kedua orang tua Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref4">[4]</a> Meninggalkan ucapan mereka, bukan berarti kita merendahkan mereka. Bahkan memuliakan mereka, karena kita tidaklah mengangkatnya pada derajat rasul yang ma’shum.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref5">[5]</a> Lihat Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih (2/91)oleh Ibnu Abdil Barr.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref6">[6]</a> Hadits ini sedikit diperbincangkan oleh sebagian ulama. Walaupun sebagian lagi –seperti Syaikh Al-Albaniy- memandang bahwa hadits ini dapat dikuatkan oleh riwayat lain yang semakna dengannya.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref7">[7]</a> Jangan dipahami bahwa ayat yang diisyaratkan Ust. Nashih merupakan dalil bagi pendapatnya. Sama sekali bukan!! Tak ada kaitannya. Ayat itu hanya berbicara tentang sholatnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref8">[8]</a> Jadi, As-Suyuthiy melemahkan riwayat Hammad bin Salamah. Ini adalah pendapat lemah sebagaimana kami akan jelaskan, insya Allah.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref9">[9]</a> Itu tampak dari artikel yang ia tulis di situs Republika. Ia menyajikan materi dan membuat kesimpulan tanpa membawakan sebuah hadits pun. Padahal ia berbicara tentang agama. Andaikan ia bicara tentang dunia, yah mungkin wajar kalau tak ada dalilnya.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref10">[10]</a> Yakni, dalam hal perasaan!! Sebab perasaan manusia bertingkat dan beragam, sehingga perasaan tak boleh dijadikan tolok ukur dalam menetapkan suatu perkara yang berkaitan dengan agama. Jika perasaan dituruti, maka hancurlah agama ini!!.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref11">[11]</a> Kelengkapan ayat ini, bunyinya,</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواوَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ [البقرة/217</b>]</div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”</span></i>. (QS. Al-Baqoroh : 217).<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref12">[12]</a> HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 976).<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref13">[13]</a> [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 203)]. Ini adalah hadits pertama dalam tulisan kami. Haditsnya shohih dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref14">[14]</a> HR. Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kubro (7/190).<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref15">[15]</a> Maksudnya, dalil pertama dalam tulisan kami ini.<br /><a href="file:///C:/Users/acer/Downloads/Kedua%20Orang%20Tua%20Nabi.doc#_ftnref16">[16]</a> Maksudnya, dalil ketiga dalam tulisan kami ini.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Judul Asli Artikel :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sanggahan terhadap Wartawan Republika [Kedua Orang Tua Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di Neraka].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />http://pesantren-alihsan.org/sanggahan-terhadap-wartawan-republika-kedua-orang-tua-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-di-neraka.html</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-36760837553021294812014-04-19T06:32:00.004+03:002014-04-19T06:32:59.511+03:00Sesatkah Aqidah Bahwa Orangtua Nabi adalah Kafir ?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as Sidawi.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Muqaddimah</span></b><br /><b>Termasuk aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah yang jelas adalah tidak boleh memvonis seseorang dengan neraka atau surga kecuali berdasarkan dalil yang konkret dari al-Qur’an dan hadits yang shahih</b>, karena perkara ini termasuk masalah ghaib yang di luar pengetahuan seorang hamba. Namun, apabila sudah ada dalil shahih yang menegaskan status seseorang bahwasanya dia di surga atau neraka maka kewajiban bagi seorang muslim adalah mengimaninya dan menerimanya dengan sepenuh hati.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Nah, di antara status keberadaan yang ditegaskan dalam hadits yang shahih adalah keberadaan orangtua Nabi di neraka. Hanya, masalah ini masih menjadi kebingungan bagi sebagian orang dan ketergelinciran bagi sebagian pena para penulis, apalagi setelah terkumpulnya syubhat-syubhat dalam masalah ini yang digoreskan oleh<b> as-Suyuthi </b>dalam berbagai kitabnya yang banyak sekali seperti <span style="color: #990000;"><i>Masaliku Hunafa fii Walidai al-Musthafa, ad-Duruj al-Munifah fil Abâi asy-Syarifah, al-Maqamat as-Sundusiyyah fin Nisbah al-Musthafawiyyah, at-Ta’zhim wal Minnah fii Anna Abawai Rasulillah fil Jannah, Nasyru Alamain al-Munifain fii Ihya’ al-Abawain asy-Syarifain. as-Subul al-Jaliyyah fil Abâi al-Aliyyah</i></span>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Gayung pun bersambut, <b>syubhat-syubhat tersebut dicuatkan oleh sebagian orang untuk menolak hadits shahih</b>, ditambah dengan alasan cinta kepada Nabi, padahal mereka tahu bahwa surga dan neraka bukanlah diukur dengan nasab dan kehormatan, namun dengan iman dan amal shalih.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Berikut ini kajian singkat tentang hadits pembahasan berikut bantahan terhadap syubhat-syubhat seputar masalah ini</b>. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita semua untuk menjadi pembela-pembela hadits Nabi.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;"><br />Teks Hadits dan Takhrijnya</span></b><br />Ada dua hadits yang merupakan landasan dasar masalah ini:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Dalil pertama</span></b> :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِيْ؟ قَالَ: فِي النَّارِ. فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ: إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari<b> Anas</b>, bahwasanya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah,<i><span style="color: #990000;"> “Wahai Rasulullah, di manakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada?” </span></i>Beliau menjawab, <i><span style="color: #990000;">“Di neraka.”</span></i> Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata, <i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka.”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />a. <b>Takhrij Hadits</b><br />Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahîh-nya (203), Abu Awanah dalam Musnad-nya (289), Ahmad dalam Musnad-nya (3/268), Abu Dawud dalam Sunan-nya (4718), Ibnu Hibban dalam Shahîh-nya (578), Abu Ya’la dalam Musnad-nya (3516), al-Baihaqi dalam Sunan Kubra (7/190 no. 13856) dan Dalâil Nubuwwah(1/191), al-Jauraqani dalam al-Abâthil wal Manâkir wash Shihah wal Masyâhir (1/132–233), dan Ibnu Mandah dalam kitab al-Îmân (926).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Seluruhya lewat dari dua jalur:</span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jalur pertama: Affan bin Muslim – Hammad bin Salamah – Tsabit al-Bunani – Anas bin Malik.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jalur kedua: Musa bin Isma’il – Hammad bin Salamah – Tsabit al-Bunani – Anas bin Malik.</span></li>
</ul>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">b. <b>Hukum Hadits</b><br /><span style="color: purple;">Tidak ragu lagi bahwa hadits ini adalah shahih.</span> Cukuplah sebagai hujjah akan keshahihannya bahwa Imam Muslim memasukkan hadits ini dalam kitab Shahîh-nya yang masyhur itu. Syaikh al-Albani berkata dalamMuqaddimah Bidâyatus Sûl (hlm. 16–17), “Hadits riwayat Muslim dan selainnya. Hadits ini shahih meskipun as-Suyuthi memaksakan diri untuk melemahkan hadits ini dalam beberapa kitabnya.”.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Dalil Kedua </span></b>:</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: زَارَ النَّبِيُّ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِيْ أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِيْ وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِيْ أَنْ أَزُوْرَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِيْ فَزُوْرُوْا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari <b>Abu Hurairah</b> berkata, <i><span style="color: #990000;">“Nabi pernah menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis dan membuat orang yang berada di sampingnya juga turut menangis kemudian beliau bersabda, ‘Saya tadi meminta izin kepada Rabbku untuk memohon ampun baginya (ibunya) tetapi saya tidak diberi izin, dan saya meminta izin kepada-Nya untuk menziarahi kuburnya (ibunya) kemudian Allah memberiku izin. Berziarahlah karena (ziarah kubur) dapat mengingatkan kematian.’”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #990000;"><i><br /></i></span>a. <b>Takhrij Hadits</b><br />Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahîh-nya (976–977), Abu Dawud (3235), Nasai (4/90), Ibnu Majah (1572), Ahmad dalam Musnad-nya (2/441), ath-Thahawi dalam Musykil Atsar (3/89), al-Baihaqi dalamSunan Kubra (4/76), (7/190) dan Dalâil Nubuawwah (1/190), al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (5/463 no. 1554) dan Ma’alim Tanzil (3/115), Abu Ya’la dalam Musnad-nya (6193), al-Jauraqani dalam Abâthil wal Manâkir (1/230) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (1429).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Seluruhnya dari tiga jalur:</span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jalur pertama: Marwan bin Mu’awiyah – Yazid bin Kaisan – Abu Hazim – Abu Hurairah.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jalur kedua: Muhammad bin Ubaid – Yazid bin Kaisan – Abu Hazim – Abu Hurairah.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jalur ketiga: Ya’la bin Ubaid – Yazid bin Kaisan – Abu Hazim – Abu Hurairah (Riwayat al-Hakim saja)</span></li>
</ul>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">b. <b>Hukum Hadits</b><br /><span style="color: purple;">Tidaklah diragukan bahwa hadits ini adalah shahih</span>. Cukuplah sebagai hujjah bahwa Imam Muslim memasukkan hadits ini dalam kitab Shahîh-nya. Imam Baghawi berkata, “Hadits ini shahih.” Al-Hakim berkata, “Hadits shahih menurut syarat Muslim tetapi keduanya (Bukhari-Muslim) tidak mengeluarkannya.” Dan disetujui Imam Dzahabi!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kami berkata: Imam Hakim benar dalam menghukumi hadits ini shahih menurut syarat Muslim, tetapi beliau salah ketika mengatakan bahwa Imam Muslim tidak mengeluarkannya, karena hadits ini diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahîh-nya—sebagaimana Anda lihat di atas.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;"><br />Bersama al-Hafizh as-Suyuthi</span></b><br /><b>Al-Hafizh as-Suyuthi melemahkan hadits pertama dalam kitabnya Masaliku Hunafa fi Walidai Musthafa </b>2/432–435 dengan alasan bahwa Hammad bin Salamah telah diselisihi oleh Ma’mar bin Rasyid, di mana beliau tidak menyebutkan lafazh ini, tetapi dengan lafazh<i><span style="color: #990000;"> “Apabila engkau melewati kuburan seorang kafir maka beritakanlah dia dengan neraka”</span></i>. Hadits dengan lafazh ini lebih kuat, karena Ma’mar lebih kuat hafalannya daripada Hammad, sebab Hammad ada pembicaraan dalam hafalannya, berbeda halnya dengan Ma’mar.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Jawaban</b> :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><u>Alasan ini adalah alasan yang sangat lemah sekali</u>, sebab sebagaimana tidak samar lagi bagi para ahli hadits-termasuk as-Suyuthi sendiri-bahwa perawi yang paling kuat riwayatnya dari Tsabit al-Bunani adalah <b>Hammad bin Salamah</b>, sehingga apabila bertentangan dengan rawi lainnya maka yang dimenangkan adalah Hammad bin Salamah.</span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Abu Hatim ar-Razi berkata—sebagaimana dalam al-’Ilal (2185), ”Hammad bin Salamah adalah orang yang paling terpercaya apabila meriwayatkan dari Tsabit dan Ali bin Zaid.”</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ahmad bin Hambal berkata, “Hammad bin Salamah lebih kuat daripada Ma’mar jika dia meriwayatkan dari Tsabit.”</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yahya bin Ma’in berkata, “Barang siapa menyelisihi Hammad bin Salamah maka yang dimenangkan adalah Hammad.” Dikatakan kepada beliau, “Bagaimana dengan Sulaiman bin Mughirah dari Tsabit?” Beliau berkata, “Sulaiman bin Mughirah memang terpercaya, tetapi Hammad adalah orang yang paling tahu tentang Tsabit.”</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-’Uqaili berkata dalam adh-Dhu’afa’ (2/291), “Manusia yang paling terpercaya tentang Tsabit adalah Hammad bin Salamah.”.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Imam Muslim dalam Shahîh-nya seringkali meriwayatkan riwayat dari jalur Hammad bin Salamah dari Tsabit. Berbeda halnya dengan Ma’mar bin Rasyid, sekalipun beliau terpercaya, para ahli hadits melemahkan riwayatnya dari Tsabit. Ibnu Ma’in berkata, “Ma’mar dari Tsabit lemah riwayatnya.” Al-’Uqaili berkata, “Riwayat yang paling mungkar dari Tsabit adalah riwayat Ma’mar bin Rasyid.”.</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah penjelasan ini,<span style="color: purple;"> lantas apa artinya perbandingan yang dilakukan oleh al-Hafizh as-Suyuthi antara dua orang tersebut?! Jadi, pendapat yang benar adalah riwayat Hammad bin Salamah, sedangkan riwayat Ma’mar bin Rasyid adalah mungkar</span>.<a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftn1">[1]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Adapun hadits kedua, <b>as-Suyuthi tidak memberikan banyak alasan untuk melemahkannya kecuali ucapan yang global saja</b>!!.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Fiqih Hadits</span></b><br />Syaikh <b>Muhammad Nashiruddin al-Albani</b> berkata mengomentari hadits ini: “Ketahuilah wahai saudaraku seislam bahwa sebagian manusia sekarang dan sebelumnya juga, mereka tidak siap menerima hadits shahih ini dan tidak mengimani kandungannya yang menegaskan kufurnya kedua orangtua Nabi. Bahkan sebagian kalangan yang dianggap sebagai tokoh Islam mengingkari hadits ini berikut kandungannya yang sangat jelas.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Menurut saya, pengingkaran seperti ini pada hakikatnya juga tertuju kepada Rasulullah yang telah mengabarkan demikian, atau minimal kepada para imam yang meriwayatkan hadits tersebut dan menshahihkannya. Dan ini merupakan pintu kefasikan dan kekufuran yang nyata karena berkonsekuensi meragukan kaum muslimin terhadap agama mereka, sebab tidak ada jalan untuk mengenal dan memahami agama ini kecuali dari jalur Nabi sebagaimana tidak samar bagi setiap muslim.<br /><br />Jika mereka sudah tidak mempercayainya hanya karena tidak sesuai dengan perasaan dan hawa nafsu mereka maka ini merupakan pintu yang lebar untuk menolak hadits-hadits shahih dari Nabi. Sebagaimana hal ini terbukti nyata pada kebanyakan penulis yang buku-buku mereka tersebar di tengah kaum muslimin seperti al-Ghazali, al-Huwaidi, Bulaiq, Ibnu Abdil Mannan, dan sejenisnya yang tidak memiliki pedoman dalam menshahihkan dan melemahkan hadits kecuali hawa nafsu mereka semata.<br /><br />Dan ketahuilah wahai saudaraku muslim yang sayang terhadap agamanya bahwa hadits-hadits ini yang mengabarkan tentang keimanan dan kekufuran seseorang adalah termasuk perkara ghoib yang wajib untuk diimani dan diterima dengan bulat. Allah berfirman:<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>الٓمٓ</b> ﴿١﴾ <b>ذَٰلِكَ ٱلْكِتَـٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًۭى لِّلْمُتَّقِينَ</b> ﴿٢﴾<b> ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ يُنفِقُونَ</b> ﴿٣</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">Alif lâm mîm. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.</span></i> (QS. al-Baqarah [2]: 1–3).</span><div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍۢ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًۭا مُّبِينًۭا ﴿</b>٣٦</div>
</b><br /><i><span style="color: #990000;">Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.</span></i> (QS. al-Ahzâb [33]: 36).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Maka berpaling darinya dan tidak mengimaninya berkonsekuensi dua hal yang sama-sama pahit rasanya.</span></div>
<div>
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pertama: Mendustakan Nabi.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kedua: Mendustakan para perawi hadits yang terpercaya.</span></li>
</ol>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dan tatkala menulis ini, saya tahu betul bahwa sebagian orang yang mengingkari hadits ini atau memalingkan maknanya dengan maka yang batil seperti as-Suyuthi—semoga Allah mengampuninya—adalah karena terbawa oleh sikap berlebih-lebihan dalam mengagungkan dan mencintai Nabi, sehingga mereka tidak terima bila kedua orangtua Nabi seperti yang dikabarkan oleh Nabi, seakan-akan mereka lebih sayang kepada orangtua Nabi daripada Nabi sendiri!!!”<a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftn2">[2]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><span style="color: purple;">Sebenarnya ucapan para ulama salaf tentang aqidah ini banyak sekali.</span> Namun, cukuplah kami nukil di sini ucapan al-Allamah <b>Ali bin Sulthan Ali al-Qari</b>,<i><span style="color: #990000;"> “Telah bersepakat para ulama salaf dan khalaf dari kalangan sahabat, tabi’in, imam empat, dan seluruh ahli ijtihaj akan hal itu (kedua orangtua Nabi di neraka) tanpa ada perselisihan orang setelah mereka. Adapun perselisihan orang setelah mereka tidaklah mengubah kesepakatan ulama salaf.</span></i>”<a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftn3">[3]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Syubhat dan Jawabannya</span></b><br />Di antara syubhat melemahkan hadits shahih, di sana ada beberapa syubhat lainnya yang perlu kita kupas sekalipun secara singkat:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Syubhat pertama</b>:</span></div>
<div>
<b><span style="color: #cc0000; font-family: Verdana, sans-serif;">Kedua orangtua Nabi hidup di masa fathrah.</span></b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mereka berdalil dengan firman Allah:<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًۭا</b> ﴿١٥</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul.</span></i> (QS. al-Isrâ’ [17]: 15).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Syaikh <b>Abu Zahrah</b> (al-Azhar, Mesir) berkata,<i><span style="color: #990000;"> “Ayah dan ibu Nabi hidup pada masa fathrah (kekosongan Nabi), maka bagaimana mungkin keduanya akan diadzab? … Terus terang, saya (Abu Zahrah) tak dapat menahan telinga dan pikiranku tatkala saya membayangkan bahwa Abdullah dan Aminah berada di neraka!”</span></i>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Jawaban</b> :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Syaikh al-Albani</b> menjawab syubhat ini, <span style="color: purple;">“Ketahuilah bahwa hadits ini walaupun sudah jelas keshahihan sanadnya, banyaknya syawahid (penguat)nya serta kesepakatan para ulama pakar menerimanya, namun Syaikh Abu Zahrah menolaknya mentah-mentah dengan penuh kelancangan dan kejahilan yang mendalam tatkala dia berkata … (kemudian beliau menyebutkan perkataan Abu Zahrah di atas). Saya (al-Albani, Red.) katakan: Subhanallah! seperti inikah sikap hamba yang beriman kepada Rasulullah kemudian kepada para ulama mukhlishin (ikhlas) yang telah meriwayatkan hadits-hadits Nabi sekaligus menyaringnya antara shahih dan dha’if serta bersepakat tentang keshahihan hadits ini?! Bukankah sikap Abu Zahrah ini adalah manhaj(metode) para pengekor hawa nafsu seperti Mu’tazilah dkk. yang menimbang suatu kebaikan dan kejelekan berdasarkan akal? Lucunya, Syaikh Abu Zahrah mengaku bahwa dirinya termasuk Ahli Sunnah, lantas mengapa dia menyelisihi mereka (Ahli Sunnah) dan meniti jalan Mu’tazilah, pendewa akal dan pengingkar hadits-hadits shahih berdasarkan hawa nafsu belaka …</span>”<a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftn4">[4]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Syubhat kedua</b> :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Hadits-hadits tentang hidupnya kedua orangtua Nabi setelah mati lalu beriman.</span></b><br /><br />Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang menyatakan bahwa kedua orangtua Nabi hidup kembali dan beriman kepada Nabi. Bahkan sebagian mereka mengatakan bahwa hadits-hadits tentangnya telah mencapai derajat mutawatir.<br /><b><br />Jawaban</b>:</span></div>
<div>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Hadits-hadits tentang imannya kedua orangtua Nabi seluruhnya maudhu’ dan mungkar sebagaimana ditegaskan oleh pakar (ahli) hadits.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Syaikhul Islam<b> Ibnu Taimiyyah</b> berkata, “Hadits itu tidak shahih menurut ahli hadits, bahkan mereka bersepakat bahwa hadits itu adalah dusta dan diada-adakan sekalipun diriwayatkan dengan sanad para perawi yangmajahil (tidak dikenal). Sebenarnya tidak ada pertentangan di kalangan Ahlus Sunnah bahwa hadits itu palsu yang sangat nyata kedustaannya sebagaimana ditegaskan oleh ahli ilmu. Seandainya kejadian seperti ini benar-benar terjadi, niscaya akan banyak dinukil karena masalah seperti ini sangat luar biasa ditinjau dari dua segi:</span><ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">segi menghidupkan orang yang telah mati</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">segi keimanan setelah mati</span></li>
</ol>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hadits ini di samping palsu, juga bertentangan dengan al-Qur’an, hadits shahih, dan ijma’.”<a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftn5">[5]</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Syubhat ketiga:</b></span></div>
<div>
<b><span style="color: #cc0000; font-family: Verdana, sans-serif;">Celaan Kepada Nabi?</span></b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #cc0000;"><b><br /></b></span>Mereka mengatakan bahwa keyakinan/aqidah bahwa kedua orangtua Nabi di neraka termasuk kurang adab terhadap Rasulullah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Jawaban </b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Beradab terhadap Rasulullah yang sebenarnya adalah mengikuti perintahnya dan membenarkan haditsnya, sedang kurang adab terhadap Rasulullah adalah apabila menyelisihi petunjuknya dan menentang haditsnya.</span> Allah berfirman:<br /></span><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُقَدِّمُوا۟ بَيْنَ يَدَىِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌۭ</b> ﴿١</span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui</span></i>. (QS. al-Hujurât: 1).</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Alangkah bagusnya perkataan <b>Syaikh Abdurrahman al-Yamani</b> tatkala mengomentari hadits ini, “Seringkali kecintaan seseorang tak dapat dikendalikan sehingga dia menerjang hujjah serta memeranginya. Padahal orang yang diberi taufik mengetahui bahwa hal itu berlawanan dengan mahabbah (cinta) yang disyari’atkan. Wallahul Musta’an.”.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini</b> berkata, “Termasuk kegilaan, bila orang yang berpegang teguh dengan hadits-hadits shahih disifati dengan kurang adab. Demi Allah, seandainya hadits tentang islamnya kedua orangtua Nabi shahih, maka kami adalah orang yang paling berbahagia dengannya. Bagaimana tidak, sedangkan mereka adalah orang yang paling dekat dengan Nabi yang lebih saya cintai daripada diriku ini. Allah menjadi saksi atas apa yang saya ucapkan. Tetapi kita tidaklah membangun suatu ucapan yang tidak ada dalilnya yang shahih. Sayangnya, banyak manusia yang melangkahi dalil shahih dan menerjang hujjah. Wallahul Musta’an.”<a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftn6">[6]</a>.</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikianlah pembahasan ini secara singkat.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Barang siapa yang ingin memperluas pembahasan ini maka kami persilakan untuk membaca kitab Adillah Mu’taqad Abi Hanifah fi Abawai Rasul karya Syaikh Mula al-Qari, tahqiq Syaikh Masyhur bin Hasan Salman dan Naqdhu Masalik as-Suyuthi fi Walidai al-Musthafa oleh Dr. Ahmad bin Shalih az-Zahrani.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">__________<br /><a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftnref1">[1]</a> Dinukil dari jawaban Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dalam Majalah at-Tauhid, edisi 3/Th. 9. Dan lihat bantahannya lebih lengkap dalam tulisan beliau tersebut.<br /><a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftnref2">[2]</a> Silsilah al-Ahâdits ash-Shahîhah no. 2592<br /><a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftnref3">[3]</a> Adillah Mu’taqad Abi Hanifah fi Abawai Rasul hlm. 84<br /><a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftnref4">[4]</a> Shahîh Sîrah Nabawiyyah hlm. 24–27<br /><a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftnref5">[5]</a> Majmû’ Fatâwâ 4/324<br /><a href="file:///C:/Users/yufid/Downloads/120_Hadits.doc#_ftnref6">[6]</a> Lihat Majalah at-Tauhîd, Mesir, edisi 3/Rabi’ul Awal 1421 hlm. 37.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />http://abiubaidah.com/sesatkah-aqidah-bahwa-orangtua-nabi-muhammad-adalah-kafir.html/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-21979959681635116242014-04-19T04:50:00.000+03:002014-04-19T04:50:09.746+03:00Kafirkah Kedua Orang Tua Nabi ?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak dipungkiri bahwa kedudukan para Nabi dan Rasul itu tinggi di mata Allah. <b>Namun hal itu bukanlah sebagai jaminan bahwa seluruh keluarga Nabi dan Rasul mendapatkan petunjuk dan keselamatan serta aman dari ancaman siksa neraka karena keterkaitan hubungan keluarga dan nasab</b>.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Allah telah berfirman tentang <u>kekafiran anak Nabi Nuh ‘alaihis-salaam</u> yang akhirnya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan Allah bersama orang-orang kafir :</span><div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَقِيلَ يَأَرْضُ ابْلَعِي مَآءَكِ وَيَسَمَآءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ الأمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيّ وَقِيلَ بُعْداً لّلْقَوْمِ الظّالِمِينَ * وَنَادَى نُوحٌ رّبّهُ فَقَالَ رَبّ إِنّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنّ وَعْدَكَ الْحَقّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ * قَالَ يَنُوحُ إِنّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِـي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنّيَ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ.</span></b></div>
</b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim “. Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”. Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."</span></i> [QS. Huud : 44-46].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Allah juga berfirman tentang <u>keingkaran Azar ayah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam</u> :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلاّ عَن مّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيّاهُ فَلَمّا تَبَيّنَ لَهُ أَنّهُ عَدُوّ للّهِ تَبَرّأَ مِنْهُ إِنّ إِبْرَاهِيمَ لأوّاهٌ حَلِيمٌ.</span></b></div>
</b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”</span></i> [QS. At-Taubah : 114].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Dan Allah pun berfirman tentang <u>istri Nabi Luth sebagai orang yang dibinasakan oleh adzab Allah</u> :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ.</span></b></div>
</b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)</span></i>. [QS. Al-A’raf : 83].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Tidak terkecuali hal itu terjadi pada kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam</b>. Mereka berdua – sesuai dengan kehendak kauni Allah ta’ala – mati dalam keadaan kafir. Hal itu ditegaskan oleh beberapa nash di antaranya :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">1. Al-Qur’an Al-Kariim</span></b>,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam”</span></i> [QS. At-Taubah : 113].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Sababun-Nuzul (sebab turunnya) ayat ini adalah berkaitan dengan permohonan Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam kepada Allah ta’ala untuk memintakan ampun ibunya (namun kemudian Allah tidak mengijinkannya) [Lihat Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir QS. At-Taubah : 113].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">2. As-Sunnah Ash-Shahiihah</span></b>,</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ.</span></b></div>
</b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari <b>Anas radliyallaahu ‘anhu</b> : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : <i><span style="color: #990000;">“Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. </span></i>Beliau menjawab :<i><span style="color: #990000;"> “Di neraka”.</span></i> Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : <i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”</span></i>. [HR. Muslim no. 203, Abu Dawud no. 4718, Ahmad no. 13861, Ibnu Hibban no. 578, Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa no. 13856, Abu ‘Awanah no. 289, dan Abu Ya’la no. 3516].</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam<b> An-Nawawi</b> rahimahullah berkata : “Di dalam hadits tersebut [yaitu hadits : <b>إن أبي وأباك في النار</b> – <i><span style="color: #990000;">”Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka</span></i>”] terdapat pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. Selain itu, hadits tersebut juga mengandung makna bahwa orang yang meninggal dunia pada masa dimana bangsa Arab tenggelam dalam penyembahan berhala, maka diapun masuk penghuni neraka. Hal itu bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum penyampaian dakwah, karena kepada mereka telah disampaikan dakwah Ibrahim dan juga para Nabi yang lainshalawaatullaah wa salaamuhu ‘alaihim” [Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79 melalui perantara Naqdu Masaalikis-Suyuthi fii Waalidayil-Musthafaa oleh Dr. Ahmad bin Shalih Az-Zahrani hal. 26, Cet. 1425 H].</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّي فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي.</span></b></div>
</b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari<b> Abi Hurairah radliyallaahu ’anhu</b> ia berkata : <i><span style="color: #990000;">Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku, dan Ia tidak mengijinkanku. Namun Ia mengijinkan aku untuk menziarahi kuburnya”</span></i> [HR. Muslim no. 976, Abu Dawud no. 3234, An-Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 2034, Ibnu Majah no. 1572, dan Ahmad no. 9686].</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam <b>Al-Baihaqi </b>rahimahullah berkata :</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وأبواه كانا مشركين, بدليل ما أخبرنا.</span></b></div>
</b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">”Sesungguhnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah musyrik dengan dalil apa yang telah kami khabarkan....”.</span></i> Kemudian beliau membawakan dalil hadits dalam Shahih Muslim di atas (no. 203 dan 976) di atas [Lihat As-Sunanul-Kubraa juz 7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim].<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8372105893582766617#_ftn1">[1]</a>.</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-’Allamah <b>Syamsul-Haq ’Adhim ’Abadi</b> berkata :</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">فلم يأذن لي : لأنها كافرة والاستغفار للكافرين لا يجوز.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">”Sabda beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam :<i><span style="color: #990000;"> ”Dan Ia (Allah) tidak mengijinkanku”</span></i> adalah disebabkan Aminah adalah seorang yang kafir, sedangkan memintakan ampun terhadap orang yang kafir adalah tidak diperbolehkan” [’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Kitaabul-Janaaiz, Baab Fii Ziyaaratil-Qubuur].<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8372105893582766617#_ftn2">[2]</a>.</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">عن ابن مسعود رضي الله عنه قال "جاء ابنا مليكة - وهما من الأنصار - فقالا: يَا رَسولَ الله إنَ أمَنَا كَانَت تحفظ عَلَى البَعل وَتكرم الضَيف، وَقَد وئدت في الجَاهليَة فَأَينَ أمنَا؟ فَقَالَ: أمكمَا في النَار. فَقَامَا وَقَد شَق ذَلكَ عَلَيهمَا، فَدَعَاهمَا رَسول الله صَلَى الله عَلَيه وَسَلَمَ فَرَجَعَا، فَقَالَ: أَلا أَنَ أمي مَعَ أمكمَا.</span></b></div>
</b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari <b>Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu</b> ia berkata : <i><span style="color: #990000;">Datang dua orang anak laki-laki Mulaikah – mereka berdua dari kalangan Anshar – lalu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami semasa hidupnya memelihara onta dan memuliakan tamu. Dia dibunuh di jaman Jahiliyyah. Dimana ibu kami sekarang berada ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Di neraka”. Lalu mereka berdiri dan merasa berat mendengar perkataan beliau. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggil keduanya lalu berkata : “Bukankah ibuku bersama ibu kalian berdua (di neraka) ?”</span></i> [Lihat Tafsir Ad-Durrul-Mantsur juz 4 halaman 298 – Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3787, Thabarani dalam Al-Kabiir 10/98-99 no. 10017, Al-Bazzar 4/175 no. 3478, dan yang lainnya; shahih].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;"><br />3. Ijma’.</span></b></span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam<b> Ibnul-Jauzi </b>berkata :</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وأما عبد الله فإنه مات ورسول الله صلى الله عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة ماتت ولرسول الله صلى الله عليه وسلم ست سنين.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">”<i><span style="color: #990000;">Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallammasih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (tentang kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun</span></i>” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283].</span></div>
<div style="text-align: left;">
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-’Allamah ’<b>Ali bin Muhammad Sulthan Al-Qaari</b> telah menukil adanya ijma’ tentang kafirnya kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dengan perkataannya :</span></li>
</ul>
</div>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق.</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">”<i><span style="color: #990000;">Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihiijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’)</span></i> [Adilltaul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 7 - download dari <a href="http://www.alsoufia.com/">www.alsoufia.com</a>].</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam <b>Abu Hanifah</b> rahimahullah berkata :</span></li>
</ul>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">ووالدا رسول الله مات على الكفر</span></b></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir”</span></i> [Al-Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 1 – download dari <a href="http://www.alsoufia.com/">www.alsoufia.com</a>].</span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam <b>Abu Ja’far Ath-Thabari</b> rahimahullah berkata dalam Tafsirnya ketika menjelaskan QS. Al-Baqarah : 119 :</span></li>
</ul>
<div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">فإن فـي استـحالة الشكّ من الرسول علـيه السلام فـي أن أهل الشرك من أهل الـجحيـم, وأن أبويه كانا منهم.</span></b></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullahshallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”.</span></i></span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam Ibnul-Jauzi berkata ketika berhujjah dengan hadits ” Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku” ; yaitu berdasarkan kenyataan bahwa Aminah bukanlah seorang wanita mukminah” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 284].</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beberapa imam ahli hadits pun memasukkan hadits-hadits yang disebutkan di atas dalam Bab-Bab yang tegas menunjukkan fiqh (pemahaman) dan i’tiqad mereka tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam.</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Misalnya, Al-<b>Imam Muslim</b> memasukkannya dalam Bab [<b>بيان أن من مات على الكفر</b> <b>فهو في النار ولا تناله شفاعة ولا تنفعه قرابة المقربين</b>] <i><span style="color: #990000;">“Penjelasan bahwasannya siapa saja meninggal dalam kekafiran maka ia berada di neraka dan ia tidak akan memperoleh syafa’at dan tidak bermanfaat baginya hubungan kekerabatan”.</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam <b>Ibnu Majah </b>memasukkannya dalam Bab [<b>ما جاء في زيارة قبور المشركين</b>] ”<i><span style="color: #990000;">Apa-Apa yang Datang Mengenai Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik”.</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam <b>An-Nasa’i</b> memasukkannya dalam Bab [<b>زيارة قبر المشرك</b>] ”<i><span style="color: #990000;">Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik. Dan yang lainnya.</span></i></span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Keterangan di atas adalah hujjah yang sangat jelas yang menunjukkan kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam</b>. Namun, sebagian orang-orang yang datang belakangan menolak ’aqidah ini dimana mereka membuat khilaf setelah adanya ijma’ (tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam). Mereka mengklaim bahwa kedua orang tua beliau termasuk ahli surga. Yang paling menonjol dalam membela pendapat ini adalah <b>Al-Haafidh As-Suyuthi.</b> Ia telah menulis beberapa judul khusus yang membahas tentang status kedua orang tua Nabi seperti : Masaalikul-Hunafaa fii Waalidayal-Musthafaa, At-Ta’dhiim wal-Minnah fii Anna Abawai Rasuulillah fil-Jannah, As-Subulul-Jaliyyah fil-Aabaail-’’Aliyyah, dan lain-lain.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Bantahan terhadap Syubuhaat.</span></b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #cc0000;"><b><br /></b></span><b>1. Mereka menganggap bahwa kedua orang tua nabi termasuk ahli fatrah sehingga mereka dimaafkan.</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Kita Jawab</b> :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Definisi fatrah menurut bahasa kelemahan dan penurunan [Lisaanul-’Arab oleh Ibnul-Mandhur 5/43]. Adapun secara istilah, maka fatrah bermakna tenggang waktu antara dua orang Rasul, dimana ia tidak mendapati Rasul pertama dan tidak pula menjumpai Rasul kedua” [Jam’ul-Jawaami’ 1/63]. Hal ini seperti selang waktu antara Nabi Nuh dan Idris ’alaihimas-salaam serta seperti selang waktu antara Nabi ’Isa ’alaihis-salaam dan Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam. Definisi ini dikuatkan oleh firman Allah ta’ala :</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ.</span></b></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: "Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan"</span></i> [QS. Al-Maaidah : 19].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Ahli fatrah terbagi menjadi dua macam : </span><ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang telah sampai kepadanya ajaran Nabi.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang tidak sampai kepadanya ajaran/dakwah Nabi dan dia dalam keadaan lalai.</span></li>
</ol>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Golongan pertama di atas dibagi menjadi dua, yaitu : Pertama, Yang sampai kepadanya dakwah dan dia bertauhid serta tidak berbuat syirik. Maka mereka dihukumi seperti ahlul-islam/ahlul-iman. Contohnya adalah Waraqah bin Naufal, Qus bin Saa’idah, Zaid bin ’Amr bin Naufal, dan yang lainnya. Kedua, Yang tidak sampai kepadanya dakwah namun ia merubah ajaran dan berbuat syirik. Golongan ini tidaklah disebut sebagai ahlul-islam/ahlul iman. Tidak ada perselisihan di antara ulama bahwa mereka merupakan ahli neraka. Contohnya adalah ’Amr bin Luhay<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8372105893582766617"></a><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8372105893582766617#_ftn3">[3]</a>, Abdullah bin Ja’dan, shahiibul-mihjan, kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, Abu Thalib, dan yang lainnya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Golongan kedua, maka mereka akan diuji oleh Allah kelak di hari kiamat. <br />Kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam memang termasuk ahli fatrah, namun telah sampai kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam. Maka, mereka tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>2. Hadits-hadits yang menceritakan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam ke dunia, lalu mereka beriman kepada ajaran beliau.</b><br />Di antara hadits-hadits tersebut adalah :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>عن عائشة رضي الله عنها قالت: حج بنا رسول الله حجة الوداع ، فمرّ بي على عقبة الحجون وهو باكٍ حزين مغتم فنزل فمكث عني طويلاً ثم عاد إلي وهو فرِحٌ مبتسم ، فقلت له فقال : ذهبت لقبر أمي فسألت الله أن يحييها فأحياها فآمنت بي وردها الله</b></div>
</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa ia berkata :<i><span style="color: #990000;"> ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallammelakukan haji bersama kami dalam haji wada’. Beliau melewati satu tempat yang bernama Hajun dalam keadaan menangis dan sedih. Lalu beliau shallallaahu ’alaihi wasallam turun dan menjauh lama dariku kemudian kembali kepadaku dalam keadaan gembira dan tersenyum. Maka akupun bertanya kepada beliau (tentang apa yang terjadi), dan beliau pun menjawab : ”Aku pergi ke kuburan ibuku untuk berdoa kepada Allah agar Ia menghidupkannya kembali. Maka Allah pun menghidupkannya dan mengembalikan ke dunia dan beriman kepadaku”</span></i> [Diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam An-Nasikh wal-Mansukh no. 656, Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222, dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat 1/283-284].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><u>Hadits ini tidak shahih,</u> karena perawi yang bernama Muhammad bin Yahya Az-Zuhri dan Abu Zinaad. Tentang Abu Zinaad, maka telah berkata Yahya bin Ma’in : Ia bukanlah orang yang dijadikan hujjah oleh Ashhaabul-Hadiits, tidak ada apapanya”. Ahmad berkata : ”Orang yang goncang haditsnya (mudltharibul-hadiits)”. Berkata Ibnul-Madiinii : ”Menurut para shahabat kami ia adalah seorang yang dla’if”. Ia juga berkata pula : ”Aku melihat Abdurrahman bin Mahdi menulis haditsnya”. An-Nasa’i berkata : ”Haditsnya tidak boleh dijadikan hujjah”. Ibnu ’Adi berkata : ”Ia termasuk orang yang ditulis haditsnya” [silakan lihat selengkapnya dalam Tahdzibut-Tahdzib]. Ringkasnya, maka ia termasuk perawi yang ditulis haditsnya namun riwayatnya sangat lemah jika ia bersendirian.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Adapun Muhammad bin Yahya Az-Zuhri, maka Ad-Daruquthni berkata : ”Matruk”. Ia juga berkata : ”Munkarul-Hadits, ia dituduh memalsukan hadits” [lihat selengkapnya dalam Lisaanul-Miizaan 4/234].<br />Dengan melihat kelemahan itu, maka para ahli hadits menyimpulkan sebagai berikut : Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat (1/284) berkata : ”Palsu tanpa ragu lagi”. Ad-Daruquthni dalam Lisaanul Mizan (biografi ’Ali bin Ahmad Al-Ka’by) : ”Munkar lagibathil”. Ibnu ’Asakir dalam Lisanul-Mizan (4/111) : ”Hadits munkar”. Adz-Dzahabi berkata (dalam biografi ’Abdul-Wahhab bin Musa) : ”Hadits ini adalah dusta”.</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا كان يوم القيامة شفعت لأبي وأمي وعمي أبي طالب وأخ لي كان في الجاهلية</b></div>
</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma ia berkata : <i><span style="color: #990000;">Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Pada hari kiamat nanti aku akan memberi syafa’at kepada ayahku, ibuku, pamanku Abu Thalib, dan saudaraku di waktu Jahiliyyah</span></i>”[Diriwayatkan oleh Tamam Ar-Razi dalam Al-Fawaaid 2/45].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Hadits ini adalah palsu karena rawi yang bernama Al-Waliid bin Salamah. Ia adalahpemalsu lagi ditinggalkan haditsnya [lihat Al-Majruhiin oleh Ibnu Hibban 3/80 danMizaanul-I’tidaal oleh Adz-Dzahabi 4/339].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pembahasan selengkapnya hadits ini dapat dibaca dalam Silsilah Al-Ahaadits Adl-Dla’iifah wal-Ma’udluu’ah oleh Asy-Syaikh Al-Albani no. 322.</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">عن علي مرفوعاً : « هبط جبريل علي فقال إن الله يقرئك السلام ويقول إني حرمت النار على صلبٍ أنزلك وبطنٍ حملك وحجرٍ كفلك</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari ’Ali radliyallaahu ’anhu secara marfu’ : <i><span style="color: #990000;">”Jibril turun kepadaku dan berkata : ’Sesungguhnya Allah mengucapkan salaam dan berfirman : Sesungguhnya Aku haramkan neraka bagi tulang rusuk yang telah mengeluarkanmu (yaitu Abdullah), perut yang mengandungmu (yaitu Aminah), dan pangkuan yang merawatmu (yaitu Abu Thalib)”</span></i> [Diriwayatkan oleh Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222-223 dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat 1/283].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Hadits ini adalah palsu (maudlu’) tanpa ada keraguan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat (1/283) dan Adz-Dzahabi dalam Ahaadiitsul-Mukhtarah no. 67. <br />Dan hadits lain yang senada yang tidak lepas dari status sangat lemah, munkar, atau palsu.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>3. Hadits-hadits yang menjelaskan tentang kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam dinasakh (dihapus) oleh hadits-hadits yang menjelaskan tentang berimannya kedua orang tua beliau.</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Kita jawab </b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Klaim nasakh hanyalah diterima bila nash naasikh (penghapus) berderajat shahih. Namun, kedudukan haditsnya yang dianggap naasikh adalah sebagaimana yang kita lihat (sangat lemah, munkar, atau palsu). Maka bagaimana bisa diterima hadits shahih di-nasakh oleh hadits yang kedudukannya sangat jauh di bawahnya ? Itu yang pertama. Adapun yang kedua, nasakh hanyalah ada dalam masalah-masalah hukum, bukan dalam masalah khabar. Walhasil, anggapan nasakh adalah anggapan yang sangat lemah.<br />Pada akhirnya, orang-orang yang menolak hal ini berhujjah dengan dalil-dalil yang sangat lemah. Penyelisihan dalam perkara ini bukan termasuk khilaf yang diterima dalam Islam (karena tidak didasari oleh hujjahyang kuat). Orang-orang Syi’ah berada pada barisan terdepan dalam memperjuangkan pendapat bathil ini. Di susul kemudian sebagian habaaib (orang yang mengaku keturunan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam) dimana mereka menginginkan atas pendapat itu agar orang berkeyakinan tentang kemuliaan kedudukan mereka sebagai keturunan Rasulullah. Hakekatnya, motif dua golongan ini adalah sama. Kultus individu.<br />Keturunan Nabi adalah nasab yang mulia dalam Islam. Akan tetapi hal itu bukanlah jaminan – sekali lagi – bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga dan selamat dari api neraka. Allah hanya akan menilai seseorang – termasuk mereka yang mengaku memiliki nasab mulia – dari amalnya. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">وَمَنْ بَطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<i><span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Barangsiapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya” </span></i> [HR. Muslim – Arba’un Nawawiyyah no. 36].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Kesimpulan </span></b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah meninggal dalam keadaan kafir.</b> Wallaahu a’lam.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />[direvisi dan diperbaiki tanggal 11-5-2011].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">_______________<br /><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8372105893582766617#_ftnref1">[1]</a> Perkataan Imam Al-Baihaqi tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga dapat ditemui dalam kitab Dalaailun-Nubuwwah juz 1 hal. 192, Daarul-Kutub, Cet. I, 1405 H, tahqiq : Dr. Abdul-Mu’thi Al-Qal’aji].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8372105893582766617#_ftnref2">[2]</a> Karena ibu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk orang-orang kafir. Allah telah melarang Nabi shallallaahu ‘alaihi was allam dan kaum mukminin secara umum untuk memintakan ampun orang-orang yang meninggal dalam keadaan kafir sebagaimana firman-Nya :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="color: #990000;">“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam</span></i>” [QS. At-Taubah : 113].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8372105893582766617#_ftnref3">[3]</a> Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">قال النبي صلى الله عليه وسلم رأيت عمرو بن عامر بن لحي الخزاعي يجر قصبه في النار وكان أول من سيب السوائب</span></b></div>
</b><div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Telah berkata Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : <i><span style="color: #990000;">Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku melihat ‘Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuzaa’i menarik-narik ususnya di neraka. Dia adalah orang pertama yang melepaskan onta-onta (untuk dipersembahkan kepada berhala)”</span></i> [HR. Bukhari no. 3333 – tartib maktabah sahab, Muslim no. 2856].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Nisbah Al-Khuzaa’i merupakan nisbah kepada sebuah suku besar Arab, yaitu Bani Khuza’ah. Ibnu Katsir menjelaskan sebagai berikut :</span></div>
<div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: right;">
<b>عمرو هذا هو ابن لحي بن قمعة, أحد رؤساء خزاعة الذين ولوا البيت بعد جرهم وكان أول من غير دين إبراهيم الخليل, فأدخل الأصنام إلى الحجاز, ودعا الرعاع من الناس إلى عبادتها والتقرب بها, وشرع لهم هذه الشرائع الجاهلية في الأنعام وغيرها</b></div>
</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“‘<i><span style="color: #990000;">Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuza’i merupakan salah satu pemimpin Khuza’ah yang memegang kekuasaan atas Ka’bah setelah Kabilah Jurhum. Ia adalah orang yang pertama kali mengubah agama Ibrahim (atas bangsa Arab). Ia memasukkan berhala-berhala ke Hijaz, lalu menyeru kepada beberapa orang jahil untuk menyembahnya dan bertaqarrub dengannya, dan ia membuat beberapa ketentuan jahiliyyah ini bagi mereka yang berkenaan dengan binatang ternak dan lain-lain……</span></i>” [lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/148 QS. Al-Maidah ayat 103].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/06/kafirkah-kedua-orang-tua-nabi-sebuah.html</span></div>
</div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-21764220928074785512014-04-19T01:35:00.001+03:002014-04-19T01:35:48.864+03:00Koreksi Terhadap Kitab Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Syekh Abdul Qadir al Jailani merupakan tokoh sufi paling masyhur di Indonesia. <b>Tokoh yang diyakini sebagai cikal bakal berdirinya Tarekat Qadiriyah ini lebih dikenal masyarakat lewat cerita-cerita karamahnya dibandingkan ajaran spiritualnya</b>.Terlepas dari pro dan kontra atas kebenaran karamahnya, Biografi (manaqib) tentangnya sering dibacakan dalam majelis yang dikenal di masyarakat dengan sebutan manaqiban.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seharusnya bagi pencari kebenaran dan penuntut ilmu adalah "wajib" membaca buku-buku yang beliau tulis sendiri, disamping membaca manaqib yang ditulis oleh orang lain.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span><div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><u>Buku-buku yang beliau tulis antara lain</u> ;</span><ol style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Al Ghunyah Li thalibi Al Haq Azza wa Jalla.</span></li>
<li><span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Futuh Al Ghaib.</span></li>
<li><span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Al Fath Ar Rabbani wa Al Faidh ar-Rahman.</span></li>
</ol>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Nama lengkapnya adalah <b>Abdul Qadir ibn Abi Shalih Abdullah Janki Dusat al-Jailani.</b> Al-Jailani merupakan penisbatan pada Jilan, daerah di belakang Tabaristan. Di tempat itulah ia dilahirkan. Selain Jilan, tempat ini disebut juga dengan Jailan dan Kilan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kitab-kitab Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jaelani yang banyak beredar di Indonesia, pada umumnya disusun oleh penulis-penulis Indonesia yang maraji’nya (sumber pengambilan) dari kitab-kitab berbahasa Arab yang antara lain, seperti Tafrijul Khathir, Muzkin Nufus, Lujainid-Dani.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Buku-buku tentang BARJANZI versi Indonesia antara lain :</span></div>
<div>
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Madarij Al-Su’ud ila Iktisah Al-Burud</span> - Muhammad Nawawi Bin Umar Al-Jawi Al Bantani. Berbagai Terbitan.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Sabil Al-Munji (berbahasa Jawa)</span>- Abu Ahmad Abd Al-Hamid Al-Qandali (Kendal)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Nur Al-Lail Al-Duji wa Miftah Bab Al-Yasar (berbahasa Jawa)</span> – Hasan Al-Attas- Pekalongan.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Munyah Al-Martaji fi Tarjamah Maulid Al Barjanzi(berbahasa Jawa)</span> – Asrari Ahmad- Wonosari Tempuran.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Al Qaul Al-Munji Ala Ma’ani Al Barjanzi (berbahasa Jawa)</span> – Sa’ad Bin Nashir bin Nabhan. Surabaya</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Badr Al-Daji Fi Tarjamah Maulid Al-Barjanzi (berbahasa Indonesia)</span> –M. Mizan Asrari Zain Muhammad (Sidawaya, Rembang).</span></li>
</ol>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di bawah ini buku-buku Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani (asal terjemahan dari- <b>Lujjain Al-Dani. </b>Penulis, Ja’far Ibn Hasan Ibn ‘Abd Al-Karim Ibn Muhammmad (1690-1764) beliau juga menulis buku Al-Iqd Al Jawahir (al-Barjanzi) dan Qishshah Al-Mi’raj); di terbitkan di Indonesia dengan berbagai versi ;</span><ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Jauhar Al-Asnani ‘Ala Al-Lujjain Al-Dani Fi Manaqib Abd Al Qadir</span> - Abu Ahmad Abd Al Hamid Al-Qandali (Kendal) : Semarang , Al Munawwir.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Al-Nur Al Burhani Fi Tarjamah Al Lujjain Al-Dani</span> - Muslih Bin Abd Al Rahman Al Maraqi (Mranggen) : Semarang, Toha Putra.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Lubab Al Ma’ani Fi Tarjamah Lujjain Al-Dani</span> –Abu Muhammad Salih Mustamir Al Hajaini (Kajen) : Kudus, Menara.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Al Nur Al-Amani Fi Tarjamah Al Lujjain Al-Dani</span> – M.Mizan Asrari Zain Muhammad (Sidawaya Rembang) ; Terbitan sendiri.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Khulashah Al Manaqib Li- Al-Syaikh ‘Abd Al-Qadir ‘Abd Al Qadir Al-Jilani</span> - Asrari Ahmad (Wonosari, Tempuran) Surabaya, ‘ Istiqomah.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Wawacan Kangjeng Syaikh ‘Abd Al-Qadir Jilani R.A</span> (berbahasa Sunda) Bandung, Sindangdjaja.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Manaqib Syeikh Abdulqadir Jailani Radhiyallahu Anhu </span>(berbahasa Arab dan Indonesia) –Abdallah Shonhaji. Semarang, Al-Munawir.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Lubabul Ma’ani</span> - Abi Shaleh Mustamir (Juana, Jawa Tengah)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Miftahul Babil Amani </span>-Moh. Hambali. (Semarang, Jawa Tengah)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">An Nurul Burhani</span> – A. Lutfi Hakim dkk (Semarang, Jawa Tengah)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Nailul Amani</span> – A.Subhi Masyhadi. (Pekalongan, Jawa Tengah).</span></li>
</ol>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">__________________________<br /><b>Koreksi Terhadap Kitab Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani.</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Dalam kitab Manaqib tersebut tertulis;<br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Syaikh Abdul Qadir Jailani pernah duduk selama 30 tahun dengan tidak bergeser dari tempatnya karena ketaatannya kepada nabi Khidir.</span></b><br /><br /><span style="color: #990000;"><i>Pada waktu pertama kali masuk Irak, Syaikh Abdul Qadir Jailani ditemani Khidir, dan Syaikh belum pernah mengenalnya sebelum itu. Kemudian Khidir memberikan isyarat kepadanya agar ia tidak disalahi dan kalau sampai hal itu terjadi maka akan menjadi sebab perpisahan antara keduanya. Maka berkatalah Khidir kepadanya : Duduklah di sini ! Maka beliaupun duduk ditempat yang ditunjuk oleh Khidir itu selama tiga tahun, yang selalu dikunjunginya setiap setahun sekali dan katanya lagi: Janganlah engkau bergeser dari tempat itu sampai aku datang</i></span> [<b>Lubabul Ma'ani</b> hal. 20].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><u><b>Bantahan </b></u>:</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cerita ini terlalu mengada-ada. Duduk selama 3 tahun tanpa beranjak/bergeser dari tempat duduknya adalah mustahil. Bagaimana Syaikh Abdul Qadir Jailani mengambil air wudhu, Shalat Jum'at dan Shalat 'Id ?.</span></span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Diceritakan juga bahwa Syaikh Abdul Qadir Jailani pernah bermimpi junub sebanyak 40 kali dalam waktu semalam</span></b>.[<b>Lubabul ma'ani</b>, hal. 20-21].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><u>Bantahan</u></b> :</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kebohongan yang luar biasa, cukupkah waktu untuk 40 kali tidur, 40 kali bermimpi bersetubuh dan 40 kali mandi janabat ?.</span></span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">100 ulama merobek-robek baju sendiri </span></b>[<b>Lubabul Ma'ani</b>, hal. 23-24].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><u>Bantahan</u></b> :</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sungguh tidak masuk akal dan tidak pernah terbayang dalam angan-angan orang yang normal akalnya bahwa seorang yang saleh dan ulama yang ikhlas seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani sampai hati melihat para 'aimmah merobek-robek pakainnya dan bertingkah polah seperti orang yang tidak waras.</span></span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Di antara kekeramatan Syaikh Abdul Qadir Jailani, bahwa seekor burung Elang yang terbang di atas majlis syaikh, dimohon kepada angin agar dipenggal leher burung tersebut, maka putuslah leher burung Elang tersebut</span></b>.[<b>Lubabul Ma'ani</b>, hal. 59].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><u>Bantahan </u></b>:</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Burung adalah binatang yang tidak dibekali akal seperti manusia dan tidak dibebani tata tertib hidup serta tidak terikat dengan berbagai aturan sesamanya. Ia terbang mengikuti naluri hayawani tanpa memperdulikan apakah ada makhluk lain yang terganggu olehnya. Maka alangkah teganya hati Syaikh Abdul Qadir Jailani untuk membunuh burung Elang tersebut. "</span><i><span style="color: #990000;">Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.</span></i> (QS. Al Mulk : 19). <i><span style="color: #990000;">Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.</span></i> (QS. An Nur : 41).</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Diantara kekeramatan lainnya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Matinya seorang pelayan karena sorotan mata Syaikh Abdul Qadir Jailani karena kesalahannya tidak sudi meletakkan kendi kearah kiblat</span></b>.[<b>Lubabul ma'ani</b>, hal. 58-59].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><u>Bantahan</u></b> :</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Peristiwa kesalahan yang tidak patal sehingga membuat Syaikh Abdul Qadir Jailani untuk membunuh, apakah mungkin dilakukan bagi seorang syaikh yang berakhlaq mulia ?.</span></span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Syaikh Abdul Qadir Jailani meramal nasib</span></b> [<b>Lubabul Ma'ani</b>, hal. 59-64].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><u>Bantahan</u></b> :</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mirip Mama Lauren aja.</span></span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Syaikh Abdul Qadir Jailani menjamin para muridnya masuk surga </span></b>[<b>Lubabul Ma'ani</b>, hal. 80-81].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><u>Bantahan </u></b>:</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="color: purple;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lebih hebat daripada Rasulullah.</span></span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Syaikh Abdul Qadir Jailani mengejar Malaikat Maut untuk membatalkan kematian salah seorang muridnya, sehingga Malaikat Maut mengembalikan lagi ruh yang sudah dicabut tadi.</span></b> [Dikutip dari Tafsir al manar, Rasyid Juz XI hal. 423, oleh HAS. Al Hamdani dalam bukunya Sorotan terhadap Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><u>Bantahan</u></b> :</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">????.</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><span style="color: #cc0000;"><b>Syaikh Abdul Qadir Jailani mendapat sepucuk surat dari Allah</b>.</span> [<b>Lubabul ma'ani</b>, hal. 89].</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Bantahan </b>:</span></div>
<div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">???.</span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">_____</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Note</b> : </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mohon diperhatikan agar tidak salah menanggapi artikel ini, bahwa keterangan-keterangan seperti tersebut di atas tidak dijumpai dalam kitab-kitab yang ditulis oleh Syaikh Abdul Qadir Jailani sendiri. Beliau orang yang sangat mulia, rendah hati dan mempunyai aqidah yang bersih dan lurus insyAllah. Untuk lebih jelasnya silahkan membaca "<b>Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al Jailani</b>" oleh Dr. Said bin Musfir Al Qahthani, Penerbit Darul Falah.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />selengkapnya dalam sumber : http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com/2010/06/koreksi-terhadap-kitab-manaqib-syaikh.html</span></div>
</div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Artikel Terkait</b> :<br />1.<b><span style="color: #cc0000;"> <a href="http://indahnyamutiarasunnah.blogspot.com/2014/04/siapakah-syaikh-abdul-qadir-al-jaelani.html"><span style="color: #cc0000;">Siapakah Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani ?</span></a></span></b><br />2. <a href="http://indahnyamutiarasunnah.blogspot.com/2014/04/biografi-singkat-syaikh-abdul-qadir-al.html"><b><span style="color: #cc0000;">Biografi Singkat Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani</span></b></a></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">3. <a href="http://indahnyamutiarasunnah.blogspot.com/2014/04/wasiat-emas-syaikh-abdul-qadir-al.html"><span style="color: #cc0000;"><b>Wasiat Emas Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani</b></span></a></span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-85472070702753047742014-04-19T01:08:00.001+03:002014-04-19T01:08:17.644+03:00Wasiat Emas Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah, (bernama lengkap <b>Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani</b>). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M kota Baghdad sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani. Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Beberapa Nasehat Beliau </span></b>;</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">"Janganlah berbuat bid'ah dan sesuatu yang baru dalam agama Allah. Ikutilah para saksi yang adil berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah karena keduanya akan mengantarkanmu kepada Tuhanmu 'Azza wa Jalla. Jika kamu berbuat bid'ah, saksimu adalah akal dan hawa nafsumu sendiri. Keduanya akan mengantarkanmu kepada neraka dan mempertautkanmu dengan Fir'aun, Haman, beserta bala tentaranya. Jangan engkau berhujah dengan qadr, karena itu tidak akan diterima darimu. Engkau harus masuk Darul Ilmi dan belajar, beramal, lalu ikhlas"</span></i>. (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 47).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">"Ber-ittiba'lah dan jangan berbuat bid'ah. Patuhilah dan janganlah membangkang. Bersabarlah dan jangan khawatir. Tunggulah dan jangan berputus asa".</span></i> (Al Sya'rani, al Thabaqat al Kubra hal. 129).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">"Hendaklah kalian ber-ittiba' dan tidak berbuat bid'ah. Hendaklah kalian bermazhab kepada Salafus Shalih. Berjalanlah pada jalan yang lurus".</span></i> (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 4).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><i><span style="color: #990000;">"Ikutilah sunnah Rasul dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhlah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar, junjung tinggi tauhid dan jangan menyekutukan Dia".</span></i> (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam FUTUH GHAIB risalah 2).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Syaikh Abdul Qadir Jailani berkata; Nabi -shalallahu 'alaihi wasallam- bersabda : <i><span style="color: #990000;">"Barangsiapa berbuat sesuatu yang tidak kami perintahkan, maka perbuatnnya tertolak. Hal ini meliputi kehidupan, kata dan perilaku. Hanya Nabilah yang dapat kita ikuti, dan hanya berdasarkan al Qur'anlah kita berbuat. Maka jangan menyimpang dari keduanya ini, agar engkau tidak binasa, dan agar hawa nafsu serta setan tidak menyesatkanmu".</span></i> (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam FUTUH GHAIB risalah 36).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">__________</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Anwar Baru Belajar<br />http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com/2010/06/wasiat-emas-syaikh-abdul-qadir-jailani.html</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-75188979532576230052014-04-18T08:32:00.001+03:002014-04-18T08:32:36.717+03:00Kesabaran Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani Dalam Menuntut Ilmu<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Hafizh <b>Ibnu Rajab Al-Hanbali</b> rahimahullah berkata dalam kitabnya Dzailu Thabaqatil Hanabilah,I:298, tentang biografi Imam Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah (wafat tahun 561 H.), “Syaikh Abdul Qadir berkata, “Aku memunguti selada, sisa-sisa sayuran dan daun carob dari tepi kali dan sungai. Kesulitan yang menimpaku karena melambungnya harga yang terjadi di Baghdad membuatku tidak makan selama berhari-hari. Aku hanya bisa memunguti sisa-sisa makanan yang terbuang untukku makan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Suatu hari, karena saking laparnya, aku pergi ke sungai dengan harapan mendapatkan daun carob, sayuran, atau selainnya yang bisa ku makan. Tidaklah aku mendatangi suatu tempat melainkan ada orang lain yang telah mendahuluinya. Ketika aku mendapatkannya,maka aku melihat orang-orang miskin itu memperebutkannya. Maka, aku pun membiarkannya, karena mereka lebih membutuhkan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Aku pulang dan berjalan di tengah kota. Tidaklah aku melihat sisa makanan yang terbuang, melainkan ada yang mendahuluiku mengambilnya. Hingga, aku tiba di Masjid Yasin di pasar minyak wangi di Baghdad. Aku benar-benar kelelahan dan tidak mampu menahan tubuhku. Aku masuk masjid dan duduk di salah satu sudut masjid. Hampir saja aku menemui kematian. Tib-tiba ada seorang pemida non Arab masuk ke masjid. Ia membawa roti dan daging panggang. Ia duduk untuk makan. Setiap kali ia mengangkat tangannya untuk menyuapkan makanan ke mulutnya, maka mulutku ikut terbuka, karena aku benar-benar lapar. Sampai-sampai, aku mengingkari hal itu atas diriku. Aku bergumam,<i><span style="color: #990000;"> “Apa ini?”</span></i> aku kembali bergumam, <i><span style="color: #990000;">“Disini hanya ada Allah atau kematian yang telah Dia tetapkan.”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Tiba-tiba pemuda itu menoleh kepadaku, seraya berkata, <span style="color: #990000;"><i>“Bismillah, makanlah wahai saudaraku.”</i></span> Aku menolak. Ia bersumpah untuk memberikannya kepadaku. Namun, jiwaku segera berbisik untuk tidak menurutinya. Pemuda itu bersumpah lagi. Akhirnya, akupun mengiyakannya. Aku makan dengan tidak nyaman. Ia mulai bertanya kepadaku, <i><span style="color: #990000;">“Apa pekerjaanmu? Dari mana kamu berasal? Apa julukanmu?”</span></i> Aku menjawab, <i><span style="color: #990000;">“Aku orang yang tengah mempelajari fiqih yang berasal dari Jailan bernama Abdul Qadir. </span></i>Ia dikenal sebagai cucu Abdillah Ash-Shauma ‘I Az-Zahid?” Aku berkata, <span style="color: #990000;">“Akulah orangnya.”.</span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Pemuda itu gemetar dan wajahnya sontak berubah. Ia berkata, <i><span style="color: #990000;">“Demi Allah, aku tiba di Baghdad, sedangkan aku hanya membawa nafkah yang tersisa milikku. Aku bertanya tentang dirimu, tetapi tidak ada yang menunjukkanku kepadamu. Bekalku habis. Selama tiga hari ini aku tidak mempunyai uang untuk makan, selain uang milikmu yang ada padaku. Bangkai telah halal bagiku (karena darurat). Maka, aku mengambil barang titipanmu, berupa roti dan daging panggang ini. Sekarang, makanlah dengan tenang. Karena, ia adalah milikmu. Aku sekarang adalah tamumu, yang sebelumnya kamu adalah tamuku.”</span></i>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Aku berkata kepadanya, “<i><span style="color: #990000;">Bagaimana ceritanya?”</span></i> Ia menjawab, <i><span style="color: #990000;">“Ibumu telah menitipkan kepadaku uang 8 dinar untukmu. Aku menggunakannya karena terpaksa. Aku meminta maaf kepadamu.”</span></i> Aku menenangkan dan menenteramkan hatinya. Aku memberikan sisa makanan dan sedikit uang sebagai bekal. Ia menerima dan pergi.”.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Sumber: <b>Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama</b>, Syaikh Abdul Fatah, Zam-Zam Mata Air Ilmu, 2008<br />Judul asli: Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah, Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah cet. 1394 H./1974 M.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Artikel <a href="http://www.kisahmuslim.com/">www.KisahMuslim.com</a>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah Mengais Sisa-sisa Makanan Karena Lapar.<br />http://kisahmuslim.com/abdul-qadir-jaelani/</span></div>
</div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-80377347419132139982014-04-18T06:01:00.002+03:002014-04-18T06:01:13.580+03:00Siapakah Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani ?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Tahukah anda siapa itu Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani?</b> Ya, semua orang tahu siapa itu Abdul Qadir Jailani. Mulai dari anak-anak kecil sampai orang-orang tua pun tahu tentang Abdul Qadir Jailani, sampai para tukang becak pun tahu akan siapa tokoh ini. Sampai-sampai jika ada orang yang bernama Abdul Qadir, maka orang akan mudah menghafal namanya disebabkan namanya ada kesamaan dengan nama Abdul Qadir Jailani.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang jelas, selama orangnya muslim, pasti tahu siapa itu Abdul Qadir Jailany. Ya minimal namanya.<br />Jika nama Abdul Qadir disebut atau didengarkan oleh sebagian orang, niscaya akan terbayang suatu hal berupa kesholehan, dan segala karomah, serta keajaiban yang dimiliki oleh beliau menurut mereka.Orang-orang tersebut akan membayangkan Abdul Qadir Jailani itu bisa terbang di atas udara, berjalan di atas laut tanpa menggunakan seseuatu apapun, mengatur cuaca, mengembalikan ruh ke jasad orang, mengeluarkan uang di balik jubahnya, menolong perahu yang akan tenggelam, menghidupkan orang mati dan lain sebagainya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Apakah semua itu betul, ataukah semua itu hanyalah karangan dan kedustaan dari para qashshash (pendongeng) yang bodoh?</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Berikut sedikit keterangan mengenai siapakah Abdul Qadir Al-Jailani.</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />(<b><span style="color: #cc0000;">Nama lengkap beliau</span></b>)<br />Seorang ahli sejarah Islam, Ibnul Imad menyebutkan tentang nama dan masa hidup Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany: “Pada tahun 561 H hiduplah Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Abi Sholeh bin Janaky Dausat bin Abi Abdillah Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Huzy bin Abdullah Al-Himsh bin Al-Hasan bin Al-Mutsanna bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailany”.(Lihat Syadzarat Adz-Dzahab (4/198) oleh Ibnul Imad Al-Hanbaly).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />(<b><span style="color: #cc0000;">Tempat kelahiran beliau</span></b>)<br />Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany adalah salah seorang ulama ahlusunnah yang berasal dari negeri Jailan. Kepada negeri inilah beliau dinasabkan sehingga disebut “Al-Jailany”, artinya seorang yang berasal dari negeri Jailan.Jailan merupakan nama bagi beberapa daerah yang terletak di belakang Negeri Thobaristan. Tidak ada satu kota pun terdapat di negeri Jailan kecuali ia hanya merupakan bentuk perkampungan yang terletak pada daerah tropis di sekitar pegunungan. (Lihat Mu’jam Al-Buldan (4/13-16) Oleh Abu Abdillah Yaqut bin Abdillah Al-Hamawy).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />(<b><span style="color: #cc0000;">Komentar para ulama tentang beliau</span></b>)<br />Para ulama memberikan pujian kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany.<b> Ibnu Rajab</b> rahimahullah berkata, “<i><span style="color: #990000;">Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany termasuk orang yang berpegang-teguh dengan sunnah dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, Qodar, dan semisalnya, bersungguh-sungguh dalam membantah orang yang menyelisihi perkara tersebut. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany berkata dalam kitabnya Al-Ghun-yah yang masyhur: [Allah berada di bagian atas langit, bersemayam di atas Arsy, menguasai kerajaan, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, kepada-Nya lah naik kata-kata yang baik dan amalan sholeh diangkatnya. Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, lalu urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang sama dengan seribu tahun menurut perhitungan kalian.Tidak boleh Allah disifatkan bahwa Dia ada di segala tempat. Bahkan Dia di atas langit, di atas Arsy sebagaimana Allah berfirman, “Ar-Rahman (Allah) tinggi di atas Arsy”.</span></i><br /><br />Kitab Al-Ghun-yah di atas, judul lengkapnya adalah: “<b>Ghun-yah Ath-Tholibin</b>” sebagaimana yang disebutkan oleh <b>Al-Azhim Abadi</b> dalam Aunul Ma’bud (3/300), dan <b>Al-Mubarakfury</b> dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7/430). Imam <b>Muwaffaquddin Ibnu Qudamah</b> berkata,<i><span style="color: #990000;">“Kami masuk Baghdad tahun 561 H. Ternyata Syaikh Abdul Qadir termasuk orang yang mencapai puncak kepemimpinan dalam ilmu , harta, fatwa dan amal disana. Penuntut ilmu tidak perlu lagi menuju kepada yang lainnya karena banyaknya ilmu, kesabaran terhadap penuntut ilmu, dan kelapangan dada pada diri beliau. Orangnya berpandangan jauh. Beliau telah mengumpulkan sifat-sifat yang bagus, dan keadaan yang agung. Saya tak melihat ada orang yang seperti beliau setelahnya.”</span></i> (Lihat Dzail Thobaqot Hanabilah (1/293) karya Ibnu Rajab).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Kehebatan-kehebatan yang dinisbatkan kepada beliau Adapun khurafat yang biasa dinisbahkan kepada beliau sebagaimana yang telah kami sebutkan contohnya di atas</b>, maka Al-Hafizh Ibnu Rajab Rahimahullah berkata: <i><span style="color: #990000;">“Akan tetapi Al-Muqri’ Abul Hasan Asy-Syanthufi Al-Mishri telah mengumpulkan berita-berita, dan keistimewaan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany sebanyak tiga jilid. Ia telah menulis di dalamnya suatu musibah, dan cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta jika ia menceritakan segala yang ia dengar. Di dalamnya terdapat keanehan, malapetaka, pengakuan dusta, dan ucapan batil, yang tak bisa lagi dihitung. Semua itu tak bisa dinisbahkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany rahimahullah. Kemudian saya mendapatkan Al-Kamal Ja’far Al-Adfawy telah menyebutkan bahwa Asy-Syanthufi sendiri tertuduh dusta dalam berita yang ia riwayatkan dalam kitab ini.”</span></i> (Lihat Dzail Thobaqot Hanabilah (1/293) karya Ibnu Rajab).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Ibnu Katsir</b> Rahimahullah berkata: “<i><span style="color: #990000;">Mereka telah menyebutkan dari beliau (Abdul Qadir Al-Jailany) ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, pengungkapan urusan gaib, yang kebanyakannya adalah ghuluw (sikap berlebih-lebihan). Beliau orangnya sholeh dan wara’. Beliau telah menulis kitab Al-Ghun-yah, dan Futuh Al-Ghaib. Dalam kedua kitab ini terdapat beberapa perkara yang baik, dan ia juga menyebutkan di dalamnya hadits-hadits dha’if, dan palsu. Secara global, ia termasuk di antara pemimpin para masyayikh (orang-orang yang berilmu)”. </span></i>(Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (12/252) oleh Ibnu Katsir).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Kesimpulannya </span></b>:</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah seorang ulama ahlussunnah wal jamaah, salafi. <b>Mempunyai karya-karya ilmiah di antaranya kitab Al-Ghun-yah dalam masalah tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat</b>, yang di dalamnya beliau menjelaskan tentang akidah ahlussunnah. Sebagian ulama belakangan menyebutkan bahwa memang beliau mempunyai beberapa karamah, hanya saja sebagian orang-orang jahil lagi ghulum kepada beliau terlalu memperbesar-besar kejadiannya dan banyak menambah kisah-kisah palsu lagi dusta lalu menyandarkannya kepada beliau -rahimahullah-. Wallahu a’lam bishshawab<br /><br />Ringkasan dari muqaddimah tulisan Al-Ustadz Abu Faizah Abdul Qadir yang berjudul <b>Biografi Abdul Qadir Al-Jailani Sebuah sosok yang dikultuskan ahli tasawwuf.</b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />http://al-atsariyyah.com/siapakah-abdul-qadir-al-jailani.html</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-89292238676847067362014-04-18T05:51:00.001+03:002014-04-18T05:51:59.675+03:00Biografi Singkat Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani termuat dalam kitab <b>Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah</b> I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Tetapi, buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau berada di atas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka hal ini merupakan suatu kekeliruan. Karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa dilampaui di sisi Allah oleh manusia siapapun.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Ada juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do’a mereka</b>. Berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaraannya. <u>Ini juga merupakan kesesatan</u>.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b>Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara tidak ada syari’atnya dan ini sangat diharamkan.</b> Apalagi kalau ada yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Allah melarang makhluknya berdo’a kepada selainNya. Allah berfirman, yang artinya: <i><span style="color: #990000;">“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” </span></i>(QS. Al Jin:18).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /><b><span style="color: #cc0000;">Kelahirannya</span></b><br />Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang ‘alim di Baghdad yang lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy.<br /><br /><b>Pendidikannya</b><br />Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.<br /><br /><b>Pemahamannya</b><br />Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus sunnah mengikuti jalan Para Pendahulu Islam Yang Sholeh.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, <i><span style="color: #990000;">“Dia (Allah) di arah atas, berada di atas ‘ArsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. </span></i>“Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, <i><span style="color: #990000;">“Sepantasnya menetapkan sifat istiwa’ (Allah berada di atas ‘ArsyNya) tanpa takwil (menyimpangkan kepada makna lain, -seperti Allah dihati atau dimana-mana, ini adalah keyakinan batil-). Dan hal itu merupakan istiwa’ dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ‘Arsy".</span></i><br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Dakwahnya</span></b><br />Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut, “<i><span style="color: #990000;">Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat”.</span></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.<br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Wafatnya</span></b><br />Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.<br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Pendapat Para Ulama tentang Beliau</span></b></span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al jailani, <b>Ibnu Qudamah</b> menjawab, <i><span style="color: #990000;">“Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”.</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Ibnu Rajab</b> di antaranya mengatakan,<i><span style="color: #990000;"> “Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syaikh, baik ulama dan para ahli zuhud. Beliau memiliki banyak keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama <b>Al Muqri’ Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri</b> (orang Mesir) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. <u>Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya)</u>. Cukuplah seorang itu dikatakan berdusta, jika dia menceritakan segala yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tenteram untuk meriwayatkan apa yang ada di dalamnya, kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari kitab selain ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh (dari agama dan akal), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak terbatas. <u>Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al Jailani</u>. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja’far al Adfawi telah menyebutkan bahwa Asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”.</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Ibnu Rajab</b> juga berkata, “<i><span style="color: #990000;">Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah.“.</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Imam <b>Adz Dzahabi</b> mengatakan, <i><span style="color: #990000;">“intinya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang-orang beriman). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”.</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Imam <b><span style="color: #990000;">Adz Dzahabi</span></b> juga berkata, “<i><span style="color: #990000;">Tidak ada seorangpun para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi”.</span></i></span></li>
</ul>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/09/01/abdul-qadir-al-jailani-471-561-h/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-23548365746621870432014-04-18T05:25:00.003+03:002014-04-18T05:25:42.898+03:00Mengurai Kesesatan Kitab Ihya' Ulumiddin<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Ustadz Abu ‘Utsman ‘Ali, Lc.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak banyak yang tahu, Ihya` ‘Ulumiddin, kitab yang banyak dipuja orang ini, merupakan salah satu gudangnya kemungkaran. Kajian berikut memang tidak memaparkannya secara keseluruhan. Namun cukuplah menjadi peringatan bagi kita semua agar tidak lagi menggeluti buku ini terlebih mengagungkannya.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Ahlus Sunnah Wal Jamaah merupa-kan suatu umat yang senantiasa berupaya untuk komitmen di atas kemurnian agama</b>, serta bersikap tegas terhadap segala bentuk penyimpangan atau upaya sego-longan orang yang akan mengaburkan As-Sunnah.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
</div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda: “<i><span style="color: #990000;">Yang paling aku takutkan menimpa umatku ialah imam-imam yang menyesat-kan.” </span></i>(HR. Abu Dawud, 4/4252 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, jilid 4 no. 1586).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Abdurrahman bin Abu Hatim Ar-Razi berkata: “<i><span style="color: #990000;">Aku mendengar bapakku dan Abu Zur’ah, keduanya memerintahkan untuk memboikot ahlul bid’ah. Keduanya sangat keras terhadap mereka, dan mengingkari pemahaman kitab (Al-Qur`an, red.) dengan akal semata tanpa bersandar dengan atsar (hadits, red.), melarang duduk bersama ahlul kalam (kaum filsafat), dan melihat kitab-kitab ahlul kalam.” </span></i>(Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 322)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ibnu Mas’ud z berkata: “<i><span style="color: #990000;">Kalian akan mendapati segolongan kaum yang menyangka bahwa mereka menyeru kepada Kitabullah, namun hakekatnya mereka telah melemparkannya ke belakang punggung-punggung mereka.” </span></i>(Al-Ibanah, 1/322).</span></li>
</ul>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mengingat hal ini, akan kami paparkan secara ringkas tentang kitab Ihya` ‘Ulumiddin yang selalu dibanggakan segolongan orang. Bahkan dianggap sebagai literatur yang sarat akan bimbingan aqidah dan akhlak!.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<b><span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Berikut beberapa kesalahan yang terdapat dalam kitab Ihya` ‘Ulumiddin dan bantahannya secara global.</span></b></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">1. Dalam pembahasan sifat-sifat Allah </span></b>-subhanahu wata'ala-, <b><span style="color: #cc0000;">Al-Ghazali terkadang melakukan penakwilan ayat-ayat yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah </span></b>-subhanahu wata'ala-.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Ahlus Sunnah Wal Jamaah selalu meyakini bahwa sifat-sifat Allah I tidak boleh disamakan dengan sifat makhluk, tidak boleh ditanyakan tentang bagaimana keadaannya, tidak boleh menakwilkan dengan sesuatu yang keluar dari makna dhahir sebagaimana yang telah diyakini salafus shalih, dan tidak boleh pula mengingkarinya.</span> (lihat Fathur Rabbil Bariyyah bi Talkhisil Hamawiyyah, hal. 27-28).</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab Al-Wushabi hafizhahullah berkata: “T<i><span style="color: #990000;">auhid asma wash shifat adalah mengesakan Allah I pada apa yang telah Dia namakan diri-Nya sendiri dengannya atau dengan apa yang telah dinamakan Rasulullah n, dan mengesakan Allah I pada apa yang Dia sifatkan terhadap diri-Nya atau yang telah Rasulullah n sifatkan untuk-Nya, tanpa mempertanyakan bagai-mananya (kaifiyah), atau menyerupakannya dengan makhluk, memalingkan maknanya, dan mengingkarinya. </span></i>(Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, hal. 81).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebagai contoh, <b>Al-Ghazali telah menakwilkan makna istiwa` (artinya naik di atas ‘Arsy) dengan istaula (menguasai).</b> (lihat Ihya` ‘Ulumiddin, jilid 1 sub pemba-hasan Aqidah). </span><br />
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Hal ini telah menyelisihi Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijma’ para salafush shalih.</span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Allah I berfirman: “<i><span style="color: #990000;">Sucikan Rabbmu yang Maha Tinggi.” (Al-A’la: 1), “Sesungguhnya Allah itu Maha Tinggi dan Maha Besar.”</span></i> (An-Nisa`: 34), <i><span style="color: #990000;">“Ar-Rahman ber-istiwa` di atas ‘Arsy-Nya.” </span></i>(Thaha: 5).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rasulullah n bersabda: “<i><span style="color: #990000;">Ketika Allah menentukan ketentuan makhluk, maka Dia tulis dalam Kitab-Nya yang ada di sisi-Nya, di atas ‘Arsy…”</span></i> (HR. Al-Bukhari dan Muslim).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam Al-Qurthubi t berkata: “<i>T<span style="color: #990000;">idak ada satupun salafush shalih yang mengingkari bahwa Allah I benar-benar ber-istiwa` di atas Arsy-Nya. Yang tidak mereka ketahui adalah bagaimana cara ber-istiwa`. Dan sungguh hal itu tidaklah diketahui hakekatnya.”</span></i> (Muhammad bin ‘Utsman bin Abi Syaibah wa Kitabuhu Al-’Arsy, hal. 187).</span></li>
</ul>
</div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; box-sizing: border-box; text-rendering: optimizelegibility;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">2. Al-Ghazali berkata tentang ilmu kalam </span></b>: <i><span style="color: #990000;">“Dia merupakan penjaga aqidah masyarakat awam dan yang melindungi dari berbagai kerancuan para ahli bid’ah. Dan perumpamaan ahli ilmu kalam adalah seperti penjaga jalan bagi para jamaah haji.”</span></i> (Ihya` ‘Ulumiddin, 1/22).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Aqidah yang bersih akan selalu terbangun di atas pondasi yang benar berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah. </span>Adapun ilmu kalam adalah belenggu yang menjadikan orang terlena dengan akal, sehingga akan menjauh dari hakekat kemurnian aqidah.</span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Allah I berfirman: “<i><span style="color: #990000;">Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, bagi mereka yang mengharap Allah dan hari kiamat, dan dia banyak mengingat Allah.”</span></i> (Al-Ahzab: 21)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Asy-Syaikh As-Sa’di t: <i><span style="color: #990000;">“Contoh yang baik adalah Rasulullah n. Orang yang mengambil suri teladan darinya berarti telah menempuh suatu jalan yang akan menyam-paikan kepada kemuliaan Allah I. Inilah jalan yang lurus.”</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam Al-Barbahari t: “<i><span style="color: #990000;">Ketahui-lah –semoga Allah I merahmatimu–, sungguh tidaklah muncul kezindiqan, kekufuran, keraguan, bid’ah, kesesatan, dan kebingungan dalam agama kecuali akibat ilmu kalam, ahli ilmu kalam, debat, berbantahan, dan perselisihan.”</span></i> (Syarhus Sunnah, hal. 93)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ibnu Rajab t berkata: <i><span style="color: #990000;">“Mengikuti ocehan ahli ilmu kalam dan filsafat merupakan kerusakan yang nyata. Tak sedi-kit orang yang mencoba menyelami perkara itu akhirnya berlumuran dengan berbagai kotorannya, sebagaimana ucapan Al-Imam Ahmad: ‘Tidaklah orang yang melihat ilmu kalam kecuali akan terpengaruh dengan Jahmiyyah’. Beliau dan para ulama salaf lainnya selalu memperingatkan dari ahli ilmu kalam walaupun (ahli ilmu kalam itu) berniat membela As-Sunnah.”</span></i> (Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘alal Khalaf, hal. 43)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Abdurrahman Muhammad Sa’id Dimasyqiyah berkata: “<i><span style="color: #990000;">Ilmu kalam –yang telah disepakati Al-Imam Malik, Abu Hani-fah, Ahmad, dan Asy-Syafi’i sebagai suatu yang bid’ah– tidak akan mungkin menjadi penjaga aqidah dari berbagai bid’ah. Karena ilmu kalam itu sendiri adalah bid’ah.”</span></i> (Abu Hamid Al-Ghazali ‘Aqida-uhu wa Tashawwufuhu hal. 9).</span></li>
</ul>
<br />
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Sungguh malang nasib pengagum ilmu kalam. Na’udzubillahi min dzalika (Kita berlindung kepada Allah I dari hal itu).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">3. Al-Ghazali membagi ilmu menjadi dua bagian </span></b>: <b>a. Ilmu dhahir: ilmu muamalah. b. Ilmu batin: ilmu kasyaf. </b>(Ihya` ‘Ulumiddin, 1/19-21).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Keyakinan bahwa ilmu kasyaf merupa-kan puncak ilmu merupakan hal yang umum di kalangan para Shufi! Kasyaf menurut keyakinan Shufi adalah tersingkap-nya hijab di hadapan para wali Shufi, sehingga dia bisa melihat dan mengetahui sesuatu yang ghaib tanpa melalui indera perasa. </span>Namun ilmu kasyaf adalah ilmu yang terilhamkan dalam hati. (Ash-Shufiyah wa Ta‘atstsu-ruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 114).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Sungguh menakutkan keadaan mere-ka.</span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bukankah Allah -azza wa jalla- telah berfirman : “<i><span style="color: #990000;">Katakanlah tidak ada siapapun yang ada di langit dan di bumi yang mengetahui suatu yang ghaib selain Allah.” </span></i>(An-Naml: 65). <i><span style="color: #990000;">“(Dialah) Yang Maha Mengetahui perkara ghaib dan tidak menampakkannya kepada siapapun, kecuali kepada utusan-Nya yang telah Dia ridhai. Sesungguhnya Dia memberikan penjagaan (dengan para malaikat) dari depan dan belakangnya.”</span></i> (Al-Jin: 26-27). Ibnu Katsir t berkata: <i><span style="color: #990000;">“Sesungguh-nya Dia mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dan sungguh tidak ada makhluk-Nya yang bisa mengetahui ilmu-Nya kecuali yang Allah I beritahukan kepadanya.” </span></i>(Tafsir Ibnu Katsir, 4/462)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda: “<i><span style="color: #990000;">Ada lima perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah.”</span></i>. Kemudian beliau membaca ayat: “<i><span style="color: #990000;">Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” </span></i>(Luqman: 34) [HR. Ahmad, 5/353. Dihasankan Asy-Syaikh Muqbil t dalam Shahihul Jami’, 6/361].</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata: “<i><span style="color: #990000;">Ilmu ghaib merupakan sifat khusus bagi Allah I. Dan segala perkara ghaib yang Nabi n kabarkan merupakan sesuatu yang dikabarkan Allah I kepadanya. Dan tidaklah beliau mengeta-hui dari dirinya sendiri.” </span></i>(Fathul Bari, 9/203)</span></li>
</ul>
<br />
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Adanya keyakinan kasyaf merupakan upaya penghinaan kepada Allah -subhanahu wata'la-.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">4. Penafsiran ayat secara ilmu batin dan keluar dari kaedah-kaedah salaf. </span></b>Seba-gai contoh Al-Ghazali menafsirkan firman Allah I: “<i><span style="color: #990000;">Dan jauhkan aku serta keturunanku dari penyembahan terhadap berhala.” </span></i>(Ibrahim: 35). A<b>l-Ghazali menyatakan bahwa yang dimaksud berhala adalah dua batu, yaitu emas dan perak! </b>(Ihya` ‘Ulumiddin, 3/235).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Cara seperti ini merupakan tipudaya setan, karena hanya akan menjadikan seseorang keluar dan menyeleweng dari pemahaman salafush shalih.</span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Allah I berfirman: “<i><span style="color: #990000;">Katakanlah, jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”</span></i> (Ali ‘Imran: 31). <i><span style="color: #990000;">“Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, maka Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami jadikan ia di Jahannam. Dan Jahannam adalah sejelek-jelek tempat kembali.”</span></i> (An-Nisa`: 115).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Ilmu batin menurut Shufiyyah adalah rahasia-rahasia ilmu yang ganjil, dan hanya diketahui oleh orang-orang Shufi yang berbicara dengan lisan yang abadi.</span> (Majmu’ Fatawa, 13/231).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Keadaan ini menyerupai orang-orang bathiniyyah Qaramithah yang menafsirkan Al-Qur`an secara ilmu batin, seperti shalat berarti doa, puasa berarti menahan rahasia, haji bermakna safar dan berkunjung kepada guru serta para syaikh.</span> (Majmu’ Fatawa, 13/236).</span></li>
</ul>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">5. Al-Ghazali terpengaruh dengan suluk orang-orang Cina dan kependetaan dalam Nasrani.</span></b> (Ihya` ‘Ulumiddin, 3/334). Ia berkata: “<i><span style="color: #990000;">Upaya para wali dalam penyucian, pencerahan, kebersihan, dan keindahan jiwa sehingga suatu kebenaran menjadi gemerlap, nampak dan bersinar sebagaimana dilakukan orang-orang Cina. Dan demikianlah upaya kaum cendekiawan dan ulama untuk meraih dan menghiasi ilmu, sehingga terpatri indah dalam hati sebagaimana yang dilakukan orang-orang Romawi.”</span></i> (Ihya` ‘Ulumiddin, 3/24).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bahkan hubungan manis antara Shufiyyah dengan Nasrani dinyatakan<b> Ibrahim bin Adham</b>. Ia berkata: “<i><span style="color: #990000;">Aku mempelajari ma’rifat dari seorang pendeta bernama Sam’an dan aku pernah masuk ke dalam tempat ibadahnya.”</span></i> (Talbis Iblis, hal. 137).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Abdurrahman Al-Badawi berkata: “<i><span style="color: #990000;">Sungguh, kalangan Shufiyyah dari kaum Muslimin menganggap tidak mengapa untuk mendengarkan pelajaran-pelajaran para pendeta dan perihal olah batin mereka karena terdapatnya faedah, walaupun hal itu datang dari Nasrani.</span></i> (Ash-Shufiyyah wa Ta`atstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 64).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Anggapan seperti ini sangatlah naif, dan hanya akan melumpuhkan serta menelanjangi seseorang dari al-wala` wal-bara`.</span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Allah -azza wa jalla- berfirman: “<i><span style="color: #990000;">Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” </span></i>(Al-Hasyr: 19). <i><span style="color: #990000;">“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” </span></i>(Al-Jatsiyah: 18).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda: <i><span style="color: #990000;">“Benar-benar kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang sebelum kalian…” </span></i>(HR. Al-Bukhari no. 3456 dan Muslim no. 2669). “<i><span style="color: #990000;">Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka.”</span></i> (HR. Abu Dawud, 2/74. Dan dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adabuz Zifaf hal. 116).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bahkan Rasulullah n dengan jelas menyatakan: “<i><span style="color: #990000;">Tidak ada kependetaan dalam Islam.” </span></i>(Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, 4/7).</span></li>
</ul>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Sungguh perilaku Shufiyyah merupa-kan virus pluralisme yang akan selalu bergulir seperti bola liar dengan kemerdekaan berfikir tanpa batas </span>(freedom of thinking is every-thing).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">6. Menurut Al-Ghazali, martabat kenabian bisa diraih seorang Shufi dari sisi turunnya ilham Ilahi di dalam hatinya.</span></b> (Ihya`, 3/18-19).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Menurut para Shufi, ilham adalah pancaran ilmu kepada para syaikh dan wali dari Allah I, yang tercurahkan dalam hati, yang bisa didapatkan baik saat terjaga ataupun tidur, sehingga terbukalah rahasia ilmu yang ada di Lauhul Mahfuzh. </span>Hal ini terkadang mereka namakan ilmu laduni, yang tidak akan berakhir seperti berhentinya wahyu kepada para nabi. (Ash-Shufiyah wa Ta`atstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 114-115).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bahkan Al-Ghazali berkata: “<i><span style="color: #990000;">Sesung-guhnya hati, di hadapannya siap tergelar hakekat sesuatu yang haq dalam semua urusan. Bahkan tercurahkan segala bentuk yang rahasia dan tersingkap dengan mata hati, menjadikan apa yang tertulis di Lauhul Mahfuzh terpampang, sehingga bisa mengetahui apa yang akan terjadi”. </span></i>Kemudian beliau menambahkan: “<i><span style="color: #990000;">Berbagai urusan tersingkap bagi para nabi dan wali. Dan suatu cahaya tertuang dalam hati mereka yang didapatkan tanpa belajar, mengkaji, menulis, dan buku-buku, yang diraih dengan zuhud di dunia. </span></i>(Ihya` ‘Ulumiddin, 3/18-19). Beliau juga berkata: “<i><span style="color: #990000;">Sesungguhnya ilmu-ilmu yang didapatkan para nabi dan wali itu melalui pintu batin atau melalui hati, dan melalui pintu yang terbuka dari alam malakut/ Lauhul Mahfuzh.”</span></i> (Ihya` ‘Ulu-middin, 3/20).</span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Abdurrahman Muhammad Sa’id Dimasyqiyah berkata: <i><span style="color: #990000;">“Perkataan Al-Gha-zali tentang kenabian merupakan kepan-jangan tangan Ibnu Sina yang menganggap bahwa para nabi memiliki tiga kekuatan: kekuatan kesucian, kekuatan khayalan, ke-kuatan perasaan dan batin.”</span></i> (Abu Hamid Al-Ghazali ‘Aqidatuhu wa Tashaw-wufuhu hal. 35).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Abdurrahman Muhammad Sa’id Dimasyqiyah menukilkan ucapan Al-Ghazali dalam kitab Al-Jawahirul Ghali: <i><span style="color: #990000;">“Tidak ada perbedaan sedikitpun antara wahyu dan ilham, bahkan dalam kehadiran malaikat yang memberikan faedah ilmu. Sesungguh-nya ilmu didapatkan dalam hati kita dengan perantara para malaikat.”</span></i> (Abu Hamid Al-Ghazali ‘Aqidatuhu wa Tashawwufuhu hal. 38).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berkata: <i><span style="color: #990000;">“Sesung-guhnya yang terkandung dalam ucapan mereka adalah bahwa berita-berita dari Rasulullah n tidaklah berfaedah sedikitpun dalam sisi ilmiah. Bahkan hal yang seperti itu bisa diraih oleh setiap orang dengan musyahadah</span></i> <span style="color: blue;">[1]</span>,<i><span style="color: #990000;"> nur, dan kasyaf.”</span></i> (Dar`u Ta’arudhil ‘Aql wan Naql, 5/347).</span></li>
</ul>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Ghazali bahkan menghina para fuqaha dengan ucapannya: “<b>Para fuqaha hanyalah sekedar ulama dunia dan tugas mereka tidak lebih dari itu</b>.” (Ihya` ‘Ulumiddin, 1/18).</span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ibnul Jauzi t berkata: “<i><span style="color: #990000;">Kebencian-nya kepada para fuqaha merupakan kezindiqan terbesar. Karena para fuqaha selalu menghadirkan fatwa-fatwa tentang kesesatan dan kefasikan mereka. Dan sungguh al-haq itu berat sebagaimana beratnya zakat.”</span></i> (Talbis Iblis hal. 374)</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Abdurrahman Muhammad Sa’id Dimasyqiyyah berkata: “<i><span style="color: #990000;">Fiqih merupakan suatu upaya untuk membenahi sesuatu yang dhahir dan yang batin. Allah I berfirman: “Akan tetapi orang-orang munafiq tidaklah memahami.” (Al-Munafiqun: 7). Jikalau hati-hati mereka bersih dan tercermin dalam dhahir-dhahirnya, sungguh mereka adalah orang yang memahami. Ingatlah pemimpin para fuqaha, Ibnu ‘Abbas c yang didoakan oleh Nabi n: ‘Ya Allah, fahamkanlah dia dalam urusan agama’.”</span></i> (Abu Hamid Al-Ghazali ‘Aqida-tuhu wa Tashawwufuhu hal. 45)</span></li>
</ul>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Perilaku Shufiyyah merupakan pintu kesombongan, kecongkakan dan sikap ekstrim dalam memposisikan diri mereka. Mereka telah melupakan Rasulullah sebagai seorang nabi yang membawa kesempurnaan syariat dan akhlak yang mulia. </span>Allah I berfirman: <i><span style="color: #990000;">“Hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian dan telah Aku sempurnakan kepada kalian nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian.”</span></i> (Al-Ma`idah: 3). “<i><span style="color: #990000;">Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.” </span></i>(Ali ‘Imran: 164).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">7. Tentang ajaran wihdatul wujud</span></b>, <b>Al-Ghazali berkata menyebutkan tingkatan orang-orang shiddiqin</b>: <i style="color: #990000;">“Mereka adalah segolongan kaum yang melihat Allah I dalam keesaan-Nya. Dengan-Nya, mereka melihat segala sesuatu. Dan tidaklah mereka melihat dalam dua tempat selain dari-Nya, dan tidaklah mereka memperhatikan alam wujud selain Dia. Inilah memperhatikan de-ngan pandangan tauhid. Hal ini meng-ajarkan kepadamu bahwa yang bersyukur adalah yang disyukuri. Dan dia adalah yang mencintai dan yang dicintai </i><span style="color: blue;">[2].</span><i style="color: #990000;"> Inilah pan-dangan seseorang yang mengetahui bahwa tidaklah ada di alam yang wujud ini melainkan Dia.”</i> (Ihya` ‘Ulumiddin, 4/86).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Bahkan terdapat keterikatan yang kuat antara Al-Ghazali dan Al-Hallaj yang meyakini aqidah wihdatul wujud, bahkan sebagai puncak dari tauhid.</span> (Ihya` ‘Ulumiddin, 4/247). Ibnu Taimiyyah t berkata membantah keyakinan yang bejat ini: “<i><span style="color: #990000;">Para salaf mengkafirkan Jahmiyah karena perkataan mereka bahwa Allah I berada di semua tempat. Di antara bentuk pengingkaran para salaf adalah: Bagaimana mungkin Allah I berada di perut, di tempat-tempat kotor, di tempat-tempat sunyi? Maha Tinggi Allah dari perkara tersebut! Lalu bagaimana-kah dengan mereka yang menjadikan perut, tempat-tempat kotor, tempat-tempat sunyi, barang-barang najis, dan kotoran-kotoran sebagai bagian dari Dzat-Nya?”</span></i> (Majmu’ Fatawa, 2/126).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Ahlus Sunnah meyakini bahwa Allah -subhanahu wata'ala- ber-istiwa` di atas ‘Arsy dan Allah -subhanahu wata'ala- tidak membutuhkan ‘Arsy. Dan Allah tidaklah serupa dengan makhluk dalam segala sifat-Nya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Allah I berfirman: “<i><span style="color: #990000;">Ar-Rahman ber-istiwa` di atas ‘Arsy.”</span></i> (Thaha: 5). <i><span style="color: #990000;">“Sesungguhnya Rabb kalian telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari kemudian ber-istiwa` di atas Arsy.” </span></i>(Yunus: 3). “<i><span style="color: #990000;">Tidaklah Allah serupa dengan apapun dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”</span></i> (Asy-Syura: 11).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">8. Ajaran khalwat atau menyendiri dan menyepi, dan kesalahan dalam memahami ‘uzlah. </span>Al-Ghazali berkata</b>: <i><span style="color: #990000;">“Dalam ‘uzlah (menyingkir dan menjauhi umat), ada jalan keluar (kedamaian). Adapun dalam ber-amar ma’ruf dan nahi mungkar akan meninggalkan perselisihan dan membangkit-kan kedengkian hati. Dan siapapun yang mencoba beramar ma’ruf niscaya keba-nyakannya akan menyesal.”</span></i> (Ihya` ‘Ulumiddin, 2/228).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Bahkan dengan khalwat akan tersingkap kehadiran Rabb dan nampak baginya Al-Haq. </span>(Ihya` ‘Ulumiddin, 3/78).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Syarat-syarat khalwat menurut kaum Shufi:</span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Meminta bantuan dengan ruh para syaikh, dengan perantara gurunya.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menyibukkan diri dengan dzikir sehingga nampak Allah I baginya.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bertempat di ruangan yang gelap dan jauh dari suara serta gerakan manusia.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak berbicara.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak memikirkan kandungan makna Al-Qur`an dan hadits, karena akan menyibukkan dari dzikir yang sebenarnya.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak boleh masuk dan keluar dari tempat khalwat kecuali dengan izin dari syaikhnya.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selalu mengikat hati dengan mengingat syaikh. (Ash-Shufiyah wa Ta‘atstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 186)</span></li>
</ul>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ini merupakan amalan-amalan yang akan menguburkan nilai-nilai agama yang suci, akibat salah memahami ‘uzlah dan upaya meniru gaya kependetaan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Makna ‘uzlah bukanlah khalwat ala Shufiyyah yang rancu. Maknanya adalah menjauhi suatu fitnah agar tidak menimpa-nya, baik itu di dalam rumah ataupun di suatu tempat, yang apabila telah hilang fitnah tersebut maka dia kembali melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, berdakwah, dan berjihad di jalan-Nya.</span> (lihat Ash-Shufiyyah wa Ta`atstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 188).</span><br />
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Suatu fitnah harus dihadapi dengan ilmu dan bimbingan yang benar, bukan dengan sikap emosional atau mengekor pola-pola orang kafir.</span> (baca kitab Al-Qaulul Hasan fi Ma’rifatil Fitan).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">9. Al-Ghazali lebih mengutamakan as-sama’ (mendengarkan nasyid dan dendang kerohanian) daripada membaca Al-Qur`an. </span></b>Setelah menceritakan keutamaan as-sama’, beliau berkata: <i><span style="color: #990000;">“Dan apabila hati telah terbakar (mabuk) dalam kecintaan kepada Allah , maka untaian bait syair yang aneh akan lebih membangkitkan sesuatu yang tidak bisa dibangkitkan dengan membaca Al-Qur`an.”</span></i> (Ihya` ‘Ulumid-din, 2/301).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="color: purple; font-family: Verdana, sans-serif;">Keganjilan kaum Shufi ini merupakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan para shahabat.</span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ibnu Taimiyyah berkata: <i><span style="color: #990000;">“Berkumpul untuk mendengarkan dendang-an-dendangan rohani baik yang diiringi tepuk tangan, dawai, ataupun rebana, merupakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan para shahabat, baik Ahlush Shuffah atau yang lainnya. Demikian pula para tabi’in (tidak pernah melakukannya).”</span></i> (Majmu’ Fatawa, 11/57).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “<i><span style="color: #990000;">Tidaklah aku tinggalkan Baghdad kecuali telah muncul at-taghbir (dendang kero-hanian) yang dibuat orang-orang zindiq, yang hanya menghalangi manusia dari Al-Qur`an. </span></i>Dan Yazid bin Harun berkata: “<i><span style="color: #990000;">Tidaklah melakukan at-taghbir kecuali orang fasiq.” </span></i>(Majmu’ Fatawa, 11/569).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: <i><span style="color: #990000;">“Orang yang membiasakan men-cari semangat dengan as-sama’ niscaya tidak akan lembut dan senang hatinya dengan Al-Qur`an. Dan dia tidak akan mendapatkan apapun saat mendengarkan Al-Qur`an sebagaimana ketika mendengarkan bait-bait syair. Bahkan apabila mendengarkan Al-Qur`an, dia akan mendengarkan dengan hati dan lisan yang lalai.”</span></i> (Majmu’ Fatawa, 11/568)</span></li>
</ul>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Orang-orang Shufi telah melupakan firman Allah</span> -azza wa jalla- : “<i><span style="color: #990000;">Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah apabila diingatkan tentang Allah maka hati-hati mereka bergetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka.” </span></i>(Al-Anfal: 2). <i><span style="color: #990000;">“Ketahuilah bahwa dengan mengingat Allah hati akan tenang.”</span></i> (Ar-Ra’d: 28).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">10. Kesalahan yang fatal dalam memahami makna tawakkal, sehingga menghilangkan sebab yang harus ditempuh. </span>Al-Ghazali berkata</b>: “Telah diceritakan dari Banan Al-Hammal: <i><span style="color: #990000;">‘Suatu hari saya dalam perjalanan pulang dari Mesir, dan saya membawa bekal keperluanku. Datanglah kepadaku seorang wanita dan menase-hatiku: ‘Wahai Banan, engkau adalah tukang pembawa yang selalu membawa bekal di punggungmu dan engkau menyang-ka bahwa Dia tidak memberimu rizki?’ </span></i>Banan berkata: <i><span style="color: #990000;">‘Maka aku buang bekalku’.”</span></i> (Ihya` ‘Ulumiddin, 4/271).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Hal ini sangatlah berseberangan dengan bimbingan Al-Qur`an dan As-Sunnah.</span> Allah I berfirman: <i><span style="color: #990000;">“Hendaknya kalian mengambil bekal, dan sebaik-baik bekal adalah takwa.”</span></i> (Al-Baqarah: 197). Asy-Syaikh As-Sa’di t berkata: “<i><span style="color: #990000;">Allah I memerintahkan untuk membawa bekal bagi safar yang mubarak (diberkahi) ini (yakni haji). Sesungguhnya persiapan bekal akan mencukupinya dan bisa mencegah dari harta orang lain, tidak mengemis dan meminta bantuan. Bahkan dengan memperbanyak bekal akan bisa menolong para musafir.”</span></i> Kemudian beliau berkata: “<i><span style="color: #990000;">Adapun bekal yang hakiki yang akan terus bermanfaat di dunia dan di akhirat adalah bekal takwa, inilah bekal untuk menuju rumah abadi.”</span></i> (Taisirul Karimirrahman hal. 74).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Al-Ghazali berkata:</b> “<i><span style="color: #990000;">Barangsiapa menyimpan persediaan makanan untuk 40 hari atau kurang dari itu, maka akan terharamkan dari al-maqam al-mahmud (kedudukan terpuji) yang dijanjikan kepada orang yang bertawakkal di akhirat kelak.”</span></i> (Ihya` ‘Ulumiddin, 4/276).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Al-’Iraqi berkata setelah menyebutkan hadits bahwa Rasulullah n mempersiapkan makanan untuk keluarganya selama satu tahun yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari</span>: “<i><span style="color: #990000;">Apakah Rasulullah n telah keluar dari tingkatan orang-orang yang berta-wakkal, sebagaimana yang diterangkan Al-Ghazali dalam manhajnya yang rusak dalam masalah tawakkal?” </span></i>(Abu Hamid Al-Ghazali ‘Aqidatuhu wa Tashawwufuhu hal. 79).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Bahkan ketika orang-orang Nasrani menyerbu negeri Baghdad, ia lebih memilih untuk ber-khalwat daripada berjihad. </span>(Abu Hamid Al-Ghazali ‘Aqidatuhu wa Tashawwufuhu hal. 89).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">11. Menjauhi suatu yang fitrah, bahkan yang diperintahkan Rasulullah n, seperti nikah. </span>Al-Ghazali berkata</b>: <i><span style="color: #990000;">“Barangsiapa menikah maka sungguh dia telah cenderung kepada dunia.” </span></i>(Ihya` ‘Ulumiddin, 3/101).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: purple;">Hal ini sangat menyelisihi sabda Rasulullah </span>-shalallahu alaihi wasallam-: “<i><span style="color: #990000;">Menikahlah kalian, sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya umat dari kalian, dan janganlah kalian meniru kependetaan Nasrani.” </span></i>(Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, 4/385, hadits no. 1782. Beliau mengatakan hadits ini diriwayatkan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, 7/78)</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: purple;">Peringatan Ulama Salaf terhadap Kitab Ihya` ‘Ulumiddin </span></b><span style="color: blue;">[3].</span></span><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Asy-S<b>yaikh Abdul Lathif bin Abdur-rahman Alusy Syaikh</b> berkata: <i><span style="color: #990000;">“Di dalam kitab Ihya`, beliau (yakni Al-Ghazali) menu-lis dengan metode filsafat dan ilmu kalam dalam banyak pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan ketuhanan dan teologi, serta membingkai filsafat dengan syariat. Ibnu Taimiyyah berkata: ‘Namun Abu Hamid telah memasuki ruang lingkup ilmu filsafat dalam banyak hal, yang Ibnu ‘Aqil menyatakan ilmu filsafat sebagai bagian dari zindiq’.</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Ibnul ‘Arabi,</b> murid Al-Ghazali mengatakan: <i><span style="color: #990000;">“Guru kami Abu Hamid telah masuk dalam cengkeraman ilmu filsafat, dan beliau ingin melepaskannya namun tidak berhasil.</span></i>”<span style="color: blue;">[4].</span></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Abu ‘Ali Ash-Shadafi </b>berkata: “<i><span style="color: #990000;">Syaikh Abu Hamid terkenal dengan berbagai berita buruk dan memiliki karya yang besar. Beliau sangat ekstrim dalam tarekat Shufiyyah dan mencurahkan waktunya untuk membela madzhabnya, bahkan menjadi penyeru dalam Shufiyyah. Beliau mengarang berba-gai tulisan yang terkenal dalam hal ini dan membahasnya dalam berbagai tempat, sehingga mengakibatkan umat berburuk sangka kepadanya. Sungguh Allah Yang Maha Tahu rahasianya. Dan penguasa di tempat kami di negeri Maghrib –berdasarkan fatwa para ulama– telah memerintahkan untuk membakar dan menjauhi karyanya.”</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Adz-Dzahabi </b>berkata: “<i><span style="color: #990000;">Karyanya ini penuh dengan musibah yang sungguh sangat tidak menyenangkan.”</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Ahmad bin Shalih Al-Jaili </b>: <i><span style="color: #990000;">“(Al-Ghazali adalah) seorang yang fatwa-fatwa-nya terbangun dari sesuatu yang tidak jelas. Di dalamnya banyak riwayat-riwayat yang dicampuradukkan antara sesuatu yang tsabit/jelas dengan yang tidak tsabit. Demi-kian pula apa yang dia nisbatkan kepada para ulama salaf, tidak mungkin untuk dibenarkan semuanya. Ia juga menyebutkan berbagai kejadian-kejadian para wali dan renungan-renungan para wali sehingga mengagungkan posisi mereka. Ia mencam-purkan sesuatu yang manfaat dan yang berbahaya.”</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Abu Bakr Ath-Thurthusi </b>berkata: “<i><span style="color: #990000;">Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya` dengan berbagai kedustaan atas nama Rasulullah n. Dan tidaklah ada di atas bumi yang lebih banyak kedustaan darinya, sangat kuat keterikatannya dengan filsafat dan risalah Ikhwanush Shafa, yaitu segolongan orang yang menganggap bahwa kenabian adalah sesuatu yang bisa diraih manusia biasa dan mu’jizat hanyalah halusinasi dan khayalan.”</span></i></span></li>
</ul>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Semoga Allah -subhanahu wata'ala- selalu menjaga kita dari tipu daya, kesesatan dan makar setan. <b>Wallahu a’lam.</b></span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">__________</span><br />
<br />
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Musyahadah menurut kalangan Shufi adalah melihat kehadiran Allah I yang kemudian memberikan/membuka rahasia-rahasia-Nya kepada hamba-Nya.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Maksudnya dia telah bersatu dengan Allah, sehingga tidak lagi terpisah antara dia dengan Allah.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Diambil dari kitab At-Tahdzirul Mubin min Kitab Ihya` ‘Ulumiddin karya Asy-Syaikh Abdul Lathif bin Abdurrahman Alusy Syaikh</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tentang akhir kehidupan Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah t mengatakan: “<i><span style="color: #990000;">…Oleh karena itu, menjadi jelas baginya (Al-Ghazali, ed) di akhir hayatnya bahwa jalan tasawuf tidaklah menyampaikan kepada tujuannya. Kemudian ia mencari petunjuk melalui hadits-hadits Nabi n. Mulailah ia menyibukkan diri dengan Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Dan ia meninggal di tengah kesibukannya itu, dalam keadaannya yang paling baik. Beliau juga membenci apa yang terdapat dalam bukunya berupa perkara-perkara semacam itu, yaitu perkara yang diingkari oleh orang-orang.” </span></i>(‘Aqidah Asfahaniyyah, hal. 108, ed).</span></li>
</ol>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">http://asysyariah.com/mengurai-kesesatan-ihya-ulumuddin/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8300016909697840608.post-62838330260486417632014-04-17T02:52:00.001+03:002014-04-17T02:52:13.717+03:00Mengkritisi Keabsahan Hadits-hadits Kitab Ihya’ Ulumiddin<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: center;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kiranya tidak berlebihan kalau kita mengatakan bahwa <b>kitab Ihya’ Ulumiddin adalah termasuk kitab berbahasa Arab yang paling populer di kalangan kaum muslimin di Indonesia</b>, bahkan di seluruh dunia.</span><div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Kitab ini dianggap sebagai rujukan utama, sehingga seorang yang telah menamatkan pelajaran kitab ini dianggap telah mencapai kedudukan yang tinggi dalam pemahaman agama Islam.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<a href="http://salafiyunpad.files.wordpress.com/2011/04/ihya-ulumuddin-imam-ghazali.jpg?w=146&h=220" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="kitab ihya ulumuddin" border="0" src="http://salafiyunpad.files.wordpress.com/2011/04/ihya-ulumuddin-imam-ghazali.jpg?w=146&h=220" /></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Padahal, <span style="color: purple;">kiranya juga tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa kitab ini termasuk kitab yang paling keras diperingatkan oleh para ulama untuk dijauhi, bahkan di antara mereka ada yang merekomendasikan agar kitab ini dimusnahkan!</span> (Lihat kitab <b>Siyaru A’laamin Nubala’</b>, 19/327 dan 19/495-496).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Betapa tidak, <b>kitab ini berisi banyak penyimpangan dan kesesatan besar, sehingga orang yang membacanya apalagi mendalaminya tidak akan aman dari kemungkinan terpengaruh dengan kesesatan tersebut</b>, terlebih lagi kesesatan-kesesatan tersebut dibungkus dengan label agama.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Di antara kesesatan besar yang dikandung buku ini adalah pembenaran ideologi (keyakinan) <b><span style="color: #cc0000;">wihdatul wujud </span></b>(<b>bersatunya wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan wujud makhluk</b>), yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta ini tidak lain merupakan perwujudan/ penampakan Zat Ilahi (Allah Subhanahu wa Ta’ala) – Mahasuci AllahSubhanahu wa Ta’ala dari segala keyakinan rusak ini –.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Keyakinan sangat menyimpang bahkan kafir ini dibenarkan secara terang-terangan oleh penulis kitab ini di beberapa tempat dalam kitab ini, misalnya pada jilid ke-4 halaman 86 dan halaman 245-246 (cet. Darul Ma’rifah, Beirut).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Cukuplah pernyataan Syaikhul Islam <b>Ibnu Taimiyah</b> berikut ini menggambarkan besarnya penyimpangan dan kesesatan yang terdapat dalam kitab ini, <i><span style="color: #990000;">“Kitab ini berisi pembahasan-pembahasan yang tercela, (yaitu) pembahasan yang rusak (menyimpang dari Islam) dari para ahli filsafat yang berkaitan dengan tauhid (pengesaaan Allah Subhanahu wa Ta’ala), kenabian dan hari kebangkitan. Maka, ketika penulisnya menyebutkan pemahaman orang-orang ahli Tasawwuf (yang sesat) keadaannya seperti seorang yang mengundang seorang musuh bagi kaum muslimin tetapi (disamarkan dengan) memakaikan padanya pakaian kaum muslimin (untuk merusak agama mereka secara terselubung). Sungguh para imam (ulama besar) Islam telah mengingkari (kesesatan dan penyimpangan) yang ditulis oleh Abu Hamid al-Gazali dalam kitab-kitabnya”</span></i> (Kitab Majmu’ul Fataawa, 10/551-552).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Oleh karena itu, <b>Imam Adz-Dzahabi</b> menukil ucapan Imam Muhammad bin al-Walid Ath-Thurthuusyi yang mengatakan bahwa kitab Ihya’ Ulumiddin (artinya: menghidupkan ilmu-ilmu agama) lebih tepat jika dinamakan Imaatatu ‘uluumid diin(mematikan/merusak ilmu-ilmu agama).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Di samping itu, <u>kitab ini juga memuat banyak hadits lemah bahkan palsu</u>, yang tentu saja tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan banyak di antaranya yang sangat bertentangan dengan prinsip dasar agama Islam.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Hal ini tidaklah mengherankan, karena sang penulis adalah seorang yang kurang pengetahuannya terhadap hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, khususnya dalam membedakan hadits yang shahih dan hadits yang lemah, sebagaimana pernyataan sang penulis sendiri, <i><span style="color: #990000;">“Aku memiliki barang dagangan (pengetahuan) yang sedikit tentang hadits (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)” </span></i>(Dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidaayah wan Nihaayah, 12/174).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas semua kesesatan tersebut, tetapi saya akan membahas dan menilai keabsahan hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini, berdasarkan keterangan para ulama ahlus sunnah yang terlebih dahulu meneliti dan mengkritisi kitab ini.<br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Kritikan para ulama Ahlus Sunnah terhadap hadits-hadits dalam kitab ini</span> :</b></span><ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Imam Abul Faraj <b>Ibnul Jauzi </b>berkata (dalam kitab beliau Minhaajul Qaashidiin, sebagaimana yang dinukil dalam Majalah Al-Bayaan, edisi 48 hal. 81), <i><span style="color: #990000;">“Ketahuilah, bahwa kitab Ihya’ Ulumiddin di dalamnya terdapat banyak kerusakan (penyimpangan) yang tidak diketahui kecuali oleh para ulama. Penyimpangannya yang paling ringan (dibandingkan penyimpangan-penyimpangan besar lainnya) adalah hadits-hadits palsu dan batil (yang termaktub di dalamnya), juga hadits-hadits mauquf(ucapan shahabat atau tabi’in) yang dijadikan sebagai hadits marfu’ (ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Semua itu dinukil oleh penulisnya dari referensinya, meskipun bukan dia yang memalsukannya. Dan (sama sekali) tidak dibenarkan mendekatkan diri (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan hadits yang palsu, serta tidak boleh tertipu dengan ucapan yang didustakan (atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).”</span></i></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Imam <b>Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthuusyi</b> berkata, <i><span style="color: #990000;">“…Kemudian al-Ghazali memenuhi kitab ini dengan kedustaan atas (nama) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan aku tidak mengetahui sebuah kitab di atas permukaan hamparan bumi ini yang lebih banyak (berisi) kedustaan atas (nama) Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi kitab ini.”</span></i> (Dinukil oleh Imam Adz-Dzahabi dalam kitab Siyaru A’laamin Nubala’, 19/495).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Syaikhul Islam <b>Ibnu Taimiyah</b> berkata, <i><span style="color: #990000;">“Dalam kitab ini terdapat hadits-hadits dan riwayat-riwayat yang lemah bahkan banyak hadits yang palsu. Juga terdapat banyak kebatilan dan kebohongan orang-orang ahli Tasawwuf.” </span></i>(Kitab Majmu’ul Fataawa, 10/552).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Imam <b>Adz-Dzahabi</b> berkata, <i><span style="color: #990000;">“Adapun kitab Ihya’ Ulumiddin, maka di dalamnya terdapat sejumlah (besar) hadits-hadits yang batil (palsu).”</span></i> (Kitab Siyaru A’laamin Nubala’, 19/339).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Imam <b>Ibnu Katsir</b> berkata, <i><span style="color: #990000;">“…Akan tetapi di dalam kitab ini banyak terdapat hadits-hadits yang asing, mungkar dan palsu.”</span></i> (Kitab Al-Bidaayah wan Nihaayah, 12/174).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Syaikh <b>Muhammad Nashiruddin Al-Albani </b>berkata, <i><span style="color: #990000;">“Betapa banyak kitab Ihya’ Ulumiddin memuat hadits-hadits (palsu) yang oleh penulisnya dipastikan penisbatannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Imam Al-Iraqi dan para ulama lainnya menegaskan bahwa hadits-hadits tersebut tidak ada asalnya (hadist palsu).”</span></i> (Kitab Silsilatul Ahaadiitsidh Sha’iifah wal Maudhuu’ah, 1/60).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bahkan, Imam <b>As-Subki</b> mengumpulkan hadits-hadits dalam kitab Ihya’ Ulumiddin yang tidak ada asalnya (palsu), dan setelah dihitung semuanya berjumlah 923 hadits (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/287).</span></li>
</ol>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="color: #cc0000;">Beberapa contoh hadits palsu dan lemah yang dimuat dalam kitab ini</span> :</b><br /><br />1. Hadits, “<i><span style="color: #990000;">Percakapan dalam masjid akan memakan/ menghapus (pahala) kebaikan seperti binatang ternak yang memakan rumput.</span></i>” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/152, cet. Darul Ma’rifah, Beirut).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hadits ini dihukumi oleh Imam Al-‘Iraqi, As-Subki dan Syaikh al-Albani sebagai hadits palsu yang tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits (lihat kitab Silsilatul Ahaadiitsidh Dha’iifah wal Maudhuu’ah, 1/60).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />2. Hadits, “<i><span style="color: #990000;">Taufik yang sedikit lebih baik dari ilmu yang banyak.</span></i>” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/31).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hadits ini juga dihukumi oleh para ulama di atas sebagai sebagai hadits palsu yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/287 dan Difaa’un ‘anil Hadiitsin Nabawi, halaman 46).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />3. Hadits, “<i><span style="color: #990000;">Agama Islam dibangun di atas kebersihan</span></i>.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/49).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hadits ini adalah hadits yang palsu, karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama ‘Umar bin Shubh al-Khurasani, Ibnu Hajar berkata tentangnya (dalam kitabTaqriibut Tahdziib, halaman 414), “Dia adalah perawi yang matruk (ditinggalkan riwayatnya karena sangat lemah), bahkan (Imam Ishak) bin Rahuyah mendustakannya.” (Lihat kitab Silsilatul Ahaadiitsidh Dha’iifah wal Maudhuu’ah, no. 3264).<br /><br />4. Hadits, “<i><span style="color: #990000;">Sesungguhnya orang yang berilmu akan disiksa (dalam neraka) dengan siksaan yang akan membuat sempit (susah) penduduk nereka</span></i>.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/60).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hadits ini dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/287).<br /><br />5. Hadits, “<i><span style="color: #990000;">Seburuk-buruk ulama adalah yang selalu mendatangi para penguasa/ pemerintah dan sebaik-sebaik penguasa adalah yang selalu mendatangi para ulama.”</span></i> (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/68).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hadits ini juga dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/288).<br /><br />6. Hadits, “<i><span style="color: #990000;">Barangsiapa yang berkata, ‘Aku adalah seorang mukmin’, maka dia kafir, dan barangsiapa yang berkata, ‘Aku adalah orang yang berilmu’, maka dia adalah orang yang jahil (bodoh).” </span></i>(Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/125).<br /><br />Hadits ini juga dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/289) dan dinyatakan lemah oleh Imam As-Sakhawi (lihat kitab Al-Maqaashidul Hasanah, halaman 663).<br /><br />7. Hadits, “<i><span style="color: #990000;">Seorang hamba tidak akan mendapatkan (keutamaan) dari shalatnya, kecuali apa yang dipahaminya dari shalatnya.”</span></i> (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/159).<br /><br />Hadits ini juga dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/289).<br /><br />8. Hadits, “<i><span style="color: #990000;">Sesuatu yang pertama kali Allah ciptakan adalah akal…”</span></i> (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/83 dan 3/4).<br /><br />Hadits ini dihukumi oleh Imam Adz-Dzahabi dan Syaikh al-Albani sebagai hadits yang batil dan palsu (lihat kitab Lisaanul Miizaan, 4/314 dan Takhriiju Ahaadiitsil Misykaah, no. 5064).<br /><br />9. Hadits, <i><span style="color: #990000;">“Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.”</span></i> (Kitab IIhya’ ‘Ulumiddin, 1/71, 3/13 dan 3/23).<br /><br />Hadits ini dihukumi oleh Syaikh Al-Albani sebagai hadits yang palsu (kitab Silsilatul Ahaadiitsidh Dha’iifah wal Maudhuu’ah, no. 422).<br /><br />10. Hadits, <i><span style="color: #990000;">“Wahai manusia, pahamilah (dengan akal) dari Rabb-mu dan saling berwasiatlah dengan akal.” </span></i>(Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/202).<br /><br />Hadits ini adalah hadits palsu, diriwayatkan oleh Dawud bin al-Muhabbar dalam kitabAl-Aql, yang dikatatakan oleh Ibnu Hajar, “Dia adalah perawi yang matruk(ditinggalkan riwayatnya karena sangat lemah) dan kitab Al-Aql yang ditulisnya mayoritas berisi hadits-hadits yang palsu.” (Dalam kitab Taqriibut Tahdziib, halaman 200).<br /><br />11. <i><span style="color: #990000;">Hadits tentang shalat ar-Ragaaib di bulan Rajab</span></i> (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/83).<br /><br />Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh Imam Al-‘Iraqi (lihat takhrij beliau di catatan kaki kitab tersebut, 2/366, cet. Dar Asy-Syi’ab, Kairo).<br /><br /><b><span style="color: #cc0000;">Penutup</span></b></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan uraian ringkas tentang kitab Ihya’ ‘Ulumiddin di atas, <b>jelaslah bagi kita kandungan buruk dan penyimpangan yang terdapat di dalamnya.</b> Maka, seorang muslim yang menginginkan kebaikan dan keselamatan dalam agama dan imannya, hendaknya menjauhkan diri dari membaca buku-buku yang mengajarkan kesesatan seperti ini.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Alhamdulillah, kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah yang bersih dan selamat dari penyimpangan sangat banyak dan mencukupi untuk diambil manfaatnya.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Apakah kita tidak khawatir akan ditimpa kerusakan dalam pemahaman agama kita dengan membaca kitab seperti ini, padahal kerusakan dan kerancuan dalam memahami agama ini merupakan malapetaka terbesar yang akan berakibat kebinasaan dunia dan akhirat?.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kerusakan agama dan iman ini, sebagaimana dalam doa beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam,</span></div>
<div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<b><div style="text-align: center;">
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">ولا تَجْعَلْ مُصيبَتَنَا في دِيْنِنا.</span></b></div>
</b></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />“<i><span style="color: #990000;">(Ya Allah) janganlah Engkau jadikan malapetaka (kerusakan) yang menimpa kami dalam agama (keyakinan) kami.”</span></i> (HR. At-Tirmidzi, no. 3502, dinyatakan hasan oleh Imam At-Tirmidzi dan Syaikh Al-Albani).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Ketahuilah, <b>bahwa ilmu yang bermanfaat untuk memperbaiki keimanan dan meyempurnakan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hanyalah ilmu yang bersumber dari Alquran dan hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipahami dengan pemahaman yang benar</b>, yaitu pemahaman para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti petunjuk mereka.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Imam <b>Ibnu Rajab Al-Hambali</b> berkata, <span style="color: #990000;"><i>“Ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari dengan seksama dalil-dalil dari Alquran dan Sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, serta (berusaha) memahami kandungan maknanya, dengan mendasari pemahaman tersebut dari penjelasan para sahabat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, para Tabi’in (orang-orang yang mengikuti petunjuk para sahabat), dan orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dalam memahami kandungan Alquran dan hadits. (Begitu pula) dalam (memahami penjelasan) mereka dalam masalah halal dan haram, pengertian zuhud, amalan hati (penyucian jiwa), pengenalan (tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan pembahasan-pembahasan ilmu lainnya, dengan terlebih dahulu berusaha untuk memisahkan dan memilih (riwayat-riwayat) yang shahih (benar) dan (meninggalkan riwayat-riwayat) yang tidak benar, kemudian berupaya untuk memahami dan menghayati kandungan maknanya. Semua ini sangat cukup (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat) bagi orang yang berakal dan merupakan kesibukkan (yang bermanfaat) bagi orang yang memberi perhatian dan berkeinginan besar (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat).” </i></span>(Kitab <b>Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf</b>, halaman 6).</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Sebagai penutup, renungkanlah nasihat emas dari Imam <b>Adz-Dzahabi</b> ketika beliau mengkritik kitab Ihya’ ‘Ulumiddin dan kitab-kitab lain semisalnya yang memuat kesesatan dan penyimpangan, karena tidak mencukupkan diri dengan petunjuk Alquran dan hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pemahaman yang benar.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Imam Adz-Dzahabi berkata, <i><span style="color: #990000;">“Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin di dalamnya terdapat sejumlah (besar) hadits-hadits yang batil (palsu) dan banyak kebaikannya kalau saja kitab itu tidak memuat adab, ritual dan kezuhudan (model) orang-orang (yang mengaku) ahli hikmah dan ahli Tasawwuf yang menyimpang, kita memohon kepada Allah (dianugerahkan) ilmu yang bermanfaat. Tahukah kamu apakah ilmu yang bermanfaat itu? Yaitu ilmu bersumber dari Alquran dan dijabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ucapan dan perbuatan (beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam), serta tidak ada larangan dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tentangnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “</span><span style="color: purple;">Barangsiapa yang tidak menyukai sunnah/ petunjukku, maka dia bukan termasuk golonganku.” </span></i>(HR. Al-Bukhari (no. 5063) dan Muslim (1401). <span style="color: #990000;"><i>Maka, wajib bagimu wahai saudaraku untuk men-tadabbur-i (mempelajari dan merenungkan) Alquran, serta membaca dengan seksama (hadits-hadits Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam) dalam Ash-Shahiihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim), Sunan An-Nasa’i, Riyadhus Shalihin dan Al-Azkar tulisan Imam An-Nawawi, (maka dengan itu) kamu akan beruntung dan sukses (meraih ilmu yang bermanfaat).</i></span></span></div>
<div>
<span style="color: #990000; font-family: Verdana, sans-serif;"><i><br /></i></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #990000;"><i>Dan jauhilah pemikiran orang-orang Tasawwuf dan filsafat, ritual-ritual ahli riyadhah(ibadah-ibadah khusus ahli Tasawwuf), dan kelaparan (yang dipaksakan) oleh para pendeta, serta igauan tokoh-tokoh ahli khalwat (menyepi/ bersemedi yang mereka anggap sebagai ibadah). Maka, semua kebaikan adalah dengan mengikuti agama (Islam) yang hanif (lurus/ cenderung kepada tauhid) dan mudah (agama yang dibawa dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Maka, kepada Allah-lah kita memohon pertolongan, ya Allah, tunjukkanlah kepada kami jalan-Mu yang lurus.” </i></span>(Kitab <b>Siyaru A’laamin Nubala</b>’, 19/339-340).</span></div>
<div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-weight: bold;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><div style="text-align: center;">
<b>وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين</b></div>
</b><br />Kota Kendari, 13 Rabi’ul akhir 1432 H.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A.</span><ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">(Pengasuh website <a href="http://salafiyunpad.wordpress.com/2011/04/04/mengkritisi-keabsahan-hadits-hadits-kitab-ihya%E2%80%99-ulumiddin/www.manisnyaiman.com">www.manisnyaiman.com</a>).</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">(Lulusan S2 Jurusan Hadits, Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia).</span></li>
</ul>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Artikel <a href="http://salafiyunpad.wordpress.com/2011/04/04/mengkritisi-keabsahan-hadits-hadits-kitab-ihya%E2%80%99-ulumiddin/www.Salafiyunpad.wordpress.com">www.Salafiyunpad.wordpress.com</a> dipublikasi kembali oleh <a href="http://abangdani.wordpress.com/">http://abangdani.wordpress.com</a>.<br /><br />http://abangdani.wordpress.com/2011/04/05/mengkritisi-keabsahan-hadits-hadits-kitab-ihya%E2%80%99-ulumiddin/</span></div>
</div>
Baru Belajar Sabarhttp://www.blogger.com/profile/11506753905528810097noreply@blogger.com0