Tuhannya Orang Islam Bertempat Tinggal di Mekah

Syubhat :

Apakah bisa kami fahami, bahwa kaum muslimin dengan shalat mereka menghadap ke Ka’bah, berarti mereka itu menyembah Ka’bah selain Allah? Apakah Ka’bah itu adalah rumah Allah? Apakah kalian berkeyakinan bahwa Allah bertempat tinggal di dalam sebuah rumah di Makkah?

Jawab :

Dulunya, kami berharap agar ada salah seorang pendeta yang mau ikut dalam dialog damai ini di majalah Qiblati, daripada mereka menanamkan tipu muslihat atas agama Islam ini kepada akal Anda. Namun biar bagaimana pun, saya akan menjawab Anda. Saya katakan: sesungguhnya Ka’bah tidaklah disembah selain Allah, akan tetapi kaum muslimin menghadap kepadanya dalam shalat dan thawaf mengelilinginya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan mereka untuk melakuklan yang demikian. Maka kaum muslimin, dengan perbuatan tersebut adalah sekedar mentaati perintah Rabb (TUHAN) mereka, bukan menyembah Ka’bah.

Inilah ibadah yang benar, yaitu mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dulu, jika ada seorang muadzdzin (tukang adzan) ingin adzan, maka dia menaiki Ka’bah dengan kedua kakinya, kemudian mengeraskan suara adzan di atas atap Ka’bah. Maka apakah bisa diterima oleh akal, bahwa sesuatu yang disembah kemudian dinaiki/diinjak dengan kedua kakinya?!!

Kemudian, istilah baitullah (rumah Allah) tidaklah mesti bermakna bahwa Allah bertempat tinggal di dalamnya, karena setiap masjid di manapun berada di dunia ini adalah disebut baitullah (rumah-rumah Allah).

Dinamakan demikian karena Allah Subhanahu wa Ta’ala disembah di dalamnya, bukan karena Allah tinggal di dalamnya. Bahkan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan kehormatan darah seorang muslim lebih agung di sisi-Nya daripada kehormatan Ka’bah yang dimuliankan oleh Allah. Suatu hari, Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma pernah melihat ke Ka’bah seraya berkata, ‘Betapa agungnya engkau, betapa agungnya kehormatanmu, dan seorang mukmin lebih agung kehormatannya daripadamu.’ (HR. at-Turmudzi (1955), Shahih at-Turmudzi (2032))

Tidaklah kehormatan darah dalam syariat Islam terbatas atas pemeluk Islam saja, tetapi juga berlaku bagi non muslim. Allah telah menjadikan Islam menjaga darah, sebagaimana ia juga menjaga harta dan kehormatan. Di antara orang-orang yang aman darah mereka (tidak boleh diganggu) adalah orang-orang yang datang ke negeri Islam, maka mereka masuk di bawah perjanjian dengan kaum muslimin dan suaka mereka. Jadi mereka adalah orang-orang yang terlindung darah mereka. Hal ini ditetapkan berdasarkan teks-teks syariat dan kesepakatan umat Islam.*.

http://alhilyahblog.wordpress.com/2012/01/23/jawaban-tuduhan-tuduhan-buruk-kaum-nasrani-dan-orang-orang-kafir-terhadap-islam-bag-1/


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger