PENTINGNYA BAHASA ARAB [1].
Imam Syafi'i berkata: "Manusia tidak menjadi bodoh dan selalu berselisih paham kecuali lantaran mereka meninggalkan bahasa Arab, dan lebih mengutamakan konsep Aristoteles". [2].
Itulah ungkapan Imam Syafi'i buat umat, agar kita jangan memarginalkan bahasa kebanggaan umat Islam. Seandainya sang imam menyaksikan kondisi umat sekarang ini terhadap bahasa Arab, tentulah keprihatian beliau akan semakin memuncak.
Bahasa Arab berbeda dengan bahasa-bahasa lain yang menjadi alat komunikasi di kalangan umat manusia. Ragam keunggulan bahasa Arab begitu banyak. Idealnya, umat Islam mencurahkan perhatiannya terhadap bahasa ini. Baik dengan mempelajarinya untuk diri mereka sendiri ataupun memfasilitasi dan mengarahkan anak-anak untuk tujuan tersebut.
Di masa lampau, bahasa Arab sangat mendapatkan tempat di hati kaum muslimin. Ulama dan bahkan para khalifah tidak melihatnya dengan sebelah mata. Fashahah (kebenaran dalam berbahasa) dan ketajaman lidah dalam berbahasa menjadi salah satu indikasi keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya saat masa kecil.
Redupnya pehatian terhadap bahasa Arab nampak ketika penyebaran Islam sudah memasuki negara-negara 'ajam (non Arab). Antar ras saling berinteraksi dan bersatu di bawah payung Islam. Kesalahan ejaan semakin dominan dalam perbincangan. Apalagi bila dicermati realita umat Islam sekarang pada umumnya, banyak yang menganaktirikan bahasa Arab. Yang cukup memprihatinkan ternyata, para orang tua kurang mendorong anak-anaknya agar dapat menekuni bahasa Arab.
KEISTIMEWAAN BAHASA ARAB
(1). Bahasa Arab adalah bahasa Al Quran. Allah berfirman:
إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami telah menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kalian memahaminya.[3].
(2). Bahasa Arab adalah bahasa Nabi Muhammad dan bahasa verbal para sahabat. Hadits-hadits Nabi yang sampai kepada kita dengan berbahasa Arab. Demikian juga kitab-kitab fikih, tertulis dengan bahasa ini. Oleh karena itu, penguasaan bahasa Arab menjadi pintu gerbang dalam memahaminya.
(3). Susunan kata bahasa Arab tidak banyak. Kebanyakan terdiri atas susunan tiga huruf saja. Ini akan mempermudah pemahaman dan pengucapannya.
(4). Indahnya kosa kata Arab. Orang yang mencermati ungkapan dan kalimat dalam bahasa Arab, ia akan merasakan sebuah ungkapan yang indah dan gamblang, tersusun dengan kata-kata yang ringkas dan padat.
PETUNJUK URGENSI BELAJAR BAHASA ARAB
(1). Teguran Keras Terhadap Kekeliruan Dalam Berbahasa.
Berbahasa yang baik dan benar sudah menjadi tradisi generasi Salaf. Oleh karena itu, kekeliruan dalam pengucapan ataupun ungkapan yang tidak seirama dengan kaidah bakunya dianggap sebagai cacat, yang mengurangi martabat di mata orang banyak. Apalagi bila hal itu terjadi pada orang yang terpandang.
Ibnul Anbari menyatakan: "Bagaimana mungkin perkataan yang keliru dianggap baik…? Bangsa Arab sangat menyukai orang yang berbahasa baik dan benar, memandang orang-orang yang keliru dengan sebelah mata dan menyingkirkan mereka”.
Umar bin Khaththab pernah mengomentari cara memanah beberapa orang dengan berucap: "Alangkah buruk bidikan panah kalian". Mereka menjawab,” قَوْمٌ مُتَعَلِّمِيْنَ نَحْنُ (kami adalah para pemula), [4] ” maka Umar berkata, ”Kesalahan berbahasa kalian lebih fatal menurutku daripada buruknya didikan kalian…[5].
(2). Perhatian Salaf Terhadap Bahasa Arab.
Umar bin Khaththab pernah menulis surat kepada Abu Musa yang berisi pesan: "Amma ba'du, pahamilah sunnah dan pelajarilah bahasa Arab". Pada kesempatan lain, beliau mengatakan: "Semoga Allah merahmati orang yang meluruskan lisannya (dengan belajar bahasa Arab)". Pada kesempatan lain lagi, beliau menyatakan: "Pelajarilah agama, dan ibadah yang baik, serta mendalami bahasa Arab". Beliau juga mengatakan: "Pelajarilah bahasa Arab, sebab ia mampu menguatkan akal dan menambah kehormatan". [6].
Para ulama tidak mengecilkan arti bahasa Arab. Mereka tetap memberikan perhatian yang besar dalam menekuninya, layaknya ilmu syar'i lainnya. Sebab bahasa Arab adalah perangkat dan sarana untuk memahami ilmu syariat.
Imam Syafi’i pernah berkata: “Aku tinggal di pedesaan selama dua puluh tahun. Aku pelajari syair-syair dan bahasa mereka. Aku menghafal Al Qur’an. Tidak pernah ada satu kata yang terlewatkan olehku, kecuali aku memahami maknanya".
Imam Syafi’i telah mencapai puncak dalam penguasaan bahasa Arab, sehingga dijuluki sebagai orang Quraisy yang paling fasih pada masanya. Dia termasuk yang menjadi rujukan bahasa Arab.
Ibnul Qayyim juga dikenal memiliki perhatian yang kuat terhadap bahasa Arab. Beliau belajar kepada Ibnul Fathi Al Ba'li kitab Al Mulakhkhash karya Abul Baqa`, Al Jurjaniyah, Alfiyah Ibni Malik, Al Kafiyah Asy Syafiah dan At Tashil. Beliau juga belajar dari Ali bin Majd At Tusi.
Ulama lain yang terkenal memiliki perhatian yang besar terhadap bahasa Arab adalah Imam Syaukani. Ulama ini menimba ilmu nahwu dan sharaf dari tiga ulama sekaligus, yaitu : Sayyid Isma'il bin Al Hasan, Allamah Abdullah bin Ismail An Nahmi, dan Allamah Qasim bin Muhammad Al Khaulani.
(3). Anak-Anak Khalifah Juga Belajar Bahasa Arab.
Para khalifah, dahulu juga memberikan perhatian besar terhadap bahasa Arab. Selain mengajarkan pada anak-anak dengan ilmu-ilmu agama, mereka juga memberikan jadwal khusus untuk memperdalam bahasa Arab dan sastranya. Motivasi mereka, lantaran mengetahui nilai positif bahasa Arab terhadap gaya ucapan mereka, penanaman budi pekerti, perbaikan ungkapan dalam berbicara, modal dasar mempelajari Islam dari referensinya. Oleh karena itu, ulama bahasa Arab juga memiliki kedudukan dalam pemerintahan dan dekat dengan para khalifah. Para pakar bahasa menjadi guru untuk anak-anak khalifah.
Al Ahmar An Nahwi berkata,”Aku diperintahkan Ar Rasyid untuk mengajarkan sastra Arab kepada anaknya, Muhammad Al Amin. Al Makmun dan Al Amin juga pernah dididik pakar bahasa yang bernama Abul Hasan 'Ali bin Hamzah Al Kisai yang menjadi orang dekat Khalifah. Demikian juga pakar bahasa lain yang dikenal dengan Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin As Sari mengajari anak-anak Khalifah Al Mu'tadhid pelajaran bahasa Arab. Juga Abu Qadim Abu Ja'far Muhammad bin Qadim mengajari Al Mu'taz sebelum memegang tampuk pemerintahan”.
PENGARUH BAHASA ARAB UNTUK PENDIDIKAN
(1). Mempermudah Penguasaan Terhadap Ilmu Pengetahuan. Islam sangat menekankan pentingnya aspek pengetahuan melalui membaca. Allah berfirman.
Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan. [Al 'Alaq : 1].
Melalui bahasa Arab, orang dapat meraih ilmu pengetahuan. Sebab bahasa Arab telah menjadi sarana mentransfer pengetahuan.
Bukti konkretnya, banyak ulama yang mengabadikan berbagai disiplin ilmu dalam bait-bait syair yang lebih dikenal dengan nazham (manzhumah atau nazhaman). Dengan ini, seseorang akan relatif lebih mudah mempelajarinya, lantaran tertarik pada keindahan susunannya, dan menjadi keharusan untuk menghafalnya bagi orang yang ingin benar-benar menguasainya dengan baik.
Sebagai contoh, kitab Asy Syathibiyah Fi Al Qiraati As Sab'i Al Mutawatirati 'Anil Aimmati Al Qurrai As Sab'ah, adalah matan syair yang berisi pelajaran qiraah sab'ah, karangan Imam Al Qasim bin Firah Asy Syathibi. Buku lain berbentuk untaian bait syair. Kemudian Al Jazariyah, yaitu buku tentang tajwid karya Imam Muhammad bin Muhammad Al Jazari. Dalam bidang ilmu musthalah hadits, ada kitab Manzhumah Al Baiquniyah, karya Syaikh Thaha bin Muhammad Al Baiquni. Dan masih banyak contoh lainnya.
(2). Meningkatkan Ketajaman Daya Pikir.
Dalam hal ini, Umar bin Khaththab berkata,”Pelajarilah bahasa Arab. Sesungguhnya ia dapat menguatkan akal dan menambah kehormatan”.
Pengkajian bahasa Arab akan meningkatkan daya pikir seseorang, lantaran di dalam bahasa Arab terdapat susunan bahasa indah dan perpaduan yang serasi antar kalimat. Hal itu akan mengundang seseorang untuk mengoptimalkan daya imajinasi. Dan ini salah satu factor yang secara perlahan akan menajamkan kekuatan intelektual seseorang. Pasalnya, seseorang diajak untuk merenungi dan memikirkannya. Renungkanlah firman Allah:
وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَآءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ
Barangsiapa yang menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. [Al Hajj : 31].
Lantaran dahsyatnya bahaya syirik kepada Allah, maka permisalan orang yang melakukannya bagaikan sesuatu yang jatuh dari langit yang langsung disambar burung sehingga terpotong-potong tubuhnya. Demikian perihal orang musyrik, ketika ia meninggalkan keimanan, maka syetan-syetan ramai-ramai menyambarnyanya sehingga terkoyak dari segala sisi, agama dan dunianya, mereka hancurkan.[7].
(3). Mempengaruhi Pembinaan Akhlak.
Orang yang menyelami bahasa Arab, akan membuktikan bahwa bahasa ini merupakan sarana untuk membentuk moral luhur dan memangkas perangai kotor.
Berkaitan dengan itu, Ibnu Taimiyah berkata: “Ketahuilah, perhatian terhadap bahasa Arab akan berpengaruh sekali terhadap daya intelektualitas, moral, agama (seseorang) dengan pengaruh yang sangat kuat lagi nyata. Demikian juga akan mempunyai efek positif untuk berusaha meneladani generasi awal umat ini dari kalangan sahabat, tabi'in dan meniru mereka, akan meningkatkan daya kecerdasan, agama dan etika”. [8].
Misalnya, penggalan syair yang dilantunkan Habib bin Aus yang menganjurkan berperangai dengan akhlak yang baik :
يـَعِيْشُ المْـَرْءُ مَا اسْتَحْيـَا بِخَيْرٍ وَيَبْـقَى العُودُ مَا بَقِيَ اللِّحَاءُ
فَلاَ وَاللهِ مَا فِي العَيْشِ خَيْـــرٌ وَلاَ الدُّنْيـَا إِذَا ذَهَبَ الْحَيَاءُ
Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama ia mempunyai rasa malu
Batang pohon senantiasa abadi, selama kulitnya belum terkelupas
Demi Allah, tidak ada sedikit pun kebaikan dalam kehidupan,
Demikian juga di dunia, bila rasa malu telah hilang sirna.
Juga ada untaian syair yang melecut orang agar menjauhi tabiat buruk. Imam Syafi'i mengatakan:
إِذَا رَمَيْتَ أَنْ تَحْيَا سَلِيْمًا مِنَ الرَّدَى وَدِيْنُكَ مَوْفُوْرٌ وَعِرْضُـكَ صَيـِّنُ
فَلاَ يَنْطِقـَنَّ مِنْكَ اللِّساَنُ بِسَـوءَةٍ فَكُلُّــكَ سَوْءَاتٌ وَلِلنَّاسِ أَعْيـُنُ
Bila dirimu ingin hidup dengan bebas dari kebinasaan,
(juga) agamamu utuh dan kehormatanmu terpelihara,
Janganlah lidahmu mengungkit cacat orang,
Tubuhmu sarat dengan aib, dan orang (juga) memiliki lidah.
Jadi, bahasa Arab tetap penting, Bahkan menjadi ciri khas kaum muslimin. Seyogyanya menjadi perhatian kaum muslimin. Dengan memahami bahasa Arab, penguasaan terhadap Al Qur’an dan As Sunnah menjadi lebih mudah. Pada gilirannya, akan mengantarkan orang untuk dapat menghayati nilai-nilainya dan mengamalkannya dalam kehidupan.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016].
_____
Footnote
[1]. Diangkat dari Al Atsaru At Tarbawiyah Li Dirasati Al Lughah Al ‘Arabiyyah, karya Dr. Khalid bin Hamid Al Hazimi, osen Fakultas Dakwah dan Ushuliddin Universitas Islam Madinah. Majalah Jami’ah Islamiyyah, edisi 125 Th 1424 H.
[2]. Siyaru A’lamin Nubala : 10/74.
[3]. QS Az Zukhruf : 3.
[4]. Seharusnya : نَحْنُ قَوْمٌ مُتَعَلِّمُوْنَ
[5. Al Malahin, karya Ibnu Duraid Al Azdi, hlm. 72.
[6]. Tarikh Umar bin Khaththab, karya Ibnul Jauzi, 225.
[7]. Tafsir As Sa’di.
[8]. Iqtidha Shiratil Mustaqim, hlm. 204.
sumber : http://almanhaj.or.id/content/3102/slash/0/pentingnya-bahasa-arab/
Imam Syafi'i berkata: "Manusia tidak menjadi bodoh dan selalu berselisih paham kecuali lantaran mereka meninggalkan bahasa Arab, dan lebih mengutamakan konsep Aristoteles". [2].
Itulah ungkapan Imam Syafi'i buat umat, agar kita jangan memarginalkan bahasa kebanggaan umat Islam. Seandainya sang imam menyaksikan kondisi umat sekarang ini terhadap bahasa Arab, tentulah keprihatian beliau akan semakin memuncak.
Bahasa Arab berbeda dengan bahasa-bahasa lain yang menjadi alat komunikasi di kalangan umat manusia. Ragam keunggulan bahasa Arab begitu banyak. Idealnya, umat Islam mencurahkan perhatiannya terhadap bahasa ini. Baik dengan mempelajarinya untuk diri mereka sendiri ataupun memfasilitasi dan mengarahkan anak-anak untuk tujuan tersebut.
Di masa lampau, bahasa Arab sangat mendapatkan tempat di hati kaum muslimin. Ulama dan bahkan para khalifah tidak melihatnya dengan sebelah mata. Fashahah (kebenaran dalam berbahasa) dan ketajaman lidah dalam berbahasa menjadi salah satu indikasi keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya saat masa kecil.
Redupnya pehatian terhadap bahasa Arab nampak ketika penyebaran Islam sudah memasuki negara-negara 'ajam (non Arab). Antar ras saling berinteraksi dan bersatu di bawah payung Islam. Kesalahan ejaan semakin dominan dalam perbincangan. Apalagi bila dicermati realita umat Islam sekarang pada umumnya, banyak yang menganaktirikan bahasa Arab. Yang cukup memprihatinkan ternyata, para orang tua kurang mendorong anak-anaknya agar dapat menekuni bahasa Arab.
KEISTIMEWAAN BAHASA ARAB
(1). Bahasa Arab adalah bahasa Al Quran. Allah berfirman:
إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami telah menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kalian memahaminya.[3].
(2). Bahasa Arab adalah bahasa Nabi Muhammad dan bahasa verbal para sahabat. Hadits-hadits Nabi yang sampai kepada kita dengan berbahasa Arab. Demikian juga kitab-kitab fikih, tertulis dengan bahasa ini. Oleh karena itu, penguasaan bahasa Arab menjadi pintu gerbang dalam memahaminya.
(3). Susunan kata bahasa Arab tidak banyak. Kebanyakan terdiri atas susunan tiga huruf saja. Ini akan mempermudah pemahaman dan pengucapannya.
(4). Indahnya kosa kata Arab. Orang yang mencermati ungkapan dan kalimat dalam bahasa Arab, ia akan merasakan sebuah ungkapan yang indah dan gamblang, tersusun dengan kata-kata yang ringkas dan padat.
PETUNJUK URGENSI BELAJAR BAHASA ARAB
(1). Teguran Keras Terhadap Kekeliruan Dalam Berbahasa.
Berbahasa yang baik dan benar sudah menjadi tradisi generasi Salaf. Oleh karena itu, kekeliruan dalam pengucapan ataupun ungkapan yang tidak seirama dengan kaidah bakunya dianggap sebagai cacat, yang mengurangi martabat di mata orang banyak. Apalagi bila hal itu terjadi pada orang yang terpandang.
Ibnul Anbari menyatakan: "Bagaimana mungkin perkataan yang keliru dianggap baik…? Bangsa Arab sangat menyukai orang yang berbahasa baik dan benar, memandang orang-orang yang keliru dengan sebelah mata dan menyingkirkan mereka”.
Umar bin Khaththab pernah mengomentari cara memanah beberapa orang dengan berucap: "Alangkah buruk bidikan panah kalian". Mereka menjawab,” قَوْمٌ مُتَعَلِّمِيْنَ نَحْنُ (kami adalah para pemula), [4] ” maka Umar berkata, ”Kesalahan berbahasa kalian lebih fatal menurutku daripada buruknya didikan kalian…[5].
(2). Perhatian Salaf Terhadap Bahasa Arab.
Umar bin Khaththab pernah menulis surat kepada Abu Musa yang berisi pesan: "Amma ba'du, pahamilah sunnah dan pelajarilah bahasa Arab". Pada kesempatan lain, beliau mengatakan: "Semoga Allah merahmati orang yang meluruskan lisannya (dengan belajar bahasa Arab)". Pada kesempatan lain lagi, beliau menyatakan: "Pelajarilah agama, dan ibadah yang baik, serta mendalami bahasa Arab". Beliau juga mengatakan: "Pelajarilah bahasa Arab, sebab ia mampu menguatkan akal dan menambah kehormatan". [6].
Para ulama tidak mengecilkan arti bahasa Arab. Mereka tetap memberikan perhatian yang besar dalam menekuninya, layaknya ilmu syar'i lainnya. Sebab bahasa Arab adalah perangkat dan sarana untuk memahami ilmu syariat.
Imam Syafi’i pernah berkata: “Aku tinggal di pedesaan selama dua puluh tahun. Aku pelajari syair-syair dan bahasa mereka. Aku menghafal Al Qur’an. Tidak pernah ada satu kata yang terlewatkan olehku, kecuali aku memahami maknanya".
Imam Syafi’i telah mencapai puncak dalam penguasaan bahasa Arab, sehingga dijuluki sebagai orang Quraisy yang paling fasih pada masanya. Dia termasuk yang menjadi rujukan bahasa Arab.
Ibnul Qayyim juga dikenal memiliki perhatian yang kuat terhadap bahasa Arab. Beliau belajar kepada Ibnul Fathi Al Ba'li kitab Al Mulakhkhash karya Abul Baqa`, Al Jurjaniyah, Alfiyah Ibni Malik, Al Kafiyah Asy Syafiah dan At Tashil. Beliau juga belajar dari Ali bin Majd At Tusi.
Ulama lain yang terkenal memiliki perhatian yang besar terhadap bahasa Arab adalah Imam Syaukani. Ulama ini menimba ilmu nahwu dan sharaf dari tiga ulama sekaligus, yaitu : Sayyid Isma'il bin Al Hasan, Allamah Abdullah bin Ismail An Nahmi, dan Allamah Qasim bin Muhammad Al Khaulani.
(3). Anak-Anak Khalifah Juga Belajar Bahasa Arab.
Para khalifah, dahulu juga memberikan perhatian besar terhadap bahasa Arab. Selain mengajarkan pada anak-anak dengan ilmu-ilmu agama, mereka juga memberikan jadwal khusus untuk memperdalam bahasa Arab dan sastranya. Motivasi mereka, lantaran mengetahui nilai positif bahasa Arab terhadap gaya ucapan mereka, penanaman budi pekerti, perbaikan ungkapan dalam berbicara, modal dasar mempelajari Islam dari referensinya. Oleh karena itu, ulama bahasa Arab juga memiliki kedudukan dalam pemerintahan dan dekat dengan para khalifah. Para pakar bahasa menjadi guru untuk anak-anak khalifah.
Al Ahmar An Nahwi berkata,”Aku diperintahkan Ar Rasyid untuk mengajarkan sastra Arab kepada anaknya, Muhammad Al Amin. Al Makmun dan Al Amin juga pernah dididik pakar bahasa yang bernama Abul Hasan 'Ali bin Hamzah Al Kisai yang menjadi orang dekat Khalifah. Demikian juga pakar bahasa lain yang dikenal dengan Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin As Sari mengajari anak-anak Khalifah Al Mu'tadhid pelajaran bahasa Arab. Juga Abu Qadim Abu Ja'far Muhammad bin Qadim mengajari Al Mu'taz sebelum memegang tampuk pemerintahan”.
PENGARUH BAHASA ARAB UNTUK PENDIDIKAN
(1). Mempermudah Penguasaan Terhadap Ilmu Pengetahuan. Islam sangat menekankan pentingnya aspek pengetahuan melalui membaca. Allah berfirman.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan. [Al 'Alaq : 1].
Melalui bahasa Arab, orang dapat meraih ilmu pengetahuan. Sebab bahasa Arab telah menjadi sarana mentransfer pengetahuan.
Bukti konkretnya, banyak ulama yang mengabadikan berbagai disiplin ilmu dalam bait-bait syair yang lebih dikenal dengan nazham (manzhumah atau nazhaman). Dengan ini, seseorang akan relatif lebih mudah mempelajarinya, lantaran tertarik pada keindahan susunannya, dan menjadi keharusan untuk menghafalnya bagi orang yang ingin benar-benar menguasainya dengan baik.
Sebagai contoh, kitab Asy Syathibiyah Fi Al Qiraati As Sab'i Al Mutawatirati 'Anil Aimmati Al Qurrai As Sab'ah, adalah matan syair yang berisi pelajaran qiraah sab'ah, karangan Imam Al Qasim bin Firah Asy Syathibi. Buku lain berbentuk untaian bait syair. Kemudian Al Jazariyah, yaitu buku tentang tajwid karya Imam Muhammad bin Muhammad Al Jazari. Dalam bidang ilmu musthalah hadits, ada kitab Manzhumah Al Baiquniyah, karya Syaikh Thaha bin Muhammad Al Baiquni. Dan masih banyak contoh lainnya.
(2). Meningkatkan Ketajaman Daya Pikir.
Dalam hal ini, Umar bin Khaththab berkata,”Pelajarilah bahasa Arab. Sesungguhnya ia dapat menguatkan akal dan menambah kehormatan”.
Pengkajian bahasa Arab akan meningkatkan daya pikir seseorang, lantaran di dalam bahasa Arab terdapat susunan bahasa indah dan perpaduan yang serasi antar kalimat. Hal itu akan mengundang seseorang untuk mengoptimalkan daya imajinasi. Dan ini salah satu factor yang secara perlahan akan menajamkan kekuatan intelektual seseorang. Pasalnya, seseorang diajak untuk merenungi dan memikirkannya. Renungkanlah firman Allah:
وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَآءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ
Barangsiapa yang menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. [Al Hajj : 31].
Lantaran dahsyatnya bahaya syirik kepada Allah, maka permisalan orang yang melakukannya bagaikan sesuatu yang jatuh dari langit yang langsung disambar burung sehingga terpotong-potong tubuhnya. Demikian perihal orang musyrik, ketika ia meninggalkan keimanan, maka syetan-syetan ramai-ramai menyambarnyanya sehingga terkoyak dari segala sisi, agama dan dunianya, mereka hancurkan.[7].
(3). Mempengaruhi Pembinaan Akhlak.
Orang yang menyelami bahasa Arab, akan membuktikan bahwa bahasa ini merupakan sarana untuk membentuk moral luhur dan memangkas perangai kotor.
Berkaitan dengan itu, Ibnu Taimiyah berkata: “Ketahuilah, perhatian terhadap bahasa Arab akan berpengaruh sekali terhadap daya intelektualitas, moral, agama (seseorang) dengan pengaruh yang sangat kuat lagi nyata. Demikian juga akan mempunyai efek positif untuk berusaha meneladani generasi awal umat ini dari kalangan sahabat, tabi'in dan meniru mereka, akan meningkatkan daya kecerdasan, agama dan etika”. [8].
Misalnya, penggalan syair yang dilantunkan Habib bin Aus yang menganjurkan berperangai dengan akhlak yang baik :
يـَعِيْشُ المْـَرْءُ مَا اسْتَحْيـَا بِخَيْرٍ وَيَبْـقَى العُودُ مَا بَقِيَ اللِّحَاءُ
فَلاَ وَاللهِ مَا فِي العَيْشِ خَيْـــرٌ وَلاَ الدُّنْيـَا إِذَا ذَهَبَ الْحَيَاءُ
Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama ia mempunyai rasa malu
Batang pohon senantiasa abadi, selama kulitnya belum terkelupas
Demi Allah, tidak ada sedikit pun kebaikan dalam kehidupan,
Demikian juga di dunia, bila rasa malu telah hilang sirna.
Juga ada untaian syair yang melecut orang agar menjauhi tabiat buruk. Imam Syafi'i mengatakan:
إِذَا رَمَيْتَ أَنْ تَحْيَا سَلِيْمًا مِنَ الرَّدَى وَدِيْنُكَ مَوْفُوْرٌ وَعِرْضُـكَ صَيـِّنُ
فَلاَ يَنْطِقـَنَّ مِنْكَ اللِّساَنُ بِسَـوءَةٍ فَكُلُّــكَ سَوْءَاتٌ وَلِلنَّاسِ أَعْيـُنُ
Bila dirimu ingin hidup dengan bebas dari kebinasaan,
(juga) agamamu utuh dan kehormatanmu terpelihara,
Janganlah lidahmu mengungkit cacat orang,
Tubuhmu sarat dengan aib, dan orang (juga) memiliki lidah.
Jadi, bahasa Arab tetap penting, Bahkan menjadi ciri khas kaum muslimin. Seyogyanya menjadi perhatian kaum muslimin. Dengan memahami bahasa Arab, penguasaan terhadap Al Qur’an dan As Sunnah menjadi lebih mudah. Pada gilirannya, akan mengantarkan orang untuk dapat menghayati nilai-nilainya dan mengamalkannya dalam kehidupan.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016].
_____
Footnote
[1]. Diangkat dari Al Atsaru At Tarbawiyah Li Dirasati Al Lughah Al ‘Arabiyyah, karya Dr. Khalid bin Hamid Al Hazimi, osen Fakultas Dakwah dan Ushuliddin Universitas Islam Madinah. Majalah Jami’ah Islamiyyah, edisi 125 Th 1424 H.
[2]. Siyaru A’lamin Nubala : 10/74.
[3]. QS Az Zukhruf : 3.
[4]. Seharusnya : نَحْنُ قَوْمٌ مُتَعَلِّمُوْنَ
[5. Al Malahin, karya Ibnu Duraid Al Azdi, hlm. 72.
[6]. Tarikh Umar bin Khaththab, karya Ibnul Jauzi, 225.
[7]. Tafsir As Sa’di.
[8]. Iqtidha Shiratil Mustaqim, hlm. 204.
sumber : http://almanhaj.or.id/content/3102/slash/0/pentingnya-bahasa-arab/
0 komentar:
Posting Komentar