Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil.
41. BANYAKNYA KEDUSTAAN DAN TIDAK ADANYA TATSABBUT (MENCARI KEPASTIAN) DALAM MENUKIL BERITA.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda:
“Akan ada sekelompok manusia di akhir umatku yang akan berbicara kepada kalian dengan sesuatu yang tidak pernah kalian dengar sebelumnya tidak pula oleh bapak-bapak kalian, maka berhati-hatilah kalian dan hindarilah mereka (agar tidak menimpakan fitnah kepada kalian).” [1].
Dalam satu riwayat:
“Pada akhir zaman akan ada para pembohong yang membawa berita kepada kalian dengan sesuatu yang tidak pernah kalian dengar, tidak juga pernah didengar oleh bapak-bapak kalian, maka hati-hatilah kalian dan hindarilah mereka agar tidak menyesatkan kalian juga tidak mendatangkan fitnah kepada kalian.” [2].
Muslim rahimahullah meriwayatkan dari ‘Amir bin ‘Abdah, dia berkata, “‘Abdullah [3] berkata:
‘Sesungguhnya syaitan menjelma dalam rupa seseorang, lalu dia mendatangi suatu kaum dan menceritakan sebuah berita bohong, akhirnya mereka berselisih. Lalu seseorang dari mereka berkata, ‘Aku mendengar seseorang bercerita, ‘Aku mengetahui wajahnya akan tetapi tidak mengetahui namanya.’” [4].
Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma, beliau berkata:
“Sesungguhnya di dalam lautan ada syaitan-syaitan terpenjara yang diikat oleh Sulaiman, hampir saja mereka keluar, lalu membacakan al-Qur-an kepada manusia.” [5].
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Maknanya adalah membacakan sesuatu yang bukan al-Qur-an, akan tetapi mengatakan bahwa hal itu merupakan al-Qur-an untuk menipu orang awam dari kalangan manusia, maka hendaklah mereka tidak tertipu.” [6].
Betapa banyak pembicaraan aneh di zaman sekarang ini. Sebagian manusia tidak hati-hati lagi dengan banyak berbicara bohong dan menukil berita tanpa memastikan terlebih dahulu tentang kebenarannya, hal itu jelas menyesatkan manusia dan memfitnah mereka. Karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi peringatan agar tidak membenarkan mereka. Para ulama hadits telah menjadikan hadits-hadits ini sebagai landasan tatsabbut (melakukan klarifikasi) dalam menukil sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan memeriksa para perawi agar diketahui yang terpercaya dari yang lainnya.
Dengan sebab banyaknya kebohongan manusia pada zaman sekarang ini, maka manusia tidak bisa membedakan berbagai berita, akhirnya dia tidak mengetahui antara berita yang benar dan tidak.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
41. BANYAKNYA KEDUSTAAN DAN TIDAK ADANYA TATSABBUT (MENCARI KEPASTIAN) DALAM MENUKIL BERITA.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda:
سَيَكُونُ فِـي آخِرِ أُمَّتِـي أُنَاسٌ يُحَدِّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ.
Dalam satu riwayat:
يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ يَأْتُونَكُمْ مِنَ اْلأَحَادِيثِ بِمَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ لاَ يُضِلُّونَكُمْ وَلاَ يَفْتِنُونَكُمْ.
Muslim rahimahullah meriwayatkan dari ‘Amir bin ‘Abdah, dia berkata, “‘Abdullah [3] berkata:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لِيَتَمَثَّلُ فِي صُورَةِ الرَّجُلِ فَيَأْتِي الْقَوْمَ فَيُحَدِّثُهُمْ بِالْحَدِيثِ مِنَ الْكَذِبِ فَيَتَفَرَّقُونَ فَيَقُولُ الرَّجُلُ مِنْهُمْ سَمِعْتُ رَجُلاً أَعْرِفُ وَجْهَهُ وَلاَ أَدْرِي مَا اسْمُهُ يُحَدِّثُ.
Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma, beliau berkata:
إِنَّ فِـي الْبَحْرِ شَيَاطِينَ مَسْجُونَةً أَوْثَقَهَا سُلَيْمَانُ يُوشِكُ أَنْ تَخْرُجَ فَتَقْرَأَ عَلَى النَّاسِ قُرْآنًا.
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Maknanya adalah membacakan sesuatu yang bukan al-Qur-an, akan tetapi mengatakan bahwa hal itu merupakan al-Qur-an untuk menipu orang awam dari kalangan manusia, maka hendaklah mereka tidak tertipu.” [6].
Betapa banyak pembicaraan aneh di zaman sekarang ini. Sebagian manusia tidak hati-hati lagi dengan banyak berbicara bohong dan menukil berita tanpa memastikan terlebih dahulu tentang kebenarannya, hal itu jelas menyesatkan manusia dan memfitnah mereka. Karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi peringatan agar tidak membenarkan mereka. Para ulama hadits telah menjadikan hadits-hadits ini sebagai landasan tatsabbut (melakukan klarifikasi) dalam menukil sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan memeriksa para perawi agar diketahui yang terpercaya dari yang lainnya.
Dengan sebab banyaknya kebohongan manusia pada zaman sekarang ini, maka manusia tidak bisa membedakan berbagai berita, akhirnya dia tidak mengetahui antara berita yang benar dan tidak.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, al-Muqaddimah, bab an-Nahyu ‘anir Riwaayah ‘anidh Dhu’afaa’ (I/78, Syarh an-Nawawi).
[2]. Ibid (I/78-79, Syarh Shahiih Muslim lin Nawawi).
[3]. Beliau adalah ‘Abdullah bin Mas’ud z, orang yang meriwayatkan darinya adalah ‘Amir bin ‘Abduh al-Bajali al-Kufi, Abu ‘Iyas, seorang Tabi’in, tsiqah. Ibnu Hajar telah memberikan isyarat kepada riwayat ini dalam Tahdziibut Tahdziib (V/78-79), dan beliau menuturkan bahwa riwayat tersebut dari ‘Amir bin ‘Abduh bin ‘Abdillah bin Mas’ud.
[4]. Shahiih Muslim, al-Muqaddimah, (I/78, Syarh an-Nawawi).
[5]. Shahiih Muslim, al-Muqaddimah, bab an-Nahyu ‘anir Riwaayah ‘anidh Dhu’afaa’ (I/79, Syarh an-Nawawi).
[6]. Syarah an-Nawawi untuk Shahiih Muslim (I/80).
http://almanhaj.or.id/content/980/slash/0/38-41-banyaknya-karya-tulis-lalai-melaksanakan-ibadah-sunnah-banyaknya-kedustaan/
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, al-Muqaddimah, bab an-Nahyu ‘anir Riwaayah ‘anidh Dhu’afaa’ (I/78, Syarh an-Nawawi).
[2]. Ibid (I/78-79, Syarh Shahiih Muslim lin Nawawi).
[3]. Beliau adalah ‘Abdullah bin Mas’ud z, orang yang meriwayatkan darinya adalah ‘Amir bin ‘Abduh al-Bajali al-Kufi, Abu ‘Iyas, seorang Tabi’in, tsiqah. Ibnu Hajar telah memberikan isyarat kepada riwayat ini dalam Tahdziibut Tahdziib (V/78-79), dan beliau menuturkan bahwa riwayat tersebut dari ‘Amir bin ‘Abduh bin ‘Abdillah bin Mas’ud.
[4]. Shahiih Muslim, al-Muqaddimah, (I/78, Syarh an-Nawawi).
[5]. Shahiih Muslim, al-Muqaddimah, bab an-Nahyu ‘anir Riwaayah ‘anidh Dhu’afaa’ (I/79, Syarh an-Nawawi).
[6]. Syarah an-Nawawi untuk Shahiih Muslim (I/80).
http://almanhaj.or.id/content/980/slash/0/38-41-banyaknya-karya-tulis-lalai-melaksanakan-ibadah-sunnah-banyaknya-kedustaan/
0 komentar:
Posting Komentar