Kehidupan rumah tangga yang penuh kemesraan dan kebahagiaan tentunya merupakan dambaan semua orang. Kehidupan yang dipenuhi ketenteraman jasmani dan rohani, penuh dengan keimanan dan kemesraan.
Namun kenyataan yang terjadi… betapa banyak orang yang kehilangan kebahagiaan ini…???, bahkan yang lebih parah… betapa banyak kehidupan rumah tangga yang harus berakhir dengan perpisahan dengan penuh kebencian…???. Kebahagiaan yang tadinya sangat diharapkan akhirnya berakhir dengan permusuhan di antara dua sejoli…???.
Sebagian rumah tangga bisa berjalan tanpa perpisahan, namun….tidak ada aroma kemesraan…, tidak ada kasih sayang…., tidak ada canda…., tidak ada tawa….???. Kehidupan yang terasa kaku…..!!!.
Namun yang menjadi pertanyaan kenapa sering didapati rumah tangga yang kosong dari kemesraan… yang ada hanyalah kekakuan…???
Yang lebih aneh lagi ternyata terkadang didapati kondisi seperti ini pada dua pasang sejoli yang dikenal berpegang dengan sunnah-sunnah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam …??.
Tentunya sebab-sebab timbulnya hal ini banyak, namun sebab utama yang biasanya terjadi adalah kedua pasang sejoli atau salah satunya tidak menunaikan tugas-tugas rumah tangganya dengan baik sesuai dengan syari’at Islam. Jika sang istri benar-benar menjadi istri yang shalihah yang menjalankan tugas rumah tangganya dengan baik, demikian juga sang suami benar-benar merupakan suami yang sejati yang menunaikan tugasnya dengan baik maka tidak diragukan lagi janji Allah bahwasanya kebahagiaan dan kemesraan akan diperoleh dalam pernikahan.
Adapun tulisan yang ada dihadapan para pembaca yang budiman terfokus pada bagaimana usaha untuk bisa menjadi suami yang sejati…???. Suami yang didambakan setiap wanita…, suami yang dimimpikan oleh setiap istri..??.
Tentunya keberadaan suami yang sejati yang menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang suami merupakan sebab utama kelanggengan romantisnya kehidupan rumah tangga. Apalagi permasalahan perceraian berada di tangan seorang suami…!!.
Namun yang sangat menyedihkan, kita dapati sebagian suami memiliki sikap ingin menang sendiri…, dia ingin istrinya menjadi istri yang sholehah yang mentaati semua perkataannya…yang tidak pernah protes…yang memahami dan mengamalkan sabda Nabi -shalallahu 'alaihi wasallam-,
Namun kenyataan yang terjadi… betapa banyak orang yang kehilangan kebahagiaan ini…???, bahkan yang lebih parah… betapa banyak kehidupan rumah tangga yang harus berakhir dengan perpisahan dengan penuh kebencian…???. Kebahagiaan yang tadinya sangat diharapkan akhirnya berakhir dengan permusuhan di antara dua sejoli…???.
Sebagian rumah tangga bisa berjalan tanpa perpisahan, namun….tidak ada aroma kemesraan…, tidak ada kasih sayang…., tidak ada canda…., tidak ada tawa….???. Kehidupan yang terasa kaku…..!!!.
Bukankah rumah tangga adalah sarana yang sangat memungkinkan untuk meraih kebahagiaan di antara dua sejoli…???. Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
(الروم : 21
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21).
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21).
Namun yang menjadi pertanyaan kenapa sering didapati rumah tangga yang kosong dari kemesraan… yang ada hanyalah kekakuan…???
Yang lebih aneh lagi ternyata terkadang didapati kondisi seperti ini pada dua pasang sejoli yang dikenal berpegang dengan sunnah-sunnah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam …??.
Tentunya sebab-sebab timbulnya hal ini banyak, namun sebab utama yang biasanya terjadi adalah kedua pasang sejoli atau salah satunya tidak menunaikan tugas-tugas rumah tangganya dengan baik sesuai dengan syari’at Islam. Jika sang istri benar-benar menjadi istri yang shalihah yang menjalankan tugas rumah tangganya dengan baik, demikian juga sang suami benar-benar merupakan suami yang sejati yang menunaikan tugasnya dengan baik maka tidak diragukan lagi janji Allah bahwasanya kebahagiaan dan kemesraan akan diperoleh dalam pernikahan.
Adapun tulisan yang ada dihadapan para pembaca yang budiman terfokus pada bagaimana usaha untuk bisa menjadi suami yang sejati…???. Suami yang didambakan setiap wanita…, suami yang dimimpikan oleh setiap istri..??.
Tentunya keberadaan suami yang sejati yang menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang suami merupakan sebab utama kelanggengan romantisnya kehidupan rumah tangga. Apalagi permasalahan perceraian berada di tangan seorang suami…!!.
Namun yang sangat menyedihkan, kita dapati sebagian suami memiliki sikap ingin menang sendiri…, dia ingin istrinya menjadi istri yang sholehah yang mentaati semua perkataannya…yang tidak pernah protes…yang memahami dan mengamalkan sabda Nabi -shalallahu 'alaihi wasallam-,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Kalau seandainya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya”. HR AT-Thirmidzi no 1159, Ibnu Majah no 1853 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (Lihat As-Shahihah no 3366).
Sang suami ingin agar istrinya selalu berpenampilan menarik dihadapannya… dan masih banyak keinginan yang lainnya.
Namun di lain sisi dia sendiri tidak memperhatikan penampilannya tatkala berhadapan dengan istrinya…sama sekali tidak mau mengalah di hadapan istrinya….sekakan-akan jika ia telah memberi nafkah kepada istrinya berarti telah selesai tugasnya…!!!!.
Sang suami ingin agar istrinya selalu berpenampilan menarik dihadapannya… dan masih banyak keinginan yang lainnya.
Namun di lain sisi dia sendiri tidak memperhatikan penampilannya tatkala berhadapan dengan istrinya…sama sekali tidak mau mengalah di hadapan istrinya….sekakan-akan jika ia telah memberi nafkah kepada istrinya berarti telah selesai tugasnya…!!!!.
apakah demikian sosok Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang suami teladan…???.
Apakah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat disibukkan dengan urusan dakwah dan urusan negara melalaikan istri-istrinya..???.
Wahai para suami renungkanlah sabda dan nasihat Nabi kalian Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, suami teladan umat ini…
Wahai para suami renungkanlah sabda dan nasihat Nabi kalian Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, suami teladan umat ini…
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku” (HR At-Thirmidzi no 3895 dari hadits Aisyah dan Ibnu Majah no 1977 dari hadits Ibnu Abbas dan dishahihakan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah no 285).
Beliau shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Beliau shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
“Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya”. (HR At-Thirmidzi no 1162 dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Majah no 1987 dari hadits Abdullah bin ‘Amr, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah no 284).
Hadits yang sangat agung ini banyak dilalaikan oleh para suami…padahal hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa menjadi seorang suami yang terbaik bagi istrinya merupakan tanda baiknya seseorang???, tidak cuma sampai di sini, bahkan merupakan tanda sempurnanya keimanan..??.
Hadits yang sangat agung ini banyak dilalaikan oleh para suami…padahal hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa menjadi seorang suami yang terbaik bagi istrinya merupakan tanda baiknya seseorang???, tidak cuma sampai di sini, bahkan merupakan tanda sempurnanya keimanan..??.
- Oleh karena itu Imam Malik berkata, “Wajib bagi seorang suami berusaha untuk menjadikan dirinya dicintai oleh istri-istrinya hingga ialah yang menjadi orang yang paling mereka cintai” (Faidhul Qodiir III/496, Al-Munawi berkata, “Di kitab Tadzkiroh Ibnu ‘Irooq, dari Imam Malik ia berkata….).
- Berkata Syaikh Abdul Malik Romadhoni:(Hadits ini adalah hadits yang sangat agung, banyak orang lalai akan agungnya kandungan hadits ini. Tatkala wanita adalah sosok yang lemah maka seorang lelaki diuji dengan wanita, karena barangsiapa yang akhlaknya sombong dan keras maka akan nampak akhlaknya tersebut tatkala ia menguasai orang lain. Dan seburuk-buruk penguasaan adalah terhadap sosok yang lemah yang berada dibawah kekuasaannya. Orang yang akhlaknya buruk dan rendah serta kurang kasih sayangnya akan terungkap akhlaknya tatkala ia bermu’amalah dengan orang-orang yang lemah. Bahkan sikap menguasai (semena-mena) terhadap orang-orang yang lemah adalah (pada hakikatnya) merupakan sikap sosok yang lemah (kepribadiannya). Kalau mereka memang kuat (kepribadiannya) dalam akhlak mereka maka hati mereka tidak akan keras terhadap orang-orang yang membutuhkan kasih sayang. Barangsiapa yang bisa menguasai dirinya tatkala berhadapan (bermu’amalah) dengan mereka (orang–orang yang lemah) maka akan nampaklah kemuliaannya. Oleh karena itu Al-Mubarokfuri berkata dalam Tuhfatul Ahwadzi (IV/273) tatkala menjelaskan lafal hadits yang kedua (di atas), “Karena mereka (para wanita) merupakan tempat untuk meletakkan kasih sayang disebabkan lemahnya mereka”…)) (Al-Mau’idzoh Al-Hasanah hal 75).
Sebagian orang bingung kenapa seorang yang baik terhadap istrinya maka ia merupakan orang yang terbaik??
- Berkata As-Sindi, “Dan bisa jadi orang yang disifati dengan sifat ini (baik terhadap istri) akan mendapatkan taufiq (dari Allah) pada seluruh amalan sholeh hingga jadilah ia terbaik secara mutlaq” (Sebagaimana dinukil oleh Syaikh Abdul Malik Romadhoni dalam Al-Mau’idzoh Al-Hasanah hal 75).
- Berkata Asy-Syaukani, “Sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam ((Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istri-istri mereka)) dan juga pada hadits yang lain ((Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya)), pada kedua hadits ini ada peringatan bahwasanya orang yang tingkat kebaikannya tertinggi dan yang paling berhak untuk disifati dengan kebaikan adalah orang yang terbaik bagi istrinya. Karena istri adalah orang yang berhak untuk mendapatkan perlakuan mulia, akhlak yang baik, perbuatan baik, pemberian manfaat dan penolakan kemudhorotan. Jika seorang lelaki bersikap demikian maka dia adalah orang yang terbaik, namun jika keadaannya adalah sebaliknya maka dia telah berada di sisi yang lain yaitu sisi keburukan. Banyak orang yang terjatuh dalam kesalahan ini, engkau melihat seorang pria jika bertemu dengan istrinya maka ia adalah orang yang terburuk akhlaknya, paling pelit, dan yang paling sedikit kebaikannya. Namun jika ia bertemu dengan orang lain (selain istrinya) maka ia akan bersikap lemah lembut, berakhlak mulia, hilang rasa pelitnya, dan banyak kebaikan yang dilakukannya. Tidak diragukan lagi barangsiapa yang demikian kondisinya maka ia telah terhalang dari taufiq (petunjuk) Allah dan telah menyimpang dari jalan yang lurus. Kita memohon keselamatan kepada Allah.” (Nailul Author VI/360).
- Berkata Syaikh Abdul Malik, ((Betapa banyak kita dapati seseorang tatkala bertemu dengan sahabatnya di tempat kerja maka ia akan bersifat mulia dan lembut, namun jika ia kembali ke rumahnya maka jadilah orang yang pelit, keras, dan menakutkan !!!, padahal orang yang paling berhak untuk ia lembuti dan ia baiki adalah istrinya… hakikat seseorang lebih terungkap di rumahnya daripada tatkala ia di luar rumah. Ini merupakan kaidah yang baku. Rahasia kaidah ini adalah karena seseorang bisa menampak-nampakkan akhlak yang baik tatkala ia di luar rumah dan ia bisa bersabar dalam menampakan akhlak yang baik tersebut karena waktu pertemuannya dengan orang-orang di luar rumahnya hanyalah sebentar. Ia bertemu dengan seseorang setengah jam, dengan orang yang kedua selama satu jam, dan dengan orang yang ketiga lebih cepat atau lebih lama, sehingga ia mampu sabar berhadapan dengan mereka dengan menampak-nampakan akhlak yang baik dan sosok palsunya yang bukan sosok aslinya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian pegawai…akan tetapi ia tidak mampu bertahan di atas kepribadian yang bukan asli di rumahnya sepanjang hidupnya. Akhlak asli seseorang bisa diperiksa tatkala ia di rumahnya, di situlah akan tampak sikap kerasnya dari sikap kelembutannya, terungkap sikap pelitnya dari sikap kedermawanannya, terungkap sikapnya yang terburu-buru dari sikap kesabarannya, bagaimanakah ia bermu’amalah dengan ibunya dan ayahnya?? Betapa banyak sikap durhaka di zaman ini..!!! …Maka kenalilah (hakikat) dirimu di rumahmu !!, bagaimanakah kesabaranmu tatkala engkau menghadapi anak-anakmu??, tatkala menghadapi istrimu??, bagaimana kesabaranmu menjalankan tanggung jawab rumah tangga??. (Dan camkanlah bahwa) orang yang tidak bisa mengatur rumah tangganya bagaimana ia bisa memimpin umat??, inilah rahasia sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya”…)) (Al-Mau’idzoh Al-Hasanah hal 77-79).
- Sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam di atas bukanlah perkara yang aneh, karena seorang muslim –siapapun juga orangnya- tidak akan bisa memperoleh sifat yang mulia di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin kecuali jika setelah mampu untuk bermu’amalah dengan baik di keluarganya. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat, jika ia mampu untuk bermu’amalah dengan baik di keluarganya maka seakan-akan hal ini merupakan persaksian baginya bahwa ia telah siap (ahli) untuk menjadi bagian yang bermanfaat bagi masyarakat. (Al-Asaaliib An-Nabawiyah fi mu’aalajah al-musykilah az-zaujiyah hal 17).
- Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, “Sikap engkau terhadap istrimu hendaknya sebagaimana harapan engkau akan sikap suami putrimu sendiri. Maka sikap bagaimanakah yang kau harapkan dari lelaki tersebut untuk menyikapi putrimu??, apakah engkau ridho jika ia menyikapi putrimu dengan kasar dan kaku?. Jawabannya tentulah tidak. Jika demikian maka janganlah engkau menyikapi putri orang lain dengan sikap yang engkau tidak ridho jika diarahkan kepada putrimu sendiri. Ini merupakah kaidah yang hendaknya diketahui setiap orang….” (Asy-Syarhul Mumti’ XII/381).
Oleh karena itu penulis mencoba untuk mengingatkan diri penulis pribadi dan juga kepada kaum muslimin untuk berusaha menjadi orang yang terbaik bagi istri-istri mereka.
Bersambung..
Kota Nabi -shallahu ‘alaihi wa sallam -, 5 Februari 2006.
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
Bersambung..
Kota Nabi -shallahu ‘alaihi wa sallam -, 5 Februari 2006.
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
0 komentar:
Posting Komentar