Tegakkan Bangunanmu Di Atas Ketakwaan

Oleh Ustadz Abu Muslih Ari Wahyudi

Sebuah ayat yang sangat menarik dan patut untuk direnungkan.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya),
“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah-belah antara orang-orang mukmin serta menunggu (mempersiapkan) kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, 'Kami tidak menghendaki selain kebaikan'. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).“
(QS. at-Taubah: 107).

Kemudian, Allah melanjutkan firman-Nya (yang artinya),

“Janganlah kamu sholat dalam masjid itu selama-lamanya.
Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
(QS. at-Taubah: 108).


Pembaca yang dimuliakan,
  • ayat ini banyak menyimpan hikmah dan pelajaran bagi kaum beriman. Pelajaran mengenai betapa pentingnya ketakwaan dan kelurusan hati dalam pengabdian kepada Allah ta'ala. Bukan sekedar penampilan fisik saja, akan tetapi kesalihan lahiriyah yang dibarengi dengan kesalihan batiniyah. Seperti kasus Masjid Dhirar yang dikisahkan di dalam ayat di atas.
Tidak ada yang meragukan bahwa membangun masjid adalah sebuah amalan yang sangat agung. Karena ia menjadi sarana penghambaan kepada Allah ta'ala. Akan tetapi tatkala amalan yang besar ini tidak diiringi dengan keikhlasan niat, maka ia justru berubah menjadi bencana bagi pelakunya dan juga musibah bagi kaum muslimin di sekitarnya.

Lihatlah, bagaimana teguran yang Allah berikan kepada Nabi-Nya agar tidak sholat di dalam masjid semacam itu... Allah tegaskan (yang artinya), Janganlah kamu sholat dalam masjid itu selama-lamanya...” (QS. at-Taubah: 108)
  • Syaikh as-Sa'di rahimahullah telah menyebutkan faidah ini di dalam tafsirnya Taisir al-Karim ar-Rahman. Beliau berkata, “Suatu amalan, meskipun tergolong amalan yang utama akan bisa berubah statusnya gara-gara niat, sehingga ia justru berbalik menjadi sesuatu yang dilarang. Hal itu sebagaimana niat para pembangun Masjid Dhirar mengubah status amalan mereka menjadi sebagaimana yang bisa anda saksikan sendiri.” (Taisir, hal. 352).
Masjid Tanpa Takwa?
Allah menyebut masjid yang dibangun oleh orang-orang munafik sebagai masjid yang tidak berlandaskan ketakwaan. Bahkan, Allah menggambarkan keadaan masjid itu bersama para penggagas serta pembangunnya dengan firman-Nya (yang artinya), “Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan (masjid)-nya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridaan-Nya itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam?...” (QS. at-Taubah: 109).
  • Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa amalan fisik [yang secara lahiriyah tampak sebagai kebaikan, pen] yang berangkat dari kedurhakaan kepada Allah -secara batin- maka ia akan senantiasa membuat pelakunya bertambah jauh dari Allah. Sebagaimana keadaan yang menimpa orang yang terus-menerus berkubang dalam kemaksiatan/dosa sampai dia menyingkirkan dosa itu dan bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya, sehingga hatinya dipenuhi dengan penyesalan atas dosa yang telah dia lakukan selama ini (lihat Taisir, hal. 352).
Semestinya tatkala kita ingin mendirikan sebuah bangunan fisik (masjid, sekolah islam, dsb) atau bangunan non-fisik (organisasi, yayasan, dsb) hendaknya kita senantiasa memeriksa niat dan memantau keikhlasan hati serta berusaha sekuat tenaga mengikuti Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena setinggi dan semegah apa pun 'bangunan' kita, jika tidak dilandasi dengan takwa, apalah artinya? Apa gunanya ketenaran, kedudukan dunia, materi, banyaknya anggota, melimpahnya aset organisasi, jika tidak dibarengi dengan kesucian hati...?!

Ikhlas dan Mutaba'ah
Ayat di atas juga memberikan pelajaran kepada kita, bahwa amalan yang dibangun di atas keikhlasan dan mutaba'ah (kesetiaan terhadap tuntunan Nabi) itulah amalan yang dibangun di atas ketakwaan, yang akan mengantarkan pelakunya menuju Surga yang penuh dengan kenikmatan. Adapun amalan yang digerakkan oleh niat buruk dan berlandaskan kebid'ahan atau kesesatan maka itulah amalan yang dibangun di tepi jurang yang runtuh yang akan mengantarkan pelakunya terjerumus ke dalam Neraka Jahannam (lihat Taisir, hal. 352).

Dari sinilah letak pentingnya menjaga niat dan senantiasa mengoreksi gerak-gerik hati, selain juga pentingnya komitmen yang kuat untuk tetap teguh memegang ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
  • Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amal pasti dibarengi niat. Dan setiap orang akan diberikan balasan sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Sebagaimana beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah menegaskan, “Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, pasti akan tertolak.” (HR. Muslim).
Ini artinya, ketakwaan bukan diukur dari sisi batin saja, akan tetapi ia juga memiliki batasan lahiriyah yang harus diikuti. Karena apa yang ada di dalam hati pasti akan tercermin pada apa yang tampak berupa ucapan maupun perbuatan. Sehingga, sangat tidak benar sikap 'toleransi' kebablasan yang membenarkan semua tindakan selama niatnya adalah baik dan untuk kebaikan.

Tidakkah kita ingat ucapan Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan akan tetapi tidak berhasil menepatinya.”

Pengaruh Ketaatan dan Kemaksiatan
Ada pelajaran lain yang juga sangat penting. Syaikh as-Sa'di rahimahullah menjelaskan, “Ini menunjukkan pula bahwa perbuatan maksiat itu bisa mempengaruhi suatu tempat. Sebagaimana halnya kemaksiatan orang-orang munafik memberikan dampak negatif kepada Masjid Dhirar dan menyebabkan terlarangnya sholat di dalam masjid itu. Demikian pula ketaatan akan mempengaruhi tempat-tempat, seperti halnya ia telah memberikan dampak positif bagi Masjid Quba -yang ia ditegakkan di atas ketakwaan, pen-...” (Taisir, hal. 352).

Barangsiapa yang ingin menciptakan sebuah lingkungan yang baik dan nyaman (rumah, kos, dsb), maka tidak ada cara lain kecuali dengan menjaganya dari segala bentuk kemaksiatan.

Kaidah Penting
Yang lebih menakjubkan lagi dari penjelasan Syaikh as-Sa'di, ada 4 pedoman penting yang bisa dipetik dari ayat ini, yaitu: Segala tindakan yang
[1] membahayakan diri seorang muslim, atau
[2] mengandung unsur kemaksiatan kepada Allah, atau
[3] memiliki dampak perpecahan di antara kaum mukminin, atau
[4] memberikan sokongan kepada orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, maka tindakan tersebut diharamkan dan harus dicegah (lihat Taisir, hal. 352).

sumber : http://www.facebook.com/abumushlih?sk=notes&s=30#!/note.php?note_id=10150323126506123


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger