Oleh Ustadz Abu Muslih Ari Wahyudi.
Dengan menyebut nama Allah ar-Rahman ar-Rahim
Seorang muslim senantiasa haus akan bimbingan dan panduan Rabb-nya. Oleh sebab itu setiap hari dia memohon curahan petunjuk dalam doanya, 'Ihdinash shirathal mustaqim'.
Tidak cukup sekali dalam sehari, bahkan sampai tujuh belas kali minimal dia mengucapkan doa ini...
***
Saudaraku,
perjalanan hidup ini selalu menghadapi tantangan dan cobaan. Apabila seorang muslim tidak membekali dirinya dengan ketakwaan dan keimanan, niscaya gelombang kerusakan lambat laun akan menyeretnya menuju kehancuran. Tatkala sedemikian besar kebutuhan kita kepada hidayah, maka Allah menuntun kita untuk terus berdoa dan meminta kepada-Nya hidayah itu. Agar kita tidak salah jalan.
Bukankah,
selama ini kita sering mencoba dan bereksperimen dengan jalan dan cara yang kita anggap lurus, padahal senyatanya jalan itu bengkok dan menyesatkan. Begitulah setan dengan seribu satu cara berusaha menghias-hiasi jalan kebatilan agar tampak indah dan menawan. Amalan buruk tampak sebagai sebuah kebaikan.
Siapa yang mengatakan bahwa orang mukmin bebas cobaan dan tekanan?
Padahal Allah ta'ala telah menyatakan dengan tegas (yang artinya), "Alif lam mim. Apakah manusia itu mengira mereka dibiarkan mengatakan 'kami beriman' kemudian mereka tidak mendapatkan ujian?" (QS. al-Ankabut: 1-2)
Musibah dan bencana, nikmat dan kesenangan, semua itu adalah cobaan bagi kaum yang beriman.
Tentu saja mustahil...
Jalan hidayah adalah jalan yang sangat dirindukan oleh setiap pencari kebenaran. Karena jalan itulah yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Namun, sebagaimana kata ulama salaf, "Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak berhasil menggapainya."
Nikmat hidayah bukan barang sepele. Dia tidak diukur dengan gelar, titel, sekolah, garis keturunan, atau atribut organisasi dan apalagi jabatan. Seandainya hidayah itu distandarkan dengan gelar akademis niscaya semua profesor adalah orang-orang yang paling mendapatkan hidayah dan paling lurus jalannya di muka bumi ini. Namun, kenyataannya tidaklah demikian? Karena ukuran kemuliaan di dalam perspektif Islam adalah dengan ketakwaan dan keteguhan menjalankan ajaran al-Qur'an.
Saudaraku...
Teruslah melangkah... Tidak usah khawatir dengan sedikitnya peniti jalan ini di masamu. Karena di depan sana, barisan para ulama terdahulu dan generasi terbaik umat ini telah menanti kehadiran para pemuda dan sosok pejuang kebenaran yang melanjutkan estafet perjuangan mereka.
Manakah yang lebih layak disebut sebagai fanatisme golongan; orang yang mengikuti wahyu al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman para sahabat, ataukah orang yang mempolitisir ayat dan hadits demi mengunggulkan pendapat dan pandangan tokoh-tokohnya?
Apakah keteguhan para ulama dalam membela Sunnah/hadits juga dianggap sebagai sikap fanatik buta yang layak untuk dicemooh dan diremehkan begitu saja?
Apakah mereka yang menolak hadits dan menentang Sunnah ini yang dimaksud dengan pembaharu dan pejuang umat?!
Pantaskah syari'at diinjak-injak demi kepentingan politik sesaat?
Benarkah yang mereka bangun itu istana kemenangan atau justru sebaliknya gubuk derita yang akan roboh seketika akibat tiupan angin yang menerpanya...?
Apakah orang-orang yang membantai manusia, menghalalkan darah kaum muslimin dan menghancurkan berbagai fasilitas negara layak digelari sebagai pahlawan dan syuhada?
Bukankah menyingkirkan gangguan dari jalan adalah bagian dari keimanan?
Apakah mereka yang mencaci-maki pemimpin itu pernah mendoakan kebaikan bagi penguasa mereka?
Padahal,
Tidak setiap orang yang mengakui pengikut Sunnah itu bisa diterima pengakuannya. Semua orang bisa mengklaim, akan tetapi realita yang akan berbicara: Siapakah sesungguhnya pengikut Sunnah itu?
Sebab yang menjadi ukuran adalah hakikat, bukan nama atau julukan semata...
Semoga Allah meneguhkan kita di atas jalan-Nya yang lurus, dan menyelamatkan kita dari jalan-jalan yang menyimpang. Allahul musta'aan.
sumber : http://www.facebook.com/abumushlih?sk=notes&s=20#!/note.php?note_id=10150350656036123
Dengan menyebut nama Allah ar-Rahman ar-Rahim
Seorang muslim senantiasa haus akan bimbingan dan panduan Rabb-nya. Oleh sebab itu setiap hari dia memohon curahan petunjuk dalam doanya, 'Ihdinash shirathal mustaqim'.
Tidak cukup sekali dalam sehari, bahkan sampai tujuh belas kali minimal dia mengucapkan doa ini...
***
Saudaraku,
perjalanan hidup ini selalu menghadapi tantangan dan cobaan. Apabila seorang muslim tidak membekali dirinya dengan ketakwaan dan keimanan, niscaya gelombang kerusakan lambat laun akan menyeretnya menuju kehancuran. Tatkala sedemikian besar kebutuhan kita kepada hidayah, maka Allah menuntun kita untuk terus berdoa dan meminta kepada-Nya hidayah itu. Agar kita tidak salah jalan.
Bukankah,
selama ini kita sering mencoba dan bereksperimen dengan jalan dan cara yang kita anggap lurus, padahal senyatanya jalan itu bengkok dan menyesatkan. Begitulah setan dengan seribu satu cara berusaha menghias-hiasi jalan kebatilan agar tampak indah dan menawan. Amalan buruk tampak sebagai sebuah kebaikan.
Siapa yang mengatakan bahwa orang mukmin bebas cobaan dan tekanan?
Padahal Allah ta'ala telah menyatakan dengan tegas (yang artinya), "Alif lam mim. Apakah manusia itu mengira mereka dibiarkan mengatakan 'kami beriman' kemudian mereka tidak mendapatkan ujian?" (QS. al-Ankabut: 1-2)
Musibah dan bencana, nikmat dan kesenangan, semua itu adalah cobaan bagi kaum yang beriman.
- Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh mengagumkan urusan orang beriman. Semua urusannya baik baginya. Dan hal itu tidak didapati kecuali pada diri orang beriman. Apabila dia mendapat kesenangan maka dia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan apabila dia mendapat musibah dia pun bersabar, maka itu pun baik untuknya." (HR. Muslim)
Tentu saja mustahil...
Jalan hidayah adalah jalan yang sangat dirindukan oleh setiap pencari kebenaran. Karena jalan itulah yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Namun, sebagaimana kata ulama salaf, "Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak berhasil menggapainya."
Nikmat hidayah bukan barang sepele. Dia tidak diukur dengan gelar, titel, sekolah, garis keturunan, atau atribut organisasi dan apalagi jabatan. Seandainya hidayah itu distandarkan dengan gelar akademis niscaya semua profesor adalah orang-orang yang paling mendapatkan hidayah dan paling lurus jalannya di muka bumi ini. Namun, kenyataannya tidaklah demikian? Karena ukuran kemuliaan di dalam perspektif Islam adalah dengan ketakwaan dan keteguhan menjalankan ajaran al-Qur'an.
- Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan orang-orang dengan sebab Kitab [al-Qur'an] ini, dan akan merendahkan sebagian yang lain dengan sebab Kitab ini pula." (HR. Muslim).
- Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga menegaskan, "Sesungguhnya tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat hati dan amalan kalian." (HR. Muslim).
Saudaraku...
Teruslah melangkah... Tidak usah khawatir dengan sedikitnya peniti jalan ini di masamu. Karena di depan sana, barisan para ulama terdahulu dan generasi terbaik umat ini telah menanti kehadiran para pemuda dan sosok pejuang kebenaran yang melanjutkan estafet perjuangan mereka.
- Imam al-Auza'i rahimahullah berpesan, "Hendaknya engkau terus mengikuti jejak orang-orang yang terdahulu (salafus shalih), meskipun orang-orang menolakmu. Dan berhati-hatilah dari pendapat-pendapat akal manusia, walaupun mereka berusaha menghias-hiasinya dengan ucapan yang indah." (lihat Lum'at al-I'tiqad)
Manakah yang lebih layak disebut sebagai fanatisme golongan; orang yang mengikuti wahyu al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman para sahabat, ataukah orang yang mempolitisir ayat dan hadits demi mengunggulkan pendapat dan pandangan tokoh-tokohnya?
Apakah keteguhan para ulama dalam membela Sunnah/hadits juga dianggap sebagai sikap fanatik buta yang layak untuk dicemooh dan diremehkan begitu saja?
- Padahal, Imam Ahmad rahimahullah telah menegaskan, "Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka dia berada di tepi jurang kehancuran." Imam Syafi'i rahimahullah juga mengatakan, "Kaum muslimin telah sepakat, barangsiapa yang telah jelas baginya suatu Sunnah/ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya meninggalkannya karena mengikuti pendapat seseorang." (lihat Mukadimah Sifat Sholat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh al-Albani rahimahullah).
Apakah mereka yang menolak hadits dan menentang Sunnah ini yang dimaksud dengan pembaharu dan pejuang umat?!
Pantaskah syari'at diinjak-injak demi kepentingan politik sesaat?
Benarkah yang mereka bangun itu istana kemenangan atau justru sebaliknya gubuk derita yang akan roboh seketika akibat tiupan angin yang menerpanya...?
Apakah orang-orang yang membantai manusia, menghalalkan darah kaum muslimin dan menghancurkan berbagai fasilitas negara layak digelari sebagai pahlawan dan syuhada?
Bukankah menyingkirkan gangguan dari jalan adalah bagian dari keimanan?
Apakah mereka yang mencaci-maki pemimpin itu pernah mendoakan kebaikan bagi penguasa mereka?
Padahal,
- Imam al-Barbahari rahimahullah menegaskan, "Apabila kamu melihat seseorang mendoakan kebaikan bagi penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah pengikut Sunnah..."
- Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Islam itu datang dalam keadaan asing, dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana datangnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing itu." (HR. Muslim).
- Imam Malik rahimahullah berkata, "Sunnah itu adalah bahtera Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang tertinggal darinya pasti tenggelam." .
Tidak setiap orang yang mengakui pengikut Sunnah itu bisa diterima pengakuannya. Semua orang bisa mengklaim, akan tetapi realita yang akan berbicara: Siapakah sesungguhnya pengikut Sunnah itu?
Sebab yang menjadi ukuran adalah hakikat, bukan nama atau julukan semata...
Seorang penyair berkata:
Semua orang mengaku punya hubungan dengan Laila
Sementara Laila tidak mengakui ucapan mereka.
Semoga Allah meneguhkan kita di atas jalan-Nya yang lurus, dan menyelamatkan kita dari jalan-jalan yang menyimpang. Allahul musta'aan.
sumber : http://www.facebook.com/abumushlih?sk=notes&s=20#!/note.php?note_id=10150350656036123
0 komentar:
Posting Komentar