A. Asal Hukum segala sesuatu di bumi adalah halal bagi manusia.
Agama islam yang sempurna telah menjelaskan perkara perkara yang diharamkan dengan terperinci, begitu juga dengan makanan-makanan, segala makanan yang diharamkan diterangkan dalam Al Quran dan As Sunnah, sehingga makanan apa saja yang tidak termasuk kategori sebagai barang haram dikembalikan kedalam hukum makanan yaitu halal dan mubah, karena semua yang ada didunia ini diciptakan Allah ta’ala untuk kebutuhan manusia, kecuali yang diharamkan Allah ta’ala : “Dialah Alah yang telah menciptakan segala sesuatu dimuka bumi buat kalian” (AL Baqarah 29).
Dan Allah ta’ala mengingkari orang orang yang mengharamkan sesuatu tanpa disertai dalil yang sah sebagaimana firman Nya. "Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui (Al A’raf 32).
B. Makanan yang Haram Telah di jelaskan secara terperinci.
Begitu banyaknya makanan yang halal bagi manusia sehingga Allah Yang Maha Bijaksana menjelaskan apa saja yang halal secara global saja (sebagaimana firmannya dalam QS. Al-Arof 157) atau melalui sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dalam hadits hadits nya yang shohih (sebagimana dalam riwayat bukhari dan Muslim yang dinyatakan bahwa setiap binatang buas yang bertaring, burung yang menggnakan cakarnya untuk memangsa makanannya, keledai jinak, hewan pemakan kotoran/bangkai, semuanya dijelaskan oleh Rasulullah hukum keharamannya). Sehingga apa saja yang tidak termasuk dalam kategori makanan yang diharamkan , atau tidak ada dalil haram dan halalnya, maka kembali kepada asal hukum makanan adalah halal, (perkataan Imam Syafii dinukil dari at Ta’liqatur Radhiyah ‘alar Roudhotiin Nadiyah (3/36).
Maka kita harus mengetahui makanan apa saja yang diharamkan oleh Allah ta’ala dan RasulNya shalallahu ‘alaihi wassalam sebagaimana yang telah dijelaskan dalam semua kitab-kitab fiqh dalam berbagai madzhabnya, supaya kita selamat dari makanan makanan yang diharamkan sedangkan kita tidak mengetahuinya.
Adapun tentang sembelihan, maka telah dijelaskan sembelihan yang halal dan yang haram dalam Al Quran dan As Sunnah , dan sembelihan yang haram adalah yang ditujukan untuk selain Allah ta’ala atau disebut nama selain Allah ta’ala atau yang disembelih dihadapan berhala berhala.
Dan sembelihan yang halal adalah sembelihan yang memenuhi syarat dalam syariat islam, diantara syarat syarat itu adalah :
Dari penjelasan diatas , bisa kita ketahui bahwa makanan dan sembelihan yang diadakan pada acara acara seperti tahlilan dan yasinan hukum asalnya adalah halal, karena sembelihan dan makanan kaum muslimin walaupun berbeda madzhabnya adalah halal. Kecuali apabila seorang yang menyembelih adalah ahli bid’ah dengan kebid’ahan yang sampai derajat kepada derajat kekufuran, maka sembelihannya haram hukumnya (karena ahli bid’ah yang telah dihukumi kafir telah menjadi murtad, sedangkan sembelihan yang halal buat kaum muslimin adalah sembelihan seorang muslim dan ahli kitab saja -lihat Mauqif Ahlis Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa ‘ wal bida’ 1/339).
Begitu Juga yang termasuk diharamkan adalah sembelihan yang tidak disebut nama Allah a’ala (lihat Ta’liqatur Radhiyah ‘alar Roudhotiin Nadiyah 3/67-68).
Sebagai misal , seseorang yang yang menganggap dirinya sebagai wali, meyakini bahwa dirinya tahu tentang ghoib padahal yang tahu tentang ghaib hanyalah Allah ta’ala, dan kemudian telah ditegakkan hujjah atasnya, dijelaskan kepadanya dalil dalil dari al quran dan As Sunnah, dan dia telah mengetahui bahwa keyakinannya adalah suatu kebid’ahan dan kekufuran, akan tetapi dia tetap pada keyakinannya, bahkan menda’wahkan kesesatannya, sehingga para ulama menghukumi orang tersebut telah keluar dari Islam disebabkan bid’ahnya, maka sembelihan orang ini haram hukumnya.
Sedangkan orang orang yang membuat aneka ragam makanan atau menyembelih binatang pada waktu tahlilan dan yasinan, apabila mereka bermaksud untuk bersedekah kepada masyarakat, dan tidak ditujukan kepada berhala berhala, juga disebut nama Allah ta’ala ketika menyembelih , dan menggunakan alat yang tajam, hanya saja mereka menghadiahkan pahala bacaan Al Quran atau selainnya dalam acara tersebut kepada orang yang telah mati dan ini tidak mempengaruhi kehalalan binatang yang disembelih kecuali apabila benar benar diyakini bahwa mereka menyembelih untuk berhala atau tidak disebut nama Allah ta’ala atau semisal mereka yang menyembelih binatang dengan keyakinan bahwa menyembelih pada acara kematian hari ketiga, tujuh atau empat puluh dan seterusnya kalu diperuntukkan jin- jin, arwah-arwah, atau penghuni-penghuni yang ditakutkan atau menyelamatkan mereka -dan ini termasuk sembelihan/ibadah kepada selain Allah ta’ala- maka hukumnya menjadi haram.
Akan tetapi, apabila dalam penerimaan makanan acara acara bid’ah terdapat mafsadat, seperti anggapan orang bahwa apabila menerima makanannya berarti mendukung dan memperbolehkan acara tersebut, maka haram bagi kita untuk menerima makanan tersebut. Atau seandainya dengan menolak makanan tersebut menyebabkan orang menjadi tahu bid’ahnya tahlilan, maka menerimanya adalah haram dan menolaknya adlah wajib, karena ini termasuk mengingkari sebuah kemungkaran.
Wallahu ‘alam.
(disalin dengan penyesuain dari Penjelasan Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan dan Selamatan oleh Al Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali bin A. Mutholib, Penerbit Pustaka Al Ummat Surakarta, cetakan keempat 2006).
http://adiabdullah.wordpress.com/2008/04/04/makanan-pada-acara-tahlilan-dan-yasinan/
Agama islam yang sempurna telah menjelaskan perkara perkara yang diharamkan dengan terperinci, begitu juga dengan makanan-makanan, segala makanan yang diharamkan diterangkan dalam Al Quran dan As Sunnah, sehingga makanan apa saja yang tidak termasuk kategori sebagai barang haram dikembalikan kedalam hukum makanan yaitu halal dan mubah, karena semua yang ada didunia ini diciptakan Allah ta’ala untuk kebutuhan manusia, kecuali yang diharamkan Allah ta’ala : “Dialah Alah yang telah menciptakan segala sesuatu dimuka bumi buat kalian” (AL Baqarah 29).
Dan Allah ta’ala mengingkari orang orang yang mengharamkan sesuatu tanpa disertai dalil yang sah sebagaimana firman Nya. "Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui (Al A’raf 32).
B. Makanan yang Haram Telah di jelaskan secara terperinci.
Begitu banyaknya makanan yang halal bagi manusia sehingga Allah Yang Maha Bijaksana menjelaskan apa saja yang halal secara global saja (sebagaimana firmannya dalam QS. Al-Arof 157) atau melalui sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dalam hadits hadits nya yang shohih (sebagimana dalam riwayat bukhari dan Muslim yang dinyatakan bahwa setiap binatang buas yang bertaring, burung yang menggnakan cakarnya untuk memangsa makanannya, keledai jinak, hewan pemakan kotoran/bangkai, semuanya dijelaskan oleh Rasulullah hukum keharamannya). Sehingga apa saja yang tidak termasuk dalam kategori makanan yang diharamkan , atau tidak ada dalil haram dan halalnya, maka kembali kepada asal hukum makanan adalah halal, (perkataan Imam Syafii dinukil dari at Ta’liqatur Radhiyah ‘alar Roudhotiin Nadiyah (3/36).
Maka kita harus mengetahui makanan apa saja yang diharamkan oleh Allah ta’ala dan RasulNya shalallahu ‘alaihi wassalam sebagaimana yang telah dijelaskan dalam semua kitab-kitab fiqh dalam berbagai madzhabnya, supaya kita selamat dari makanan makanan yang diharamkan sedangkan kita tidak mengetahuinya.
Adapun tentang sembelihan, maka telah dijelaskan sembelihan yang halal dan yang haram dalam Al Quran dan As Sunnah , dan sembelihan yang haram adalah yang ditujukan untuk selain Allah ta’ala atau disebut nama selain Allah ta’ala atau yang disembelih dihadapan berhala berhala.
Dan sembelihan yang halal adalah sembelihan yang memenuhi syarat dalam syariat islam, diantara syarat syarat itu adalah :
- Satu : Berniat menyembelih, baik seorang laki laki atau perempuan, baik seorang muslim atau ahli kitab, (lihat surat Al Maidah 5 ) karena segala amalan tergantung pada niatnya.
- Dua : Dengan alat yang tajam seperti pisau dan sebagainya bukan dengan kuk dan gigi, sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam (lihat Adh Dhakatus Syar’iyah wa Ahkamuha oleh Syaikh Sholih bin Fauzan al Fauzan). “Hewan yang (disembelih dengan alat yang tajam) sampai mengeluarkan darah, maka makanlah asalkan bukan dengan gigi dan kuku” (HR. Bukhari no. 5498).
- Tiga : Dengan menyebut nama Allah ta’ala dan tidak disertai menyebut nama selain Allah ta’ala sebagaimana Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam :“Hewan yang disembelih sampai mengalirkan darah, dan disebut nama Allah ta’ala maka makanlah” (HR. Bukhari 5/155).
- Empat : Tidak dipersembahkan untuk berhala, sebagaimana firman Allah ta’ala yang maknanya :“(termasuk yang diharamkan) adalah apa apa yang disembelih (dipersembahkan) untuk berhala” Al Maidah 3.
Dari penjelasan diatas , bisa kita ketahui bahwa makanan dan sembelihan yang diadakan pada acara acara seperti tahlilan dan yasinan hukum asalnya adalah halal, karena sembelihan dan makanan kaum muslimin walaupun berbeda madzhabnya adalah halal. Kecuali apabila seorang yang menyembelih adalah ahli bid’ah dengan kebid’ahan yang sampai derajat kepada derajat kekufuran, maka sembelihannya haram hukumnya (karena ahli bid’ah yang telah dihukumi kafir telah menjadi murtad, sedangkan sembelihan yang halal buat kaum muslimin adalah sembelihan seorang muslim dan ahli kitab saja -lihat Mauqif Ahlis Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa ‘ wal bida’ 1/339).
Begitu Juga yang termasuk diharamkan adalah sembelihan yang tidak disebut nama Allah a’ala (lihat Ta’liqatur Radhiyah ‘alar Roudhotiin Nadiyah 3/67-68).
Sebagai misal , seseorang yang yang menganggap dirinya sebagai wali, meyakini bahwa dirinya tahu tentang ghoib padahal yang tahu tentang ghaib hanyalah Allah ta’ala, dan kemudian telah ditegakkan hujjah atasnya, dijelaskan kepadanya dalil dalil dari al quran dan As Sunnah, dan dia telah mengetahui bahwa keyakinannya adalah suatu kebid’ahan dan kekufuran, akan tetapi dia tetap pada keyakinannya, bahkan menda’wahkan kesesatannya, sehingga para ulama menghukumi orang tersebut telah keluar dari Islam disebabkan bid’ahnya, maka sembelihan orang ini haram hukumnya.
Sedangkan orang orang yang membuat aneka ragam makanan atau menyembelih binatang pada waktu tahlilan dan yasinan, apabila mereka bermaksud untuk bersedekah kepada masyarakat, dan tidak ditujukan kepada berhala berhala, juga disebut nama Allah ta’ala ketika menyembelih , dan menggunakan alat yang tajam, hanya saja mereka menghadiahkan pahala bacaan Al Quran atau selainnya dalam acara tersebut kepada orang yang telah mati dan ini tidak mempengaruhi kehalalan binatang yang disembelih kecuali apabila benar benar diyakini bahwa mereka menyembelih untuk berhala atau tidak disebut nama Allah ta’ala atau semisal mereka yang menyembelih binatang dengan keyakinan bahwa menyembelih pada acara kematian hari ketiga, tujuh atau empat puluh dan seterusnya kalu diperuntukkan jin- jin, arwah-arwah, atau penghuni-penghuni yang ditakutkan atau menyelamatkan mereka -dan ini termasuk sembelihan/ibadah kepada selain Allah ta’ala- maka hukumnya menjadi haram.
Akan tetapi, apabila dalam penerimaan makanan acara acara bid’ah terdapat mafsadat, seperti anggapan orang bahwa apabila menerima makanannya berarti mendukung dan memperbolehkan acara tersebut, maka haram bagi kita untuk menerima makanan tersebut. Atau seandainya dengan menolak makanan tersebut menyebabkan orang menjadi tahu bid’ahnya tahlilan, maka menerimanya adalah haram dan menolaknya adlah wajib, karena ini termasuk mengingkari sebuah kemungkaran.
Wallahu ‘alam.
(disalin dengan penyesuain dari Penjelasan Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan dan Selamatan oleh Al Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali bin A. Mutholib, Penerbit Pustaka Al Ummat Surakarta, cetakan keempat 2006).
http://adiabdullah.wordpress.com/2008/04/04/makanan-pada-acara-tahlilan-dan-yasinan/
0 komentar:
Posting Komentar