Benarkah Nabi Menceraikan Istrinya Ketika Berusia Lanjut ?

Syubhat :

Apakah boleh Nabi kalian -Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam- menceraikan istrinya, Saudah, karena dia telah tua, dan di saat wanita itu masih muda dia menikmati masa mudanya, dan saat dia berusia tua, dia langsung menceraikannya?

Jawab :

Sebagaimana biasa, Anda sekalian menyampaikan syubhat, sementara Anda tidak mengetahui rincian dan faktanya. Ditambah lagi kedustaan dan klaim tidak benar yang ada di dalamnya.

Pertama, tidak benar ucapan Anda bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahi Saudah Radhiallahu ‘Anha saat dia masih muda. Seandainya Anda mengetahui hakikatnya sekarang, Anda akan malu sendiri terhadap diri Anda. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saat menikahi Saudah, kala itu Saudah Radhiallahu ‘Anha telah berusia enam puluh enam tahun. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menikahinya kecuali bahwa dia, saat pergi ke Habasyah ia bersama suaminya, dan saat kembali dari sana suaminya meninggal dunia. Karena keluarganya masih berada di atas kesyirikan, maka nabi terdorong untuk menikahinya demi memberikan kasih sayang kepadanya, berbuat baik dengan kondisinya, dan menghibur kesendiriannya.

Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah menceraikannya. Akan tetapi yang terjadi adalah bahwa saat ummul mukminin Saudah Radhiallahu ‘Anha telah berusia sangat tua, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merasa kesulitan untuk merawatnya, terutama saat sudah banyak dari keluarganya yang telah masuk Islam. Maka berkatalah Ummul Mukminin Saudah Radhiallahu ‘Anha, ‘Sesungguhnya aku sudah tua, dan kaum laki-laki pun tidak punya hajat dengan aku, akan tetapi aku ingin dibangkitkan nanti di tengah-tengah istri Anda pada hari kiamat.’ Maka turunlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ الأنْفُسُ الشُّحَّ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا 

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. an-Nisa`: 128).

Ayat ini mengajari kita bahwa jika seorang wanita mengkhawatirkan larinya, atau berpalingnya suami darinya, maka dia boleh untuk menggugurkan sebagian haknya untuk suaminya, apakah itu sebagian nafkah, pakaian, atau jatah menginap. Dan boleh bagi suami untuk menerima hal itu. Tidak ada masalah atas sang istri dalam pengorbanannya itu untuk suami, dan tidak masalah atas suami dalam menerimanya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kembali kepada Saudah dan memperlakukannya dengan sebaik-baiknya.

Maka di manakah sekarang klaim bahwa beliau telah menceraikannya?! Di manakah bukti bahwa beliau menikahi Saudah Radhiallahu ‘Anha pada saat dia masih gadis?! Percayalah kepada saya, sesungguhnya kepayahan saya dalam menjawab bukanlah dari Anda akan tetapi dari mereka yang telah menanamkan syubhat ini di akal Anda, sementara saat kami mengajak mereka untuk berdialog, kami tidak melihat seorang pun dari mereka.*

http://alhilyahblog.wordpress.com/2012/01/23/jawaban-tuduhan-tuduhan-buruk-kaum-nasrani-dan-orang-orang-kafir-terhadap-islam-bag-1/


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger