At Tauhid edisi V/14
Oleh: Sigit Hariyanto.
Saudaraku sesama muslim yang semoga selalu mendapatkan taufiq dan hidayah Allah Ta’ala. Sungguh sangat prihatin jika kita memperhatikan kondisi kaum muslimin saat ini. Setiap saat memang setiap orang ingin dimudahkan dalam setiap urusan dan dihindarkan dari marabahaya. Yang jadi masalah adalah kadang cara yang dilakukan sering menyalahi koridor syari’at karena yang diharap bukanlah Yang Maha Kuasa, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Namun kadang yang menjadi sandaran adalah makhluk atau benda yang sebenarnya tidak mendatangkan manfaat dan tidak menolak marabahaya sama sekali.
Memang tidak bisa dipungkiri lagi. Berbagai macam yang berbau syirik inilah yang laris manis di tengah-tengah umat. Apalagi yang mengobarkan bendera ini adalah para dukun bahkan yang sudah identik dengan gelaran ‘kyai’.
Beberapa kisah seringkali masuk ke telinga kita bahkan seringkali kita saksikan langsung. Seorang pengusaha yang baru memulai usahanya mendapat saran dari salah seorang temannya untuk menggunakan ‘penglaris’, karena kondisi keuangan yang semakin sulit dan hutang pun semakin melilit akhirnya pengusaha tersebut menuruti saran tadi dengan harapan akan datangnya rezeki yang melimpah.
Kisah lain, seorang pejabat yang ingin jabatannya ‘langgeng’ dan disegani bawahannya maka ia pun mendatangi ‘orang pinter’ agar dibuatkan jimat untuk tujuan tersebut. Begitu pula dengan seorang yang ingin agar tubuhnya kebal terhadap senjata tajam maka ia pun menggunakan benda (gelang atau cincin misalnya) dari ‘kyai’ untuk tujuan tersebut. Ada juga seorang yang ingin mendapatkan cinta dari wanita yang diidam-idamkannya maka ia pun menggunakan jimat agar sang wanita tersebut ‘kesemsem’ dengannya. Jimat pun juga biasa digunakan oleh orang yang akan mengikuti ujian akhir misalnya. Biasanya berupa pensil khusus yang sudah dijadikan jimat oleh paranormal (baca: para tidak normal) dengan harapan agar pensil tadi bisa membuat lulus ujian. Tidak hanya itu, seorang balita yang belum berdosa pun sudah diajari menggunakan jimat. Di suatu daerah tertentu yang pernah penulis jumpai, sebagian masyarakatnya memiliki kebiasaan mengikat gelang yang terbuat dari tali pada tangan balita dengan tujuan untuk menjaga balita dari gangguan jin.
Saudaraku yang semoga dirahmati Allah, kisah-kisah di atas merupakan sedikit gambaran tentang keadaan sebagian masyarakat kita yang masih sangat kental dengan dunia klenik dan perjimatan. Tentunya sebagai seorang muslim kita wajib untuk mengetahui bagaimanakah pandangan islam mengenai hal tadi. Mungkin sebagian orang dapat menganggapnya biasa-biasa saja bahkan boleh. Tetapi menurut ajaran Islam barangkali berbeda.
Panutan Kita Berbicara Tentang Jimat
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan pelet adalah kesyirikan”. (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah mengatakan bahwa hadits ini shahih).
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda “Barangsiapa menggantungkan (memakai) jimat, maka ia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dari hadits di atas dan juga riwayat-riwayat yang lain, kita ketahui bahwa menggunakan jimat termasuk perbuatan syirik, sehingga jimat dengan segala bentuknya merupakan sesuatu yang terlarang, baik jimat tersebut digunakan untuk menolak bahaya maupun untuk mendatangkan manfaat, baik jimat tersebut dipasang pada tubuh seseorang, di rumah, toko, sabuk, dompet, kendaraan, ataupun yang lainnya. Demikian juga tidak dibedakan apakah jimat tersebut berupa keris, benang, tali, kertas, kain, kulit, tulang, tanduk, batu akik, dan benda-benda yang semisalnya. Intinya, hakikat jimat tidaklah terbatas pada bentuk dan kasus tertentu, akan tetapi mencakup semua benda dari bahan apapun, dikalungkan, digantungkan, diletakkan di tempat manapun dengan maksud untuk menghilangkan atau menangkal marabahaya.
Kebanyakan mereka berbuat syirik
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah Ta’ala, budaya menggunakan jimat ini telah banyak menimpa umat ini, ironisnya tak hanya mereka kurang pendidikan saja yang terjangkiti ‘penyakit’ ini, mereka yang notabene berpendidikan tinggi pun gemar menggunakannya, maka sungguh benarlah firman Allah Ta’ala (yang artinya) “Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan berbuat syirik.” (QS. Yusuf [12]: 106). Syaikh As Sa’di ketika menafsirkan ayat ini berkata, ”Meskipun mereka mengakui sifat-sifat Rububiyah Allah Ta’ala, (yaitu) Bahwa Allah adalah Sang Pencipta, Pemberi rizki, Pengatur segala urusan, (namun) mereka tetap berbuat syirik kepada Allah dalam uluhiyah/peribadatan …” (Taisir Karimir Rahman).
Kenapa orang yang memakai jimat telah berbuat syirik?
Karena seorang yang menggunakan jimat pada hakikatnya dia telah menjadikan jimat sebagai sebab untuk meraih manfaat atau menolak bahaya padahal jika ditinjau secara syar’i maupun qodari jimat bukanlah suatu penyebab untuk hal tersebut. Dan sesuatu boleh kita gunakan sebagai sebab jika memang terbukti secara syar’i atau qodari.
Secara syar’i maksudnya adalah Al Qur’an atau As Sunnah telah menetapkan bahwa sesuatu tersebut merupakan penyebab terjadinya atau tidak terjadinya sesuatu. Sebagai contoh bertakwa merupakan sebab masuk surga, silaturahim dapat menyebabkan dilapangkannya rizki dan dipanjangkannya umur, madu dapat digunakan untuk mengobati penyakit, dan lain-lain.
Sedangkan suatu sebab dinilai benar secara qodari jika pengalaman atau penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa sesuatu tersebut mampu memberikan pengaruh kepada sesuatu yang lain dengan pengaruh yang nyata dan bukan sekedar sugesti. Sebagai contoh minum merupakan sebab untuk menghilangkan haus, obat-obatan kedokteran yang terbukti dengan penelitian ilmiah dapat berpengaruh terhadap penyakit tertentu maka boleh kita gunakan sebagai sebab, dan lain-lain.
Lalu bagaimanakah dengan jimat? Apakah jimat telah terbukti secara syar’i ataupun qodari dapat digunakan sebagai sebab? Secara syar’i justru dilarang, di antaranya berdasarkan hadits di atas kemudian secara qodari tidak ada satu pun penelitian ilmiyah yang membuktikan kebenarannya. Jika demikian mengapa mereka tidak berhenti menggunakan jimat? “Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran” (QS Al Baqarah [1]: 269).
Jimat termasuk syirik asghar atau akbar?
Pada asalnya hukum menggunakan jimat termasuk syirik asghar/kecil, akan tetapi ada satu hal yang patut kita perhatikan bahwa status syirik asghar dapat meningkat menjadi syirik akbar tergantung keadaan pelakunya. Jika orang yang menggunakannya meyakini bahwa jimat tersebut hanya sebagai sebab sedangkan yang memberikan pengaruh adalah Allah Ta’ala maka hal ini termasuk syirik asghar.
Meskipun termasuk syirik asghar kita tidak boleh meremehkannya karena syirik asghar termasuk dosa besar yang dosanya lebih besar dari zina, merampok atau yang semisal. Akan tetapi jika orang yang menggunakan jimat meyakini bahwa jimat tersebut mampu memberikan pengaruh dengan sendirinya, bukan Allah maka orang tersebut telah terjatuh pada syirik akbar yang menyebabkan pelakunya keluar dari islam.
Padahal jika seseorang mati dalam keadaan tidak bertaubat dari dosa syirik ini maka Allah tidak akan mengampuninya sehingga jadilah ia sebagai penghuni neraka yang kekal selama-lamanya, Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang lebih rendah dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisaa’[4]: 48).
Sebagian ulama berpendapat bahwa lafadz ‘syirik’ pada ayat diatas bersifat umum yaitu mencakup syirik akbar dan syirik asghar, oleh sebab itu sudah selayaknya bagi kita untuk waspada.
Bagaimana hukumnya jika jimat tersebut berupa ayat-ayat Al Qur’an?
Jika jimat tersebut berupa ayat-ayat Al Quran maka sebagian salaf membolehkannya dan sebagian melarangnya. Satu hal yang patut kita perhatikan bahwa jika para sahabat telah berbeda pendapat maka kewajiban bagi kita adalah mengembalikannya kepada dalil, sedangkan dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa segala jenis jimat adalah terlarang.
Selain itu beberapa alasan berikut ini juga memperkuat pendapat yang mengharamkan jimat meskipun dari Al Qur’an, diantaranya:
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memberi contoh untuk menggantungkan ayat-ayat Al Qur’an sebagai jimat
- Dalil yang melarang jimat bersifat umum dan tidak menyebutkan adanya pengecualian untuk jimat yang berupa Al Qur’an
- Dalam rangka mencegah munculnya jimat non Al Qur’an
- Dapat menyebabkan terlecehkannya Al Qur’an, sebagai contoh ia akan membawanya ketika buang air, di tempat-tempat kotor dan lain-lain
- Al Qur’an adalah sebagai obat dan barakah adalah dengan cara dibacakan dan diamalkan bukan dengan cara digantungkan sebagai jimat.
Memakai jimat menafikan tawakal seseorang
Kita dapati bahwa orang yang memakai jimat akan merasa lebih ‘PeDe’ (Percaya Diri) jika bersama jimatnya, hatinya akan merasa tenteram selama jimat tersebut masih berada bersamanya dan sebaliknya ia akan merasa takut dan gelisah ketika tidak membawa jimatnya, tentu hal ini menafikan tawakal atau sikap ketergantungan seseorang hamba kepada Allah, padahal tidak selayaknya bagi orang yang beriman bertawakal kepada selain Allah, bukankah Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya), “Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (QS. Al Maidah [5]: 23).
Tawakkal yang sebenarnya bermakna seorang hamba menyandarkan urusannya kepada Allah dan meyakini bahwasanya tidak ada satu pun yang terjadi kecuali atas takdir Allah kemudian disertai usaha melakukan sebab-sebab yang dibolehkan secara syar’i.
Seorang yang bertawakkal namun tidak melakukan usaha tidaklah disebut orang yang bertawakal demikian juga seorang yang berusaha namun bersandar pada sebab bukan kepada Allah maka tidak disebut orang yang bertawakkal. Sedangkan orang yang memakai jimat tidak termasuk orang yang bertawakal kepada Allah karena ia telah bergantung kepada jimat. Hati mereka berpaling dari Allah dan merasa cukup dengan jimatnya sehingga merekapun dipalingkan kepada jimat tersebut. Sungguh benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menggantungkan sesuatu (sebagai jimat, pent) maka dia akan dibuat tergantung pada sesuatu tersebut”. (HR Tirmidzi dihasankan oleh Al Albany).
Lalu bagaimanakah jadinya jika seseorang dibuat tergantung kepada benda? Sugguh kerugian yang sangat besarlah yang akan ia peroleh. Tidakkah mereka meyakini bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, tidakkah mereka meyakini bahwa segala sesuatu berada dibawah kekuasaan Allah, tidakkah mereka merasa cukup dengan berlindung kepada Allah, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung” (QS Al Imran [3]:173).
Wallahul musta’an (Dan hanya Allahlah tempat meminta).
Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan perbuatan syirik dengan segala bentuknya, washalallahu ‘ala nabiyina wa ‘ala aalihi wa shohbihi wasallam.
[Sigit Hariyanto, S.T. Rujukan utama: 1) Al Qoulul Mufid Syarhu kitab at Tauhid oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, 2) At Tamhid li Syarhi Kitab at Tauhid oleh Syaikh Sholeh Alu Syaikh hafidzohullah, 3) Mutiara Faedah Kitab Tauhid karya Ustadz Abu Isa hafidzohullah].
0 komentar:
Posting Komentar