Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil.
Makna (السَّاعَةُ) menurut bahasa, ia adalah salah satu bagian (waktu) siang atau malam, bentuk jamaknya adalah (سَـاعَاتٌ) dan (سَـاعٌ), siang dan malam seluruhnya adalah 24 jam.
Makna (اَلسَّاعَةُ) menurut istilah syara’ adalah waktu di mana Kiamat itu terjadi. Dinamakan demikian karena cepatnya hitungan (waktu) di dalamnya, atau karena (Kiamat) itu mengagetkan manusia hanya dalam satu waktu. Maka semua makhluk mati dengan satu kali tiupan (sangkakala). [2].
Maka makna Asyraatus Saa’ah adalah tanda-tanda Kiamat yang mendahuluinya dan menunjukkan kedekatannya. Ada juga yang mengatakan bahwa tanda Kiamat adalah segala hal yang diingkari oleh manusia berupa gejala-gejalanya yang kecil sebelum Kiamat terjadi. Ada juga yang mengata-kan bahwa ia adalah sebab-sebab Kiamat bukan yang besar dan sebelum terjadinya. [3].
Kata as-saa’ah (Kiamat) dimutlakkan pada tiga makna :
1. As-Saa’atush Shughraa (Kiamat Kecil).
Dan Kiamat kubra (besar) adalah materi yang akan kami jelaskan tanda-tandanya sebagaimana diungkap di dalam al-Kitab dan as-Sunnah. [6].
PEMBAGIAN TANDA-TANDA KIAMAT (ASYRAATHUS SAA’AH)
Tanda-tanda Kiamat terbagi menjadi dua bagian:
TANDA-TANDA KECIL KIAMAT
Tanda-tanda kecil Kiamat yang diungkapkan oleh para ulama banyak sekali. Kami sebutkan di sini sebagian tanda tersebut yang telah tetap berdasarkan as-Sunnah bahwa ia termasuk tanda-tanda kecil Kiamat. Dan kami tinggalkan yang tidak shahih -sesuai dengan kemampuan ilmu kami yang sangat terbatas-. Hal itu dilakukan setelah meneliti hadits-hadits tersebut dan mengetahui pendapat para ulama terhadap hadits-hadits tersebut, berdasarkan keshahihan dan kelemahannya. Terkadang ada tanda-tanda Kiamat lain yang telah tetap keshahihannya hanya saja kami belum bisa meneliti keshahihan haditsnya.
Kami menyebutkan tanda-tanda ini tanpa berurutan, karena kami belum pernah mendapatkan satu hadits atau beberapa hadits yang jelas-jelas menerangkan urutannya. Maka pertama kali kami menyebutkan (tanda Kiamat) yang dijelaskan oleh para ulama bahwa ia telah muncul dan berakhir. Kemudian kami memilih penyebutan tanda-tanda Kiamat yang lainnya dengan mendahulukan berbagai peristiwa yang mesti untuk didahulukan daripada yang lainnya. Misalnya, nampaknya berbagai fitnah lebih didahulukan dari-pada diambilnya ilmu karena beberapa fitnah telah muncul pada zaman para Sahabat. Peperangan dengan Romawi didahulukan daripada penaklukan Konstantinopel karena khabar mengungkapkannya seperti itu. Penaklukan Konstantinopel didahulukan daripada memerangi Yahudi pada zaman turun-nya Nabi ‘Isa Alaihissallam karena penaklukannya terjadi sebelum munculnya Dajjal, dan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam terjadi setelah munculnya Dajjal, dan demikianlah seterusnya.... Sebagian tanda-tanda Kiamat menuntut untuk disebutkan di akhir karena ia tidak muncul kecuali setelah munculnya tanda-tanda besar Kiamat, seperti hancurnya Ka’bah oleh orang Habasyah, juga munculnya angin yang mencabut ruh kaum mukminin.
Di antara hal yang perlu diketahui bahwa sebagian besar dari tanda-tanda Kiamat telah muncul permulaannya pada zaman Sahabat Radhiyallahu anhum, dan terus bertambah, kemudian menjadi semakin banyak di sebagian tempat sementara di tempat lainnya tidak demikian, dan yang menjadikannya sempurna (dari tanda-tanda tersebut) adalah dengan datangnya hari Kiamat. Misalnya dicabutnya ilmu tidak berlanjut kecuali dengan kebodohan, akan tetapi hal itu tidak menghalangi adanya sebagian kelompok ahli ilmu karena mereka ketika itu tenggelam (berada) di antara orang-orang bodoh. Kiaskanlah (seperti itu) pada tanda-tanda Kiamat yang lainnya. [9].
Dan di antara hal yang perlu diperhatikan pula bahwa sebagian orang memahami bahwa sesuatu yang termasuk tanda-tanda Kiamat berarti sesuatu yang dilarang. Kaidah seperti ini tidak benar, karena tidak setiap apa yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari tanda-tanda Kiamat menjadi haram atau tercela. Karena saling berlomba dalam membuat bangunan yang tinggi, banyaknya harta, dan perbandingan lima puluh wanita untuk satu orang laki-laki jelas-jelas bukan sesuatu yang haram. Hal ini hanya sekedar tanda, sedangkan tanda tidak disyaratkan padanya suatu hukum apa pun. Tanda-tanda ini bisa berupa sesuatu yang baik, jelek, mubah, haram, wajib dan yang lainnya. Wal-laahu a’lam. [10].
Sekarang saatnya kita mulai membahas tanda-tanda kecil Kiamat, yaitu sebagai berikut.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
DEFINISI ASYRAATHUS SAA’AH (TANDA-TANDA KIAMAT)
(الشَّرَطُ) dengan huruf ra yang berharakat, maknanya adalah tanda, bentuk jamaknya (أَشْرَاطٌ), dan (أَشْرَاطُ الشَّيْءِ) maknanya adalah bagian pertama dari se-suatu, demikian pula kalimat (شُـرَطُ السُّلْطَانِ) adalah orang-orang pilihan dari teman-temannya (penguasa) yang lebih diutamakan daripada orang lain dari kalangan tentaranya. Demikian pula lafazh (اَلاِشْتِرَاطُ) maknanya adalah sesuatu yang disyaratkan manusia satu sama lainnya, maka asy-Syarath adalah tanda bagi sesuatu yang ditandakan. [1].
(الشَّرَطُ) dengan huruf ra yang berharakat, maknanya adalah tanda, bentuk jamaknya (أَشْرَاطٌ), dan (أَشْرَاطُ الشَّيْءِ) maknanya adalah bagian pertama dari se-suatu, demikian pula kalimat (شُـرَطُ السُّلْطَانِ) adalah orang-orang pilihan dari teman-temannya (penguasa) yang lebih diutamakan daripada orang lain dari kalangan tentaranya. Demikian pula lafazh (اَلاِشْتِرَاطُ) maknanya adalah sesuatu yang disyaratkan manusia satu sama lainnya, maka asy-Syarath adalah tanda bagi sesuatu yang ditandakan. [1].
Makna (السَّاعَةُ) menurut bahasa, ia adalah salah satu bagian (waktu) siang atau malam, bentuk jamaknya adalah (سَـاعَاتٌ) dan (سَـاعٌ), siang dan malam seluruhnya adalah 24 jam.
Makna (اَلسَّاعَةُ) menurut istilah syara’ adalah waktu di mana Kiamat itu terjadi. Dinamakan demikian karena cepatnya hitungan (waktu) di dalamnya, atau karena (Kiamat) itu mengagetkan manusia hanya dalam satu waktu. Maka semua makhluk mati dengan satu kali tiupan (sangkakala). [2].
Maka makna Asyraatus Saa’ah adalah tanda-tanda Kiamat yang mendahuluinya dan menunjukkan kedekatannya. Ada juga yang mengatakan bahwa tanda Kiamat adalah segala hal yang diingkari oleh manusia berupa gejala-gejalanya yang kecil sebelum Kiamat terjadi. Ada juga yang mengata-kan bahwa ia adalah sebab-sebab Kiamat bukan yang besar dan sebelum terjadinya. [3].
Kata as-saa’ah (Kiamat) dimutlakkan pada tiga makna :
1. As-Saa’atush Shughraa (Kiamat Kecil).
Ia adalah kematian manusia, barangsiapa meninggal dunia, maka telah terjadi Kiamat padanya karena ia telah memasuki alam akhirat.
2. As-Saa’atul Wusthaa (Kiamat Sedang).
2. As-Saa’atul Wusthaa (Kiamat Sedang).
Ia adalah meninggalnya manusia dan suatu generasi. Hal ini diperkuat dengan sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata:
“Jika orang-orang badui datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang Kiamat, ‘Kapan terjadinya Kiamat? Lalu beliau menatap orang yang paling muda di antara mereka, beliau berkata, ‘Jika anak ini hidup dan masa tua tidak datang kepadanya, maka telah terjadi Kiamat kepada kalian.’” [4]. Artinya, kematian mereka. Maksudnya adalah Kiamatnya orang-orang yang diajak bicara oleh beliau.
3. As-Saa’atul Kubraa' (Kiamat Besar).
كَانَ اْلأَعْرَابُ إِذَا قَدِمُوا عَلَـى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَأَلُوهُ عَنِ السَّاعَةِ: مَتَى السَّاعَةُ؟ فَنَظَرَ إِلَى أَحْدَثِ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ، فَقَالَ: إِنْ يَعِشْ هَذَا لَمْ يُدْرِكْهُ الْهَرَمُ؛ قَامَتْ عَلَيْكُمْ سَاعَتُكُمْ.
3. As-Saa’atul Kubraa' (Kiamat Besar).
Ia adalah kebangkitan manusia dari kubur mereka untuk dikumpulkan dan diberikan balasan.
Jika kata as-saa’ah diungkapkan secara mutlak dalam al-Qur-an, maka yang dimaksud adalah Kiamat kubra (besar).
Allah Ta’ala berfirman:
“Manusia bertanya kepadamu tentang hari Berbangkit...” [Al-Ahzaab: 63]. Maksudnya adalah (bertanya) tentang hari Kiamat.
Allah Ta’ala berfirman:
“Telah dekat (datangnya) saat itu...” [Al-Qamar: 1]. Maknanya adalah telah dekat hari Kiamat.
Allah Ta’ala telah menyebutkan dua Kiamat: yang kecil dan yang besar di dalam al-Qur-an al-Karim. Anda akan dapati penyebutan kedua Kiamat di dalam satu surat, sebagaimana tercantum di dalam surat al-Waaqi’ah.
Allah Ta’ala menyebutkan Kiamat besar di awal-awal surat tersebut. Allah berfirman:
“Apabila terjadi hari Kiamat, terjadinya Kiamat itu tidak dapat didustakan (disangkal). (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain), apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan sehancur-hancurnya, maka jadilah dia debu yang beterbangan, dan kamu menjadi tiga golongan.” [Al-Waaqi’ah: 1-7].
Kemudian di akhir ayat Allah menyebutkan Kiamat sughra (kecil), yaitu kematian, seraya berfirman:
“Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.” [Al-Waaqi’ah: 83-85].
Demikian pula Allah mengungkapkan kedua Kiamat di dalam surat al-Qiyaamah, Allah berfirman:
“Aku bersumpah dengan hari Kiamat.” [Al-Qiyaamah: 1]. Ini adalah Kiamat kubra (besar).
Selanjutnya Allah menyebutkan kematian. Dia berfirman:
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan.” [Al-Qiyaamah: 26]. Ia adalah Kiamat sughra (kecil).
Juga ayat-ayat lainnya yang terdapat pada beberapa surat dalam al-Qur-an yang sangat luas untuk diungkapkan di sini.
Jika kata as-saa’ah diungkapkan secara mutlak dalam al-Qur-an, maka yang dimaksud adalah Kiamat kubra (besar).
Allah Ta’ala berfirman:
يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ
Allah Ta’ala berfirman:
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ
“Telah dekat (datangnya) saat itu...” [Al-Qamar: 1]. Maknanya adalah telah dekat hari Kiamat.
Allah Ta’ala telah menyebutkan dua Kiamat: yang kecil dan yang besar di dalam al-Qur-an al-Karim. Anda akan dapati penyebutan kedua Kiamat di dalam satu surat, sebagaimana tercantum di dalam surat al-Waaqi’ah.
Allah Ta’ala menyebutkan Kiamat besar di awal-awal surat tersebut. Allah berfirman:
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً
Kemudian di akhir ayat Allah menyebutkan Kiamat sughra (kecil), yaitu kematian, seraya berfirman:
فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَٰكِنْ لَا تُبْصِرُونَ
Demikian pula Allah mengungkapkan kedua Kiamat di dalam surat al-Qiyaamah, Allah berfirman:
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ
Selanjutnya Allah menyebutkan kematian. Dia berfirman:
كَلَّا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ
Juga ayat-ayat lainnya yang terdapat pada beberapa surat dalam al-Qur-an yang sangat luas untuk diungkapkan di sini.
Dan Kiamat kubra (besar) adalah materi yang akan kami jelaskan tanda-tandanya sebagaimana diungkap di dalam al-Kitab dan as-Sunnah. [6].
PEMBAGIAN TANDA-TANDA KIAMAT (ASYRAATHUS SAA’AH)
Tanda-tanda Kiamat terbagi menjadi dua bagian:
- Tanda-Tanda Kecil. Yaitu tanda-tanda yang mendahului Kiamat dalam kurun waktu yang lama dan merupakan sesuatu yang dianggap biasa. Seperti hilangnya ilmu, menyebarkan kebodohan, meminum khamr, saling berlomba membuat dan meninggikan bangunan, dan lainnya. Terkadang sebagiannya nampak bersamaan dengan tanda-tanda besar Kiamat, atau setelahnya.
- Tanda-Tanda Besar. Yaitu peristiwa-peristiwa besar yang terjadi menjelang Kiamat dan merupakan sesuatu yang tidak biasa terjadi. Seperti keluarnya Dajjal, turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam, keluarnya Ya'-juj dan Ma'-juj, dan terbitnya matahari dari barat. [7].
- Telah muncul dan berakhir.
- Telah muncul dan senantiasa muncul bahkan bertambah banyak.
- Belum muncul sampai sekarang.
TANDA-TANDA KECIL KIAMAT
Tanda-tanda kecil Kiamat yang diungkapkan oleh para ulama banyak sekali. Kami sebutkan di sini sebagian tanda tersebut yang telah tetap berdasarkan as-Sunnah bahwa ia termasuk tanda-tanda kecil Kiamat. Dan kami tinggalkan yang tidak shahih -sesuai dengan kemampuan ilmu kami yang sangat terbatas-. Hal itu dilakukan setelah meneliti hadits-hadits tersebut dan mengetahui pendapat para ulama terhadap hadits-hadits tersebut, berdasarkan keshahihan dan kelemahannya. Terkadang ada tanda-tanda Kiamat lain yang telah tetap keshahihannya hanya saja kami belum bisa meneliti keshahihan haditsnya.
Kami menyebutkan tanda-tanda ini tanpa berurutan, karena kami belum pernah mendapatkan satu hadits atau beberapa hadits yang jelas-jelas menerangkan urutannya. Maka pertama kali kami menyebutkan (tanda Kiamat) yang dijelaskan oleh para ulama bahwa ia telah muncul dan berakhir. Kemudian kami memilih penyebutan tanda-tanda Kiamat yang lainnya dengan mendahulukan berbagai peristiwa yang mesti untuk didahulukan daripada yang lainnya. Misalnya, nampaknya berbagai fitnah lebih didahulukan dari-pada diambilnya ilmu karena beberapa fitnah telah muncul pada zaman para Sahabat. Peperangan dengan Romawi didahulukan daripada penaklukan Konstantinopel karena khabar mengungkapkannya seperti itu. Penaklukan Konstantinopel didahulukan daripada memerangi Yahudi pada zaman turun-nya Nabi ‘Isa Alaihissallam karena penaklukannya terjadi sebelum munculnya Dajjal, dan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam terjadi setelah munculnya Dajjal, dan demikianlah seterusnya.... Sebagian tanda-tanda Kiamat menuntut untuk disebutkan di akhir karena ia tidak muncul kecuali setelah munculnya tanda-tanda besar Kiamat, seperti hancurnya Ka’bah oleh orang Habasyah, juga munculnya angin yang mencabut ruh kaum mukminin.
Di antara hal yang perlu diketahui bahwa sebagian besar dari tanda-tanda Kiamat telah muncul permulaannya pada zaman Sahabat Radhiyallahu anhum, dan terus bertambah, kemudian menjadi semakin banyak di sebagian tempat sementara di tempat lainnya tidak demikian, dan yang menjadikannya sempurna (dari tanda-tanda tersebut) adalah dengan datangnya hari Kiamat. Misalnya dicabutnya ilmu tidak berlanjut kecuali dengan kebodohan, akan tetapi hal itu tidak menghalangi adanya sebagian kelompok ahli ilmu karena mereka ketika itu tenggelam (berada) di antara orang-orang bodoh. Kiaskanlah (seperti itu) pada tanda-tanda Kiamat yang lainnya. [9].
Dan di antara hal yang perlu diperhatikan pula bahwa sebagian orang memahami bahwa sesuatu yang termasuk tanda-tanda Kiamat berarti sesuatu yang dilarang. Kaidah seperti ini tidak benar, karena tidak setiap apa yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari tanda-tanda Kiamat menjadi haram atau tercela. Karena saling berlomba dalam membuat bangunan yang tinggi, banyaknya harta, dan perbandingan lima puluh wanita untuk satu orang laki-laki jelas-jelas bukan sesuatu yang haram. Hal ini hanya sekedar tanda, sedangkan tanda tidak disyaratkan padanya suatu hukum apa pun. Tanda-tanda ini bisa berupa sesuatu yang baik, jelek, mubah, haram, wajib dan yang lainnya. Wal-laahu a’lam. [10].
Sekarang saatnya kita mulai membahas tanda-tanda kecil Kiamat, yaitu sebagai berikut.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
_________
Footnote
[1]. Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits wal Atsar (II/460), dan Lisaanul ‘Arab (VII/329-330), karya Abul Fadhl Ibnu Manzhur, cet. Darul Fikr dan Daar Shadir, Beirut.
[2]. Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/422), Lisaanul ‘Arab (VIII/169) dan Tartiibul Qaamusil Muhiith (II/647), karya Ustadz ath-Thahir Ahmad az-Zawawi, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah. (1399 H).
[3]. Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/460), Lisaanul ‘Arab (VII/329-330).
[4]. Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Sakaraatul Maut (XI/361, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Qurbus Saa’ah (XVIII/90, Syarh an-Nawawi).
[5]. Fat-hul Baari (XI/363).
[6]. Lihat Majmu’ al-Fataawaa’ (IV/264-265), karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Fat-hul Baari (XI/364), dan Taajul ‘Aruus min Jawaahiril Qaamus (V/390).
[7]. Lihat kitab at-Tadzkirah, karya al-Qurthubi (hal. 624), Fat-hul Baari (XIII/485), dan kitab Ikmaalul Mu’allim Syarh Shahiih Muslim (I/70), karya Abi ‘Abdillah Muhammad bin Khalifah al-Ubay al-Maliki, cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut. Dan lihat Muqaddimah kitab at-Tashriih bima Tawaa-tara fi Nuzuulil Masiih (hal. 9), karya Muhaddits Syaikh Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri al-Hindi, disusun oleh muridnya Syaikh Muhammad Syafii’, tahqiq dan ta’liq Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah, dicetak oleh percetakan al-Ashiil, Halab, disebarluaskan oleh Maktabah al-Mathbu’ah al-Islamiyyah, Lembaga Pendidikan Ilmu Agama Islam. (1385).
[8]. Lihat kitab Fat-hul Baari (XIII/53-54), al-Isyaa’ah li Asyraathis Saa’ah (hal. 3), karya al-Barzanji, Lawaa-mi’ul Anwaaril Bahiyyah wa Sawaathiul Asraaril Atsariyyah (II/66), karya al-‘Allamah Muhammad bin Ahmad as-Safarayini al-Hanbali, ta’liq ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Abu Bitthin dan Syaikh Sulaiman bin Samhan salah satu ulama Najd, diambil dari buletin Yayasan al-Khaafiqiin dan per-pustakaannya, Damaskus, cet. II, th. 1402 H.
[9]. Lihat Fat-hul Baari (XIII/16).
Penjelasannya akan dirinci kembali dalam pembahasan tentang dicabutnya ilmu dan tersebarnya kebodohan.
[10]. Syarah Shahih Muslim, an-Nawawi (I/159).
Footnote
[1]. Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits wal Atsar (II/460), dan Lisaanul ‘Arab (VII/329-330), karya Abul Fadhl Ibnu Manzhur, cet. Darul Fikr dan Daar Shadir, Beirut.
[2]. Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/422), Lisaanul ‘Arab (VIII/169) dan Tartiibul Qaamusil Muhiith (II/647), karya Ustadz ath-Thahir Ahmad az-Zawawi, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah. (1399 H).
[3]. Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/460), Lisaanul ‘Arab (VII/329-330).
[4]. Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Sakaraatul Maut (XI/361, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Qurbus Saa’ah (XVIII/90, Syarh an-Nawawi).
[5]. Fat-hul Baari (XI/363).
[6]. Lihat Majmu’ al-Fataawaa’ (IV/264-265), karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Fat-hul Baari (XI/364), dan Taajul ‘Aruus min Jawaahiril Qaamus (V/390).
[7]. Lihat kitab at-Tadzkirah, karya al-Qurthubi (hal. 624), Fat-hul Baari (XIII/485), dan kitab Ikmaalul Mu’allim Syarh Shahiih Muslim (I/70), karya Abi ‘Abdillah Muhammad bin Khalifah al-Ubay al-Maliki, cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut. Dan lihat Muqaddimah kitab at-Tashriih bima Tawaa-tara fi Nuzuulil Masiih (hal. 9), karya Muhaddits Syaikh Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri al-Hindi, disusun oleh muridnya Syaikh Muhammad Syafii’, tahqiq dan ta’liq Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah, dicetak oleh percetakan al-Ashiil, Halab, disebarluaskan oleh Maktabah al-Mathbu’ah al-Islamiyyah, Lembaga Pendidikan Ilmu Agama Islam. (1385).
[8]. Lihat kitab Fat-hul Baari (XIII/53-54), al-Isyaa’ah li Asyraathis Saa’ah (hal. 3), karya al-Barzanji, Lawaa-mi’ul Anwaaril Bahiyyah wa Sawaathiul Asraaril Atsariyyah (II/66), karya al-‘Allamah Muhammad bin Ahmad as-Safarayini al-Hanbali, ta’liq ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Abu Bitthin dan Syaikh Sulaiman bin Samhan salah satu ulama Najd, diambil dari buletin Yayasan al-Khaafiqiin dan per-pustakaannya, Damaskus, cet. II, th. 1402 H.
[9]. Lihat Fat-hul Baari (XIII/16).
Penjelasannya akan dirinci kembali dalam pembahasan tentang dicabutnya ilmu dan tersebarnya kebodohan.
[10]. Syarah Shahih Muslim, an-Nawawi (I/159).
0 komentar:
Posting Komentar