Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil.
57. PENGHALALAN BAITUL HARAM (MAKKAH) DAN PENGHANCURAN KA'BAH.
Tidak ada yang menghalalkan Baitul Haram kecuali ahlinya, dan ahlinya adalah kaum muslimin [1]. Apabila mereka telah menghalalkannya, maka kehancuran akan menimpa mereka. Kemudian keluarlah seorang laki-laki dari Habsyah yang bernama Dzu Suwaiqatain, lalu dia menghancurkan Ka’bah, membongkar batu Ka’bah satu persatu, mengambil perhiasannya, dan melepaskan kiswah (penutup)nya. Hal itu terjadi di akhir zaman, ketika tidak tersisa seorang pun di muka bumi yang berkata, “Allah, Allah.”.
Jawaban untuk pertanyaan itu, bahwa hancurnya Ka’bah terjadi di akhir zaman menjelang datangnya Kiamat, ketika di muka bumi tidak ada seorang pun yang berkata, “Allah, Allah.” Karena itulah diungkapkan dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat Ahmad, dari Sa’id bin Sam’an Radhiyallahu anhu:
“Tidak ada yang memakmurkannya setelah itu selama-lamanya.”.
Ia adalah tanah haram yang aman sentosa selama penduduknya belum menghalalkannya. Sementara di dalam ayat sama sekali tidak ada isyarat adanya keamanan untuk selamanya.
Peperangan di Makkah telah terjai beberapa kali. Yang paling dahsyat adalah serangan dari al-Qaramithah [8] pada abad ke-4 Hijriyyah, di mana mereka membunuh kaum muslimin di tempat thawaf, mencabut Hajar Aswad dan memindahkannya ke negeri mereka, lalu mengembalikannya setelah kurun waktu yang sangat lama.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
57. PENGHALALAN BAITUL HARAM (MAKKAH) DAN PENGHANCURAN KA'BAH.
Tidak ada yang menghalalkan Baitul Haram kecuali ahlinya, dan ahlinya adalah kaum muslimin [1]. Apabila mereka telah menghalalkannya, maka kehancuran akan menimpa mereka. Kemudian keluarlah seorang laki-laki dari Habsyah yang bernama Dzu Suwaiqatain, lalu dia menghancurkan Ka’bah, membongkar batu Ka’bah satu persatu, mengambil perhiasannya, dan melepaskan kiswah (penutup)nya. Hal itu terjadi di akhir zaman, ketika tidak tersisa seorang pun di muka bumi yang berkata, “Allah, Allah.”.
Karena itulah Ka’bah tidak lagi diramaikan (dimakmurkan) setelah penghancurannya, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hadits shahih.
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa’id bin Sam’an, dia berkata, “Aku mendengar Abu Hurairah mengabarkan kepada Abu Qatadah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
‘Seseorang dibai’at di (tempat) antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim, tidak akan ada yang menghalalkan Baitul Haram kecuali kaum muslimin; apabila mereka telah menghalalkannya, maka jangan ditanya tentang kehancuran orang Arab. Kemudian datang orang Habasyah, lalu mereka menghancurkannya sehingga Ka’bah tidak dimakmurkan lagi setelah itu untuk selamanya, dan merekalah yang mengeluarkan simpanannya.’” [2].
Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
‘Ka’bah akan dihancurkan oleh Dzu Suwaqatain dari Habasyah (Ethopia), perhiasannya akan dilepas dan kiswahnya akan dibuka. Seakan-akan aku melihatnya agak botak, agak bengkok tulang betisnya, ia memukul Ka’bah dengan sekop dan cangkulnya.’” [HR. Ahmad] [3].
Imam Ahmad dan asy-Syaikhani meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Ka’bah akan dihancurkan oleh Dzu Suwaiqatain dari Habasyah (Ethopia).” [4].
Imam Ahmad dan al-Bukhari meriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Seakan-akan aku melihatnya; (berkulit) hitam, kedua kakinya bengkok, [5] ia melepaskan batunya satu persatu (maksudnya Ka’bah).”[6].
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
‘Di akhir zaman kelak Dzu Suwaiqatain akan menguasai Ka’bah’” -(Abu Hurairah) berkata:- “Aku mengira bahwa beliau bersabda, ‘Lalu dia menghancurkannya.’” [7].
Jika ada yang mengatakan, “Sesungguhnya hadits-hadits ini bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman...” [Al-‘Anka-buut: 67]. Dan Allah Ta’ala telah menjaga Makkah dari serangan pasukan bergajah, pelakunya tidak bisa menghancurkan Ka’bah, sementara saat itu Ka’bah belum menjadi kiblat, maka bagaimana bisa orang-orang Habasyah menguasainya setelah menjadi kiblat bagi kaum muslimin?!.
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa’id bin Sam’an, dia berkata, “Aku mendengar Abu Hurairah mengabarkan kepada Abu Qatadah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يُبَايِ لِرَجُلٍ مَا بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ، وَلَنْ يَسْتَحِلَّ الْبَيْتَ إِلاَّ أَهْلُهُ، فَإِذَا اسْتَحَلُّوْهُ؛ فَلاَ يُسْأَلُ عَنْ هَلَكَةِ الْعَرَبِ، ثُمَّ تَأْتِيْ الْحَبَشَةُ، فَيَخْرِبُوْنَهُ خَرَابًا لاَ يُعَمَّرُ بَعْدَهُ أَبَدًا، وَهُمُ الَّذِيْنَ يَسْتَخْرِجُوْنَ كَنْزَهُ.
Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يُخْرِبُ الْكَعْبَةَ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ مِنَ الْحَبَشَةِ، وَيَسْلُبُهَا حِلْيَتَهَا، وَيُجَرِّدُهَا مِنْ كِسْوَتَهَا، وَلَكَأَنِّـي أَنْظُرُ إِلَيْهِ: أُصَيْلِعَ، أُفَيْدِعَ، يَضْـرِبُ عَلَيْهَا بِمِسْحَاتِهِ وَمِعْوَلِهِ.
Imam Ahmad dan asy-Syaikhani meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يُخْرِبُ الْكَعْبَةَ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ مِنَ الْحَبَشَةِ.
Imam Ahmad dan al-Bukhari meriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ: أَسْوَدَ، أَفْحَجَ، يَنْقُضُهَا حَجَرًا حَجَرًا (يَعْنِيْ: اَلْكَعْبَةَ)
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ يَظْهَرُ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ عَلَى الْكَعْبَةِ -قَالَ: حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ:- فَيَهْدِمُهَا.
Jika ada yang mengatakan, “Sesungguhnya hadits-hadits ini bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آمِنًا
Jawaban untuk pertanyaan itu, bahwa hancurnya Ka’bah terjadi di akhir zaman menjelang datangnya Kiamat, ketika di muka bumi tidak ada seorang pun yang berkata, “Allah, Allah.” Karena itulah diungkapkan dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat Ahmad, dari Sa’id bin Sam’an Radhiyallahu anhu:
لاَ يُعَمَّرُ بَعْدَهُ أَبَدًا.
Ia adalah tanah haram yang aman sentosa selama penduduknya belum menghalalkannya. Sementara di dalam ayat sama sekali tidak ada isyarat adanya keamanan untuk selamanya.
Peperangan di Makkah telah terjai beberapa kali. Yang paling dahsyat adalah serangan dari al-Qaramithah [8] pada abad ke-4 Hijriyyah, di mana mereka membunuh kaum muslimin di tempat thawaf, mencabut Hajar Aswad dan memindahkannya ke negeri mereka, lalu mengembalikannya setelah kurun waktu yang sangat lama.
Walaupun demikian segala hal yang terjadi sama sekali tidak bertentangan dengan ayat yang mulia, karena hal itu hanya terjadi oleh tangan kaum muslimin dan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka. Ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Makkah tidak akan dihalalkan kecuali oleh kaum muslimin. Maka, peristiwa itu terjadi sesuai dengan apa yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan akan terjadi lagi di akhir zaman. Setelah itu, tidak akan pernah dimakmurkan kembali hingga tidak tersisa seorang muslim pundi muka bumi. [9].
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
_______
Footnote
[1]. Lihat Fat-hul Baari (III/462).
[2]. Musnad Ahmad (XV/35), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sanad yang jayyid lagi kuat, lihat kitab an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/156), tahqiq Dr. Thaha Zaini.
Al-Albani berkata, “Ini adalah sanad yang shahih, para perawinya tsiqah, perawi ash-Shahiihain selain Sa’id bin Sam’an, dia adalah tsiqah.” Lihat kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (II/120) (no. 579).
[3]. (اَلسُّوَيْقَتَيْنِ): (اَلسُّوَيْقَة) adalah bentuk tashgiir (pengecilan) dari kata اَلسَّاقُ (betis), dalam bentuk muannats, karena itulah nampak huruf ta di dalam bentuk tashghiir, kata (اَلسَّاقُ) ditashghiir karena biasanya betis orang Habsy itu kecil.
An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits wal Atsar (II/423).
[4]. Musnad Ahmad (XII/14-15) (no. 7053), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, dia berkata, “Sanadnya shahih.”
[5]. Musnad Ahmad (XVIII/103) (no. 9394), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, disempurnakan oleh Dr. Al-Husaini ‘Abdul Majid Hasyim, Shahiih al-Bukhari, kitab al-Hajj, bab Hadmul Ka’bah (III/ 460, syarh al-Fath), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/35, Syarh an-Nawawi).
[6]. (أَفْحَجَ) di dalam al-Qaamuus diungkapkan (فَحَجَ فِي مَشْيَتِهِ) maknanya adalah telapak kaki bagian bawah saling berdekatan sementara bagian atas saling berjauhan (membentuk leter o).
Ibnul Atsir berkata, “(اَلْفَحْجُ) maknanya adalah kedua paha yang saling berjauhan.”
Lihat Tartiibul Qaamuus (III/451), dan an-Nihaayah (III/415).
[7]. Musnad Ahmad (III/315-316, no. 2010), syarh Ahmad Syakir, dan Shahiih al-Bukhari, kitab al-Hajj bab Hadmul Ka’bah (III/460, al-Fat-h).
[8]. Musnad Ahmad (XV/227, no. 8080), syarh Ahmad Syakir, dia berkata, “Sanadnya shahih.”
[9]. Satu kelompok dari faham Bathiniyyah, yaitu faham yang mengganti hukum syari’at dengan hukum bathin yang menisbatkan diri kepada seseorang yang bernama Hamdan Qarmith, dari penduduk Kufah. Kelompok yang keji ini memilik sejarah panjang yang penuh dengan perbuatan yang sangat buruk, di antara yang paling besar adalah yang terjadi pada tahun 317 H di mana mereka menyerang orang-orang yang melaksanakan manasik haji pada hari Tarwiyah, merampas harta dan membunuh mereka. Mereka melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang tengah melaksanakan haji di pusat Makkah dan pelosoknya bahkan di dalam Masjidil Haram juga di dalam Ka’bah meng-hancurkan kubah zamzam, mencabut pintu Ka’bah juga kiswahnya, mencabut Hajar Aswad dan memindahkannya ke negeri mereka, bahkan Hajar Aswad tetap berada pada mereka selama 22 tahun.
Lihat kitab Fadhaa-ihul Baathiniyyah, karya al-Ghazali (hal. 12-13), tahqiq ‘Abdurrahman Badawi, al-Bidaayah wan Nihaayah (II/160-161), Risalaah al-Qaraamithah wa Aaraauhum al-I’tiqaadiyyah (hal. 222-223), karya Sulaiman as-Salumi, sebuah risalah muqaddimah untuk mendapatkan gelar Magister dengan pengawasan Syaikh Muhammad al-Ghazali, pada tahun 1400 H.
Lihat Fat-hul Baari (III/461-462).
http://almanhaj.or.id/content/670/slash/0/56-57-diutusnya-angin-yang-lembut-mencabut-ruh-orang-beriman-penghalalan-baitul-haram-makkah/
Footnote
[1]. Lihat Fat-hul Baari (III/462).
[2]. Musnad Ahmad (XV/35), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sanad yang jayyid lagi kuat, lihat kitab an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/156), tahqiq Dr. Thaha Zaini.
Al-Albani berkata, “Ini adalah sanad yang shahih, para perawinya tsiqah, perawi ash-Shahiihain selain Sa’id bin Sam’an, dia adalah tsiqah.” Lihat kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (II/120) (no. 579).
[3]. (اَلسُّوَيْقَتَيْنِ): (اَلسُّوَيْقَة) adalah bentuk tashgiir (pengecilan) dari kata اَلسَّاقُ (betis), dalam bentuk muannats, karena itulah nampak huruf ta di dalam bentuk tashghiir, kata (اَلسَّاقُ) ditashghiir karena biasanya betis orang Habsy itu kecil.
An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits wal Atsar (II/423).
[4]. Musnad Ahmad (XII/14-15) (no. 7053), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, dia berkata, “Sanadnya shahih.”
[5]. Musnad Ahmad (XVIII/103) (no. 9394), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, disempurnakan oleh Dr. Al-Husaini ‘Abdul Majid Hasyim, Shahiih al-Bukhari, kitab al-Hajj, bab Hadmul Ka’bah (III/ 460, syarh al-Fath), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/35, Syarh an-Nawawi).
[6]. (أَفْحَجَ) di dalam al-Qaamuus diungkapkan (فَحَجَ فِي مَشْيَتِهِ) maknanya adalah telapak kaki bagian bawah saling berdekatan sementara bagian atas saling berjauhan (membentuk leter o).
Ibnul Atsir berkata, “(اَلْفَحْجُ) maknanya adalah kedua paha yang saling berjauhan.”
Lihat Tartiibul Qaamuus (III/451), dan an-Nihaayah (III/415).
[7]. Musnad Ahmad (III/315-316, no. 2010), syarh Ahmad Syakir, dan Shahiih al-Bukhari, kitab al-Hajj bab Hadmul Ka’bah (III/460, al-Fat-h).
[8]. Musnad Ahmad (XV/227, no. 8080), syarh Ahmad Syakir, dia berkata, “Sanadnya shahih.”
[9]. Satu kelompok dari faham Bathiniyyah, yaitu faham yang mengganti hukum syari’at dengan hukum bathin yang menisbatkan diri kepada seseorang yang bernama Hamdan Qarmith, dari penduduk Kufah. Kelompok yang keji ini memilik sejarah panjang yang penuh dengan perbuatan yang sangat buruk, di antara yang paling besar adalah yang terjadi pada tahun 317 H di mana mereka menyerang orang-orang yang melaksanakan manasik haji pada hari Tarwiyah, merampas harta dan membunuh mereka. Mereka melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang tengah melaksanakan haji di pusat Makkah dan pelosoknya bahkan di dalam Masjidil Haram juga di dalam Ka’bah meng-hancurkan kubah zamzam, mencabut pintu Ka’bah juga kiswahnya, mencabut Hajar Aswad dan memindahkannya ke negeri mereka, bahkan Hajar Aswad tetap berada pada mereka selama 22 tahun.
Lihat kitab Fadhaa-ihul Baathiniyyah, karya al-Ghazali (hal. 12-13), tahqiq ‘Abdurrahman Badawi, al-Bidaayah wan Nihaayah (II/160-161), Risalaah al-Qaraamithah wa Aaraauhum al-I’tiqaadiyyah (hal. 222-223), karya Sulaiman as-Salumi, sebuah risalah muqaddimah untuk mendapatkan gelar Magister dengan pengawasan Syaikh Muhammad al-Ghazali, pada tahun 1400 H.
Lihat Fat-hul Baari (III/461-462).
http://almanhaj.or.id/content/670/slash/0/56-57-diutusnya-angin-yang-lembut-mencabut-ruh-orang-beriman-penghalalan-baitul-haram-makkah/
0 komentar:
Posting Komentar