Keharaman Daging Anjing

Mayoritas ulama mengharamkan memakan daging anjing, namun diriwayatkan dari al-Imam Malik t sebuah pendapat yang sangat lemah yang mengatakan makruh.

Adapun dalil- dalil yang menunjukkan diharamkannya mengonsumsi daging anjing, di antaranya:

1. Hadits yang telah disebutkan sebelumnya tentang diharamkannya memakan hewan bertaring dan buas. Anjing termasuk memiliki dua sifat tersebut.

2. Hadits Abu Mas’ud al-Anshari z bahwasanya ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
“Rasulullah n melarang dari hasil penjualan anjing, hasil pelacuran, dan hasil perdukunan.” (HR. al-Bukhari no. 2122 dan Muslim no. 1567). Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim t dari Rafi’ bin Khadij z bahwa Rasulullah n bersabda,

ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ
“Hasil penjualan anjing itu khabits (jelek).” (HR. Muslim no. 1568). Hadits ini menunjukkan bahwa hasil penjualan anjing adalah jahat, dan Allah k berfirman, “… dan (Nabi) mengharamkan segala yang khabits (jahat/jelek) bagi mereka.” (al-A’raf: 157).

Sisi pendalilan dari hadits ini bahwa Nabi n mengharamkan hasil penjualannya. Apa yang diharamkan untuk dijual berarti tidak boleh dimakan. Demikian pula dengan sifat “khabits” pada hasil penjualannya menunjukkan bahwa anjing termasuk hewan yang khabits. (lihat Adhwa’ul Bayan, asy-Syinqithi, 2/170—171).

Ada pula yang mengatakan bahwa hukum hasil penjualannya mengikuti hukum dagingnya. Karena dagingnya haram, demikian pula hasil penjualannya. (Adhwa’ul Bayan, 2/171).

3. Anjing termasuk hewan yang diperintahkan untuk dibunuh.
Hewan yang diperintahkan dibunuh termasuk yang dilarang untuk dimakan, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Di antara riwayat yang menunjukkan diperintahkannya anjing-anjing untuk dibunuh adalah hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah n memerintahkan untuk membunuh anjing-anjing. (Muttafaq ‘alaihi dari Ibnu Umar c. Juga diriwayatkan oleh al-Imam Muslim no. 280 dari hadits Abdullah bin Mughaffal z dan no. 1572 dari hadits Jabir z).


Setelah itu, Rasulullah n melarang membunuhnya karena anjing memiliki manfaat yang dapat digunakan, seperti berburu atau menjaga hewan ternak. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Abdullah bin Umar c bahwa Rasulullah n memerintahkan untuk membunuh anjing, selain anjing berburu, atau anjing yang dimanfaatkan untuk menjaga kambing atau hewan ternak. (HR. Muslim no. 1571).

4. Hadits-hadits Nabi n yang melarang seorang muslim memelihara anjing, dan yang memeliharanya akan menyebabkan berkurang pahalanya setiap hari. Seandainya memakannya dibolehkan, tentu memeliharanya pun boleh. Rasulullah n bersabda,

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ ضَارِيَةٍ أَوْ مَاشِيَةٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ
“Barang siapa memelihara anjing, selain anjing berburu atau menjaga hewan ternak, akan berkurang pahala amalannya setiap hari dua qirath.” (HR. al-Bukhari no. 5163 dan Muslim no. 1574 dari Abdullah bin Umar c). Dalam riwayat al-Bukhari dari hadits Abu Hurairah z disebutkan bahwa Rasulullah n bersabda,

مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا يَنْقُصْ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ إِلاَّ كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ كَلْبَ مَاشِيَةٍ
“Barang siapa memelihara anjing, akan berkurang pahala amalannya setiap hari satu qirath, selain anjing penjaga tanaman atau anjing penjaga hewan ternak.” (HR. al-Bukhari no. 3146).

Setelah menyebutkan beberapa hadits di atas, al-‘Allamah asy-Syinqithi t menjelaskan, “Ini adalah dalil yang paling jelas yang menunjukkan bahwa anjing tidak boleh dimakan. Sebab, apabila boleh dimakan tentu boleh pula dipelihara untuk dimakan, dan itu jelas.” (Adhwa’ul Bayan, 2/171).

Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 080
Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Mu’awiyah Askari.
 
sumber : http://asysyariah.com/keharaman-daging-anjing.html


1 komentar:

Unknown mengatakan...

1) Ketidak-haraman anjing telah dijelaskan cukup panjang lebar dalam anotasi yang diberikan oleh A. Hasan dalam kitab "Bulughul Mahram." Ini satu.

2) Dasar pengharaman najis (liur anjing) dalam tulisan ini ialah al-Araf 157. Dalam kitab terjemahan “Qur’an Karim” dan umumnya terjemahan Indonesia, bagian ayat ini memang menyinggung kehalal-dan-haram” makanan. Akan tetapi, dalam terjemahan bahasa Inggris kehalal-danharaman” ini terkait dengan perbuatan. Karena itulah, tafsir Sayyid Qutub tidak menyinggung hal ini.

3) Para ulama terdahulu berhujjah, “ . . . dalam hal ini umumnya ulama mengatakan bahwa karena air liur itu bersumber dari tubuh anjing, maka OTOMATIS tubuhnya pun harus NAJIS JUGA. Sangat tidak masuk akan kalau kita mengatakan bahwa wadah air yang kemasukan moncong anjing hukumnya jadi najis, sementara tubuh anjing sebagai tempat munculnya air liur itu kok malah tidak najis. . . .” NAUZU BILLAH MIN ZALIK.
Tampaknya para ulama ini cuma komat kamit membaca Qur’an tanpa paham apa arti (jangankan makna) apa yang dibacanya, khususon ketika membaca:
“Telah kami haramkan atas orang-orang Yahudi tiap-tiap hewan yang memupnyai kuku satu. Di antara sapi dan kambing. Kami haramkan atas mereka itu lemak keduanya, KECUALI YANG TERLETAK DI PUNGGUNG keduanya atau PERUT MUDA atau YANG BERCAMPUR DENGAN TULANG. Demikianlah Kami balasi mereka itu, karena kejahatan mereka sendiri. Sungguh Kamilah yang benar.”
Tidakkah para ulama terdahulu itu memahami bahwa Allah SWT saja tidak mengharamkan bagian yang tidak haram di antara sapi dan kambing? Dari Tuhan (selain Allah SWT) mana lagi mereka mendapat ilham untuk mengharamkan tubuh anjing? NAUZU BILLAHI MIN ZALIK.
“Katakanlah: Adakah kamu pikirkan apa-apa yang diturunkan Allah kepadamu di antara rezeki, lalu KAMU JADIKAN SETENGAHNYA HARAM DAN HALAL. Adakah Allah mengizinkan demikian kepadamu, atau kamu mengadakan dusta terhadap Allah?”
Atauka para ulama terdahulu itu mendapat bisikan dari syaithon laknatullah:
“Jangan pula kamu berkata dusta menurut yang diterangkan oleh lidahmu sendiri. Ini halal dan ini haram, supaya kamu mengadakan dusta terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan dusta terhadap Allah tidak beroleh kemenangan.”
NAUZU BILLAHI MIN ZALIK . . . .
4) Dari firman Allah SWT:
“ . . . Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan buruan hewan (anjing) pemburu yang terpelajar, yang kamu lepaskan, sedang kamu telah mengajarinya dari pada ajaran yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah hewan yang ditanggap hewan (anjing) pemburu itu dan sebutkanlah nama Allah ketika melepaskannya dan takutlah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat lekas menghisabny.”
Bagi yang pernah memirsa teve NatGeo atau NatWild, cara membunuh hewan buas ialah dengan menggit tenggorokan mangsanya sekuat tenaga mereka sehingga si mangsa tercekik dan mati (tanpa mengeluarkan darah atau sangat sedikit dibanding dengan darah sembelihan). Selama proses pencekikan hingga tewas ini, tentu jantung si mangsa masih tetap bekerja, yang menyebabkan aliran darah juga masih beredar. Akibatnya, air liur (sedikit banyaknya) si anjing pasti akan ikut terbawa keseluruh tubuh si mangsa yang sedang meregang nyawa. Mengapa para ulama terdahulu tidak mengharamkan hewan buruan yang tidak disembelih alias tercekik dan mengapa pula para ulama terdahlu tidak mengharamkan hewan buruan yang sudah tercemar oleh air liur anjing pemburu?
Ayat ini sekaligus menyiratkan bahwa NAJIS ITU TIDAK HARAM dan terjemahan bahasa Indonesia al-A’raf 157 pada bagian halal dan haram itu bukan terhadap makanan tetapi lebih terhadap perilaku seperti pada terjemahan Qur’an berbahasa Inggris.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger