Najis dan Pembagiannya

Pengertian Najis.

Secara bahasa najis artinya kotor. (Ibrahim Mustofa dkk, Al-Mu`jam Al-Wasith, kata: نجس) kata lain dalam bahasa arab untuk najis adalah “rijs“. Allah berfirman,

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْس

“Katakanlah, “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor” (Qs. al-An`am: 145).

Secara istilah syariah, ulama berbeda-beda dalam memberikan definisi tentang najis. Intinya bahwa najis adalah hukum yang melekat pada suatu benda yang dianggap kotor oleh orang yang tabiatnya baik, sehingga dia selalu menjaga agar tidak terkena tersebut dan berusaha membersihkan benda yang suci ketika terkena benda najis. [lih. Ar-Raudhah an-Nadiyah, as-Syaukani, Maktabah as-Syamilah, 1/15]

Hukum asal segala sesuatu adalah suci

Terdapat kaidah dalam ilmu fiqh yang disebutkan ulama:

الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الطَّهَارَةُ

Hukum asal segala sesuatu adalah suci”. Kaidah ini berdasarkan firman Allah,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dia-lah Dzat yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kalian” (Qs. al-Baqarah: 29).
  • Syaikh Abdurrahman as-Sa`di ketika menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan, “Dia menciptakan untuk kalian segala sesuatu yang ada di bumi, … karena berbuat baik dan memberi rahmat, untuk dimanfaatkan, dinikamti, dan diambil pelajaran. Pada kandungan ayat yang mulia ini terdapat dalil bahwa hukum asal segala sesuatu adalah suci. Karena ayat ini disampaikan dalam konteks memaparkan kenikmatan …” (Abdurrahman As-Sa`di, Taisir Al-Karim Ar-Rahman: Al-Baqarah: 29).
Oleh karena itu, semua benda yang dihukumi najis harus berdasarkan dalil. Menyatakan satu benda tertentu statusnya najis, namun tanpa didasari dalil maka pernyataannya tidak bisa diterima. Karena pernyataannya bertolak belakang dengan hukum asal.

Macam-Macam Najis

Pertama, Ditinjau dari cara membersihkannya, najis dibagi menjadi tiga:
  1. Najis Mukhaffafah (najis ringan). Najis ringan adalah najis yang cara membersihkannya cukup dengan diperciki air di bagian yang terkena najis, meskipun bekas najisnya masih melekat. Contoh: air kencing bayi laki-laki yang masih menyusu.
  2. Najis Mutawassithah (najis pertengahan). Najis pertengahan adalah najis yang cara membersihkan nya harus dihilangkan sampai tuntas. Bisa dengan disiram air sampai bersih, digosok dengan tanah atau benda lain, atau dengan cara yang lainnya. Contoh: kotoran manusia dewasa, darah haid, dll.
  3. Najis Mughallazhah (najis berat). Najjis berat adalah benda najis yang cara membersihkannya dengan dicuci sebanyak tujuh kali. Contoh: liur anjing yang menjilati wadah berisi air.
Kedua, benda-benda yang dihukumi najis.

1. Air kencing dan tinja manusia
Dalilnya Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلَيْهِ الأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ

“Jika kalian menginjak kotoran (al adza) dengan alas kakinya, maka tanahlah yang nanti akan menyucikannya.” (HR. Abu Daud dan dinilai sahih oleh al-Albani). Keterangan: Al adza (kotoran) adalah segala sesuatu yang mengganggu yaitu benda najis, kotoran, batu, duri, dsb. Sementara yang dimaksud al adza dalam hadits ini adalah benda najis, termasuk kotoran manusia. Disamping hadis di atas, kaum muslimin sepakat bahwa kotoran manusia adalah najis.

2. Madzi dan wadi
Dalilnya: Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiallahu ‘anhu berkata,
كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ
فَقَالَ يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ.

“Aku termasuk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallm dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu” (Muttafaq ‘alaihi).

3. Kotoran hewan yang dagingnya tidak halal dimakan
Dalilnya: Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ يَتَبَرَّزَ فَقَالَ : إِئْتِنِي بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ لَهُ حَجْرَيْنِ وَرَوْثَةِ حِمَارٍ فَأمْسَكَ الحَجْرَيْنَ وَطَرَحَ الرَّوْثَةَ وَقَالَ : هِيَ رِجْسٌ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud bersuci setelah buang hajat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Carikanlah tiga buah batu untukku.” Kemudian aku mendapatkan dua batu dan kotoran keledai. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil dua batu dan membuang kotoran tadi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Kotoran ini termasuk najis”. (HR. Ibnu Khuzaimah 70).

4.Darah haid
Dalilnya: dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata,
إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ
“Di antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ
“Gosok dan keriklah pakaian tersebut dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah dengannya.” (Muttafaq ‘alaihi). 5.Liur anjing
Dalilnya Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Cara menyucikan bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dicuci sebanyak tujuh kali dan awalnya dengan tanah.” (HR. Muslim 279).

Catatan tentang najis Anjing:
Ada tiga pendapat ulama mengenai najis pada anjing:
  1. Pertama, seluruh tubuhnya najis bahkan termasuk bulu (rambutnya). Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan salah satu dari dua riwayat (pendapat) Imam Ahmad.
  2. Kedua, anjing itu suci termasuk pula air liurnya. Inilah pendapat yang masyhur dari Imam Malik.
  3. Ketiga, air liurnya itu najis dan bulunya itu suci. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah dan pendapat lain dari Imam Ahmad.
Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat ketiga. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 21/616-620, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H)

6. Bangkai.
7. Darah yang memancar.

8. Babi.
Dalil ketiga hal di atas adalah firman Allah,
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً
أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْس

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor” (Qs. al-An`am: 145)

Bangkai yang Dikecualikan

a – Bangkai ikan dan belalang
Dalilnya dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ahmad 5723 & Ibnu Majah 3218 dan dishahihkan al-Albani). b – Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir
Contoh: bangkai lalat, semut, lebah, dan kutu. Dalilnya: dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ، ثُمَّ لْيَطْرَحْهُ ، فَإِنَّ فِى أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِى الآخَرِ دَاءً
“Apabila seekor lalat jatuh di salah satu bejana di antara kalian, maka celupkanlah lalat tersebut seluruhnya, kemudian buanglah. Sebab di salah satu sayap lalat ini terdapat racun (penyakit) dan sayap lainnya terdapat penawarnya.” (HR. Bukhari 5445).

c – Tulang, tanduk, kuku, rambut dan bulu dari bangkai
Semua ini termasuk bagian dari bangkai yang suci karena kita kembalikan kepada hukum asal segala sesuatu adalah suci. Mengenai hal ini telah diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq (tanpa sanad), beliau rahimahullah berkata,

وَقَالَ حَمَّادٌ لاَ بَأْسَ بِرِيشِ الْمَيْتَةِ . وَقَالَ الزُّهْرِىُّ فِى عِظَامِ الْمَوْتَى نَحْوَ الْفِيلِ وَغَيْرِهِ أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ سَلَفِ الْعُلَمَاءِ
يَمْتَشِطُونَ بِهَا ، وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا ، لاَ يَرَوْنَ بِهِ بَأْسًا

“Hammad mengatakan bahwa bulu bangkai tidaklah mengapa (yaitu tidak najis). Az Zuhri mengatakan tentang tulang bangkai dari gajah dan semacamnya, Aku menemukan beberapa ulama salaf menyisir rambut dan berminyak dengan menggunakan tulang tersebut. Mereka tidaklah menganggapnya najis hal ini” (Shahih Al-Bukahri).

Artikel www.Yufidia.com

sumber : http://yufidia.com/najis


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger