Masih melanjutkan bahasan kewajiban suami yang dibahas sebelumnya.
Kali ini ada dua kewajiban penting lainnya yang mesti diperhatikan suami.
Yang pertama, memperhatikan agama si istri dengan mendidiknya.
Dan yang kedua, mengajak istri untuk taat dalam ibadah.
Kedua kewajiban tersebut teramat penting karena berkaitan dengan akhirat. Jadi, si suami bukan hanya memperhatikan bagaiamana biar rumah bisa terus ada asap dapur atau sandang, pangan dan papan. Masalah agama si istri juga sangat perlu, bahkan urgent untuk diperhatikan.
Kelima:
Mengajarkan istri masalah agama
Sebagian suami kurang mempedulikan hal ini. Mereka hanya tahu bahwa kewajibannya hanyalah memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal atau kesenangan dunia. Kewajiban kali ini sebenarnya terbilang penting bahkan teramat penting karena berkaitan dengan akhirat.
Coba bayangkan jika suami melihat istrinya enggan berjilbab, malas shalat fardhu, sering bermaksiat, atau tidak bisa membaca Al Qur’an, apakah ia rela istrinya seperti itu? Semua itu tentu saja perlu didikan. Selain dibini, yah harus dibina pula.
Bukan hanya biologis saja yang ia nikmati dari istri. Seharusnya ada simbiosis mutualisme. Istri bisa membahagiakan suami, begitu pula sebaliknya. Dan kebahagiaan rohani ini lebih dari segalanya, lebih pula dari kebahagiaan dunia. Semoga menjadi renungan bagi kita –para suami- firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At Tahrim: 6).
Lihatlah tafsiran para salaf mengenai ayat tersebut.
Ingatlah, termasuk suatu kebahagiaan jika istri, anak dan kerabat kita mendapatkan hidayah.
Lihatlah perkataan Al Hasan Al Bashri,
“Yang ingin dilihat Allah pada hamba muslim dari istri, saudara, dan sahabat karibnya adalah mereka semua taat pada Allah. Wallahi, demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan pandangan mata seorang muslim melebihi ketaatan pada Allah yang ia lihat pada anak, cucu, saudara dan sahabat karibnya.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 333).
Lalu bagaimana jika kita tidak bisa mendidik istri kita karena kita sendiri kurang dalam agama?
Jawabnya, hendaklah suami pun memperbaiki diri. Berusaha untuk mempelajari Islam lebih dalam sehingga ia bisa memperingatkan dan mendidik istrinya di rumah. Lebih maslahat jika istri dididik di rumah dibanding di luar. Itu jika mampu dan ini jalan yang lebih baik. Jika tidak bisa demikian, hendaklah si suami mengajak istri untuk datang ke majelis ilmu sebagaimana dirinya pun demikian. Belajarlah dari ilmu dasar, dimulai dari memperbaiki akidah, tauhid, dan memperbaiki amalan ibadah wajib serta ilmu penting lainnya. Dengan demikian, rumah akan terhiasi dengan cahaya ilmu dan itulah yang akan membuat keluarga semakin tentram dan bahagia.
Semoga Allah memudahkan kita untuk mendidik istri dan anak-anak kita dalam hal agama, sehingga kita pun terbebas dari siksa neraka.
Keenam:
Mengajak istri dan anak untuk rajin beribadah
Selain mendidik istri dan anak dalam masalah diin (agama), suami pun berusaha untuk mengajak keluarganya untuk memperhatikan ibadahnya. Terutama sekali hal yang wajib. Didiklah istri dan anak untuk menjaga shalat lima waktu. Didiklah mereka memperhatikan pula amalan wajib lainnya dan sempurnakanlah amalan tersebut dengan amalan sunnah.
Cobalah perhatikan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk memperhatikan shalat anak-anak kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perhatikanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Jika mereka telah berumur 10 tahun, namun mereka enggan, pukullah mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwaul Gholil 298).
Begitu pula beliau memerintahkan pada suami untuk memperhatikan shalat malam istrinya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (HR. Abu Daud no. 1450, An Nasai no. 1610, dan Ahmad 2: 250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits hasan sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 625).
Sungguh kemesraan yang luar biasa di akhir malam. Sedikit yang melakukannya. Dan sedikit pula yang mempedulikan pasangannya untuk shalat malam. Suami tentu saja bisa mengajak istri untuk rajin beribadah dengan ia terlebih dahulu membiasakan dirinya.
Semoga Allah memudahkan kita untuk menjalankan ketaatan, menjaga ibadah wajib dan merutinkan sunnah, sehingga itu pun bisa tertular pada istri dan anak-anak kita.
Masih berlanjut pembahasan kewajiban suami pada kesempatan lainnya, moga Allah memberi kemudahan demi kemudahan.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 2 Rabi’uts Tsani 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
http://muslim.or.id/keluarga/kewajiban-suami-3.html
Kali ini ada dua kewajiban penting lainnya yang mesti diperhatikan suami.
Yang pertama, memperhatikan agama si istri dengan mendidiknya.
Dan yang kedua, mengajak istri untuk taat dalam ibadah.
Kedua kewajiban tersebut teramat penting karena berkaitan dengan akhirat. Jadi, si suami bukan hanya memperhatikan bagaiamana biar rumah bisa terus ada asap dapur atau sandang, pangan dan papan. Masalah agama si istri juga sangat perlu, bahkan urgent untuk diperhatikan.
Kelima:
Mengajarkan istri masalah agama
Sebagian suami kurang mempedulikan hal ini. Mereka hanya tahu bahwa kewajibannya hanyalah memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal atau kesenangan dunia. Kewajiban kali ini sebenarnya terbilang penting bahkan teramat penting karena berkaitan dengan akhirat.
Coba bayangkan jika suami melihat istrinya enggan berjilbab, malas shalat fardhu, sering bermaksiat, atau tidak bisa membaca Al Qur’an, apakah ia rela istrinya seperti itu? Semua itu tentu saja perlu didikan. Selain dibini, yah harus dibina pula.
Bukan hanya biologis saja yang ia nikmati dari istri. Seharusnya ada simbiosis mutualisme. Istri bisa membahagiakan suami, begitu pula sebaliknya. Dan kebahagiaan rohani ini lebih dari segalanya, lebih pula dari kebahagiaan dunia. Semoga menjadi renungan bagi kita –para suami- firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At Tahrim: 6).
Lihatlah tafsiran para salaf mengenai ayat tersebut.
- Lihatlah apa yang dikatakan oleh sahabat ‘Ali radhiyallahu ‘anhu,
أدبوهم، عَلموهم
“Ajarilah adab dan agama kepada mereka”.
- Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma juga berkata,
اعملوا بطاعة الله، واتقوا معاصي الله، ومُروا أهليكم بالذكر، ينجيكم الله من النار.
“Lakukanlah ketaatan pada Allah dan hindarilah maksiat. Perintahkanlah keluargamu untuk mengingat Allah (berdzikir), niscaya Allah akan menyelamatkan kalian dari jilatan neraka”.
- Mujahid berkata,
اتقوا الله، وأوصوا أهليكم بتقوى الله
“Bertakwalah pada Allah dan nasehatilah keluargamu untuk bertakwa pada-Nya”.
- Adh Dhohak dan Maqotil berkata,
حق على المسلم أن يعلم أهله، من قرابته وإمائه وعبيده، ما فرض الله عليهم، وما نهاهم الله عنه
“Kewajiban bagi seorang muslim adalah mengajari keluarganya, termasuk kerabat, budak laki-laki atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan dan larangan yang Allah larang.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 59).
Ingatlah, termasuk suatu kebahagiaan jika istri, anak dan kerabat kita mendapatkan hidayah.
Lihatlah perkataan Al Hasan Al Bashri,
أن يُري الله العبد المسلم من زوجته، ومن أخيه، ومن حميمه طاعة الله. لا والله ما شيء أقر لعين المسلم من أن يرى ولدا، أو ولد ولد، أو أخا، أو حميما مطيعا لله عز وجل.
“Yang ingin dilihat Allah pada hamba muslim dari istri, saudara, dan sahabat karibnya adalah mereka semua taat pada Allah. Wallahi, demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan pandangan mata seorang muslim melebihi ketaatan pada Allah yang ia lihat pada anak, cucu, saudara dan sahabat karibnya.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 333).
Lalu bagaimana jika kita tidak bisa mendidik istri kita karena kita sendiri kurang dalam agama?
Jawabnya, hendaklah suami pun memperbaiki diri. Berusaha untuk mempelajari Islam lebih dalam sehingga ia bisa memperingatkan dan mendidik istrinya di rumah. Lebih maslahat jika istri dididik di rumah dibanding di luar. Itu jika mampu dan ini jalan yang lebih baik. Jika tidak bisa demikian, hendaklah si suami mengajak istri untuk datang ke majelis ilmu sebagaimana dirinya pun demikian. Belajarlah dari ilmu dasar, dimulai dari memperbaiki akidah, tauhid, dan memperbaiki amalan ibadah wajib serta ilmu penting lainnya. Dengan demikian, rumah akan terhiasi dengan cahaya ilmu dan itulah yang akan membuat keluarga semakin tentram dan bahagia.
Semoga Allah memudahkan kita untuk mendidik istri dan anak-anak kita dalam hal agama, sehingga kita pun terbebas dari siksa neraka.
Keenam:
Mengajak istri dan anak untuk rajin beribadah
Selain mendidik istri dan anak dalam masalah diin (agama), suami pun berusaha untuk mengajak keluarganya untuk memperhatikan ibadahnya. Terutama sekali hal yang wajib. Didiklah istri dan anak untuk menjaga shalat lima waktu. Didiklah mereka memperhatikan pula amalan wajib lainnya dan sempurnakanlah amalan tersebut dengan amalan sunnah.
Cobalah perhatikan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk memperhatikan shalat anak-anak kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ
“Perhatikanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Jika mereka telah berumur 10 tahun, namun mereka enggan, pukullah mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwaul Gholil 298).
Begitu pula beliau memerintahkan pada suami untuk memperhatikan shalat malam istrinya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (HR. Abu Daud no. 1450, An Nasai no. 1610, dan Ahmad 2: 250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits hasan sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 625).
Sungguh kemesraan yang luar biasa di akhir malam. Sedikit yang melakukannya. Dan sedikit pula yang mempedulikan pasangannya untuk shalat malam. Suami tentu saja bisa mengajak istri untuk rajin beribadah dengan ia terlebih dahulu membiasakan dirinya.
Semoga Allah memudahkan kita untuk menjalankan ketaatan, menjaga ibadah wajib dan merutinkan sunnah, sehingga itu pun bisa tertular pada istri dan anak-anak kita.
Masih berlanjut pembahasan kewajiban suami pada kesempatan lainnya, moga Allah memberi kemudahan demi kemudahan.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 2 Rabi’uts Tsani 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
http://muslim.or.id/keluarga/kewajiban-suami-3.html
0 komentar:
Posting Komentar