Bismillah… Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulillah…, para sahabat, dan mereka yang mengikutinya dengan baik hingga hari kiamah.
Pada masa awal Islam, Kafir Quraisy berusaha menjauhkan Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dari agamanya.
Itu mereka lakukan, karena dakwah Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menyeru kepada tauhid. yakni mengesakan Alloh ta’ala baik dalam hal rububiyah, uluhiyah, maupun dalam hal nama dan sifat-Nya. Hal ini sangat bertentangan dengan agama nenek moyang mereka yang penuh dengan kesyirikan.
Mereka menyembah banyak tuhan, sebagaimana firman Alloh (yang artinya) “Mereka menyembah selain Alloh, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana ataupun memberi manfaat kepada mereka… Mereka berkata: ‘Para sesembahan itu adalah pemberi syafaat kami di hadapan Alloh’”. (Yunus:18).
Dalam ayat lain dikatakan: “Pantaskah kalian (para musyrikin) menganggap (sesembahan) Al-Lata, Al-Uzza, dan yang ketiga Al-Manat (sebagai anak perempuan Alloh)?!… Pantaskah untuk kalian anak laki-laki, sedang untuk-Nya anak perempuan?!.. Sungguh itu pembagian yang tidak adil” (An-Najm:19-22) (lihat tafsir Ibnu katsir jilid 7, hal 458).
Keadaan Kafir Quraisy tidak jauh beda dengan Kaum Nuh yang diceritakan dalam Alqur’an: “Mereka (Kaum Nuh) berkata: ‘Jangan sampai kalian meninggalkan tuhan-tuhan kalian… Jangan sampai kalian meninggalkan (penyembahan terhadap) Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr!” (Nuh: 23).
- Ibnu Abbas menafsiri ayat ini dengan perkataannya: “Ini adalah deretan nama para sholihin dari Kaum Nuh.. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kepada para pengikutnya, agar membuat patung yang mirip mereka untuk ditempatkan di majlis tempat mereka berkumpul dan menamainya dengan nama-nama mereka. Lalu mereka pun menuruti bisikan itu. Memang pada mulanya patung itu tidak disembah. hingga ketika generasi pembuat patung itu mati dan ilmu dilalaikan, akhirnya patung-patung itu disembah” (Lihat Shohih Bukhori, hadits no:4920).
Perhatikanlah,
betapa liciknya setan menggiring manusia kepada perbuatan syirik dimulai dari kecintaan kepada para sholihin, tapi karena berlebihan, akhirnya berujung pada kesyirikan. semoga Alloh menghindarkan kita dari godaannya, amin.
Memang dulu Kafir Quraisy menyembah banyak patung yang diserupakan seperti para sholihin… mereka anggap itu jalan mendekatkan diri kepada Alloh… mereka melakukan berbagai ritual ibadah untuk para patungnya seperti: menyembelih, mengajukan permohonan (do’a), thowaf, dan menangis untuk mereka… itu mereka lakukan agar sesembahan itu bisa memberi syafaat kepada mereka di sisi Alloh, mereka katakan: “Kami tidak menyembah mereka, melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya” (sebagaimana diceritakan dalam Alqur’an, surat Azzumar:3). Karena itu Alloh menyebut mereka musyrik… meski mereka meyakini Alloh itu sang pencipta dan pemberi rizki..
maka apa beda mereka dengan orang di era ini yang taqorrub (mendekatkan diri) kepada mayit di kuburnya, dan berharap agar mereka sudi memberikan syafaatnya di sisi Alloh?! Apa bedanya orang yang taqorrub kepada benda di atas tanah, dengan mereka yang taqorrub dengan benda di bawah tanah?!!
- Nabi -shollallohu alaihi wasallam- pernah bertanya kepada Mu’adz: “Wahai Mu’adz, tahukah kamu hak Alloh dari para hambanya dan hak mereka dari Alloh?”. Ia menjawab: “Alloh dan Rosul-Nya lebih tahu”. Beliau pun menimpali: “Hak Alloh dari para hamba, adalah dengan mereka menyembah-Nya dan tidak berbuat syirik pada-Nya, sedang hak mereka dari Alloh, adalah dengan tidak menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya…” (HR. Bukhori Muslim).
- Nabi -shollallohu alaihi wasallam- pernah ditanya: “Apa dosa yang paling besar di sisi Alloh?”. Beliau menjawab: “Dosa berbuat syirik pada-Nya, padahal (hanya) Dia yang menciptakanmu…” (HR. Bukhori Muslim).
Syirik adalah dosa yang paling besar, dan Alloh selamanya tidak akan mengampuninya… (Alloh berfirman yang artinya) “Sungguh, Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni dosa selainnya” (An-Nisa:48).
Surga diharamkan atas para musyrikin dan mereka akan kekal di Neraka (Alloh berfirman yang artinya) “Sungguh, orang yang berbuat syirik pada Alloh, maka Dia benar-benar mengharamkan surga baginya, dan tempatnya adalah neraka” (Al-Ma’idah: 72).
Barangsiapa berbuat syirik, maka semua amal ibadahnya -dari sholat, puasa, jihad dan sedekah- akan luntur… (Alloh berfirman yang artinya) “Sungguh, jika engkau berbuat syirik, niscaya lunturlah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi” (Az-Zumar:65).
Begitu pula diharamkan sholat di kuburan, bahkan (haram pula sholat) di masjid yang dibangun di atas kuburan.
Diharamkan juga taqorrub kepada Alloh dengan baca qur’an di kuburan atau membayar orang untuk membaca di sana. Tapi hendaklah ia mendoakan mayit saja..
Demikian pula Tawasul dengan kedudukan Nabi -shollallohu alaihi wasallam- haram hukumnya, jangan sampai kita mengatakan: “Ya Alloh aku memohon kepada-Mu dengan kedudukan Nabi-Mu”, atau “dengan kedudukan si fulan dan si fulan”.
Jika kita bertawasul, Hendaklah dengan tawasul yang dibolehkan, seperti:
- Tawasul dengan nama dan sifat Alloh, misalnya: “Ya Alloh, yang maha pemberi rahmat… curahkanlah rahmat-Mu padaku…”
- Tawasul dengan iman dan amal sholeh lainnya, misalnya: “Ya Alloh, Ampunilah dosaku, dengan iman dan amal sholatku…”
- Tawasul dengan doa para sholihin yang masih hidup, dengan meminta agar mereka mau mendoakan, karena doa seorang muslim kepada saudaranya (sesama muslim) itu mustajab… adapun meminta doa kepada mayit, haram hukumnya.
Ada berbagai macam bentuk kesyirikan, diantaranya: Meminta kepada mayit atau menyembelih… atau ber-nadzar untuk ahli kubur, untuk jin, bahkan untuk para wali atau takut akan datangnya bahaya dan sakit dari mereka.
Tujuan ziarah kubur itu untuk mengambil ibroh dan mendoakan para mayit.
- Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Ziarahilah kuburan! karena ia bisa mengingatkanmu pada akhirat…” (HR. Muslim, 2034).
Adapun memohon kepada mereka, menyembelih untuk mereka, dan tabarruk dengan mereka, maka itu amalan syirik baik si mayit itu seorang Nabi ataupun seorang wali seperti dilakukan sebagian orang jahil -dengan mengajukan permohonan- di makam Husain r.a, di makam Al-Badawi, di makam Al-Jailani Sungguh mereka semua itu manusia, tidak akan mampu memberi manfaat ataupun madhorot.
Bagaimana kita meminta tolong kepada para mayit, sedang mereka itu jasad mati yang tak berkutik mereka tak mampu merubah keadaannya sendiri bagaimana kita minta mereka merubah keadaan kita?!
- Kita katakan kepada mereka yang memohon kepada para mayit: “Para mayit itu yang kalian penuhi makamnya dengan isak-tangis dan kalian harapkan syafa’atnya… apakah mereka mendengar do’a kalian, ataukah mereka mampu memberi manfaat atau madhorot?! (lihat Surat Asy-Syu’aro: 72-73). Demi Alloh, mereka tidak mendengar dan tidak mampu memberi manfaat..
Ironisnya, di era ini tersebar banyak makam keramat nan megah dan mereka taqorrub kepadanya dengan nadzar… bahkan sebagian mereka melakukan thowaf dan memohon hajat kepadanya.
- Di Mesir, ada makam keramat Sayid Husein, Siti Zainab, Aisyah, Sakinah, Nafisah, Makam keramat Imam Syafi’i, Ad-Dasuqi, Asy-Syadzili, Ada juga makam Al-Badawi yang kadang ramainya pengunjung seperti haji. Bahkan di makam Jalaludin Ar-Rumi tercatat: “Kuburan ini cocok untuk penganut tiga agama… Islam, Yahudi dan Kristen…”!!
- Di Damaskus, ada makam kepala Nabi Yahya a.s. yang letaknya di dalam Masjid Umawi disampingnya ada makam Sholahuddin Al-Ayubi dan Imadudin Zanki.
- Di Turki, ada 481 Masjid Jami’, sebagian besarnya ada kuburan di dalamnya, yang paling terkenal adalah Masjid yang dibangun di atas makam yang katanya milik Abu Ayyub di kota konstantinopel.
- Di Bagdad, ada 150 Masjid Jami’, sebagian besar ada kuburan di dalamnya.
- Di Mushil, ada 76 makam di dalam Masjid Jami’.
Padahal Rosul -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “Laknat Alloh atas kaum yang menjadikan makam para nabi mereka sebagai masjid” (HR. Bukhori Muslim).
Beliau juga melarang umatnya: “Menghias makam, mendudukinya, mendirikan bangunan di atasnya dan menuliskan sesuatu padanya”. Begitu pula para sahabat dan tabi’in sama sekali tidak pernah membangun masjid di atas makam…
Sungguh mengherankan, mengapa banyak orang tertarik dengannya?!
Padahal kenyataannya sebagian besar makam-makam itu palsu…
- Makam Husein r.a. misalnya, ada di Kota Qohiroh Mesir, di sana banyak orang taqorrub padanya. di Kota Asqolan juga ada makamnya!! di Kota Madinah, juga ada makamnya!! di Gunung Jusyan yang berada di Kota Halab juga ada makam kepala Husein!! di Kota Damaskus Syiria, Kota Hananah Irak, Kota Karbala dan Kota Najaf juga ada makam husein atau kepalanya!! (lalu mana yang makam aslinya?!)
- Makam Ali r.a. yang berada di Kota Najaf Irak itu palsu, karena sebenarnya ia dimakamkan di Kota Kufah, tepatnya di Qoshrul Imaroh…!!
- Di Kota Bashroh Irak juga ada makam Abdurrohman bin Auf r.a. padahal ia wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Baqi'!!
- Zainab binti Ali r.a., juga wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Baqi’… tapi ada kuburan palsunya, yang dibangun oleh Syi’ah di Kota Damaskus… ada juga kuburan palsunya di Kota Qohiroh Mesir, padahal ia tidak pernah sekalipun masuk mesir…!!
- Di Syam, ada makam kedua putri Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, yakni Ummu Kultsum r.a. dan Ruqoyah r.a., padahal sudah jelas keduanya istri Utsman r.a. yang meninggal saat Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- masih hidup dan dimakamkan di Baqi’…
- Di Syam juga ada makam Nabi Hud a.s. tepatnya di Masjid Jami’ Damaskus, padahal Nabi Hud tidak pernah masuk daerah itu…!! Ada juga kuburan palsunya di Kota Hadhromaut Yaman…!
- Di Yaman, -tepatnya di Kota Hadhromaut- juga ada kuburan palsunya Nabi Sholeh a.s, padahal wafatnya beliau di Hijaz Saudi, ada juga kuburan palsunya di Palestina, tepatnya di Kota Yafa…!!
Kita katakan kepada mereka yang masih bergantung kepada para mayit:
“Pernahkah para sahabat mendirikan bangunan di atas makam?! Pernahkah mereka berdoa kepada manusia yang mati?!… Pernahkah mereka berhenti di makam Nabi -shollallohu alaihi wasallam- berdoa dan memohon syafa’at kepada beliau?!… Apakah makamnya Ar-Rifa’i, Ad-Dasuqi, Al-Jailani, dan Al-Badawi itu lebih mulia dan lebih agung untuk dijadikan wasilah melebihi kuburan para Nabi?!
Lihatlah para sahabat pada masa kekhilafahan Umar di Kota Madinah, ketika hujan tak kunjung turun, mereka keluar untuk sholat istisqo (minta hujan), kemudian Umar mengatakan: “Ya Alloh, dulunya jika kami kekeringan, kami bertawasul dengan do’a Nabi kami, lalu Engkau pun menurunkan hujan kepada kami… dan sekarang kami akan bertawasul kepada-Mu dengan doa paman Nabi kami…” kemudian Umar mengatakan: “Berdirilah wahai Abbas, mintalah kepada Alloh agar menurunkan hujan kepada kami!” maka berdirilah Abbas dan berdoa… mereka mengamini doanya, lalu turunlah hujan… (HR. Bukhori).
Perhatikanlah kisah di atas…
Para sahabat ketika butuh sesuatu, tidak pergi ke makam Nabinya, mereka juga tidak mengatakan: “Wahai Rosululloh! berilah kami syafaat di sisi Alloh” mereka tidak melakukannya karena mereka tahu bahwa berdoa kepada mayit itu tidak boleh, meski ia Nabi akan tetapi mereka mohon hajat langsung kepada Tuhan Pencipta langit dan bumi…
Sungguh merugi orang susah yang merengek kepada jasad tanpa nyawa mengharap darinya banyak kemudahan.. Adanya para ahli kubur yang berkedudukan tinggi di sisi Alloh, bukan berarti bolehnya kita meminta syafaat kepada mereka.. Meski Alloh akan memberi hak syafaat kepada para Nabi dan para Wali, tapi Alloh juga melarang kita berdoa dan mohon kepada mereka.. Jika kita menginginkan syafaat dari mereka, mintalah langsung kepada Alloh agar kita mendapatkan syafaat mereka…
Begitu pula dengan bersumpah dengan nama mereka atau ka’bah atau bersumpah dengan amanah atau dengan kemuliaan atau dengan kehidupan si fulan atau dengan kedudukan Nabi itu semua tidak boleh karena sumpah termasuk tindakan mengagungkan, dan itu tidak boleh kecuali untuk Alloh Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa sumpah dengan selain nama Alloh, maka sungguh ia telah syirik” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishohihkan oleh Albani). Dan barangsiapa sumpah dengan selain nama Alloh karena lupa, maka ucapkanlah laa ilaaha illalloh. (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzy dan Ibnu Majah, dishohihkan oleh Albani).
Artikel ini gubahan dari tulisan “kam ilaahan ta’bud” karya Dr. Muhammad Al-Uraifi dengan penambahan dan pengurangan… Semoga bermanfaat.
Madinah, 18 sya’ban 1430 / 9 agustus 2009
Sumber : http://addariny.wordpress.com/
0 komentar:
Posting Komentar