Salah satu tahapan yang dilalui seorang anak menuju dewasa (baligh) adalah prosesi khitan. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan bimbingannya dalam masalah ini. Bahkan Islam menjadikan khitan sebagai salah satu pembeda antara orang Islam dan orang kafir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menetapkan adanya khitan bagi umat ini. Hal ini diriwayatkan oleh shahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Fitrah itu ada lima hal: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6297 dan Muslim no. 257).
Para ulama menjelaskan bahwa fitrah maknanya adalah sunnah para Nabi. (Syarh Shahih Muslim, 3/148).
Demikianlah, perintah khitan telah didapati sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan perintah ini turun pada kekasih Allah, Nabi Ibrahim ‘alaihi salam, sebagaimana kabar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang disampaikan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Nabi Ibrahim ‘alahis salam berkhitan setelah berusia delapan puluh tahun.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6298 dan Muslim no. 2370).
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun telah memerintahkan untuk mengikuti jalan Nabi-Nya Ibrahim ‘alaihis salam ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan wajibnya khitan bagi orang yang masuk Islam, dan hal itu merupakan tanda keislamannya. (‘Aunul Ma’bud 2/16).
Asy-Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang permasalahan ini.
Footnote:
http://yaaukhti.wordpress.com/2011/02/14/hukum-khitan-bagi-laki-laki-dan-wanita/
Tak kan asing telinga mendengar istilah khitan, walaupun kadang diungkapkan dengan kata lain, seperti sunatan, tetakan, atau yang lainnya. Bahkah sudah lazim mengadakan “pengantin sunat” yang telah teranggap sebagai adat di tengah masyarakat. Dengan arak-arakan yang memajang anak yang dikhitan di atas kuda yang berhias, dengan menggelar pertunjukkan wayang semalam suntuk, atau memandikan si anak dengan air ‘bunga setaman’ untuk menolak bala, ataupun acara lain yang ‘khas’ di setiap daerah padahal itu bukan dari syariat Islam.
Sesungguhnya khitan adalah bagian dari syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, segala yang berkaitan dengan khitan, baik menyangkut pelaksanaan khitan ataupun hal-hal lain seputar pelaksanaannya, semestinya berjalan pula di atas syariat.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menetapkan adanya khitan bagi umat ini. Hal ini diriwayatkan oleh shahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Fitrah itu ada lima hal: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6297 dan Muslim no. 257).
Para ulama menjelaskan bahwa fitrah maknanya adalah sunnah para Nabi. (Syarh Shahih Muslim, 3/148).
Demikianlah, perintah khitan telah didapati sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan perintah ini turun pada kekasih Allah, Nabi Ibrahim ‘alaihi salam, sebagaimana kabar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang disampaikan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Nabi Ibrahim ‘alahis salam berkhitan setelah berusia delapan puluh tahun.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6298 dan Muslim no. 2370).
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun telah memerintahkan untuk mengikuti jalan Nabi-Nya Ibrahim ‘alaihis salam ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu: ‘Ikutilah agama Ibrahim yang lurus’.” (An-Nahl: 123).Ayat yang mulia di atas dengan jelas menerangkan bahwa khitan merupakan bagian dari agama Ibrahim ‘alaihis salam. Oleh karena itu, khitan wajib dilaksanakan.
Hal ini juga didukung perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seseorang yang masuk Islam. Utsaim bin Kulaib mengisahkan dari ayahnya dari kakeknya, tatkala kakek Utsaim menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun bersabda:“Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” (HR. Abu Dawud no. 302, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil no. 79).
Hal ini juga didukung perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seseorang yang masuk Islam. Utsaim bin Kulaib mengisahkan dari ayahnya dari kakeknya, tatkala kakek Utsaim menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun bersabda:“Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” (HR. Abu Dawud no. 302, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil no. 79).
Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan wajibnya khitan bagi orang yang masuk Islam, dan hal itu merupakan tanda keislamannya. (‘Aunul Ma’bud 2/16).
Asy-Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang permasalahan ini.
- Beliau menyatakan bahwa terjadi perselisihan dalam hukum khitan, dan pendapat yang paling dekat dengan kebenaran menyatakan bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi wanita. Perbedaan hukum khitan antara laki-laki dan perempuan itu dikarenakan khitan pada laki-laki mengandung maslahat yang berkaitan dengan syarat shalat dan termasuk perkara thaharah (bersuci). Apabila kulup (kulup yang menutupi ujung zakar) tidak dihilangkan, maka air kencing yang keluar tertahan dan terkumpul di kulup tersebut hingga berakibat peradangan pada bagian tersebut, ataupun keluar tanpa sengaja bila zakar itu bergerak, sehingga menajisi. Adapun pada wanita, tujuan khitan adalah meredakan syahwatnya, bukan untuk menghilangkan kotoran. (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/248)
- Beliau rahimahullah juga menyampaikan bahwa khitan merupakan pembeda antara muslimin dan orang-orang Nashara, sehingga orang-orang yang gugur dari kalangan muslimin di medan peperangan dikenali dengan khitan. Para ulama mengatakan bahwa khitan adalah pembeda antara muslim dan kafir, maka khitan itu wajib karena wajibnya membedakan diri antara muslim dengan kafir dan haram menyerupai orang kafir, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.”
- Demikian pula khitan itu diselenggarakan oleh wali seorang anak yatim, padahal khitan itu akan menyakitkan si yatim dan mengeluarkan hartanya untuk memberi upah pada orang yang mengkhitan. Seandainya ini bukan sesuatu yang wajib, tidak diperbolehkan mengambil harta dan menyakiti badan si yatim tersebut. Ini semua menunjukkan wajibnya khitan bagi laki-laki. (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/248-249)
- Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup (qalfah) atau kulit yang menutupi ujung zakar. Minimal menghilangkan apa yang menutupi ujung zakar, dan disunnahkan untuk mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut. Sedangkan pada wanita, dilakukan dengan memotong kulit di bagian paling atas kemaluan di atas vagina yang berbentuk seperti biji atau jengger ayam jantan*. Yang harus dilakukan pada khitan wanita adalah memotong ujung kulit dan bukan memotong habis bagian tersebut. (Fathul Bari, 10/352-353)
- Berkata Al-Imam An-Nawawi rahimahullah: “Adapun wanita, dilakukan dengan memotong bagian paling bawah dari kulit yang ada di bagian paling atas kemaluan.” (Syarh Shahih Muslim, 3/148)
Demikian pula Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika ditanya mengenai khitan wanita, beliau memberikan jawaban bahwa wanita dikhitan dengan memotong kulit yang paling atas yang berbentuk seperti jengger ayam jantan. (Majmu’ Fatawa, 21/114).
Wallahu a’lam bish-shawab.Footnote:
*) Bagian ini diistilahkan dengan clitoris atau kelentit.
Sumber: Majalah Asy Syari’ah, No. 02/I/Sya’ban 1424 H/September 2003, hal. 66-68.http://yaaukhti.wordpress.com/2011/02/14/hukum-khitan-bagi-laki-laki-dan-wanita/
1 komentar:
BLog yang mabruk. Cara mengkhitan wanita bagaimana? Kapan usia wanita dikhitan? Siapa yang mengkhitan? Dengan alat apa?
Mampir ya di quantumfiqih.blogspot.com atau sby-corporation.blogspot.com atau brillyelrasheed.blogspot.com
Posting Komentar