Kalau ada seorang Muslim menyembah Ka’bah atau menjadikan Ka’bah sebagai sesembahannya, berarti Ia sudah murtad dan menjadi kafir. Di manapun, seorang Muslim harus menghadirkan Allah dalam hati sanubarinya.
Forum Arimatea menggelar suatu forum dialog antara teolog Muslim dan Kristiani di Gedung Kampus STEKPI, Kalibata, Jakarta Selatan, 19 Maret lalu. Hadir sebagai pembicara dalam orasi ilmiah dan dialog tersebut, antara lain: Habib Mohammad Rizieq Syihab, Lc, Ustadz Dr. Muslin Abdul Karim MA, dan Ustadz Solehan MC. Panitia penyelenggara mengatur tempat duduk peserta sedemikian rupa, di mana kelompok Nasrani duduk di bagian tengah, sedangkan kelompok Muslim ditempatkan pada sisi kiri dan kanan. Hal itu karena, mayoritas yang hadir kebanyakan dari kelompok Islam.
Yang menarik dari dialog tersebut adalah rasa kebersamaan kedua pemeluk agama (Islam-Kristen), di mana mereka sepakat untuk tidak mewarnai forum ini dengan sikap emosi atau sating menghujat satu sama lain. Peserta yang hadir, baik yang Muslim maupun Kristen / Katolik, sejak pagi hingga sore hari, duduk bersama, menjernihkan hati, akal dan pikiran untuk sama-sama mencari jalan kebenaran objektif, hakiki, dan sejati. Terlihat dari wajah yang hadir, antusiasme untuk saling mengkritisi pemahaman konsep ketuhanan dan ajaran kedua agama yang selama ini sering ditengarai menjadi salah satu pemicu konflik sosial di tataran grassroot penganut kedua agama.
Betapapun beberapa pertanyaan terdengar keras dilontarkan oleh beberapa peserta, baik Muslim maupun Kristen, terutama mengenai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, suasana persaudaraan masih tetap terjaga. Melalui dialog, pembicara maupun peserta dapat menyampaikan argumentasinya, atas dasar pendapatnya sendiri maupun referensi dari sejumlah buku yang dibacanya. Inti dari dialog tersebut, adalah mengajak peserta untuk menyembah hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yakni Allah, yang secara jelas tercaritum di dalam kitab suci ketiga agama: Yahudi, Nasrani dan Islam, serta tidak membuat tuhan-tuhan tandingan yang memiliki kedudukan yang sama dengan kcdudukan Allah dalam kehidupan ini.
Bukankah dalam Injil, Yesus berkata: “Hukum yang terutama ialah: Dengarkanlah hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa.” (Injil Markus 12:29). Atau “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budi.” (Matius 22:37). Sedangkan di dalam Al Quran jelas disebutkan, “Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu…” (QS Al Ikhlas : 1-2).
Ka’bah = Berhala?
Yang menarik dari dialog ini adalah rasa ingin tahu para teolog Kristen yang besar untuk bertanya atau sekedar menguji pembicara untuk menjelaskan hal-hal yang menurutnya sangat bertentangan dan tak logis menurut konsep ketuhanan umat Nasrani. Misalnya saja, mereka mempertanyakan, kenapa umat Islam menyembah Ka’bah? Bukankah menyembah Ka’bah sama dengan menyembah batu? Atau kenapa Islam disimbolkan dengan bulan sabit? Apakah ini bentuk paganisme (keberhalaan) terhadap kebendaan? Meski ruang kebebasan berpikir dan berpendapat dalam forum ini diberikan kelonggaran, namun para penanya dari umat Nasrani tetap merasa tidak enak hati. Itulah sebabnya, mereka lebih dulu mohon maaf, bila pertanyaan yang dilontarkan dapat menyinggung perasaan umat Islam yang hadir.
Beberapa pertanyaan kritis itu dijawab oleh Habib Rizieq Syihab dengan tenang. lugas, dan tentu dengan bahasayang santun. Soai pertanyaan, kenapa Ka’bah yang dibuat dari batu dijadikan kiblat kaum Muslim” sehingga muncul tuduhan seolah-olah umat Islam menyembah batu? HabifrRizieq menjelaskan, bahwa umat Islam, kapan dan di mana pun berada, terutama saat munajat kepada Allah, maka selama hati mereka ikhlas untuk mencari Allah, tentu mereka akan mendapatkan Allah. Yang jelas, Allah tidak pernah memerintahkan kepada umat Islam untuk menyembah Ka’bah.
“Sekali lagi, Ka’bah yang terbuat dari batu sama sekali tidak disembah oleh umat Islam. Karena itu, kalau ada seorang Muslim menyembah Ka’bah dan menjadikan Ka’bah sebagai sesembahannya, demi Allah, si Muslim tadi sudah murtad, kafir, keluar dari agamanya (Islam). Karenanya sebagai Muslim, ia harus menghadirkan Allah dalam hati sanubarinya. Jadi, sekalipun menghadap Ka’bah, dia sesungguhnya hanya menyembah Allah semata, bukan kepada Ka’bah yang terbuat dari batu,” jelas Habib.
Tapi kenapa harus menghadap Ka’bah? Jawabnya sekali lagi, “karena Allah yang memerintahkan umat Islam untuk menghadap ke Ka’bah, Perludicatat, sebelum umatlslam menghadap ke Ka’bah, tidak kurang dari 16 bulan, umat Islam menghadap ke Al Baitul Maqdis, yaitu menghadap ke Masjidil Aqsa, yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Karena perintah Allah untuk menghadap Baitul Maqdis, umat Islam pun menghadap ke Baitul Maqdis. Tapi 16 bulan kemudian, umat Islam diperintahkan oleh Allah untuk berpindah arah, menghadap ke Ka’bah, Kenapa tidak ke tempat lainnya?.
“Nah, inilah yang perlu diketahui,” kata Habib Rizieq, “bahwa di dalam sejarah umat manusia dan para nabi, Ka’bah yang ada saat ini dan yang disaksikan oleh umat manusia seluruh dunia, tidak lain adalah satu tempat yang dulu dibangun oleh Bapak para nabi, seorang manusia yang begitu mulia dan dihormati oleh pelbagai umat beragama. Beliau adala’h Khaliluilah Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim membangun Ka’bah, karena memang diperintahkan oleh Allah. Lalu, Ka’bah dilestarikan oleh putranya Ismail a.s hingga ke zaman Nabi Muhammad SAW, Pada saat Nabi Ibrahim, Ka’bah merupakan suatu tempat yang suci, bersih dari kemusyrikan.”.
“Begitu roda sejarah berputar,” lanjut Habib Rizieq, “kemudian muncullah orang yang menyimpangkan ajaran Nabi Ibrahim yang hanif. Akhirnya mereka meletakkan berhala-berhala di sekitar Ka’bah. SampSi tiba masanya.Jahirlah Muhammad SAW sebagai keturunan dari Ismail as, untuk mengemban tugas dari Allah: membersihkan Ka’bah dari segala berhala dan kemusyrikan. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW membawa hasil yang menggembirakan, di mana seluruh berhala, baikyang ada di dalam Ka’bah maupun di luar Ka’bah, bahkan yang ada di seluruh kota suci Makkah, berhasil dihancurkan. Sampai kemudian, Ka’bah kembali pada kesuciannya dari kemusyrikan, sebagaimana permulaan Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s.”.
“Yang ingin saya tekankan, kenapa harus Ka’bah yang dipilih? Karena Ka’bah memiliki nilai historis yang luar biasa, yakni nilai historis seorang Bapak para Nabi, Ibrahim a.s yang diakui kenabiannya, kerasulannya, keutamaannya, dan keistimewaanya, baik oleh umat Yahudi maupun umat Nasrani, terlebih oleh umat Islam itu sendiri. Jadi, kenapa Ka’bah yang dipilih. Itu tak lain, karena keta’ziman wa taqriman, yaitu sebagai penghormatan yang diberikan oleh Allah SWT, terhadap hasil kerja Nabi Ibrahim dengan kedua tangan sucinya, juga dari hasil kerja Nabi Ismail yang menjaga dan melestarikan Ka’bah. Dan Allah menginginkan agar Ka’bah tetap suci, dan tetap bersih dari kemusyrikan sampai hari kiamat nanti.”.
Jawaban tak kalah penting tentang kenapa umat Islam diperintahkan untuk menghadap Ka’bah? Menurut Ketua Front Pembela Islam ini, “Itu, agar umat Islam setiap harinya, dan setiap detik hidupnya terus memperhatikan kelestarian Ka’bah. Tegasnya, segala waktunya, tenaga dan kemampuannya dicurahkan untuk menjaga Ka’bah, sehingga tidak lagi dikotori, dan dicampuri oleh kebatilan dan kemusyrikan. Alhamdulillah 15 abad berlalu, dari zaman Nabi Muhammad SAW, sampai saat ini, tak satu pun tangan kotor yang mengisi Ka’bah dan kota Makkah dengan berhala.”.
Andai Ka’bah bukan menjadi Kiblat umat Islam, apa yang terjadi? Bisa Jadi umat Islam akan kurang pengorbanan dan perhatiannya terhadap Ka’bah. “Saya bisa buktikan, dulu saat Baitul Maqdis menjadi kiblat umat Islam, maka keberadaannya selalu diperhatikan, dijaga dan dipelihara. Tapi manakala Baitul Maqdis, sudah tidak menjadi kiblat umat Islam, kenyataaan yang terjadi, perhatian umat Islam terhadap Baitul Maqdis sudah mulai berkurang. Hingga Baitul Maqdis dikuasai oleh orang lain, orang Islam sepertinya tidak punya perhatian dalam menyatukan potensi dan kekuatannya untuk membebaskan Baitul Maqdis dari intimidasi dan terror yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam,”papar Habib.
Bulan Sabit = Paganisme?
Salah satu hikmah yang bisa dipetik, kenapa umat Islam menyembah Ka’bah adalah adanya sarana edukasi luar biasa dari Allah, di mana umat Islam diajarkan untuk menyatukan visi dan misi, serta langkah perjuangan untuk menegakkan kalimat Allah setiap saat. Dalam langkah itulah, ada satu tujuan yang sama, yakni: mencari keridhaan Allah semata. Ibadah haji yang dilakukan umat Islam dengan mengelilingi Ka’bah, bukan dimaksudkan untuk menyembah Ka’bah, tapi sebagai isyarat kepada hamba-Nya, bahwa apa pun suku dan bangsanya, kedudukan dan jabatannya, umat Islam dididik untuk rela menanggalkan pakaian dan perbedaan di antara mereka, juga menanggalkan pertikaian dan permusuhan di antara sesamanya. Intinya, mereka menuju titikyang sama, yakni keridhaan Allah. Maka tidak pernah ada ritual dalam Islam yang mengajarkan umatnya untuk menyembah Kab’ah.
Adapun yang berkaitan dengan bulan Sabit, Islam seolah mengelu-elukan bulan, dan terkontaminasi dengan faham mereka yang menyembah bulan. Habib Rizieq menjelaskan lebih jauh. Pada dasarnya Islam mengajarkan umatnya utuk memuliakan seluruh makhluk ciptaan Allah, apakah matahari, bulan, bumi ataupun bintang. Jadi tidak ada yang mewajibkan umat Islam menggunakan lambang berbentuk bulan. “Buktinya, anda bisa lihat sendiri, salah satu organisasi terbesar di Indonesia, seperti Muhammdiyah lambangnya tidak menggunakan bulan, tapi matahari. Begitu juga identitas FPl yang saya pimpin, tidak menggunakan bulan, tapi bintang dan tasbih. NU pun demikian, yang dipakarbukan bulan, tapi bumi dan bintang sembilan.”.
Jadi tidak ada dalil yang mengkhususkan bahwa umat Islam selalu identik dengan bulan. Artinya, kalau ada masjid tanpa ada sentuhan bulan dan bintang pun tetap berfungsi sebagai masjid, “Islam sendiri, tidak terpaku dengan lambang-lambang ataupun simbol-simbol. Kalaupun diperlukan, itu hanya sebatas identitas diri, bukan tujuan untuk mengkultus, menyembah, apalagi sampai mengkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran dan peng ajaran-pengajaran paganisme (keberhalaan).”.
“Nah, kalau saja ada umat Islam menyembah bulan, demi Allah orang itu sudah mempersekutukan Allah dengan bulan. Itu artinya, orang itu sudah murtad, kafir dan keluar dari Islam,” tandas Habib tegas. (Amanah).
Wassalam.
Forum Arimatea menggelar suatu forum dialog antara teolog Muslim dan Kristiani di Gedung Kampus STEKPI, Kalibata, Jakarta Selatan, 19 Maret lalu. Hadir sebagai pembicara dalam orasi ilmiah dan dialog tersebut, antara lain: Habib Mohammad Rizieq Syihab, Lc, Ustadz Dr. Muslin Abdul Karim MA, dan Ustadz Solehan MC. Panitia penyelenggara mengatur tempat duduk peserta sedemikian rupa, di mana kelompok Nasrani duduk di bagian tengah, sedangkan kelompok Muslim ditempatkan pada sisi kiri dan kanan. Hal itu karena, mayoritas yang hadir kebanyakan dari kelompok Islam.
Yang menarik dari dialog tersebut adalah rasa kebersamaan kedua pemeluk agama (Islam-Kristen), di mana mereka sepakat untuk tidak mewarnai forum ini dengan sikap emosi atau sating menghujat satu sama lain. Peserta yang hadir, baik yang Muslim maupun Kristen / Katolik, sejak pagi hingga sore hari, duduk bersama, menjernihkan hati, akal dan pikiran untuk sama-sama mencari jalan kebenaran objektif, hakiki, dan sejati. Terlihat dari wajah yang hadir, antusiasme untuk saling mengkritisi pemahaman konsep ketuhanan dan ajaran kedua agama yang selama ini sering ditengarai menjadi salah satu pemicu konflik sosial di tataran grassroot penganut kedua agama.
Betapapun beberapa pertanyaan terdengar keras dilontarkan oleh beberapa peserta, baik Muslim maupun Kristen, terutama mengenai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, suasana persaudaraan masih tetap terjaga. Melalui dialog, pembicara maupun peserta dapat menyampaikan argumentasinya, atas dasar pendapatnya sendiri maupun referensi dari sejumlah buku yang dibacanya. Inti dari dialog tersebut, adalah mengajak peserta untuk menyembah hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yakni Allah, yang secara jelas tercaritum di dalam kitab suci ketiga agama: Yahudi, Nasrani dan Islam, serta tidak membuat tuhan-tuhan tandingan yang memiliki kedudukan yang sama dengan kcdudukan Allah dalam kehidupan ini.
Bukankah dalam Injil, Yesus berkata: “Hukum yang terutama ialah: Dengarkanlah hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa.” (Injil Markus 12:29). Atau “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budi.” (Matius 22:37). Sedangkan di dalam Al Quran jelas disebutkan, “Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu…” (QS Al Ikhlas : 1-2).
Ka’bah = Berhala?
Yang menarik dari dialog ini adalah rasa ingin tahu para teolog Kristen yang besar untuk bertanya atau sekedar menguji pembicara untuk menjelaskan hal-hal yang menurutnya sangat bertentangan dan tak logis menurut konsep ketuhanan umat Nasrani. Misalnya saja, mereka mempertanyakan, kenapa umat Islam menyembah Ka’bah? Bukankah menyembah Ka’bah sama dengan menyembah batu? Atau kenapa Islam disimbolkan dengan bulan sabit? Apakah ini bentuk paganisme (keberhalaan) terhadap kebendaan? Meski ruang kebebasan berpikir dan berpendapat dalam forum ini diberikan kelonggaran, namun para penanya dari umat Nasrani tetap merasa tidak enak hati. Itulah sebabnya, mereka lebih dulu mohon maaf, bila pertanyaan yang dilontarkan dapat menyinggung perasaan umat Islam yang hadir.
Beberapa pertanyaan kritis itu dijawab oleh Habib Rizieq Syihab dengan tenang. lugas, dan tentu dengan bahasayang santun. Soai pertanyaan, kenapa Ka’bah yang dibuat dari batu dijadikan kiblat kaum Muslim” sehingga muncul tuduhan seolah-olah umat Islam menyembah batu? HabifrRizieq menjelaskan, bahwa umat Islam, kapan dan di mana pun berada, terutama saat munajat kepada Allah, maka selama hati mereka ikhlas untuk mencari Allah, tentu mereka akan mendapatkan Allah. Yang jelas, Allah tidak pernah memerintahkan kepada umat Islam untuk menyembah Ka’bah.
“Sekali lagi, Ka’bah yang terbuat dari batu sama sekali tidak disembah oleh umat Islam. Karena itu, kalau ada seorang Muslim menyembah Ka’bah dan menjadikan Ka’bah sebagai sesembahannya, demi Allah, si Muslim tadi sudah murtad, kafir, keluar dari agamanya (Islam). Karenanya sebagai Muslim, ia harus menghadirkan Allah dalam hati sanubarinya. Jadi, sekalipun menghadap Ka’bah, dia sesungguhnya hanya menyembah Allah semata, bukan kepada Ka’bah yang terbuat dari batu,” jelas Habib.
Tapi kenapa harus menghadap Ka’bah? Jawabnya sekali lagi, “karena Allah yang memerintahkan umat Islam untuk menghadap ke Ka’bah, Perludicatat, sebelum umatlslam menghadap ke Ka’bah, tidak kurang dari 16 bulan, umat Islam menghadap ke Al Baitul Maqdis, yaitu menghadap ke Masjidil Aqsa, yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Karena perintah Allah untuk menghadap Baitul Maqdis, umat Islam pun menghadap ke Baitul Maqdis. Tapi 16 bulan kemudian, umat Islam diperintahkan oleh Allah untuk berpindah arah, menghadap ke Ka’bah, Kenapa tidak ke tempat lainnya?.
“Nah, inilah yang perlu diketahui,” kata Habib Rizieq, “bahwa di dalam sejarah umat manusia dan para nabi, Ka’bah yang ada saat ini dan yang disaksikan oleh umat manusia seluruh dunia, tidak lain adalah satu tempat yang dulu dibangun oleh Bapak para nabi, seorang manusia yang begitu mulia dan dihormati oleh pelbagai umat beragama. Beliau adala’h Khaliluilah Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim membangun Ka’bah, karena memang diperintahkan oleh Allah. Lalu, Ka’bah dilestarikan oleh putranya Ismail a.s hingga ke zaman Nabi Muhammad SAW, Pada saat Nabi Ibrahim, Ka’bah merupakan suatu tempat yang suci, bersih dari kemusyrikan.”.
“Begitu roda sejarah berputar,” lanjut Habib Rizieq, “kemudian muncullah orang yang menyimpangkan ajaran Nabi Ibrahim yang hanif. Akhirnya mereka meletakkan berhala-berhala di sekitar Ka’bah. SampSi tiba masanya.Jahirlah Muhammad SAW sebagai keturunan dari Ismail as, untuk mengemban tugas dari Allah: membersihkan Ka’bah dari segala berhala dan kemusyrikan. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW membawa hasil yang menggembirakan, di mana seluruh berhala, baikyang ada di dalam Ka’bah maupun di luar Ka’bah, bahkan yang ada di seluruh kota suci Makkah, berhasil dihancurkan. Sampai kemudian, Ka’bah kembali pada kesuciannya dari kemusyrikan, sebagaimana permulaan Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s.”.
“Yang ingin saya tekankan, kenapa harus Ka’bah yang dipilih? Karena Ka’bah memiliki nilai historis yang luar biasa, yakni nilai historis seorang Bapak para Nabi, Ibrahim a.s yang diakui kenabiannya, kerasulannya, keutamaannya, dan keistimewaanya, baik oleh umat Yahudi maupun umat Nasrani, terlebih oleh umat Islam itu sendiri. Jadi, kenapa Ka’bah yang dipilih. Itu tak lain, karena keta’ziman wa taqriman, yaitu sebagai penghormatan yang diberikan oleh Allah SWT, terhadap hasil kerja Nabi Ibrahim dengan kedua tangan sucinya, juga dari hasil kerja Nabi Ismail yang menjaga dan melestarikan Ka’bah. Dan Allah menginginkan agar Ka’bah tetap suci, dan tetap bersih dari kemusyrikan sampai hari kiamat nanti.”.
Jawaban tak kalah penting tentang kenapa umat Islam diperintahkan untuk menghadap Ka’bah? Menurut Ketua Front Pembela Islam ini, “Itu, agar umat Islam setiap harinya, dan setiap detik hidupnya terus memperhatikan kelestarian Ka’bah. Tegasnya, segala waktunya, tenaga dan kemampuannya dicurahkan untuk menjaga Ka’bah, sehingga tidak lagi dikotori, dan dicampuri oleh kebatilan dan kemusyrikan. Alhamdulillah 15 abad berlalu, dari zaman Nabi Muhammad SAW, sampai saat ini, tak satu pun tangan kotor yang mengisi Ka’bah dan kota Makkah dengan berhala.”.
Andai Ka’bah bukan menjadi Kiblat umat Islam, apa yang terjadi? Bisa Jadi umat Islam akan kurang pengorbanan dan perhatiannya terhadap Ka’bah. “Saya bisa buktikan, dulu saat Baitul Maqdis menjadi kiblat umat Islam, maka keberadaannya selalu diperhatikan, dijaga dan dipelihara. Tapi manakala Baitul Maqdis, sudah tidak menjadi kiblat umat Islam, kenyataaan yang terjadi, perhatian umat Islam terhadap Baitul Maqdis sudah mulai berkurang. Hingga Baitul Maqdis dikuasai oleh orang lain, orang Islam sepertinya tidak punya perhatian dalam menyatukan potensi dan kekuatannya untuk membebaskan Baitul Maqdis dari intimidasi dan terror yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam,”papar Habib.
Bulan Sabit = Paganisme?
Salah satu hikmah yang bisa dipetik, kenapa umat Islam menyembah Ka’bah adalah adanya sarana edukasi luar biasa dari Allah, di mana umat Islam diajarkan untuk menyatukan visi dan misi, serta langkah perjuangan untuk menegakkan kalimat Allah setiap saat. Dalam langkah itulah, ada satu tujuan yang sama, yakni: mencari keridhaan Allah semata. Ibadah haji yang dilakukan umat Islam dengan mengelilingi Ka’bah, bukan dimaksudkan untuk menyembah Ka’bah, tapi sebagai isyarat kepada hamba-Nya, bahwa apa pun suku dan bangsanya, kedudukan dan jabatannya, umat Islam dididik untuk rela menanggalkan pakaian dan perbedaan di antara mereka, juga menanggalkan pertikaian dan permusuhan di antara sesamanya. Intinya, mereka menuju titikyang sama, yakni keridhaan Allah. Maka tidak pernah ada ritual dalam Islam yang mengajarkan umatnya untuk menyembah Kab’ah.
Adapun yang berkaitan dengan bulan Sabit, Islam seolah mengelu-elukan bulan, dan terkontaminasi dengan faham mereka yang menyembah bulan. Habib Rizieq menjelaskan lebih jauh. Pada dasarnya Islam mengajarkan umatnya utuk memuliakan seluruh makhluk ciptaan Allah, apakah matahari, bulan, bumi ataupun bintang. Jadi tidak ada yang mewajibkan umat Islam menggunakan lambang berbentuk bulan. “Buktinya, anda bisa lihat sendiri, salah satu organisasi terbesar di Indonesia, seperti Muhammdiyah lambangnya tidak menggunakan bulan, tapi matahari. Begitu juga identitas FPl yang saya pimpin, tidak menggunakan bulan, tapi bintang dan tasbih. NU pun demikian, yang dipakarbukan bulan, tapi bumi dan bintang sembilan.”.
Jadi tidak ada dalil yang mengkhususkan bahwa umat Islam selalu identik dengan bulan. Artinya, kalau ada masjid tanpa ada sentuhan bulan dan bintang pun tetap berfungsi sebagai masjid, “Islam sendiri, tidak terpaku dengan lambang-lambang ataupun simbol-simbol. Kalaupun diperlukan, itu hanya sebatas identitas diri, bukan tujuan untuk mengkultus, menyembah, apalagi sampai mengkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran dan peng ajaran-pengajaran paganisme (keberhalaan).”.
“Nah, kalau saja ada umat Islam menyembah bulan, demi Allah orang itu sudah mempersekutukan Allah dengan bulan. Itu artinya, orang itu sudah murtad, kafir dan keluar dari Islam,” tandas Habib tegas. (Amanah).
Wassalam.
0 komentar:
Posting Komentar