Dzulqarnain Islam vs Dzulqarnain Kristen

Syubhat :

Kami setuju bahwa tidak ada kesalahan dalam sejarah dan ilmu pengetahuan, akan tetapi, marilah kita melihat berbagai kesalahan dalam al-Qur’an baik dalam sejarah, atau ilmu pengetahuan.
Al-Qur`an surat al-Kahfi ayat 83-89 menyebutkan seorang tokoh Zul-Qarnayn yang adalah muslim. Menurut tokoh Islam Ibn Hisham dan Al-Tabari Zul-Qarnayn adalah Aleksander Agung. Ironisnya, Aleksander Agung adalah seorang polytheis (musyrik).

Jawab
:

Sungguh disayangkan, Anda sekalian adalah korban para pendeta dan misionaris yang telah menyampaikan syubhat ini dengan memanfaatkan ketidaktahuan Anda. Pertama kali Anda wajib mengetahui metode ulama ahli tafsir dan selain mereka dalam memberikan keterangan. Pada saat seorang ahli tafsir meriwayatkan satu ucapan dari berbagai ucapan, maka maksudnya tidak lain adalah menukil semua yang dia dengar kemudian setelah itu memilah dan memilih dari ucapan-ucapan tersebut mana yang rajih dan shahih. Kemudian membantah dan menjelaskan kelemahan yang dhaif (lemah) dan yang tidak shahih. Kemudian menampakkan apa yang shahih darinya agar manusia mengetahuinya.

Alasan keshahihan dari tidaknya kembali kepada kesesuaian atau ketidaksesuaiannya dengan apa yang disebutkan oleh al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, serta apa yang disepakati oleh jumhur ulama kaum muslimin.

Pada saat seorang ulama tafsir berkata, “Dikatakan/katanya/diriwayatkan/ atau dikisahkan…” maka ini berarti bahwa yang berkata adalah orang yang tidak dikenal (majhul), dan sumber ucapan tersebut tidak dikenal. Oleh karena itulah fi’il (kata kerjanya) dibuat majhul (pasif), yaitu qiila (dikatakan). Oleh karena dasar ini, maka ucapan itu tidak bernilai jika tidak dikuatkan oleh satu berita dari al-Qur’an atau Sunnah yang shahih. Dan perkara aqidah tidak akan dibangun di atas sesuatu yang tidak diketahui. Maka ucapan apapun yang diikuti atau yang datang setelah kata kerja bentuk pasif qiila (dikatakan), maka ucapan itu digugurkan dari derajat shahih dan yakin kepada kedudukan mengandung kebenaran atau kedustaan sesuai dengan kesesuaiannya atau jauhnya dari apa yang disebutkan oleh al-Qur’an dan Sunnah yang shahih.

Pada kisah Dzulqarnain, gugurlah kandungan itu kepada makna dusta. Dikarenakan secara yakin Dzulqarnain yang dimaksud bukanlah Dzulkarnain Agung dari Macedonia – Yunani yang telah membangun kota Iskandariyah. Dzulqarnain ini mati pada usia 33 tahun, sebagaimana disebutkan dalam buku-buku Kristen. Dan dia hidup 323 tahun sebelum kelahiran al-Masih ‘Alaihi Sallam.

Adapun Dzulqarnain yang disebutkan dalam al-Qur’an, maka dia ada pada masa Ibrahim ‘Alaihi Sallam. Dikatakan bahwa dia telah masuk Islam di hadapan Ibrahim ‘Alaihi Sallam, dan berhaji ke Ka’bah dengan berjalan kaki. Kemudian manusia telah berbeda pendapat tentangnya, apakah dia itu seorang nabi ataukah seorang hamba shalih dan seorang raja yang adil. Dan perselisihan itu juga bersamaan dengan kesepakatan mereka bahwa dia adalah seorang muslim, yang mengesakan serta taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Yang benar dalam hal ini – menurut kami – adalah tawaqquf (diam tidak berkomentar) tentangnya, karena sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَا أَدْرِيْ أَتَبِعَ نَبِيًّا كَانَ أَمْ لاَ ، وَمَا أَدْرِيْ ذَا الْقَرْنَيْنِ نَبِيًّا كَانَ أَمْ لَا

“Aku tidak tahu, apakah dia mengikuti seorang nabi ataukah tidak, dan aku tidak tahu Dzulqornain seorang nabi ataukah tidak.’ (HR. al-Hakim, al-Baihaqiy, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ (5524))

Sekalipun kita tidak tahu, dia itu seorang Nabi ataukah tidak, maka yang jelas bagi kami dari sela-sela perkataan al-Qur’an tentangnya bahwa dia adalah seorang mukmin yang berada di atas ilmu dan kebaikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dia kekuasaan, kemudian dia berjalan berjihad untuk menebarkan kebenaran dan keadilan.

Kemudian perbedaan antara hamba shalih ini dengan Alexander Macedonia yang kafir itu adalah satu perkara yang dikenal oleh para ulama kaum muslimin. Seorang ahli tafsir, Ibnu Katsir Rahimahullah berkata dalam al-Bidayah wan Nihayah (1/493): “Dari Qatadah, dia berkata ‘Iskandar (Alexander) adalah Dzulqarnain, dan bapaknya adalah Kaisar pertama, dan termasuk putra dari Sam bin Nuh ‘Alaihi Sallam. Adapun Dzulqarnain yang kedua, maka dia adalah Iskandar (Alexander) putra Philips… Macedonia – Yunani – Mesir. Pendiri kota Iskandariyah yang menoreh sejarah Romawi. Dia lebih terakhir dari yang pertama dengan jarak masa yang panjang… Kami mengingatkannya, karena banyak dari manusia berkeyakinan bahwa keduanya adalah satu, dan bahwa yang disebutkan dalam al-Qur’an adalah dia yang menterinya adalah Aristoteles. Yang karenanya terjadilah kesalahan besar, serta kerusakan yang panjang lagi banyak. Sesungguhnya yang pertama adalah seorang hamba beriman, shalih, lagi seorang raja yang adil. Adapun yang kedua adalah seorang musyrik, dan menterinya adalah orang-orang filsafat. Kemudian jarak masa di antara keduanya lebih dari dua ribu tahun. Maka keduanya tidak sama dan tidak serupa, kecuali atas orang bodoh yang tidak tahu hakikat berbagai perkara.” Selesai perkataan Ibnu Katsir Rahimahullah.

Maka mengapa Anda mengesampingkan ucapan ahli tafsir yang jelas ini lalu berpegang dengan dalil-dalil lemah para pendeta tersebut?!

Akan tetapi yang aneh dari Anda sekalian adalah bahwa tidak ada dalam kitab-kitab suci Anda keterangan-keterangan yang mencukupi akan Alexander yang kedua, lebih-lebih lagi yang pertama. Puncak dari apa yang ada pada sisi Anda sekalian adalah mimpi Daniel, serta menganggap bahwa di dalam mimpi tersebut terdapat satu isyarat kekuasaan Alexander yang kafir ini, serta terpecahnya kerajaannya setelah itu.

Keanehan ini dari Anda ataukah yang aneh itu adalah bahwa Anda tidak mengetahui satu sanad pun yang bersambung bagi kitab-kitab yang Anda imani? Tidak juga terdapat pengetahuan akan kondisi orang-orang yang melakukan penerjemahannya, bersamaan dengan puluhan tema yang saling kontradiksi dan berselisih yang menghilangkan klaim ‘ ishmah (terjaga dari kesalahan), dan bahwa ditulis berdasarkan ilham dari Roh Kudus. Dan cukuplah perselisihan kalian terhadap nasab Isa ‘Alaihi Sallam. Sekalipun demikian, Anda memiliki kenekatan untuk mengkritik al-Qur’an mulia yang sampai dengan sanad yang bersambung secara mutawatir?!

Maka apakah masuk akal, seorang manusia yang memiliki sedikit akal datang lalu menjadikan apa yang ada di dalam sebuah kitab yang telah diubah-ubah sebagai hakim atas al-Qur’an agung yang terjaga dengan penjagaan Allah Subhanahu wa Ta’ala?!*

http://alhilyahblog.wordpress.com/2012/01/23/jawaban-tuduhan-tuduhan-buruk-kaum-nasrani-dan-orang-orang-kafir-terhadap-islam-bag-1/


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger