Syubhat :
Adalah para pemuda dan pencari ilmu serta orang-orang terpelajar di Eropa melahap bahasa Arab bukan karena bahasa Arab adalah bahasa penakluk yang dengan kekuatan pedangnya menguasai pendidikan, akan tetapi karena bahasa itu adalah bahasa peradaban yang tegak, maka tidak ada jalan untuk bisa mendapatkannya kecuali dengan menguasainya.
Bahkan Gereja di Sevillah terpaksa menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Arab. Orang-orang Nasrani yang telah belajar bahasa Arab bisa membacanya. Sebagaimana Bapa Paul Alvarez, salah satu pendeta di masa itu melihat kepada para pemuda Eropa yang keluar dengan diam-diam dari peradabannya dengan pandangan gelisah, seraya meletakkan kepalanya di antara dua tapak tangannya, seperti orang-orang lain yang fanatik terhadap kaumnya, yang tidak ingin menoleh kepada sejarah dan perjalanan peradaban. Dia menulis:
“Sesungguhnya orang-orang Nasrani suka membaca bait-bait sya’ir Arab dan periwayatan mereka. Mereka belajar kepada para ilmuwan agama dan filosof Arab. Bukan dengan tujuan untuk mendebat mereka, akan tetapi untuk mendapatkan bahasa Arab yang benar dan anggun. Di manakah orang-orang biasa, yang membaca pelajaran al-Kitab dengan bahasa Latin? Atau mempelajari kisah-kisah para Nabi dan orang-orang suci? Duhai ruginya, sesungguhnya seluruh pemuda Nasrani yang berbakat membaca buku-buku berbahaa Arab, dan mempelajarinya dengan penuh semangat. Mereka mengumpulkan perpustakaan besar dengan biaya besar. Mereka tidak menghargai pendidikan keNasranian yang keberadannya sudah tidak layak untuk dipentingkan. Betapa celakanya… orang-orang Nasrani telah lupa, hingga kepada bahasa mereka sendiri. Di antara seribu orang, Anda akan sulit mendapatkan satu orang saja yang bisa menulis surat kepada temannya dengan bahasa latin.” (Tarikh Andalus (123)).
Ya, orang-orang Spanyol yang lebih mengutamakan tetap tinggal sebagai orang-orang Nasrani, yang jumlah mereka adalah minoritas bila dibandingkan dengan orang yang mengesakan Allah dan masuk Islam telah memilih bahasa Arab yang tidak diwajibkan atas mereka. Inilah yang diakui oleh Alvares dalam persaksiannya di atas.
Sekarang, marilah kita bandingkan antara toleransi Islam dalam mempergauli selain muslim dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Katolik saat Granada jatuh, dimana mereka mengharamkan kaum muslimin untuk berbicara dengan bahasa Arab, lalu mereka mewajibkan bahasa mereka dengan paksa. Barangsiapa ditemukan membawa buku berbahasa Arab, maka dia akan dihukum dengan hukuman paling kejam. Mereka pun membakar ribuan buku berbahasa Arab yang berisi syariat (ajaran agama), termasuk ilmu duniawi.
Ini semua menjelaskan kepada setiap peneliti yang obyektif akan perbedaan Islam dengan Nasrani. Sekarang tahukah Anda akan sumber kebencian terhadap bahasa Arab?*.
http://alhilyahblog.wordpress.com/2012/01/23/jawaban-tuduhan-tuduhan-buruk-kaum-nasrani-dan-orang-orang-kafir-terhadap-islam-bag-1/
Mengapa shalat pada agama Anda dengan bahasa Arab? Apakah Allah tidak faham kecuali bahasa Arab?.
Jawab :
Jawab :
Saya berterima kasih atas pertanyaan Anda yang penting ini. Anda memiliki hak untuk mengetahui jawabannya. Anda harus mengetahui bahwa menurut kaum muslimin, di dalam shalat terdapat tiga perkara:
- Pertama, membaca al-Qur’an, dan ini tidak boleh kecuali dengan bahasa Arab, dan akan saya jelaskan nanti sebabnya apa.
- Kedua, lafazh-lafazh dan ungkapan di dalamnya adalah bersifat tauqifiy (paten), tidak boleh kecuali dengan bahasa Arab.
- Ketiga, do’a, boleh bagi orang yang tidak bisa berbahasa Arab (atau tidak hafal doa yang berhasa Arab) untuk berdo’a dengan bahasanya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memahami seluruh bahasa. Dialah yang menciptakannya dan Dialah yang mengadakannya (tetapi tetap diajurkan untuk belajar berdoa berbahasa Arab yang ada dalam al-Quran dan Sunnah).
Ada pun membaca al-Qur`an, maka tidak boleh kecuali dengan bahasa Arab, sama saja apakah di dalam shalat atau pun di luar shalat, karena sebab berikut:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9).
- Karena al-Qur`an adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak boleh bagi kami untuk mengubah atau mengganti firman itu walaupun satu huruf.
- Karena membaca setiap huruf al-Qur`an adalah bernilai satu kebaikan, dan satu kebaikan berlipat sepuluh kali lipatnya. Seandainya al-Qur`an diterjemahkan, maka pastilah jumlahnya akan bertambah atau berkurang.
- Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjaga kitab-Nya (al-Qur’an) dari penggantian dan perubahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengizinkan bagi setiap orang untuk membaca al-Qur’an dengan bahasa masing-masing, maka pastilah hal itu akan menjadikan perubahan al-Qur’an seperti yang terjadi pada Taurat dan Injil. Selanjutnya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjaga al-Qur’an dari pengubahan dengan bahasa Arab.
- Bolehnya membaca al-Qur’an dengan sejumlah bahasa itu akan membawa kepada kerancuan besar dalam makna al-Qur’an, karena manusia akan berbeda dalam menerjemahkan. Masing-masing orang akan mengklaim bahwa terjemahannyalah yang benar, yang kemudian terpecahbelahlah kaum muslimin.
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuasaan kepada kaum muslimin di negeri Andalusia, mereka mendirikan satu peradaban yang menyinari seluruh negeri Eropa, dan menyebarkan agama Islam serta bahasa Arab di antara putra-putra Andalus. Bersamaan dengan pertengahan abad IX M, mimpi terbesar orang-orang awam di Eropa kala itu adalah agar anak-anak mereka bisa belajar di Universitas Cordova, di hadapan para ilmuwan kaum muslimin yang telah menyalakan lampu peradaban, dan menyinari kegelapan Eropa yang kelam dengan ilmu dan karya-karya mereka.
Adalah para pemuda dan pencari ilmu serta orang-orang terpelajar di Eropa melahap bahasa Arab bukan karena bahasa Arab adalah bahasa penakluk yang dengan kekuatan pedangnya menguasai pendidikan, akan tetapi karena bahasa itu adalah bahasa peradaban yang tegak, maka tidak ada jalan untuk bisa mendapatkannya kecuali dengan menguasainya.
Bahkan Gereja di Sevillah terpaksa menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Arab. Orang-orang Nasrani yang telah belajar bahasa Arab bisa membacanya. Sebagaimana Bapa Paul Alvarez, salah satu pendeta di masa itu melihat kepada para pemuda Eropa yang keluar dengan diam-diam dari peradabannya dengan pandangan gelisah, seraya meletakkan kepalanya di antara dua tapak tangannya, seperti orang-orang lain yang fanatik terhadap kaumnya, yang tidak ingin menoleh kepada sejarah dan perjalanan peradaban. Dia menulis:
“Sesungguhnya orang-orang Nasrani suka membaca bait-bait sya’ir Arab dan periwayatan mereka. Mereka belajar kepada para ilmuwan agama dan filosof Arab. Bukan dengan tujuan untuk mendebat mereka, akan tetapi untuk mendapatkan bahasa Arab yang benar dan anggun. Di manakah orang-orang biasa, yang membaca pelajaran al-Kitab dengan bahasa Latin? Atau mempelajari kisah-kisah para Nabi dan orang-orang suci? Duhai ruginya, sesungguhnya seluruh pemuda Nasrani yang berbakat membaca buku-buku berbahaa Arab, dan mempelajarinya dengan penuh semangat. Mereka mengumpulkan perpustakaan besar dengan biaya besar. Mereka tidak menghargai pendidikan keNasranian yang keberadannya sudah tidak layak untuk dipentingkan. Betapa celakanya… orang-orang Nasrani telah lupa, hingga kepada bahasa mereka sendiri. Di antara seribu orang, Anda akan sulit mendapatkan satu orang saja yang bisa menulis surat kepada temannya dengan bahasa latin.” (Tarikh Andalus (123)).
Ya, orang-orang Spanyol yang lebih mengutamakan tetap tinggal sebagai orang-orang Nasrani, yang jumlah mereka adalah minoritas bila dibandingkan dengan orang yang mengesakan Allah dan masuk Islam telah memilih bahasa Arab yang tidak diwajibkan atas mereka. Inilah yang diakui oleh Alvares dalam persaksiannya di atas.
Sekarang, marilah kita bandingkan antara toleransi Islam dalam mempergauli selain muslim dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Katolik saat Granada jatuh, dimana mereka mengharamkan kaum muslimin untuk berbicara dengan bahasa Arab, lalu mereka mewajibkan bahasa mereka dengan paksa. Barangsiapa ditemukan membawa buku berbahasa Arab, maka dia akan dihukum dengan hukuman paling kejam. Mereka pun membakar ribuan buku berbahasa Arab yang berisi syariat (ajaran agama), termasuk ilmu duniawi.
Ini semua menjelaskan kepada setiap peneliti yang obyektif akan perbedaan Islam dengan Nasrani. Sekarang tahukah Anda akan sumber kebencian terhadap bahasa Arab?*.
http://alhilyahblog.wordpress.com/2012/01/23/jawaban-tuduhan-tuduhan-buruk-kaum-nasrani-dan-orang-orang-kafir-terhadap-islam-bag-1/
0 komentar:
Posting Komentar