Kaidah Keenam:
Haramnya Tabarruj dan Sufur.
Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.
Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al-Qur’an dan juga hadits, antara lain:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33).
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nuur: 60).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang dengannya dan para wanita yang berbaju tapi mereka telanjang, berlenggak lenggok kepala meeka bagaikan punuk unta yang bergoyang. Wanita-wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga bisa tercium sejauh sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 3971 & 5098).
Dan kaum musliminpun telah sepakat akan haramnya tabarruj sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya “Minhatul Ghaffar ‘Ala Dlauin Nahar” . (4/2011-2012).
Tabarruj memiliki berbagai macam bentuk, seperti:
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al-Qashash: 25). Berkenaan dengan ayat ini Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Dia datang dengan berjalan penuh malu seraya menutup wajahnya dengan bajunya. Dia bukanlah wanita yang tidak punya malu (banyak omong dan berani dengan lawan jenis), tidak pula seorang wanita yang suka keluar masuk rumah.” (Tafsir Ibnu Katsir dengan sanad yang shahih: 3/384).
Kaidah Ketujuh:
Allah Telah Mengharamkan Perzinaan dan Menutup Semua Pintu-Pintunya.
Berdasarkan firman Allah:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa: 32). Ayat di atas melarang kita untuk mendekati zina apalagi melakukannya -Wal’iyadzu Billah-.
Oleh karena itu, syariat juga menutup semua pintu yang mengantarkan kepada zina -berdasarkan kaidah penting dalam Islam yang menyatakan bahwa “Apabila Allah melarang kita sesuatu, Dia juga melarang segala sesuatu yang menjadi sarana dan jalan menuju sesuatu yang diharamkan tadi”- seperti: larangan sufur (menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain) beserta wasilahnya, tabarruj beserta wasilahnya, ikhtilath beserta wasilahnya, tasyabbuh dengan laki-laki atau dengan wanita kafir.
Oleh karena itu barang siapa yang memperhatikan al-Qur’an dia akan mendapatkan rahasia yang sangat agung di dalam ayat-ayatnya. Diantaranya ketika Allah menyebutkan tentang haramnya zina di awal surat An-Nur, Diapun menyebutkan dalam 33 ayat pertama setelahnya tentang 14 langkah preventif dari perbuatan zina yang keji ini yaitu:
“Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. An-Nuur: 34).
Kaidah Kedelapan:
Pernikahan Adalah Mahkota dari Kehormatan Wanita.
Pernikahan adalah sunnah para nabi rasul, firman Allah:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’d: 38).
Dan pernikahan adalah jalannya kaum mukminin dalam rangka melaksanakan perintah Allah:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nuur: 32-33).
Dan juga dalam rangka melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits disebutkan:
“Dari Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu untuk nikah maka menikahlah. Karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kelamin. Dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaknya dia berpuasa, karena puasa itu adalah perisai baginya.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Pernikahan adalah sebuah ikatan syar’i yang agung yang menyatukan antara seorang laki-laki dan perempuan di bawah syariat Allah. Dan pernikahan memiliki tujuan yang mulia antara lain:
Kaidah Kesembilan:
Kewajiban Mendidik Anak Untuk Menjaga Kehormatan Sejak Dini.
Salah satu hasil dari pernikahan yang syar’i adalah lahirnya anak, yang merupakan amanah yang diberikan Allah kepada kedua orang tuanya. Oleh karena itu setiap orang tua wajib menjaga dan memegang amanat Allah ini dengan mendidik dan membimbing mereka dengan agama dan ilmu yang bermanfaat agar mereka bisa melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah dengan baik dan mampu memegang amanah umat ini di masa mendatang.
Dalam mendidik anak dengan nilai-nilai agama, baik kiranya kita mencontoh apa yang dilakukan oleh Luqman Al-Hakim kepada anaknya yang disebutkan dalam surat Luqman ayat 13-19 yang berisi tentang pendidikan anak, yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: bersabda:
Dari Abdullah ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Dan termasuk doa yang selalu dipanjatkan oleh kaum mukminin adalah memohon kepada Allah untuk memberikan kepada mereka keturunan yang shalih, Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74). Al-Imam Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah berkata: “Seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah ‘azza wa jalla, lalu adakah sesuatu yang lebih nikmat daripada seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah? [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-'Iyal: 2/617].
Manfaat mendidik keluarga dengan pendidikan yang baik akan kembali kepada kita sendiri. Oleh karena itu tidak seyogyanya seseorang mengabaikan masalah pendidikan keluarga dan anak, jangan sampai karena salah mendidik mereka menjadi musuh kita. Allah berfirman:
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (QS. Ath-Taghobun: 14).
Perhatikan cerita berikut: Al-Imam Muqatil berkata: “Aku pernah hadir di majelisnya Abu Ishaq Ibrahim Al-Harbiy bersama ayah dan saudaraku. Lalu Ibrahim Al-Harbiy berkata kepada ayahku: “Apakah mereka ini anakmu? Ayah menjawab: “Ya” Lalu beliau berkata: “Berhati-hatilah kamu jangan sampai mereka melihatmu melanggar perintah Allah maka wibawamu akan jatuh di mata mereka.” (Sifat Ash-Shofwah karangan Ibnul Jauzi).
Kaidah Kesepuluh:
Kewajiban Cemburu Untuk Membela Kehormatan Kaum Wanita.
Cemburu dengan aturan Allah adalah sesuatu yang terpuji dalam Islam dan salah jihad yang disyariatkan. Dalam sebuah hadits disebutkan:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu cemburu dan sesungguhnya seorang mukmin itu cemburu. Dan cemburu Allah adalah jika seorang mukmin melakukan sesuatu yang diharamkan kepadanya.” (Muttafaq ‘Alaih).
Dari Sa’id ibnu Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang terbunuh dalam membela hartanya maka dia syahid. Dan barang siapa yang terbunuh dalam membela agamanya maka dia syahid. Dan barang siapa yang terbunuh dalam membela darahnya maka dia syahid. Dan Barang siapa yang terbunuh dalam membela keluarganya maka dia syahid.” (HR At-Turmudzi no. 1341 dan berkata: Hadits ini hasan shahih).
Oleh karena itu orang yang tidak memiliki perasaan ghirah disebut dengan Dayyuts, yaitu orang yang merasa cemburu jika keluarganya melakukan hal yang mungkar dan keji. Orang seperti ini termasuk dalam ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Ada tiga orang yang tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki dan dayyuts.” (Silsilah Ash-shahihah no. 634).
“Ghirah (Cemburu)” adalah benteng pelindung yang menjaga kehormatan seorang wanita, menahannya untuk tidak melepas hijabnya, menampakkan aurat di hadapan umum atau bercampur baur dengan kaum laki-laki. Ghirah adalah sikap yang harus selalu melekat pada diri setiap kita baik sebagai orang tua, anak, pendidik ataupun saudara sesama muslim yang akan selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar, menasihati saudara-saudara muslimah kita untuk selalu beriltizam dengan aturan Allah dalam berpakaian, bersikap, bertutur kata dan bergaul. Hanya dengan inilah -setelah taufik dari Allah- yang bisa menyelamatkan wanita dari godaan setan, tipu daya musuh-musuh Islam yang menjadikan mereka sebagai wasilah untuk menghancurkan agama ini, dan menyelamatkan mereka dari jurang kehinaan dan kenistaan, menjaga mereka dari neraka dan murka serta siksaan dari Allah.
bersambung insya Allah.
***
Penulis: Abu Umair Mahful Safaruddin, Lc.
Ringkasan dari kitab “Hirasatul Fadlilah (Menjaga Kehormatan Wanita)” karangan Syekh Bakr Abu Zaid -rahimahullah- dengan sedikit perubahan dan tambahan)
Artikel www.muslimah.or.id.
sumber : http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/wanita-antara-pembela-dan-pencela-3.html
Haramnya Tabarruj dan Sufur.
Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.
Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al-Qur’an dan juga hadits, antara lain:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33).
وَالقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nuur: 60).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang dengannya dan para wanita yang berbaju tapi mereka telanjang, berlenggak lenggok kepala meeka bagaikan punuk unta yang bergoyang. Wanita-wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga bisa tercium sejauh sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 3971 & 5098).
Dan kaum musliminpun telah sepakat akan haramnya tabarruj sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya “Minhatul Ghaffar ‘Ala Dlauin Nahar” . (4/2011-2012).
Tabarruj memiliki berbagai macam bentuk, seperti:
- Menampakkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan laki-laki lain.
- Menampakkan perhiasan termasuk di dalamnya pakaian yang ada di balik jilbab.
- Berjalan berlenggak-lenggok di hadapan lelaki lain.
- Memukul kaki untuk menampakkan perhiasan yang dipakainya.
- Melembutkan ucapan di hadapan laki-laki lain.
- Bercampur baur dengan kaum laki-laki, bersentuhan dengan mereka, berjabatan tangan dan berdesak-desakan di tempat atau angkutan umum.
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al-Qashash: 25). Berkenaan dengan ayat ini Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Dia datang dengan berjalan penuh malu seraya menutup wajahnya dengan bajunya. Dia bukanlah wanita yang tidak punya malu (banyak omong dan berani dengan lawan jenis), tidak pula seorang wanita yang suka keluar masuk rumah.” (Tafsir Ibnu Katsir dengan sanad yang shahih: 3/384).
Kaidah Ketujuh:
Allah Telah Mengharamkan Perzinaan dan Menutup Semua Pintu-Pintunya.
Berdasarkan firman Allah:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa: 32). Ayat di atas melarang kita untuk mendekati zina apalagi melakukannya -Wal’iyadzu Billah-.
Oleh karena itu, syariat juga menutup semua pintu yang mengantarkan kepada zina -berdasarkan kaidah penting dalam Islam yang menyatakan bahwa “Apabila Allah melarang kita sesuatu, Dia juga melarang segala sesuatu yang menjadi sarana dan jalan menuju sesuatu yang diharamkan tadi”- seperti: larangan sufur (menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain) beserta wasilahnya, tabarruj beserta wasilahnya, ikhtilath beserta wasilahnya, tasyabbuh dengan laki-laki atau dengan wanita kafir.
Oleh karena itu barang siapa yang memperhatikan al-Qur’an dia akan mendapatkan rahasia yang sangat agung di dalam ayat-ayatnya. Diantaranya ketika Allah menyebutkan tentang haramnya zina di awal surat An-Nur, Diapun menyebutkan dalam 33 ayat pertama setelahnya tentang 14 langkah preventif dari perbuatan zina yang keji ini yaitu:
- Menyucikan para pezina baik laki-laki atau perempuan dengan hukuman had (Ayat 2).
- Menyucikan diri dengan tidak menikahi wanita pezina atau tidak menikahkan anak perempuan kita dengan seorang laki-laki pezina kecuali setelah bertaubat dengan benar dan jujur (Ayat 3).
- Membersihkan lisan dari menuduh orang lain berzina dan hukuman had bagi yang menuduh orang lain berzina tanpa ada bukti (Ayat 4).
- Membersihkan lisan suami dari menuduh isterinya berzina dan hukuman li’an bagi yang menuduh istrinya berzina tanpa ada bukti (Ayat 4).
- Menyucikan hati dari su’udz dzan terhadap orang muslim lain dengan tuduhan zina (Ayat 15).
- Menyucikan keinginan dan mencegahnya dari sikap suka menyebarkan perbuatan yang keji di tengah-tengah umat islam (Ayat 19).
- Membersihkan diri dari ajakan dan langkah-langkah setan (Ayat 21).
- Disyariatkannya adab meminta izin ketika hendak masuk rumah (Ayat 27).
- Menyucikan pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan (Ayat 30-31).
- Haramnya seorang wanita menampakkan perhiasannya di hadapan laki-laki lain (Ayat 31).
- Larangan untuk melakukan sesuatu yang membangkitkan nafsu laki-laki seperti memukul-mukulkan kaki agar terdengar perhiasan yang dipakainya (Ayat 31).
- Perintah menikahkan anak-anak yang sudah dewasa (Ayat 32).
- Perintah untuk menjaga kesucian dan kehormatan diri bagi mereka yang belum mampu untuk menikah (Ayat 33).
وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ آَيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ وَمَثَلًا مِنَ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. An-Nuur: 34).
Kaidah Kedelapan:
Pernikahan Adalah Mahkota dari Kehormatan Wanita.
Pernikahan adalah sunnah para nabi rasul, firman Allah:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’d: 38).
Dan pernikahan adalah jalannya kaum mukminin dalam rangka melaksanakan perintah Allah:
وَأَنْكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ * وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nuur: 32-33).
Dan juga dalam rangka melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ “.
“Dari Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu untuk nikah maka menikahlah. Karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kelamin. Dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaknya dia berpuasa, karena puasa itu adalah perisai baginya.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Pernikahan adalah sebuah ikatan syar’i yang agung yang menyatukan antara seorang laki-laki dan perempuan di bawah syariat Allah. Dan pernikahan memiliki tujuan yang mulia antara lain:
- Menjaga keturunan dengan lahirnya anak-anak secara sah yang menjadi generasi mendatang umat ini untuk mengemban amanah dari Allah menegakkan syariat-Nya di muka bumi ini.
- Menjaga kehormatan dan menahan nafsu syahwat dengan menyalurkannya pada tempat yang halal, sehingga seseorang bisa terhindar dari perbuatan keji.
- Menciptakan ketenangan jiwa dan ketenteraman batin bagi masing-masing laki-laki dan perempuan.
- Menjadi salah satu wasilah untuk mendapatkan kekayaan dan melepaskan diri dari kemiskinan dan kefakiran.
- Menyalurkan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam rumah tangga yang suci dengan fitrah masing-masing sehingga tujuan bersama bisa tercapai.
- Menciptakan masyarakat muslim ideal, karena sebuah masyarakat yang baik tidak mungkin terwujud melainkan dengan keluarga-keluarga muslim yang baik pula.
Kaidah Kesembilan:
Kewajiban Mendidik Anak Untuk Menjaga Kehormatan Sejak Dini.
Salah satu hasil dari pernikahan yang syar’i adalah lahirnya anak, yang merupakan amanah yang diberikan Allah kepada kedua orang tuanya. Oleh karena itu setiap orang tua wajib menjaga dan memegang amanat Allah ini dengan mendidik dan membimbing mereka dengan agama dan ilmu yang bermanfaat agar mereka bisa melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah dengan baik dan mampu memegang amanah umat ini di masa mendatang.
Dalam mendidik anak dengan nilai-nilai agama, baik kiranya kita mencontoh apa yang dilakukan oleh Luqman Al-Hakim kepada anaknya yang disebutkan dalam surat Luqman ayat 13-19 yang berisi tentang pendidikan anak, yaitu:
- Pendidikan aqidah yang benar dengan menanamkan tauhid dan melarang syirik.
- Pendidikan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam keadaan dan kondisi apapun.
- Penanaman makna “Ma’iyatulloh” dalam kehidupan.
- Perintah untuk mendirikan shalat.
- Perintah untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar dan budaya nasihat.
- Pendidikan untuk bersabar dalam segala hal.
- Pelajaran tentang akhlak terhadap orang lain seperti: larangan sombong, angkuh, bersikap over atau membiarkan lisan untuk berbicara apa saja.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: bersabda:
عن عَبْدِ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رضي الله عنهما قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا»
Dari Abdullah ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Dan termasuk doa yang selalu dipanjatkan oleh kaum mukminin adalah memohon kepada Allah untuk memberikan kepada mereka keturunan yang shalih, Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74). Al-Imam Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah berkata: “Seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah ‘azza wa jalla, lalu adakah sesuatu yang lebih nikmat daripada seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah? [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-'Iyal: 2/617].
Manfaat mendidik keluarga dengan pendidikan yang baik akan kembali kepada kita sendiri. Oleh karena itu tidak seyogyanya seseorang mengabaikan masalah pendidikan keluarga dan anak, jangan sampai karena salah mendidik mereka menjadi musuh kita. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (QS. Ath-Taghobun: 14).
- Dari Humaid Adh-Dhabbiy berkata: “Dahulu kami mendengar banyak orang terseret ke lembah kebinasaan karena keluarga mereka” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-’Iyal: 2/622).
- Al-Imam Qotadah berkata: “Dikatakan: Jika seorang anak sudah dewasa tapi orang tuanya tidak menikahkannya sehingga dia melakukan perbuatan keji maka orang tuanya berdosa.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-’Iyal: 1/172).
- Berhati-hati dalam berkata, berbuat dan berbuat di hadapan anak kita yang masih kecil, karena mereka masih putih bersih dan akan merekam semuanya.
- Selektif dalam memilih pendidikan yang tepat untuk anak kita.
- Menjauhkan mereka dari segala sesuatu yang melanggar syara’.
- Kenalkan kepada mereka akan ajaran islam sejak dini baik masalah aqidah, ibadah ataupun akhlak.
- Pisahkan mereka ketika tidur dan kenalkan kepada mereka akan bahaya ikhtilath.
- Biasakan mereka untuk memakai pakaian yang islami dll.
Perhatikan cerita berikut: Al-Imam Muqatil berkata: “Aku pernah hadir di majelisnya Abu Ishaq Ibrahim Al-Harbiy bersama ayah dan saudaraku. Lalu Ibrahim Al-Harbiy berkata kepada ayahku: “Apakah mereka ini anakmu? Ayah menjawab: “Ya” Lalu beliau berkata: “Berhati-hatilah kamu jangan sampai mereka melihatmu melanggar perintah Allah maka wibawamu akan jatuh di mata mereka.” (Sifat Ash-Shofwah karangan Ibnul Jauzi).
Kaidah Kesepuluh:
Kewajiban Cemburu Untuk Membela Kehormatan Kaum Wanita.
Cemburu dengan aturan Allah adalah sesuatu yang terpuji dalam Islam dan salah jihad yang disyariatkan. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ اللَّهَ يَغَارُ وَإِنَّ الْمُؤْمِنَ يَغَارُ وَغَيْرَةُ اللَّهِ أَنْ يَأْتِيَ الْمُؤْمِنُ مَا حَرَّمَ عَلَيْهِ»
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu cemburu dan sesungguhnya seorang mukmin itu cemburu. Dan cemburu Allah adalah jika seorang mukmin melakukan sesuatu yang diharamkan kepadanya.” (Muttafaq ‘Alaih).
عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ». قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Dari Sa’id ibnu Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang terbunuh dalam membela hartanya maka dia syahid. Dan barang siapa yang terbunuh dalam membela agamanya maka dia syahid. Dan barang siapa yang terbunuh dalam membela darahnya maka dia syahid. Dan Barang siapa yang terbunuh dalam membela keluarganya maka dia syahid.” (HR At-Turmudzi no. 1341 dan berkata: Hadits ini hasan shahih).
Oleh karena itu orang yang tidak memiliki perasaan ghirah disebut dengan Dayyuts, yaitu orang yang merasa cemburu jika keluarganya melakukan hal yang mungkar dan keji. Orang seperti ini termasuk dalam ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits disebutkan:
« ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : اَلْعَاقُ لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ وَالدُّيُوْثُ »
“Ada tiga orang yang tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki dan dayyuts.” (Silsilah Ash-shahihah no. 634).
“Ghirah (Cemburu)” adalah benteng pelindung yang menjaga kehormatan seorang wanita, menahannya untuk tidak melepas hijabnya, menampakkan aurat di hadapan umum atau bercampur baur dengan kaum laki-laki. Ghirah adalah sikap yang harus selalu melekat pada diri setiap kita baik sebagai orang tua, anak, pendidik ataupun saudara sesama muslim yang akan selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar, menasihati saudara-saudara muslimah kita untuk selalu beriltizam dengan aturan Allah dalam berpakaian, bersikap, bertutur kata dan bergaul. Hanya dengan inilah -setelah taufik dari Allah- yang bisa menyelamatkan wanita dari godaan setan, tipu daya musuh-musuh Islam yang menjadikan mereka sebagai wasilah untuk menghancurkan agama ini, dan menyelamatkan mereka dari jurang kehinaan dan kenistaan, menjaga mereka dari neraka dan murka serta siksaan dari Allah.
bersambung insya Allah.
***
Penulis: Abu Umair Mahful Safaruddin, Lc.
Ringkasan dari kitab “Hirasatul Fadlilah (Menjaga Kehormatan Wanita)” karangan Syekh Bakr Abu Zaid -rahimahullah- dengan sedikit perubahan dan tambahan)
Artikel www.muslimah.or.id.
sumber : http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/wanita-antara-pembela-dan-pencela-3.html
0 komentar:
Posting Komentar