Oleh: Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz.
Tanya:
Sebagian orang menunda waktu shalat Subuh sampai pada waktu isfar (terang, bercahaya) dengan alasan bahwasanya terdapat hadits yang warid dalam permasalahan ini, yaitu hadits: “Laksanakanlah Subuh ketika terang, karena itu lebih besar pahalanya.” Apakah hadits itu shahih? Dan bagaimana cara mengkompromikannya dengan hadits: “Shalat tepat pada waktunya”?
Karena makna hadits ini menurut ahlul ilmi adalah pelaksanaan shalat Subuh sampai benar-benar masuk waktunya (terbit fajar), kemudian segera dilaksanakan sebelum hilang kegelapan malam yang menyelimuti pagi, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakannya, kecuali apabila seseorang berada di Muzdalifah, karena yang lebih utama adalah bertakbir ketika mulai terbitnya fajar berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengerjakan hal itu ketika haji wada’.
Dengan demikian dapat dikompromikan antara hadits-haditr yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu pelaksanaan shalat Subuh, dan ini semua dalam bentuk sisi afdhaliyah (sisi keutamaan).
Dan boleh menunda pelaksanaan shalat Subuh sampai akhir waktu yaitu sebelum terbitnya matahari berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Waktu Subuh shalat fajar dimulai dari dari terbitnya fajar selagi belum terbit matahari.”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma.
Sumber: Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam & Fatwa-fatwa Penting Tentangnya oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz (penerjemah: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib, Abu Hudzaifah, Khoirur-Rijal, dan Alimuddin), penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’, Sukoharjo. Pertanyaan no. 3, hal. 355-356.
20/08/2010
Sebagian orang menunda waktu shalat Subuh sampai pada waktu isfar (terang, bercahaya) dengan alasan bahwasanya terdapat hadits yang warid dalam permasalahan ini, yaitu hadits: “Laksanakanlah Subuh ketika terang, karena itu lebih besar pahalanya.” Apakah hadits itu shahih? Dan bagaimana cara mengkompromikannya dengan hadits: “Shalat tepat pada waktunya”?
- Jawab:
Karena makna hadits ini menurut ahlul ilmi adalah pelaksanaan shalat Subuh sampai benar-benar masuk waktunya (terbit fajar), kemudian segera dilaksanakan sebelum hilang kegelapan malam yang menyelimuti pagi, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakannya, kecuali apabila seseorang berada di Muzdalifah, karena yang lebih utama adalah bertakbir ketika mulai terbitnya fajar berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengerjakan hal itu ketika haji wada’.
Dengan demikian dapat dikompromikan antara hadits-haditr yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu pelaksanaan shalat Subuh, dan ini semua dalam bentuk sisi afdhaliyah (sisi keutamaan).
Dan boleh menunda pelaksanaan shalat Subuh sampai akhir waktu yaitu sebelum terbitnya matahari berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Waktu Subuh shalat fajar dimulai dari dari terbitnya fajar selagi belum terbit matahari.”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma.
Sumber: Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam & Fatwa-fatwa Penting Tentangnya oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz (penerjemah: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib, Abu Hudzaifah, Khoirur-Rijal, dan Alimuddin), penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’, Sukoharjo. Pertanyaan no. 3, hal. 355-356.
20/08/2010
0 komentar:
Posting Komentar