Haruskah Mengqadha Shalat yang Ditinggalkan dengan Sengaja?

Oleh: Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz.

Tanya:

Apakah orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja harus menggantinya ketika Allah telah memberinya taufik untuk bertaubat, baik yang ditinggalkannya satu waktu atau lebih?
  • Jawab:
Jika dia meninggalkannya dengan sengaja maka tidak ada keharusan baginya untuk mengqadha’ menurut pendapat yang shahih di kalangan ulama. Karena meninggalkan shalat dengan sengaja menyebabkan seseorang keluar dari ruang lingkup Islam dan menjadikannya dalam wilayah kekufuran.

Sedangkan orang kafir tidak mengganti apa yang telah dia tinggalkan semasa kufurnya, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Pembatas antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah shalat.”.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Perjanjian yang membatasi antara kita dengan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya, maka telah kafir.”

Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ahlussunan dengan sanad shahih dari shahabat Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallahu ‘anhu.

Juga dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyuruh orang-orang yang baru masuk Islam untuk mengganti apa yang telah mereka tinggalkan, demikian pula para shahabat, tidak menyuruh orang yang murtad setelah kembali lagi ke Islam untuk mengganti shalat yang telah mereka tinggalkan, jika orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja mau mengganti shalat yang dia tinggalkan dalam keadaan tidak mengingkari kewajibannya, maka tidak ada dosa atasnya, dalam rangka berhati-hati. Sekaligus keluar dari perselisihan ulama yang menyatakan tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat tanpa menentang kewajibannya maka dia tidak kafir, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Semoga Allah memberikan taufik.

Sumber: Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam & Fatwa-fatwa Penting Tentangnya oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz (penerjemah: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib, Abu Hudzaifah, Khoirur-Rijal, dan Alimuddin), penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’, Sukoharjo. Pertanyaan no. 18, hal. 376-377.

Dipublikasi pada oleh Fadhl Ihsan
sumber : http://fadhlihsan.wordpress.com/2010/08/21/haruskah-mengqadha-shalat-yang-ditinggalkan-dengan-sengaja/


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger