Di penghujung tahun 2002, sebuah ormas Islam yang berpusat di Bandung mengeluarkan “fatwa” mati bagi seorang aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) yang dinilai telah melecahkan agama Islam, melecehkan kaum muslimin, dan melecehkan Allah.
Siapa gerangan orang yang telah membuat kaum muslimin Indonesia begitu marah dan merasa dihinakan sedemikian rupa?
Dialah Ulil Abshar Abdalla, tokoh utama JIL, kelompok yang suka mengkritisi syariat Islam tapi tidak pernah melakukan hal yang sama terhadap agama lain. Anak muda ini sekarang bisa dikatakan telah menjadi penerus tahta “mafia” gerakan penisbian (pengkaburan) syariat Islam di Indonesia.
Oleh anak muda ini dan konco-konconya, semua ajaran Islam dibuat tidak ada yang pasti. Dengan dalih untuk mengekspresikan kebebasan berpikir, mereka jadikan otak mereka untuk menelurkan ide-ide gila yang bermuara pada satu kesimpulan: Islam adalah agama yang belum sempurna, nilai-nilai yang ada bersifat relatif (mereka mengistilahkan sosio kultural), dan kaum muslimin diajak untuk tidak puas dengan ajaran Islam yang sudah ada.
“Fatwa” mati di atas merupakan respon betapa yang dilakukan Ulil dan konco-konconya sudah demikian ngawur, vulgar, serampangan, sekaligus menunjukkan betapa bodohnya dia.
Lihatlah, dia mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada hukum Tuhan (pernikahan, perceraian, waris, dsb), umat Islam tidak perlu berjilbab, berjenggot (karena itu hanya budaya Arab), dan dia menyebut orang-orang yang ingin menerapkan syariat Islam sebagai orang yang malas berpikir dan mau melarikan diri dari persoalan kemasyarakatan yang ada. Dia mengatakan, keyakinan bahwa syariat Islam mampu menyelesaikan semua persoalan adalah kebodohan yang akut. Pantaslah bila kaum muslimin demikian marah.
Apa yang dilakukan Ulil hanya segelintir contoh dari berbagai gagasan aneh dan menyesatkan dari orang-orang yang terpengaruh paham sesat Mu’tazilah.
Paham yang menempatkan akal sebagai sumber kebenaran ini merupakan sekte sesat yang berumur cukup tua, dicetuskan oleh Washil bin Atha’ di masa Al-Imam Al-Hasan Al-Basri (antara tahun 105-110 H).
Paham ini menyebar ke berbagai penjuru, termasuk Indonesia. Orang-orang yang bisa digolongkan sebagai penyokong paham ini antara lain Dr. Nurcholis Madjid, Gus Dur, Dr. Harun Nasution, Munawir Syadzali, Jalaludin Rakhmat, Ulil Abshar Abdalla dan lainnya. Apa yang dilakukan orang-orang ini bahkan terkadang lebih parah dan lebih ngawur dibanding yang dilakukan Mu’tazilah dahulu.
Gerakan ini memang sangat didukung oleh Salibis Zionis, lokal maupun internasional.
Lihat saja, siapa yang paling lantang menyerang syariat Islam bisa dipastikan akan langsung dijadikan tokoh. Melalui berbagai media yang mereka kuasai, pujian dan pembelaan secara otomatis langsung diberikan kepada para perusak syariat Allah itu.
Pembaca, inilah tema utama majalah kita kali ini, yaitu seputar paham Mu’tazilah dan para pendukungnya, termasuk di Indonesia.
Untuk kesekian kalinya, kehadiran majalah kita ini masih saja terlambat. Upaya kami untuk menghadirkan majalah Asy Syariah tepat waktu nampaknya belum juga membuahkan hasil yang menggembirakan.
Sebagai pengelola, kami memiliki harapan yang sama dengan pembaca, yaitu Asy Syariah bisa hadir tepat waktu dan rutin. Bagaimanapun keterlambatan terbit majalah kita ini akan menyebabkan kekacauan di banyak bidang.
Termasuk “kekacauan” yang terjadi pada pembaca, dimana mungkin sebagian dari mereka lari kepada media hizbi (media yang menyeru kepada kelompoknya semata) karena menunggu Asy Syariah yang tak kunjung datang. Wallahu a’lam.
Siapa gerangan orang yang telah membuat kaum muslimin Indonesia begitu marah dan merasa dihinakan sedemikian rupa?
Dialah Ulil Abshar Abdalla, tokoh utama JIL, kelompok yang suka mengkritisi syariat Islam tapi tidak pernah melakukan hal yang sama terhadap agama lain. Anak muda ini sekarang bisa dikatakan telah menjadi penerus tahta “mafia” gerakan penisbian (pengkaburan) syariat Islam di Indonesia.
Oleh anak muda ini dan konco-konconya, semua ajaran Islam dibuat tidak ada yang pasti. Dengan dalih untuk mengekspresikan kebebasan berpikir, mereka jadikan otak mereka untuk menelurkan ide-ide gila yang bermuara pada satu kesimpulan: Islam adalah agama yang belum sempurna, nilai-nilai yang ada bersifat relatif (mereka mengistilahkan sosio kultural), dan kaum muslimin diajak untuk tidak puas dengan ajaran Islam yang sudah ada.
“Fatwa” mati di atas merupakan respon betapa yang dilakukan Ulil dan konco-konconya sudah demikian ngawur, vulgar, serampangan, sekaligus menunjukkan betapa bodohnya dia.
Lihatlah, dia mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada hukum Tuhan (pernikahan, perceraian, waris, dsb), umat Islam tidak perlu berjilbab, berjenggot (karena itu hanya budaya Arab), dan dia menyebut orang-orang yang ingin menerapkan syariat Islam sebagai orang yang malas berpikir dan mau melarikan diri dari persoalan kemasyarakatan yang ada. Dia mengatakan, keyakinan bahwa syariat Islam mampu menyelesaikan semua persoalan adalah kebodohan yang akut. Pantaslah bila kaum muslimin demikian marah.
Apa yang dilakukan Ulil hanya segelintir contoh dari berbagai gagasan aneh dan menyesatkan dari orang-orang yang terpengaruh paham sesat Mu’tazilah.
Paham yang menempatkan akal sebagai sumber kebenaran ini merupakan sekte sesat yang berumur cukup tua, dicetuskan oleh Washil bin Atha’ di masa Al-Imam Al-Hasan Al-Basri (antara tahun 105-110 H).
Paham ini menyebar ke berbagai penjuru, termasuk Indonesia. Orang-orang yang bisa digolongkan sebagai penyokong paham ini antara lain Dr. Nurcholis Madjid, Gus Dur, Dr. Harun Nasution, Munawir Syadzali, Jalaludin Rakhmat, Ulil Abshar Abdalla dan lainnya. Apa yang dilakukan orang-orang ini bahkan terkadang lebih parah dan lebih ngawur dibanding yang dilakukan Mu’tazilah dahulu.
Gerakan ini memang sangat didukung oleh Salibis Zionis, lokal maupun internasional.
Lihat saja, siapa yang paling lantang menyerang syariat Islam bisa dipastikan akan langsung dijadikan tokoh. Melalui berbagai media yang mereka kuasai, pujian dan pembelaan secara otomatis langsung diberikan kepada para perusak syariat Allah itu.
Pembaca, inilah tema utama majalah kita kali ini, yaitu seputar paham Mu’tazilah dan para pendukungnya, termasuk di Indonesia.
Untuk kesekian kalinya, kehadiran majalah kita ini masih saja terlambat. Upaya kami untuk menghadirkan majalah Asy Syariah tepat waktu nampaknya belum juga membuahkan hasil yang menggembirakan.
Sebagai pengelola, kami memiliki harapan yang sama dengan pembaca, yaitu Asy Syariah bisa hadir tepat waktu dan rutin. Bagaimanapun keterlambatan terbit majalah kita ini akan menyebabkan kekacauan di banyak bidang.
Termasuk “kekacauan” yang terjadi pada pembaca, dimana mungkin sebagian dari mereka lari kepada media hizbi (media yang menyeru kepada kelompoknya semata) karena menunggu Asy Syariah yang tak kunjung datang. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar