Laksana Pohon Kurma

Perumpamaan orang yang beriman di tengah-tengah umat manusia laksana pohon kurma. Segala yang muncul darinya akan mendatangkan manfaat bagi sekelilingnya. Demikianlah perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang beliau berbicara bukan dari hawa nafsunya, akan tetapi berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.

Imam Bukhari meriwayatkan dari gurunya Qutaibah, dari Isma'il bin Ja'far, dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu'anhuma, beliau berkata:

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada sebuah pohon yang tidak berguguran daun-daunnya, yang ia menjadi simbol perumpamaan seorang muslim. Maka cobalah tebak pohon apa itu?”.

Orang-orang pun berpikir tentang pohon-pohon yang ada di pedalaman. Abdullah (Ibnu Umar) berkata, “Sebenarnya terbetik dalam hatiku bahwa pohon yang dimaksud adalah kurma. Akan tetapi aku malu mengutarakannya.” Kemudian, mereka -para sahabat- pun menanyakan, “Ceritakanlah kepada kami wahai Rasulullah, pohon apakah itu?”. Beliau bersabda, “Yaitu kurma.”.

(HR. Bukhari di beberapa tempat dalam shahihnya, lihat Fath al-Bari [1/175])

Dimanakah letak keserupaan antara perilaku seorang mukmin dan pohon kurma?
  • Hal ini telah diterangkan dengan kalimat yang singkat dan padat oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Sufyan bin Husain dari Abu Bisyr dari Mujahid dari Ibnu Umar radhiyallahu'anhuma, dimana Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan, “Perumpamaan seorang mukmin adalah laksana pohon kurma. Segala yang datang darinya akan bermanfaat bagimu.” Hadits ini disahihkan sanadnya oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (lihat Fath al-Bari [1/177])
  • Hadits yang agung ini juga memberikan pelajaran kepada kita -wahai para da'i dan penuntut ilmu- bahwa dalam memberikan pengajaran sebaiknya juga menggunakan perumpamaan dan penggambaran makna dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti agar pemahaman murid menjadi semakin dalam dan bertambah (lihat Fath al-Bari [1/177])
  • Selain itu, hadits di atas menunjukkan bahwa seorang murid atau penimba ilmu hendaknya senantiasa menjaga adab dan tingkah lakunya di hadapan orang-orang yang lebih senior darinya, meskipun dalam sebagian urusan mungkin dia lebih mengetahui dibandingkan mereka. Dalam salah satu riwayat hadits ini dari jalan Nafi' -salah satu murid Ibnu Umar- Ibnu Umar menjelaskan, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar tidak menjawabnya, maka aku pun tidak mau angkat bicara.” Pada saat itu beliau -Ibnu Umar- adalah sahabat yang termuda usianya dalam majelis itu. Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata, “Tidaklah samar bagiku bahwa yang dimaksudkan oleh Nabi adalah pohon kurma. Hanya saja aku tidak mau bicara karena usiaku yang masih belia.” (lihat Fath al-Bari [1/176 dan 177]).
  • Hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya rasa malu selama tidak menyebabkan hilangnya kemaslahatan (Fath al-Bari [1/177]).
Lihatlah, betapa indahnya Islam mengajarkan keserasian hubungan antara generasi muda dan generasi yang lebih tua...

Bagi para guru atau pengajar, hadits ini juga memberikan faedah bahwasanya seyogyanya seorang alim juga memberikan ujian untuk mengukur pemahaman murid-muridnya dengan sesuatu yang cukup samar dan agak sulit diterka jawabannya. Apabila mereka tidak bisa menjawab atau tidak paham, hendaknya dia menjelaskan kepada mereka jawabannya (lihat Fath al-Bari [1/176]).

Inilah, sebagian pelajaran yang bisa kami sampaikan.
Semoga bermanfaat. Wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammadin wa 'ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil 'alamin.

Oleh Ustadz Abu Muslih Ari Wahyudi

sumber : http://www.facebook.com/abumushlih?sk=notes&s=140#!/note.php?note_id=10150163590576123


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger