Hukum Aborsi..

Sebagian orang yang telah mengikuti program KB, akan merasa kecolongan kalau ternyata Alloh Ta’ala mentaqdirkan dia hamil lagi. Bagi orang-orang yang meyakini bahwa ini semua adalah ketentuan dan ketetapan dari Alloh Yang Maha Kuasa akan menerima semuanya dengan tawakkal yang penuh pada Nya, namun sebaliknya bagi yang tidak terlalu memperdulikan halal dan haram, mungkin akan ditempuh jalan pintas untuk tetap tidak memiliki anak kecuali menurut rencana yang sudah terprogam dengan baik –dalam anggapannya-, yaitu dengan cara melakukan  tindakan aborsi alias menggugurkan kandungan.

Ditambah lagi dengan maraknya praktek Aborsi seiring dengan semakin meraja lelanya perzinaan wal’iyadzu Billah, hanya sekedar menutupi aib mereka tega untuk membunuh seorang bayi yang suci tanpa dosa. Bagaimanakah pandangan syariat islam yang suci menghadapi masalah ini ?

Kita mohon pada Alloh Ta’ala semoga tetap menjaga hati dak perbuatan kita dari segala tipu daya syaithon.

Kehidupan Janin dalam Perut Ibu
Dalam perut sang ibu, janin anak manusia mengalami empat fase, yaitu :
  1. Fase masih berupa air mani ( نطفة)
  2. Fase berupa gumpalan darah (علقة)
  3. Fase berupa gumpalan daging(مضغة)
  4. Fase ditiupkan padanya ruh

Keempat fase ini disebutkan oleh Alloh dalam firman Nya :
“Wahai sekalian manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah , kemudian dari setetes air mani, kemudian segumpal darah, kemudian segumpal daging yang sempurna kejadiannya atau tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan , kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi.” (QS. Al Haj : 5)
Juga disebutkan oleh Rosululloh saw :

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : حدثنا رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو الصادق المصدوق أن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم يكون علقة مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح و يؤمر بأربع كلمات بكتب رزقه و أجله وعمله وشقي أو سعيد

Dari Abdulloh bin Mas’ud berkata : Rosululloh menghabarkan kepadaku –dan beliau adalah seseorang yang jujur lagi terpercaya- : “Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai air mani, kemudian menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian akan diutus kepadanya seorang malaikat yang akan meniupkan ruh padanya, dan dia diperintahkan untuk melakukan empat perkara yaitu : menulis rizqinya, ajalnya, amalnya serta apakah dia nanti sengsara ataukah bahagia.”
(HR. Bukhori Muslim).
 
Hukum menggugurkan Kandungan.
Menggugurkan kandungan ada 2 (dua) macam :

I. PERTAMA
Menggugurkan kandungan kalau tidak bertujuan untuk membunuh janin yang masih dalam perut ibu, seperti mengeluarkan janin  dengan paksa bila sudah mencapai umur kelahiran namun tetap tidak keluar, maka hal ini diperbolehkan dengan dua syarat :

A.Tidak membahayakan ibu maupun anak.
Berdasarkan kaedah umum yang disebutkan oleh Rosululloh saw dalan sabda beliau :
لا ضرر و لا ضرا ر
“Tidak boleh berbuat yang membahayakan diri maupun orang lain.”
(HR. Ahmad 5/326, Ibnu Majah 2340, Baihaqi 11166 dengan sanad hasan).
 
B.Mendapatkan izin dari suami.
(Lihat Risalah Fid Dima’ oleh Syaikh Muhammad Al Utsaimin  hal : 60).

Hal ini kalau mengeluarkan paksa janin tersebut tanpa melalui operasi, semacam kalau dengan cara menelan pil pendorong bayi keluar atau lainnya.

Adapun kalau lewat operasi semacam operasi cesar atau operasi lainnya, maka hukumnya harus diperinci. Berkata Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin : “Kalau sampai operasi, maka ada empat kemungkinan hukum, yaitu :
  • Kondisi ibu dan anak masih hidup, Dalam kondisi ini tidak boleh dilakukan operasi , kecuali ada keperluan yang sangat mendesak, seperti kesusahan dalam melahirkan anak yang mengharuskan untuk operasi. Hal ini karena tubuh merupakan amanat dari Alloh yang tidak boleh diperlakukan dengan semaunya kecuali untuk maslahat yang lebih besar.
  • Kondisi ibu dan anak meninggal dunia, Dalam kondisi ini tidak boleh dilakukan operasi karena tidak ada fungsinya.
  • Kondisi ibu masih hidup dan anak sudah meninggal, Dalam kondisi ini diperbolehkan operasi untuk mengeluarkan  bayi, kecuali apabila dikhawatirkan terjadi sesuatu yang membahayakan ibunya. Alasannya, apabila bayi sudah meninggal dalam perut ibunya biasanya tidak akan bisa keluar kecuali melalui operasi 1. sedangkan menetapnya tubuh bayi yang sudah meninggal dalam perut ibunya akan menghalanginya untuk bisa hamil lagi dikemudian hari.
  • Kondisi ibu sudah meninggal dan bayi masih hidup, Kondisi ini, jika nyawa bayi itu tidak mungkin bisa diselamatkan  maka tidak boleh dioperasi., namun apabila masih bisa diharapkan kelanjutan hidupnya, maka jika sebagian tubuh bayi sudah keluar maka boleh membedah tubuh ibunya untuk  mengeluarkan sebagiannya lagi yang masih tertinggal, tapi apabila tubuh bayi belum ada yang keluar, sebagian ulama’ Hanabilah menyebutkan bahwa tidak boleh membedah perut ibunya untuk mengeluarkan bayi, karena ini adalah bentuk pencincangan. Namun pendapat yang benar diperbolehkan membedah perut ibunya jika memang tidak bisa diakukan cara lain. Terutama sekali pada zaman ini opeasi bedah bukanlah suatu bentuk pencincangan tubuh, karena nanti setelah dioperasi dijahit kembali, juga karena kehormatan orang yang masih hidup lebih utama daripada kehormatan orang yang sudah meninggal, serta menolong bayi yang merupakan jiwa yang ma’shum dari kebinasaan adalah sebuah kewajiban. (Lihat Risalah Fid Dima’ hal : 61 dengan ringkas, Fatwa-fatwa tentang wanita 3/243.lihat kembali hukum otopsi pada edisi lalu).
II. KEDUA
Menggugurkan kandungan yang bertujuan untuk membunuh janin bayi.
Adapun kalau aborsi itu bertujuan untuk membunuh bayi, maka ada dua kemungkinan :

Pertama.
Kalau bayi itu sudah berumur 120 hari, dalam artian sudah ditiupkan ruh kepadanya, berdasarkan hadits Abduloh bin Mas’ud diatas, maka hukum menggugurkannya haram. Karena itu berarti membunuh jiwa yang ma’shum yang hal itu diharamkan berdasarkan Al qur’an, As Sunnah serta kesepakatan ummat islam. Alloh Ta’ala berfirman : “Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam, kekal ia didalamnya dan Alloh murka kepadanya dan mengutuknya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. An Nisa’ : 93)(Lihat Fatwa-fatwa tentang wanita 3/242).

Kedua.
Kalau janin itu belum berumur 120 hari, maka para ulama’ berselisih pendapat mengenai boleh tidaknya menggugurkan kandungan tersebut.
Khilaf ini berangkat dari permasalahan kapan kandungan seorang wanita itu disebut janin ?
  • Sebagian ulama’ Hanafiyah, jumhur Malikiyah, Imam Al Ghozali dan Ibnul Amad dari kalangan Syafi’iyah, Ibnul Jauzi dari ulama’ hanabilah dan Dhohiriyah mengatakan bahwa haram menggugurkan kandungan meskipun masih di hari-hari pertama kandungan dan kandungan masih berupa air mani.
  • Sebagian ulama’ Malikiyah dan sebuah riwayat dari madzhab Syafi’iyah mengatakan dibencinya aborsi saat kandungan masih berupa air mani dan haram kalau sudah berupa segumpal darah.
  • Sebagian Malikiyah dan pendapat yang rajih dalam madzhab Hambali mengatakan dibolehkannya menggugurkan saat fase air mani tapi kalau sudah berupa segumpal darah hukumnya haram.
  • Sebagian ulama’ Syafi’iyah mengatakan dibolehkan menggugurkan pada fase air mani dan segumpal darah namun haram pada fase segumpal daging.
  • Terakhir, Madzhab Hanafiyah mengatakan dibolehkannya mengugurkan kandungan selagi belum ditiupkan ruh padanya.(Lihat Mukhtashor Al Um oleh Imam Al Muzani 8/249, Mughnil Muhtaj 3/103, Syarah Al kabir oleh Imam Ad Dirdir dengan Hasyiyah Dasuqi 4/268, Al Mughni Imam Ibnu Qudamah 7.802, Ad Durrul Mukhtar Ibnu Abidin 6/590, Al Muhalla Imam Ibnu Hazm 11/31, Al Mufashol Fi Ahkamil Mar’ah Syaikh Abdul Karim Zaidan 5/383).
Pendapat yang rajih
Setiap kali kita mengahadapi khilaf diantara para ulama, maka kita harus mengembalikan semuanya pada firman Alloh Ta’ala :
Kemudian  jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu , maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al Qur’an) dan Rosul (sunnahnya ).” (QS. An Nisa’ : 59) dengan tetap menjaga adab dan kehormatan kita pada seluruh para ulama’ ummat islam (Lihat Kitab Rof’ul Malam Anil A’immatil A’lam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).

Pendapat yang paling rajih dalam masalah ini adalah madzhab pertama yang mengatakan bahwa pada dasarnya dilarang menggugurkan kandungan meskipun baru pada fase pertama dan masih di hari-hari awal kehamilan, kecuali untuk suatu kebutuhan yang sangat mendesak semacam kalau tidak digugurkan akan mengancam nyawa ibunya  berdasarkan keterangan dokter yang tsiqoh. karena beberapa hal, diantaranya :
  1. Air mani apabila sudah bertemu dengan sel telur kalau dibiarkan terus maka dengan taqdir dari Alloh, ia akan menjadi bayi yang terjaga kehormatannya dan haram dibunuh.
  2. Tujuan dari pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan, maka pengguguran kandungan menyelisihi tujuan nikah yang mulia ini.
  3. Kalau ‘azl disebutkan oleh Rosululloh sebagai penguburan anak wanita hidup-hidup yang tersembunyi, padahal azl cuma menghalangi jalan bertemunya air mani dengan sel telur, maka bagaimana dengan menggugurkan kandungan saat keduanya sudah bertemu ? (Lihat Al Mufashol Fi Ahkamil Mar’ah 5/407, Ahkamun Nisa’ oleh Imam Ibnul Jauzi hal : 108, Tanbihat Syaikh Al Fauzan hal : 35)

Hukuman bagi Pelaku Aborsi

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : أن امرأتين من هذيل رمت إحداهما الأخرى فطرحت جنينها
 فقضى رسول الله صلى الله عليه و سلم فيها بغرة عبد أو أمة

Dari Abu Huroiroh berkata : “Sesungguhnya ada dua wanita dari Bani Hudzail, salah satu dari keduanya melempar lainnya sehingga gugur kandungannya. Maka Rosululloh memutuskan harus membayar diyat sebesar seorang budak laki-laki atau budak wanita.’ (HR. Bukhori 12/247 dan Muslim 11/175)

عن عمر بن الخطا ب أنه استشارهم في إملاص المرأة , فقال المغيرة : قضى رسول الله صلى الله عليه و سلم
 بالغرة عبدا أو أمة
Dari Umar bin Khothob, bahwasannya beliau meminta pendapat para sahabat tentang wanita yang menggugurkan kandungannya. Maka Mughiroh bin Syu’bah berkata : “Rosululloh menghukumi dengan membayar seorang budak laki-laki atau wanita.” (HR. Bukhori 12/247 dan Muslim 11/179)

Dua hadits ini serta hadits-hadits yang senada memberikan faedah hukum, diantaranya :
  1. Menggugurkan janin hukumnya haram
  2. Menggugurkan kandungan termasuk dosa besar, karena Rosulloh menyebutkan hukumannya di dunia
  3. Bagi yang menggugurkan kandungan wajib membayar denda seorang budak laki-laki atau budak wanita
  4. Kalau tidak ada budak seperti dizaman sekarang ini, maka wajib membayar sepersepuluh diyat ibunya yaitu lima ekor unta atau lima puluh dinar. [2].
Selain membayar denda ini, wajib bagi ibu yang mengugurkan kandungannya untuk membayar kaffaroh, karena tindakan aborsi ini termasuk pembunuhan jiwa tanpa cara yang benar. Dan ini adalah pendapat jumhur para ulama’ diantaranya Imam Syaf’I, Malik, Ahmad, Ibnu Hazm dal lainnya. Bahkan Imam Ibnul Mundzir berkata : “Seluruh para ulama’ yang kami ketahui mewajibkan membayar kaffaroh disamping harus membayar diyat.” (Lihat Al Mughni Imam Ibnu Qudamah 7/815, Al Muhalla Ibnu Hazm 11/30).

Adapun kaffarohnya adalah memerdekakan budak muslim, dan kalau tidak mampu wajib puasa dua bulan berturut-turut, dan kalau tidak mampu memberi makan enam puluh orang miskin dalam pendapat sebagian para ulama’. (Lihat Al Mufashol fi Ahkamil Mar’ah 5/412) sebagaimana disebutkan Alloh Ta’ala dalam firman Nya (yang artinya): “Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain) kecuali karena salah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena tersalah hendaklah dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat.” Selanjutnya Alloh berfirman (yang artinya) : “Dan barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia berpuasa dua bulan berturut-turut .” (QS. An Nisa’ : 92).

Fatwa Ulama seputar Aborsi

1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya dengan dipukul atau minum obat-obatan? Jawab :Wajib baginya membayar Ghurroh (Budak baik laki-laki maupun wanita) berdasarkan Sunnah Rosululloh dan kesepakatan kaum muslimin. Budak ini dimiliki oleh ahli waris janin selain ibunya, kalau dia memiliki ayah maka budak itu menjadi miliknya, namun jika ayahnya membebaskan si ibu dari denda itu maka itu hak dia. Harga dari seorang budak adalah sepersepuluh diyat  atau lima puluh dinar. Dalam pandangan jumhur ulama’ juga wajib baginya untuk memerdekakan seorang budak, apabila tidak mampu maka harus berpuasa dua bulan berturut-turut dan apabila juga tidak mampu maka wajib untuk memberi makan eman puluh orang miskin.” (Lihat Majmu’Fatawa 34/161).

2. Syaikh Muhammad Al Utsaimin berkata  setelah mengisyaratkan adanya khilaf diatas : “Yang lebih selamat, adalah melarang untuk menggugurkannya kecuali jika ada keperluan yang sangat mendesak, seperti jika wanita sakit yang tidak bisa menanggung kehamilan dan sejenisnya. Dalam kondisi ini boleh menggugurkannya sebelum sampai pada fase terbentuknya tubuh manusia.” (Fatwa-fatwa tentang wanita 3/243)

3. Syaikh Sholih Al Fauzan di tanya tentang hukum menggugurkan kandungan ? Jawab :Praktek aborsi yang sering terjadi pada zaman kita ini termasuk perbuatan haram. Bila bayi sudah ditiupkan ruh ke tubunya dan meninggal karena digugurkan, perbuatan ini termasuk pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan Aloh untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, yang konsekwensinya harus menanggung hukum kriminalitas. Yaitu membayar diyat yang besarnya sesuai dengan aturan perinciannya. Juga menurut sebagian ulama’ wajib baginya membayar kaffaroh yaitu dengan memerdekakan budak mu’min, bila tidak ada diganti dengan berpuasa dua bulan berturut-turut. Sebagian para ulama’ menyebut perbuatan ini dengan penguburan bayi hidup-hidup secara tersembunyi.

4. Syaikh Muhammad bin Ibrahim berkata dalam majmu’ fatawa 11/151 : “Usaha untuk menggugurkan kandungan tidak diperbolehkan sebelum ada kejelasan tentang kematian bayi. Apabila telah jelas kematian bayi tersebut, maka diperbolehkan.”    (Tanbihat Ala Ahkam Takhtashu bil Mu’minat hal : 36).

5. Majlis Hai’ah kibarul Ulama’ Arab Saudi dalam keputusannya no 140 tanggal 20/6/1407 H menyebutkan  sebagai berikut :
  • Tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan dalam berbagai fasenya kecuali dengan alasan syar’I dan dalam batas-batas yang ketat sekali.
  • Bila usia kehamilan masih dalam fase pertama, yaitu sampai umur empat puluh hari, dan terdapat maslahah syar’iyah dalam menggugurkannya atau untuk mencegah adanya kemudlorotan, maka boleh menggugurkannya. Tapi mengugurkan dalam fase ini bila dengan alasan takut bisa mendidik bayinya nanti atau takut tidak mampu menanggung biaya kehidupannya dan biaya pendidikannya, khawatir tentang masa depannya, atau sudah merasa cukup punya anak maka tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan dengan alasan diatas.
  • Tidak boleh menggugurkan kandungan jika sudah berbentuk gumpalan darah atau daging hingga ada keterangan jelas dari para dokter yang dapat dipercaya bahwa membiarkan kehamilan akan membahayakan jiwa ibunya, seperti kematiannya. Dalam kondisi ini boleh menggugurkan kandungan  setelah berupaya dengan segala cara untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi atas ibunya.
  • Setelah fase ketiga dan setelah empat bulan tidak bole menggugurkan kandungan sampai sejumlah dokter spesialis  yang bisa dipercaya menyebukan bahwa membarkan janin dalam perut ibunya bisa menyebabkan kematian sang ibu, setelah berupaya dengan segala cara untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi atas ibunya. Diperbolehkan menggugurkan dengan berbagai syarat tersebut bertujuan untukmencegah terjadinya bahaya yang lebih besar dan upaya untuk mendapatkan maslahah yang lebih besar.    (Fatwa-fatwa tentang wanita 3/245).

Penutup
Akhirnya, kita mohon pada Alloh Ta’ala semoga meneguhkan hati kita pada keimananan. Adapun kesimpulan dari pembahasan ini adalah :
  1. Janin dalam perut ibu mengalami empat fase kehidupan
  2. Mengeluarkan paksa kandungan kalau tujuannya bukan untuk membunuh bayi, maka diperbolehkan dengan syarat tidak membahayakan ibu maupun bayi serta mendapat izin dari suami.
  3. Kalau tujuannya untuk membunuh bayi, maka jika bayi itu sudah ditiupkan ruh padanya, haram menggugurkannya dengan kesepakatan ulama’
  4. Adapun jika belum mencapai umur tersebut para ulama’ berselisih madzhab. Yang rajih adalah terlarang kecuali kalau meneruskan kandungan itu akan membahayakan nyawa si ibu.
  5. Bagi yang melakukan aborsi wajib membayar denda yaitu seorang budak atau lima ekor unta atau lima puluh dinar
  6. Di samping itu juga harus membayar kaffaroh dengan perincian diatas.
Wallahu A’lam.
__________
[1]. Namun saat ini alhamdulillah secara medis bisa mengeluarkan janin yang meninggal diperut ibu tanpa operasi. Akan tetapi kalau dalam keadaan tertentu tidak bisa, maka hukumnya kembali pada apa yang dikatakan oleh Syaikh –pent.
[2]. Para ulama’ sepakat bahwa diyat wanita adalah separoh diyat laki-laki, berarti diyat wanita adalah lima puluh ekor unta. (lihat Al Ijma’ Imam Ibnul Mundzir hal : 72, Maratibil Ijma’ Imam Ibnu Hazm hal : 140) Adapun ukuran dinar adalah 4,25 gr emas murni (Lihat kembali masalah zakat dalam Al Furqon 3/8)

http://ahmadsabiq.com/2009/11/22/hukum-aborsi/


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger