Dalam kitab Min Athyabil Minnah Fii Ilmil Mushtalah (1/81-82), karya Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad dan Syaikh ‘Abdul Karim Murad -hafizhahumallah- dinukil pemaparan seorang ulama yang prihatin akan banyaknya ulama di zaman beliau yang taqlid buta terhadap madzhab.
Beliau adalah Syaikh Shalih bin Muhammad Al Fulani Al Madini (wafat tahun 1218 H) -rahimahullah- dalam kitabnya, Iiqazhul Himam, beliau menceritakan betapa seorang ulama yang terjerumus dalam taqlid buta akan selalu mencari cara untuk membela pendapat madzhabnya.
Beliau berkata:
ترى بعض الناس اذا وجد حديثا يوافق مذهبه فرح به وانقاد له و سلم
“Engkau lihat sendiri, sebagian orang ketika mendapatkan hadits yang sesuai dengan pendapat madzhabnya, ia gembira sekali. Ia pun patuh pada hadits tersebut dan menerima dengan senang hati”.
و ان وجد حديثا صحيحا سالما من معارضة والنسخ مؤيدا لمذهب غير امامه فتح له باب الاحتمالات البعيدة وضرب عنه الصفح و العارض و يلتمس لمذهب إمامه أوجها من الترجيح مع مخالفته للصحابة و التابعين والنص الصريح
“Namun ketika ia menemukan hadits shahih, tidak bertentangan dengan dalil lain, tidak mansukh, dan bertentangan dengan pendapat imamnya, ia pun mencari kemungkinan-kemungkinan lain yang jauh. Lalu membuat seolah hadits tersebut bertentangan dengan dalil lain. Kemudian merumuskan poin-poin tarjih yang menguatkan pendapat madzhab-nya walaupun bertolak belakang dengan pendapat sahabat Nabi, pendapat para tabi’in serta nash yang sharih (tegas)”.
و ان شرح كتابا من كتب الحديث حرف كل حديث خالف مذهبه وإن عجز عن ذلك ادعى النسخ بلا دليل أو الخصوصية أو عدم العمل به أو غير ذلك مما يحضر ذهنه العليل
“Jika ia men-syarah (menjelaskan) sebuah kitab hadits, ia pun menyimpangkan makna setiap hadits yang bertentangan dengan madzhab-nya. Jika maknanya sulit untuk disimpangkan, ia pun mengklaim bahwa hadits tersebut mansukh, dengan klaim yang tanpa dalil. Atau ia mengklaim bahwa hadits tersebut ada takhshish-nya, atau mengklaim bahwa hadits tersebut tidak perlu diamalkan, atau klaim-klaim yang lain yang muncul dari akalnya yang tidak beres”
وإن عجز عن ذلك ادعى أن إمامه اطلع كل مروي أو جله فما ترك هذا الحديث الشريف إلا وقد اطلع على طعن فيه برأيه المنيف فيتخذ علماء مذهبه أربابا و يفتح لمناقبهم و كراماتهم أبوابا ويعتقد أن من خالف ذلك لم يوفق صوابا
“Jika ia tidak mampu melakukan hal itu, ia pun beralasan bahwa imamnya telah menelaah semua atau sebagian besar riwayatnya. Maka bagaimana mungkin imamnya tidak memakai hadits tersebut, menurutnya ini bukti bahwa imamnya mengkritik hadits tersebut dan ia menggaris-bawahi kehandalan imamnya dalam mengkritik hadits. Kemudian ia seakan menjadikan imamnya sebagai Tuhan. Ia menggembar-gemborkan kisah-kisah serta karomah-karomah imamnya dan berkeyakinan bahwa orang yang berbeda pendapat dengan pendapat imamnya adalah orang yang salah.”
وإن نصح أحد العلماء السنة اتخذه عدوا ولو كانوا قبل ذالك أحبابا
“Jika ada salah seorang ulama sunnah menasehatinya, ia pun seketika itu menganggap ulama tersebut sebagai musuh, walau sebelumnya mereka adalah teman yang saling mencintai”.
وإن وجد كتابا من كتب مذهبه المشهورة يتضمن نصحه و ذم الرأي والتقليد والحث على اتباع الأحاديث نبذه وراء ظهره وأعرض عن امره ونهيه واتخذه حجرا محجورا
“Jika ia menemukan sebuah kitab terkenal dari madzhab-nya, yang berisi nasehat sang ulama sunnah, yaitu mencela berpendapat dengan mengedepankan akal, mencela taqlid, mengajak untuk mengikuti hadits-hadits, ia meletakkan kitab tersebut di belakang punggungnya, berpaling dari perintah dan larangan yang ada di dalamnya, lalu membuat dinding penghalang”.
Semoga Allah melimpahkan hidayahnya kepada kita semua.
Penulis: Ustadz Yulian Purnama.
Artikel http://www.salafiyunpad.wordpress.com/
Beliau adalah Syaikh Shalih bin Muhammad Al Fulani Al Madini (wafat tahun 1218 H) -rahimahullah- dalam kitabnya, Iiqazhul Himam, beliau menceritakan betapa seorang ulama yang terjerumus dalam taqlid buta akan selalu mencari cara untuk membela pendapat madzhabnya.
Beliau berkata:
ترى بعض الناس اذا وجد حديثا يوافق مذهبه فرح به وانقاد له و سلم
“Engkau lihat sendiri, sebagian orang ketika mendapatkan hadits yang sesuai dengan pendapat madzhabnya, ia gembira sekali. Ia pun patuh pada hadits tersebut dan menerima dengan senang hati”.
و ان وجد حديثا صحيحا سالما من معارضة والنسخ مؤيدا لمذهب غير امامه فتح له باب الاحتمالات البعيدة وضرب عنه الصفح و العارض و يلتمس لمذهب إمامه أوجها من الترجيح مع مخالفته للصحابة و التابعين والنص الصريح
“Namun ketika ia menemukan hadits shahih, tidak bertentangan dengan dalil lain, tidak mansukh, dan bertentangan dengan pendapat imamnya, ia pun mencari kemungkinan-kemungkinan lain yang jauh. Lalu membuat seolah hadits tersebut bertentangan dengan dalil lain. Kemudian merumuskan poin-poin tarjih yang menguatkan pendapat madzhab-nya walaupun bertolak belakang dengan pendapat sahabat Nabi, pendapat para tabi’in serta nash yang sharih (tegas)”.
و ان شرح كتابا من كتب الحديث حرف كل حديث خالف مذهبه وإن عجز عن ذلك ادعى النسخ بلا دليل أو الخصوصية أو عدم العمل به أو غير ذلك مما يحضر ذهنه العليل
“Jika ia men-syarah (menjelaskan) sebuah kitab hadits, ia pun menyimpangkan makna setiap hadits yang bertentangan dengan madzhab-nya. Jika maknanya sulit untuk disimpangkan, ia pun mengklaim bahwa hadits tersebut mansukh, dengan klaim yang tanpa dalil. Atau ia mengklaim bahwa hadits tersebut ada takhshish-nya, atau mengklaim bahwa hadits tersebut tidak perlu diamalkan, atau klaim-klaim yang lain yang muncul dari akalnya yang tidak beres”
وإن عجز عن ذلك ادعى أن إمامه اطلع كل مروي أو جله فما ترك هذا الحديث الشريف إلا وقد اطلع على طعن فيه برأيه المنيف فيتخذ علماء مذهبه أربابا و يفتح لمناقبهم و كراماتهم أبوابا ويعتقد أن من خالف ذلك لم يوفق صوابا
“Jika ia tidak mampu melakukan hal itu, ia pun beralasan bahwa imamnya telah menelaah semua atau sebagian besar riwayatnya. Maka bagaimana mungkin imamnya tidak memakai hadits tersebut, menurutnya ini bukti bahwa imamnya mengkritik hadits tersebut dan ia menggaris-bawahi kehandalan imamnya dalam mengkritik hadits. Kemudian ia seakan menjadikan imamnya sebagai Tuhan. Ia menggembar-gemborkan kisah-kisah serta karomah-karomah imamnya dan berkeyakinan bahwa orang yang berbeda pendapat dengan pendapat imamnya adalah orang yang salah.”
وإن نصح أحد العلماء السنة اتخذه عدوا ولو كانوا قبل ذالك أحبابا
“Jika ada salah seorang ulama sunnah menasehatinya, ia pun seketika itu menganggap ulama tersebut sebagai musuh, walau sebelumnya mereka adalah teman yang saling mencintai”.
وإن وجد كتابا من كتب مذهبه المشهورة يتضمن نصحه و ذم الرأي والتقليد والحث على اتباع الأحاديث نبذه وراء ظهره وأعرض عن امره ونهيه واتخذه حجرا محجورا
“Jika ia menemukan sebuah kitab terkenal dari madzhab-nya, yang berisi nasehat sang ulama sunnah, yaitu mencela berpendapat dengan mengedepankan akal, mencela taqlid, mengajak untuk mengikuti hadits-hadits, ia meletakkan kitab tersebut di belakang punggungnya, berpaling dari perintah dan larangan yang ada di dalamnya, lalu membuat dinding penghalang”.
Semoga Allah melimpahkan hidayahnya kepada kita semua.
Penulis: Ustadz Yulian Purnama.
Artikel http://www.salafiyunpad.wordpress.com/
0 komentar:
Posting Komentar