Oleh Ustadz Aris Munandar.
Hendaknya seorang pebisnis muslim memiliki akhlak-akhlak berikut ini, agar dalam menjalankan bisnisnya, dia mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.
Pertama:
Niat yang Benar.
Hendaknya seorang pebisnis muslim memiliki akhlak-akhlak berikut ini, agar dalam menjalankan bisnisnya, dia mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.
Pertama:
Niat yang Benar.
Dengan niat yang benar perbuatan mubah semisal jual beli bisa berubah menjadi bernilai pahala. Sehingga seluruh sisi kehidupan seorang muslim bernilai ibadah dan ketaatan.
Niat yang benar dalam hal ini adalah menginginkan kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain. Niat baik untuk diri sendiri berupa menjaga diri dari kengkomsumsi harta yang haram, menjaga kehormatan sehingga tidak meminta-minta, menguatkan diri sehingga bisa melakukan ketaatan kepada Allah, menjaga jalinan silaturahmi, berbuat baik dengan kerabat dan niat-niat baik yang lain.
Niat baik untuk orang lain berupa ikut berperan serta memenuhi hajat hidup orang banyak yang merupakan suatu hal yang bernilai fardu kifayah, membuka lapangan kerja untuk orang lain, berperan serta untuk membebaskan umat dari sikap bergantung kepada orang lain dan lain-lain.
Niat adalah perdagangan orang-orang yang berilmu. Artinya nilai sebuah amal bisa berlipat ganda disebabkan pelakunya menyatukan beberapa niat baik dalam waktu yang bersamaan. Sungguh itu adalah suatu yang mudah bagi orang yang Allah mudahkan.
Kedua:
Akhlak yang Luhur.
Niat adalah perdagangan orang-orang yang berilmu. Artinya nilai sebuah amal bisa berlipat ganda disebabkan pelakunya menyatukan beberapa niat baik dalam waktu yang bersamaan. Sungguh itu adalah suatu yang mudah bagi orang yang Allah mudahkan.
Kedua:
Akhlak yang Luhur.
Di antara akhlak luhur yang sangat diperlukan dalam dunia bisnis adalah jujur, amanah, qana’ah, memenuhi janji, menagih hutang dengan bijak, memberi tempo untuk orang yang kesulitan melunasi hutangnya, memaafkan kesalahan orang lain, menunaikan kewajiban, tidak menipu dan tidak menunda-nunda pelunasan hutang.
Akhlak luhur adalah tiang penegak urusan agama dan dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan misi menyempurnakan akhlak mulia. Orang yang paling baik akhlaknya adalah orang yang paling Nabi cintai dan tempat duduk paling dekat dengan Nabi. Ringkasnya akhlak yang luhur itu memborong semua kebaikan baik dunia maupun akherat. Akhlak luhur yang dimiliki oleh para pedagang memiliki pengaruh yang besar untuk menyebarkan Islam di berbagai daerah di Asia dan Afrika. Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah bersabda,
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
“Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada seorang yang memiliki sikap mudah ketika menjual, membeli dan menagih hutang.” (HR Bukhari no 1970).
Ketiga:
Bisnis dalam Hal-Hal yang Baik Saja.
Allah telah menghalalkan yang baik-baik saja dan mengharamkan yang buruk-buruk bagi hamba-hamba-Nya. Seorang businessman muslim tidak akan keluar dari bingkai ini meski ada tawaran yang menggiurkan dalam bisnis yang haram. Bisnis dalam hal-hal yang haram seperti khamr, bangkai, daging babi dan transaksi ribawi tidak akan terlintas dalam benak seorang muslim.
Tidaklah diragukan bahwa ini adalah ciri khas businessman muslim, seorang yang seluruh aktivitasnya berangkat dari kaedah halal dan haram serta semua usahanya diniatkan untuk meraih ridha Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah: “tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Qs. Al Maidah: 100).
Keempat:
Menunaikan Kewajiban.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ : قَالَ اللَّهُ تَعَالَى ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,
ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
“Ada tiga golongan manusia yang aku adalah musuhnya pada hari Kiamat nanti: (1) seorang berjanji dengan menyebut nama-Ku lalu dia melanggar janji, (2) seorang yang menjual orang yang merdeka lalu dia menikmati hasil penjualannya tersebut (3) seorang yang mempekerjakan orang lain setelah orang tersebut bekerja dengan baik upahnya tidak dibayarkan” (HR Bukhari no 2150).
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda,
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al Albani).
Kewajiban yang paling penting adalah kewajiban terhadap Allah dalam harta para orang kaya. Itulah zakat, setelah itu adalah sedekah dan berbagai sumbangan sosial.
Kelima:
Menjauhi riba dan Berbagai Transaksi Terlarang yang Mengantarkan kepada Riba.
Menjauhi riba dan Berbagai Transaksi Terlarang yang Mengantarkan kepada Riba.
Keenam:
Tidak Memakan Harta Orang Lain Dengan Cara yang Tidak Benar.
Tidak Memakan Harta Orang Lain Dengan Cara yang Tidak Benar.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS An Nisa’: 29)
Dalam ayat ini Allah melarang hamba-hamba-Nya yaitu orang-orang yang beriman untuk memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar yaitu berbagai cara mendapatkan harta yang terlarang semisal riba, judi, suap dan berbagai perbuatan yang menimbulkan permusuhan dan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.
Ketujuh:
Komitmen Dengan Berbagai Peraturan yang Ada.
Meski ada beberapa peraturan yang tidak sejalan dengan syariat Islam, businessman muslim akan semaksimal mungkin menghindari berbagai tindakan yang akan menyebabkannya mendapatkan hukuman, bukan karena meyakini bahwa makhluk memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan. Akan tetapi bertitik tolak dari kewajiban yang Allah tetapkan yaitu mencegah mafsadah (kerusakan) dan tidak mencampakkan diri ke dalam kebinasaan.
Komitmen Dengan Berbagai Peraturan yang Ada.
Meski ada beberapa peraturan yang tidak sejalan dengan syariat Islam, businessman muslim akan semaksimal mungkin menghindari berbagai tindakan yang akan menyebabkannya mendapatkan hukuman, bukan karena meyakini bahwa makhluk memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan. Akan tetapi bertitik tolak dari kewajiban yang Allah tetapkan yaitu mencegah mafsadah (kerusakan) dan tidak mencampakkan diri ke dalam kebinasaan.
Kedelapan:
Tidak Merugikan Pihak Lain.
Tidak Merugikan Pihak Lain.
Bisnisman muslim adalah seorang yang ksatria dalam persaingan bisnis. Dia memiliki prinsip tidak merugikan pihak lain. Dia tidak akan mempermainkan harta untuk merugikan pihak-pihak lain. Dia tidak akan mematok harga yang tinggi karena memanfaatkan kebutuhan orang lain terhadap barang yang dia jual atau karena mengingat dia adalah produsen satu-satunya. Dari Ma’mar bin Abdullah, Rasulullah bersabda,
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
“Tidak ada orang yang menimbun barang dagangan melainkan seorang pendosa.” (HR Muslim no 4207)
Kesembilan:
Loyal Dengan Orang-Orang yang Beriman.
Oleh karena itu, businessman muslim tidak akan mengadakan hubungan dagang dengan pihak-pihak yang secara terang-terangan menyatakan permusuhan dengan Islam dan kaum muslimin.
Loyal Dengan Orang-Orang yang Beriman.
Oleh karena itu, businessman muslim tidak akan mengadakan hubungan dagang dengan pihak-pihak yang secara terang-terangan menyatakan permusuhan dengan Islam dan kaum muslimin.
Kesepuluh:
Mempelajari Hukum-Hukum Syar’i Seputar Muamalah.
Di antara keyakinan setiap muslim adalah hukum-hukum syar’i itu mencakup semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, khalifah Umar mengusir pedagang yang tidak menguasai hukum jual beli dari pasar kaum muslimin.
Mempelajari Hukum-Hukum Syar’i Seputar Muamalah.
Di antara keyakinan setiap muslim adalah hukum-hukum syar’i itu mencakup semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, khalifah Umar mengusir pedagang yang tidak menguasai hukum jual beli dari pasar kaum muslimin.
0 komentar:
Posting Komentar