Seputar Penguburan Jenazah

MENGUBURKAN MAYYIT.

[1]. Wajib menguburkan mayyit, meskipun kafir.
[2]. Tidak boleh menguburkan seorang muslim dengan seorang kafir, begitu pula sebaliknya, harus dipekuburan masing-masing.

[3]. Menurut sunnah Rasul, menguburkan di tempat penguburan, kecuali orang-orang yang mati syahid mereka dikuburkan di lokasi mereka gugur tidak dipindahkan ke penguburan. [Hal ini memuat bantahan terhadap sebagian orang yang mewasiatkan supaya dikuburkan di masjid atau di makam khusus atau di tempat lainnya yang sebenarnya tidak boleh di dalam syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala].

[4]. Tidak boleh menguburkan pada waktu-waktu terlarang [Lihat Bagian XII No 27] atau pada waktu malam, kecuali karena dalam keadaan darurat, meskipun dengan cara memakai lampu dan turun di lubang kubur untuk memudahkan pelaksanaan penguburan.

[5]. Wajib memperdalam lubang kubur, memperluas serta memperbaiki.
[6]. Penataan kubur tempat mayat ada dua cara yang dibolehkan :
  • Lahad : yaitu melubangi liang kubur ke arah kiblat (ini yang afdhal).
  • Syaq : Melubangi ke bawah di pertengahan liang kubur.
[7]. Dalam kondisi darurat boleh menguburkan dalam satu lubang dua mayat atau lebih, dan yang lebih didahulukan adalah yang lebih afdhal di antara mereka.

[8]. Yang menurunkan mayat adalah kaum laki-laki (meskipun mayatnya perempuan).

[9]. Para wali-wali si mayyit lebih berhak menurunkannya.
[10]. Boleh seorang suami mengerjakan sendiri penguburan istrinya.
[11]. Dipersyaratkan bagi yang menguburkan wanita ; yang semalam itu tidak menyetubuhi isterinya.

[12]. Menurut sunnah : memasukkan mayat dari arah belakang liang kubur.

[13]. Meletakkan mayat di atas sebelah kanannya, wajahnya menghadap kiblat, kepala dan kedua kakinya melentang ke kanan dan kekiri kiblat.

[14]. Orang yang meletakkan mayat di kubur membaca : “bismillahi wa’alaa sunnati rasuulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallama” -Artinya : ‘(Aku meletakkannya) dengan nama Allah dan menurut sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” atau : “bismillahi wa ‘alaa millati rasulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallama” – Artinya : “(Aku meletakkan) dengan nama Allah dan menurut millah (agama) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.

[15]. Setelah menimbun kubur disunnahkan hal-hal berikut :
  • Meninggikan kubur sekitar sejengkal dari permukaan tanah, tidak diratakan, supaya dapat dikenal dan dipelihara serta tidak dihinakan.
  • Meninggikan hanya dengan batas yang tersebut tadi.
  • Memberi tanda dengan batu atau selain batu supaya dikenali.
  • Berdiri di kubur sambil mendoakan dan memerintahkan kepada yang hadir supaya mendoakan dan memohonkan ampunan juga. (Inilah yang tersebutkan di dalam sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun talqin yang banyak dilakukan oleh orang-orang awam pada zaman ini maka hal itu tidak ada dalil landasannya di dalam sunnah).
[16]. Boleh duduk saat pemakaman dengan maksud memberi peringatan orang-orang yang hadir akan kematian serta alam setelah kematian. [Hadits Al-Barra bin 'Aazib].

[17]. Menggali kuburan sebagai persiapan sebelum mati, yang dilakukan oleh sebagian orang adalah perbuatan yang tidak dianjurkan dalam syari’at, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan hal itu, para sahabat beliaupun tidak melakukannya. Seorang hamba tidak mengetahui di mana ia akan mati. Jika ia melakukan hal itu dengan dalih supaya bersiap-siap mati atau untuk mengingat kematian maka itu dapat dilakukan dengan cara memperbanyak amalan shaleh, berziarah ke kubur, bukan dengan cara melakukan hal-hal yang hanya dibikin-bikin oleh orang.

sumber : http://gizanherbal.wordpress.com/2011/09/08/ringkasan-hukum-hukum-jenazah/


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger