Berikut ini adalah studi takhrij hadits tentang keutamaan 'Ali bin Abi Thalib radliyallaahu 'anhu :
”Barangsiapa yang mentaati ’Ali maka sungguh ia telah mentaatiku. Barangsiapa yang mendurhakai ’Ali, maka sungguh ia telah mendurhakaiku. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah mendurhakai Allah. Barangsiapa yang mencintai ’Ali, sungguh ia telah mencintaiku. Barangsiapa yang mencintaiku, maka sungguh ia telah mencintai Allah. Barangsiapa yang membenci ’Ali, maka sungguh ia telah membenciku. Barangsiapa yang membenciku, maka sungguh ia telah membenci Allah. Tidaklah ada yang mencintaimu (wahai ’Ali) kecuali ia seorang mukmin, dan tidaklah ada yang membencimu kecuali ia seorang kafir atau munafiq”.
Sanad hadits ini sangat lemah (dla’if jiddan). Di dalamnya terdapat sejumlah ’illat (penyakit) :
Pertama; Ibrahim bin Sulaiman An-Nahmiy. Telah berkata Ad-Daruquthni : “Matruk” [Suaalaat Al-Hakim An-Naisabury lid-Daruquthni no. 40].
Kedua; ‘Umar bin Sa’d An-Nashriy. Al-Hafidh Adz-Dzahabi berkata tentangnya : “Ia meriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdillah Ats-Tsaqafy, dari ayahnya, dari kakeknya. Telah menceritakan darinya Isma’il bin Musa. Ia termasuk dari kalangan orang-orang Bashrah. Telah berkata Al-Bukhari : “Tidak sah haditsnya” [Mizaanul-I’tidaal 3/199].
Ketiga; ‘Umar bin ‘Abdillah bin Ya’la bin Murrah Ats-Tsaqafy. Imam Ahmad berkata : “Dla’iiful-hadiits” [Al-’Ilal wa Ma’rifatur-Rijaal no. 1204]. Beliau juga berkata : “Munkarul-hadits” [Adl-Dlu’afaa’ Al-Kubraa oleh Al-‘Uqaily 3/177].
Berkata Abu Nu’aim : “Aku memandang tidaklah halal bagiku untuk meriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdillah” [Al-Majruuhiin 2/92].
Ibnu ‘Ma’in berkata : “Tidak ada apa-apanya (laisa bisyai’)” [Tarikh Ad-Daarimi no. 462, 640]. Beliau juga berkata : “Dla’if “ [At-Taarikh – riwayat Ad-Dury no. 3939].
Abu Hatim Ar-Razy berkata : “Dla’iful-hadiits, munkarul-hadits” [Al-Jarh wat-Ta’dil 6/118]. Telah berkata Abu Hatim : Abu Zur’ah pernah ditanya tentang ‘Umar bin ‘Abdillah bin Ya’la, maka ia menjawab : “Ia tidak kuat” (laisa bil-qawiy)”. Akupun bertanya : “Seperti apa keadaannya ?”. Maka ia menjawab : “Aku memohon kepada Allah keselamatan” [Al-Jarh wat-Ta’dil 6/118,119].
Telah berkata Al-Bukhari : “Terdapat perbincangan padanya” [At-Taarikh Al-Kabiir 2/113].
Telah berkata Ibnu Hibban : ”Munkar riwayatnya dari ayahnya...., ’Umar bin ’Abdillah bin Ya’la meriwayatkan dengan cara menyalin/menulis dimana banyak diantara riwayat dari ayahnya dari kakeknya yang terbalik (maqlubah)” [Al-Majruhin 2/92]. Beliau juga berkata : ”Waahin (lemah)” [Al-Majruhin 2/25].
An-Nasa’i berkata : ”Dla’iif ” [Ad-Dlu’afaa’ wal-Matrukiin no. 457].
Ad-Daruquthni berkata : “Matruk” [Tahdzibul-Kamal 21/420].
Telah berkata Adz-Dzahabi : “Lemah” [Al-Mughni 2/470, Al-Kaasyif 2/64, dan Ad-Diwaan no. 3076].
Ibnu Hajar berkata : “Dla’if” [At-Taqriib no. 4967]; “Disepakati kelemahannya” [Lisaanul-Mizan 4/307].
Keempat; ‘Abdullah bin Ya’la bin Murrah Ats-Tsaqafy. Al-Bukhari berkata : “Fiihi nadhar” [Adl-Dlu’afaa’ Ash-Shaghiir no. 200].
Ibnu Hibban berkata : “Tidaklah membanggakan bagiku berhujjah dengan khabarnya jika ia bersendirian akibat banyaknya riwayat munkar darinya. Status anaknya juga lemah. Maka aku tidak mengetahui apakah musibah yang ada di dalamnya tersebut berasal darinya atau dari anaknya” [Al-Majruhiin 2/25].
Ad-Daruquthni berkata ketika menyebut biografi anaknya : “’Umar bin ‘Abdillah bin Ya’la bin Murrah Ats-Tsaqafy, dari ayahnya, dari kakeknya. Adapun ayahnya, maka tidaklah diketahui kecuali dengan riwayat tersebut” [Adl-Dlu’afaa’ wal-Matrukiin no. 376].
Adz-Dzahabi berkata : “Dla’if” [Ad-Diwaan no. 2353].
Kesimpulan :
Status hadits ini adalah sangat lemah, tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
مَنْ أَطَاعَني فَقَد أَطَاعَ اللهَ ، وَمَنْ عَصَاني فَقَد عَصَى الله ، ومَنْ أَطَاعَ عَليًّا فَقَد أَطَاعَني ، ومَنْ عَصَى عَليًّا فَقَد عَصَاني
”Barangsiapa yang mentaatiku (Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam), maka sungguh ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka sungguh ia telah mendurhakai Allah. Barangsiapa yang mentaati ’Ali, maka sungguh ia telah mentaatiku. Dan barangsiapa yang mendurhakai ’Ali, maka sungguh ia telah mendurhakaiku”.
Hadits ini dikeluarkan oleh Abul-Hasan Khaitsamah bin Sulaiman dalam Al-Muntakhab min Fawaaid (hal. 79), Ibnu ’Adiy dalam Al-Kaamil (7/365), Abu Bakr Al-Isma’ily dalam Mu’jamusy-Syuyuukh (1/485), Abu ’Abdillah Al-Hakim An-Naisabury dalam Al-Mustadrak (3/121, 3/128), dan Ibnu ’Asaakir dalam At-Taarikh (42/306). Dari jalan Khaitsamah bin Sulaiman dan Ibnu ’Adiy, Al-Hafidh Ibnu ’Asakir membawakan dalam Tarikh-nya (42/306, 42/307).
Dari Yahya bin Ya’la, telah menceritakan kepada kami Bassaam Ash-Shirfy, dari Al-Hasan bin ’Amru Al-Fuqaimy, dari Mu’awiyah bin Tsa’labah, dari Abu Dzarr radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam, dan kemudian disebut lafadh hadits sebagaimana di atas.
Telah berkata Abu ’Abdillah Al-Hakim : ”Hadits ini adalah sanadnya shahih, namun tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim”. Perkataan ini disepakati oleh Adz-Dzahabi.
Perkataan Al-Hakim dan persetujuan Adz-Dzahabi ini perlu ditinjau kembali, sebab dalam sanadnya terdapat dua ’illat (penyakit), yaitu :
Pertama;
Hadits ini dikeluarkan oleh Abul-Hasan Khaitsamah bin Sulaiman dalam Al-Muntakhab min Fawaaid (hal. 79), Ibnu ’Adiy dalam Al-Kaamil (7/365), Abu Bakr Al-Isma’ily dalam Mu’jamusy-Syuyuukh (1/485), Abu ’Abdillah Al-Hakim An-Naisabury dalam Al-Mustadrak (3/121, 3/128), dan Ibnu ’Asaakir dalam At-Taarikh (42/306). Dari jalan Khaitsamah bin Sulaiman dan Ibnu ’Adiy, Al-Hafidh Ibnu ’Asakir membawakan dalam Tarikh-nya (42/306, 42/307).
Dari Yahya bin Ya’la, telah menceritakan kepada kami Bassaam Ash-Shirfy, dari Al-Hasan bin ’Amru Al-Fuqaimy, dari Mu’awiyah bin Tsa’labah, dari Abu Dzarr radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam, dan kemudian disebut lafadh hadits sebagaimana di atas.
Telah berkata Abu ’Abdillah Al-Hakim : ”Hadits ini adalah sanadnya shahih, namun tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim”. Perkataan ini disepakati oleh Adz-Dzahabi.
Perkataan Al-Hakim dan persetujuan Adz-Dzahabi ini perlu ditinjau kembali, sebab dalam sanadnya terdapat dua ’illat (penyakit), yaitu :
Pertama;
Yahya bin Ya’la – ia adalah Al-Aslamy Al-Qathawaniy - , maka ia bukanlah Al-Muhaariby sebagaimana yang diperkirakan. Ibnu ’Ady telah membawakan hadits ini dalam biografi Al-Aslamy dan meletakkannya dalam riwayat-riwayat munkarnya.
Tentang Yahya bin Ya’la Al-Aslamy Al-Qathawaniy, maka Al-Bukhari berkomentar : ”Haditsnya goncang (mudltharibul-hadiits). Ia mempunyai kunyah : Abu Zakariyya, termasuk orang yang ditinggalkan haditsnya (dzaahibul-hadits)” [At-Taarikh Al-Ausath 2/183].
Yahya bin Ma’in berkata : ”Tidak ada apa-apanya (laisa bisyai’ )” [Al-Kaamil oleh Ibnu ’Adiy 7/233].
Abu Hatim Ar-Raazi berkata : ”Orang Kufah, tidak kuat (laisa bil-qawiy), lemah haditsnya” [Al-Jarh wat-Ta’dil 9/196].
Abu Bakr Al-Bazzaar berkata : ”Melakukan kesalahan dalam sanad-sanad” [Tahdziibut-Tahdzib 11/266].
Ibnu ’Adiy berkata : ”Orang Kufah, termasuk di antara orang-orang Syi’ahnya” [Al-Kaamil 7/233].
Kedua;
Tentang Yahya bin Ya’la Al-Aslamy Al-Qathawaniy, maka Al-Bukhari berkomentar : ”Haditsnya goncang (mudltharibul-hadiits). Ia mempunyai kunyah : Abu Zakariyya, termasuk orang yang ditinggalkan haditsnya (dzaahibul-hadits)” [At-Taarikh Al-Ausath 2/183].
Yahya bin Ma’in berkata : ”Tidak ada apa-apanya (laisa bisyai’ )” [Al-Kaamil oleh Ibnu ’Adiy 7/233].
Abu Hatim Ar-Raazi berkata : ”Orang Kufah, tidak kuat (laisa bil-qawiy), lemah haditsnya” [Al-Jarh wat-Ta’dil 9/196].
Abu Bakr Al-Bazzaar berkata : ”Melakukan kesalahan dalam sanad-sanad” [Tahdziibut-Tahdzib 11/266].
Ibnu ’Adiy berkata : ”Orang Kufah, termasuk di antara orang-orang Syi’ahnya” [Al-Kaamil 7/233].
Kedua;
Mu’awiyyah bin Tsa’labah. Ia disebutkan oleh Al-Bukhari dalam At-Taarikh (7/333) dan Ibnu Abi Haatim dalam Al-Jarh wat-Ta’dil (8/378) – keduanya diam tidak berkomentar tentangnya. Disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqaat (5/416) dimana ia dikenal biasa menyebutkan dalam kitabnya tersebut orang-orang yang berstatus majhul.
Terdapat hadits lain yang dianggap sebagai syahid, yaitu hadits Ya’la bin Murrah Ats-Tsaqafiy.
Diriwayatkan oleh Ibnu ’Adiy dalam Al-Kaamil (4/349) dari jalan Ibnu ’Asakir dalam Tarikh-nya (42/270) ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far bin Yaziid Al-Mathiiriy : Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sulaiman An-Nahmiy Al-Kufiy : Telah menceritakan kepada kami ’Ubadah bin Ziyaad : Telah menceritakan kepada kami ’Umar bin Sa’d, dari ’Umar bin ’Abdillah Ats-Tsaqafiy, dari ayahnya, dari kakeknya yaitu Yahya bin Murrah Ats-Tsaqafiy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
Terdapat hadits lain yang dianggap sebagai syahid, yaitu hadits Ya’la bin Murrah Ats-Tsaqafiy.
Diriwayatkan oleh Ibnu ’Adiy dalam Al-Kaamil (4/349) dari jalan Ibnu ’Asakir dalam Tarikh-nya (42/270) ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far bin Yaziid Al-Mathiiriy : Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sulaiman An-Nahmiy Al-Kufiy : Telah menceritakan kepada kami ’Ubadah bin Ziyaad : Telah menceritakan kepada kami ’Umar bin Sa’d, dari ’Umar bin ’Abdillah Ats-Tsaqafiy, dari ayahnya, dari kakeknya yaitu Yahya bin Murrah Ats-Tsaqafiy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
مَنْ أَطَاعَ عَليًّا فقد أطاعني ، ومَنْ عصى عليا فقد عصاني ، ومن عصاني فقد عصى الله ، ومن أحب عليا فقد أحبني ، ومن أحبني فقد أحب الله ، ومن أبغض عليًّا فقد أبغضني ، ومن أبغضني فقد أبغض الله ، لا يحبك إلا مؤمن ولا يبغضك إلا كافر أو منافق .
”Barangsiapa yang mentaati ’Ali maka sungguh ia telah mentaatiku. Barangsiapa yang mendurhakai ’Ali, maka sungguh ia telah mendurhakaiku. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah mendurhakai Allah. Barangsiapa yang mencintai ’Ali, sungguh ia telah mencintaiku. Barangsiapa yang mencintaiku, maka sungguh ia telah mencintai Allah. Barangsiapa yang membenci ’Ali, maka sungguh ia telah membenciku. Barangsiapa yang membenciku, maka sungguh ia telah membenci Allah. Tidaklah ada yang mencintaimu (wahai ’Ali) kecuali ia seorang mukmin, dan tidaklah ada yang membencimu kecuali ia seorang kafir atau munafiq”.
Sanad hadits ini sangat lemah (dla’if jiddan). Di dalamnya terdapat sejumlah ’illat (penyakit) :
Pertama; Ibrahim bin Sulaiman An-Nahmiy. Telah berkata Ad-Daruquthni : “Matruk” [Suaalaat Al-Hakim An-Naisabury lid-Daruquthni no. 40].
Kedua; ‘Umar bin Sa’d An-Nashriy. Al-Hafidh Adz-Dzahabi berkata tentangnya : “Ia meriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdillah Ats-Tsaqafy, dari ayahnya, dari kakeknya. Telah menceritakan darinya Isma’il bin Musa. Ia termasuk dari kalangan orang-orang Bashrah. Telah berkata Al-Bukhari : “Tidak sah haditsnya” [Mizaanul-I’tidaal 3/199].
Ketiga; ‘Umar bin ‘Abdillah bin Ya’la bin Murrah Ats-Tsaqafy. Imam Ahmad berkata : “Dla’iiful-hadiits” [Al-’Ilal wa Ma’rifatur-Rijaal no. 1204]. Beliau juga berkata : “Munkarul-hadits” [Adl-Dlu’afaa’ Al-Kubraa oleh Al-‘Uqaily 3/177].
Berkata Abu Nu’aim : “Aku memandang tidaklah halal bagiku untuk meriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdillah” [Al-Majruuhiin 2/92].
Ibnu ‘Ma’in berkata : “Tidak ada apa-apanya (laisa bisyai’)” [Tarikh Ad-Daarimi no. 462, 640]. Beliau juga berkata : “Dla’if “ [At-Taarikh – riwayat Ad-Dury no. 3939].
Abu Hatim Ar-Razy berkata : “Dla’iful-hadiits, munkarul-hadits” [Al-Jarh wat-Ta’dil 6/118]. Telah berkata Abu Hatim : Abu Zur’ah pernah ditanya tentang ‘Umar bin ‘Abdillah bin Ya’la, maka ia menjawab : “Ia tidak kuat” (laisa bil-qawiy)”. Akupun bertanya : “Seperti apa keadaannya ?”. Maka ia menjawab : “Aku memohon kepada Allah keselamatan” [Al-Jarh wat-Ta’dil 6/118,119].
Telah berkata Al-Bukhari : “Terdapat perbincangan padanya” [At-Taarikh Al-Kabiir 2/113].
Telah berkata Ibnu Hibban : ”Munkar riwayatnya dari ayahnya...., ’Umar bin ’Abdillah bin Ya’la meriwayatkan dengan cara menyalin/menulis dimana banyak diantara riwayat dari ayahnya dari kakeknya yang terbalik (maqlubah)” [Al-Majruhin 2/92]. Beliau juga berkata : ”Waahin (lemah)” [Al-Majruhin 2/25].
An-Nasa’i berkata : ”Dla’iif ” [Ad-Dlu’afaa’ wal-Matrukiin no. 457].
Ad-Daruquthni berkata : “Matruk” [Tahdzibul-Kamal 21/420].
Telah berkata Adz-Dzahabi : “Lemah” [Al-Mughni 2/470, Al-Kaasyif 2/64, dan Ad-Diwaan no. 3076].
Ibnu Hajar berkata : “Dla’if” [At-Taqriib no. 4967]; “Disepakati kelemahannya” [Lisaanul-Mizan 4/307].
Keempat; ‘Abdullah bin Ya’la bin Murrah Ats-Tsaqafy. Al-Bukhari berkata : “Fiihi nadhar” [Adl-Dlu’afaa’ Ash-Shaghiir no. 200].
Ibnu Hibban berkata : “Tidaklah membanggakan bagiku berhujjah dengan khabarnya jika ia bersendirian akibat banyaknya riwayat munkar darinya. Status anaknya juga lemah. Maka aku tidak mengetahui apakah musibah yang ada di dalamnya tersebut berasal darinya atau dari anaknya” [Al-Majruhiin 2/25].
Ad-Daruquthni berkata ketika menyebut biografi anaknya : “’Umar bin ‘Abdillah bin Ya’la bin Murrah Ats-Tsaqafy, dari ayahnya, dari kakeknya. Adapun ayahnya, maka tidaklah diketahui kecuali dengan riwayat tersebut” [Adl-Dlu’afaa’ wal-Matrukiin no. 376].
Adz-Dzahabi berkata : “Dla’if” [Ad-Diwaan no. 2353].
Kesimpulan :
Status hadits ini adalah sangat lemah, tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
0 komentar:
Posting Komentar