Hati Bersemi Di Musim Dingin

Segala puji bagi Allah, Rabb pencipta malam dan siang, musim panas dan musim dingin. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Di bumi bagian utara sebentar lagi di akhir tahun semacam ini akan memasuki musim dingin (winter).

Dalam kitab Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab rahimahullah memiliki satu bahasan tentang keutamaan musim dingin (dengan judul “Fadhl Asy Syita’ “).

Pembahasan kali ini akan sedikit menyarikan apa yang beliau sampaikan dalam kitab tersebut. Sekaligus hal ini jadi faedah berharga untuk kami yang sedang menghadapi musim tersebut.
Moga bermanfaat.

Musim Dingin Bagaikan Musim Semi Bagi Orang Beriman
  • Imam Ahmad mengeluarkan hadits dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشِّتَاءُ رَبِيعُ الْمُؤْمِنِ 

“Musim dingin terasa seperti musim semi bagi orang beriman” [HR. Ahmad 3/75. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakann bahwa sanad hadits ini dho’if].
  • Imam Al Baihaqi dan selainnya mengeluarkan dengan tambahan,
الشِّتَاءُ رَبِيعُ الْمُؤْمِنِ قَصُرَ نَهَارُهُ فَصَامَ وَطَالَ لَيْلُهُ فَقَامَ 

“Musim dingin seperti musim semi bagi orang beriman. Siangnya begitu singkat, maka ia gunakan untuk berpuasa dan malamnya begitu panjang, maka ia gunakan untuk shalat malam” [ HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro (4/297). Namun hadits ini didhoifkan oleh Al Albani dalam Dho’if Al Jaami’ no. 3429].
 
Dikatakan seperti di atas karena seorang mukmin di musim dingin begitu mudah untuk berpuasa. Siangnya begitu pendek dan ia pun tidak dapati kesulitan apa-apa, tidak mendapati rasa lapar dan haus ketika berpuasa.
 
Musim Dingin Saat Meraih Ghonimah
  • Dalam musnad Ahmad dan At Tirmidzi, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
الْغَنِيمَةُ الْبَارِدَةُ الصَّوْمُ فِى الشِّتَاءِ
 
“Ghonimah baaridah adalah puasa di musim dingin” [HR. Tirmidzi no. 797. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih].
  • Abu Hurairah pernah bertanya, “Tahukah kalian ghonimah baaridah (yang menyejukkan, terasa dingin)?” “Tidak”, jawab mereka (yang ditanya). “Berpuasa saat musim dingin”, jawab Abu Hurairah.[Lathoif Al Ma’arif, 564]. Yang dimaksud ghonimah baaridah bahwasanya ghonimah tersebut diperoleh tanpa melakukan peperangan, tanpa ada rasa capek dan tanpa ada kesulitan sama sekali. Artinya, orang yang mendapatkan ghonimah ini tanpa ada kesulitan sama sekali.
Shalat Tahajjud di Musim Dingin.
Malam di musim dingin amat panjang. Hal ini bukan berarti seorang mukmin malas-malasan, berselimut terus hingga shuhuh hari sehingga enggan bermunajat pada Sang Khaliq di akhir malam. Justru ini adalah kesempatan yang baik untuk melaksanakan shalat tahajjud.
  • Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Adapun shalat malam di musim dingin, karena begitu panjang, maka seseorang bisa menggunakannya untuk tidur. Setelah itu, ia bisa menggunakannya untuk shalat malam. Di malam seperti itu ia bisa gunakan waktunya untuk membaca Al Qur’an seluruhnya sesuai kebiasaannya dan sebelumnya telah dia gunakan waktu malam itu untuk tidur. Di sini tergabunglah dua hal yaitu antara tidur yang ia butuhkan dan rutinitas ia dalam membaca Al Qur’an. Sehingga ia pun memperoleh kemaslahatan dalam agama dan istirahat pada jasadnya.”.
  • Yahya bin Mu’adz pernah mengatakan,
اَللَّيْلُ طَوِيْلٌ فَلاَ تُقْصِرُهُ بِمَنَامِكَ وَالإِسْلاَمُ نَقِيٌّ فَلاَ تُدَنِّسُهُ بِآثَامِكَ
 
“Malam yang panjang, janganlah engkau membuatnya singkat
dengan hanya tidur-tiduran saja. Islam adalah agama yang bersih,
janganlah engkau campuri dengan gelimangan dosamu.”
[Lathoif Al Ma’arif, 565].
 
Sangat berbeda dengan musim panas. Malam di musim panas begitu singkat dan amat panas, amat sulit mengambil waktu istirahat saat itu. Sehingga seseorang yang ingin melaksanakan shalat malam pun butuh usaha keras. Waktu malam pun tidak bisa digunakan banyak untuk membaca Al Qur’an sesuai rutinitas.
  • Ibnu Mas’ud pernah mengatakan,
مَرْحَبًا بِالشِّتَاءِ تَنْزِلُ فِيْهِ الْبَرَكَةُ وَيَطُوْلُ فِيْهِ اللَّيْلُ لِلْقِيَامِ وَيقصرُ فِيْهِ النَّهَارُ لِلصِّيَامِ

“Selamat datang musim dingin. Kala itu turun barokah dengan malam yang begitu panjang untuk shalat malam. Sebaliknya, siang begitu singkat untuk berpuasa.” [Lathoif Al Ma’arif, 565].
  • Al Hasan Al Bashri mengatakan,
نَعَمْ, زَمَانُ الْمًؤْمِنِ الشِّتَاءُ لَيْلُهُ طَوِيْلٌ يَقُوْمُهُ وَنَهَارُهُ قِصِيْرٌ يَصُوْمُهُ 

“Sebaik-baik waktu bagi orang mukmin adalah di musim dingin. Malamnya begitu panjang untuk shalat malam dan siangnya begitu singkat untuk puasa.” [Lathoif Al Ma’arif, 565].
  • 'Ubaid bin 'Umair berkata,
يَا أَهْلَ الْقُرْآنِ طَالَ لَيْلُكُمْ لِقِرَاءَتِكُمْ فَاقْرَؤْوْا وَقَصرَ النَّهَارَ لِصَيَامِكُمْ فَصُوْمُوْا 

“Wahai ahli Qur'an, ini adalah malam yang panjang, waktu untuk kalian memperbanyak bacaan Al Qur'an, maka banyak bacalah. Saat ini siang begitu singkat untuk puasa kalian, maka berpuasalah.” [Lathoif Al Ma’arif, 565].
 
Begitu Berat Shalat Tahajjud.
Di musim dingin memang terasa berat untuk melaksanakan shalat tahajjud meskipun sudah diberi kesempatan dengan malam yang begitu panjang. Kenapa terasa berat?
 
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan ada 2 (dua) alasan.
  • Alasan pertama, jiwa yang begitu berat untuk bangun karena kondisi yang begitu dingin.
  • Alasan kedua, rasa sulit ketika ingin menyempurnakan wudhu.
Namun ketahuilah bahwa menyempurnakan wudhu di saat cuaca begitu dingin adalah amalan yang afdhol. Disebutkan dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
 
أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ. قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ  إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ
 وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ.

“Maukah kalian untuk aku tunjukkan atas sesuatu yang dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?" Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Menyempurnakan wudhu pada sesuatu yang dibenci (seperti keadaan yang sangat dingin pent), banyaknya langkah kaki ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Itulah ribath.” [HR. Muslim no. 251].
  • Al Qodhi Abul Walid Al Baji berkata, "Asal kata 'ribath' adalah terikat pada sesuatu. Artinya di sini, ia menahan dirinya (dari kemalasan) untuk tetap melakukan ketaatan." [Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya’ At Taurots, 1392, 3/141].
Ibnu Sa’ad meriwayatkan dengan sanadnya bahwasanya ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mewasiatkan kepada anaknya ‘Abdullah menjelang wafatnya, beliau berkata padanya,
 
يَا بُنَيَّ عَلَيْكَ بِخِصَالِ الإِيْمَانِ قَالَ: وَمَا هِيَ؟ قَالَ: اَلصَّوْمُ فِيْ شِدَّةِ الْحَرِّ أَيَامَ الصَّيْفِ وَقَتْلُ الأَعْدَاءِ بِالسَّيْفِ وَالصَّبْرُ
 عَلَى الْمُصِيْبَةِ وَإِسْبَاغِ الْوُضُوْءِ فِيْ الْيَوْمِ الشَّاتِي وَتَعْجِيْلُ الصَّلاَةِ فِيْ يَوْمِ الْغَيْمِ وَتَرْكُ رَدْغَةِ الْخِبَالِ
 فَقَالَ: مَا رَدْغَةُ الْخَبَالِ ؟ قال: شُرْبُ الْخَمْرِ

Wahai anakku, wajib kalian memiliki tanda keimanan.” “Apa itu?”, anaknya bertanya. Beliau menjawab, “Berpuasa di hari yang amat terik di musim panas, memerangi musuh dengan pedang, bersabar atas musibah, menyempurnakan wudhu di hari yang amat dingin (musim dingin), menyegerakan shalat di saat mendung, dan meninggalkan ‘rodhghotul khobal’.” “Apa itu ‘rodhghotul khobal’?”, anaknya bertanya. “Rodhghotul khobal adalah meminum khomr (segala sesuatu yang memabukkan, pen)”, jawab ‘Umar.[Lathoif Al Ma’arif, hal. 567].
 
Berkemul dengan Baju Wol.
Di musim dingin, maka sudah sepantasnya setiap orang mengatasi suhu yang teramat dingin tersebut dengan pakaian dan lainnya. Allah telah menciptakan pada hamba pakaian dari wol yang berasal dari bulu hewan dan selainnya.

Allah Ta’alaberfirman,
 
وَالأَنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ
 
“Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu;
padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat,
dan sebahagiannya kamu makan.” (QS. An Nahl: 5).
 
Allah Ta’ala juga berfirman,
 
وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ
 
“Dan (Dia jadikan pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing,
alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai)
sampai waktu (tertentu).” (QS. An Nahl: 80).
  • Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu pun pernah memberi wasiat ketika masuk musim dingin untuk berbekal dengan pakaian-pakaian tebal karena beliau katakan bahwa musim dingin adalah musuh, begitu cepat menyerang dan amat sulit untuk keluar. [Lathoif Al Ma’arif, hal. 571].
Meminta Kemudahan dari Allah
Untuk menghadapi musim dingin ini tentu saja bukan sekedar usaha yang dilakukan. Namun yang utama sekali adalah banyak memohon kemudahan pada Allah agar dikeluarkan dari kesulitan yang ada. Demikianlah yang dilakukan oleh para ulama salaf dahulu. Ketika mereka amat sulit untuk berwudhu di musim dingin, mereka pun berdo’a pada Allah ‘azza wa jalla. Akhirnya, cuaca yang begitu dingin, mereka rasakan hangat. Begitu pula cuaca yang begitu panas, mereka rasakan menyejukkan. Demikian dialami oleh beberapa ulama salaf sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah. [Lathoif Al Ma’arif, hal. 570].
 
Ingatlah tidak ada kemudahan kecuali yang Allah buat mudah.
 
اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
 
Allahumma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlaa” [artinya: Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah]. [Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya (3/255). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi ‘Umar, Ibnus Suni dalam ‘Amal Yaum wal Lailah. (Lihat Jaami’ul Ahadits, 6/257, Asy Syamilah)].
 
Ya Allah, berilah kami kemudahan di musim dingin ini. Jadikanlah kondisi yang ada serasa di musim panas dengan penuh kehangatan. Mudahkanlah kami pula dalam setiap ibadah dan aktivitas yang ada.
 
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
 
[Bahasan ini diolah dari Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 564-576]
 
Prepared after ‘Isya until 10.00 pm, on 20th Dzulhijjah 1431 H (26/11/2010), in Riyadh, KSA
By: Muhammad Abduh Tuasikal.
 


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger