Mengapa Anda Menolak Bid’ah Hasanah? [3]

SYUBHAT-SYUBHAT ORANG YANG MENGAKUI ADANYA BID’AH HASANAH
BESERTA BANTAHANNYA

SYUBHAT PERTAMA

Pemahaman mereka terhadap hadits:

من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها و أجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيئ و من سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها و وزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيئ

“Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang hasanah (baik) dalam Islam maka baginya pahala dari perbuatannya itu dan pahala dari orang yang melakukannya sesudahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang sayyi-ah (buruk), maka baginya dosanya dan dosa dari orang yang melakukannya sesudahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”
[Ditakhrij oleh Muslim, no. 1017].

BANTAHAN:

Pertama:
Bahwasanya makna من سن, adalah “barangsiapa yang melakukan suatu amalan sebagai penerapan dari ajaran syari’at yang ada, bukan orang yang melakukan suatu amalan sebagai penetapan suatu syari’at yang baru”. Karena itu maka yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah beramal sesuai ajaran sunnah nabawiyyah yang ada.
  • Yang menunjukkan hal ini adalah faktor penyebab disabdakannnya hadits itu, yakni sedekah yang disyari’atkan. [Sebab disebutkannya hadits tersebut adalah sebagai berikut: Dari Jabir bin Abdullah رضي الله عنه berkata: Rasulullah صلى الله عليه و سلم pernah berkhutbah kepada kami, lalu beliau member semangat kepada manusia untuk bersedekah, akan tetapi mereka berlambat-lambat untuk bersedekah sampai-sampai nampak kemarahan diwajah beliau kemudian datanglah seorang Anshar dengan sekantong (sedekah) lalu orang-orang (bersedekah) mengikutinya sehingga nampak keceriaan diwajah beliau, maka beliaupun bersabda: “Barang siapa…. dst.”. Lafazh hadits ini dari riwayat Ad Daarimiy, no. 514 (1/141) dan dalam riwayat Muslim lebih panjang dari ini.]

Kedua:
Bahwasanya orang yang mengatakan من سن في الإسلام سنة حسنة beliau (Rosululloh) juga yang mengatakan كل بدعة ضلالة. Tidak mungkin akan muncul dari mulut orang yang benar lagi dipercaya suatu perkataan yang mendustakan perkataan yang lain dari beliau sendiri, dan selamanya tidak mungkin perkataan Rasulullah صلى الله عليه و سلم saling bertentangan”. [Al Ibdaa’ Fii Kamaalisy Syar’I Wa Khatharil Ibtidaa’ oleh Ibnu ‘Utsaimin, hal. 19.]
  • Oleh karena itu kita tidak dibenarkan mengamalkan suatu hadits lalu berpaling dari hadits yang lain, sebab hal yang demikian merupakan ciri orang-orang yang beriman terhadap sebagian Al Kitab dan mengingkari sebagian yang lain.

Ketiga:
Bahwasanya Nabi صلى الله عليه و سلم mengatakan من سن (barangsiapa yang menerapkan sunnah pertama kali) dan beliau tidak mengatakan من إبتدع (barangsiapa yang mengadakan suatu agama yang baru dalam agama), dan beliau mengatakan في الإسلام (dalam Islam), sedangkan bid’ah itu bukan dari Islam. Beliau mengatakan حسنة (yang baik) sedangkan bid’ah bukan merupakan sesuatu yang baik. [Al Ibdaa’ Fii Kamaalisy Syar’I Wa Khatharil Ibtidaa’ oleh Ibnu ‘Utsaimin, hal. 20.]
  • Dan jelas sekali perbedaan antara Sunnah dan Bid’ah, sebab sunnah merupakan suatu jalan yang diikutim, sedangkan bid’ah itu merupakan suatu yang dibuat-buat dalam agama.

Keempat:
Tidak pernah dinukilkan dari seorangpun dari ulama salaf yang menafsirkan kata سنة حسنة dengan arti bid’ah yang diada-adakan oleh manusia dari diri mereka sendiri.

Kelima:
Bahwasanya makan من سن adalah: “Barangsiapa yang menghidupkan suatu sunnah yang pernah ada kemudian hilang lalu dihidupkan kembali”. Oleh karena itu maka jadilah kata “Sunnah” itu disandarkan kepada orang yang menghidupkan sunnah tersebut setelah sunnah ditinggalkan orang.
Dalilnya adalah hadits:

من أحيا سنة من سنتي فعمل بها الناس كان له مثل أجر من عمل مها لا ينقص من أجورهم شيْا و من ابتدع بدعة فعمل بها كان عليه أوزار من عمل بها لا ينقص من أوزار من عمل بها شيئا

“Barangsiapa menghidupkan salah satu sunnahku lalu orang-orang ikut mengamalkannya, maka ia mendapatkan pahala dari orang yang ikut mengamalkannya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang mengadakan suatu bid’ah lalu mengamalkannya, maka ia akan mendapatkan dosa dari orang yang ikut melakukannya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” [Sunan Ibnu Maajah, no. 209 dan dishahihkan oleh Al Albaniy.]

Keenam:
Bahwasanya perkataan beliau من سن سنة حسنة dan و من سن سنة سيئة tidak mungkin kita tafsirkan “menciptakan suatu yang baru”, sebab kerberadaannya sebagai suatu yang baik atau buruk itu tidak mungkin diketahui kecuali melalui syari’at agama. Karena itulah maka yang dimaksud dengan sunnah dalam hadits tersebut haruslah baik menurut syara’ atau sebaliknya buruk menurut syara’.

Maka pengertian itu hanya berlaku bagi bentuk sedekah yang telah disebutkan, adapun sedekah yang serupa dengannya merupakan bagian dari sunnah-sunnah yang telah disyari’atkan, sehingga tinggallah kedudukan “sunnah sayyi-ah (yang buruk)” itu ditafsirkan sebagai perbuatan maksiat yang keberadaannya menurut syara’ jelas-jelas maksiat, seperti membunuh, sebagaimana yang diperingatkan (oleh Nabi صلى الله عليه و سلم kepada kita-pent) dalam hadits mengenai Anak Adam, dimana beliau bersabda:

لأنه أول من سن القتل

“Sebab dialah yang pertama-tama melakukan sunnah membunuh” [Lihat Al I’tishaam, oleh Asy Syaathibiy, (1/236)]. Begitu pula bid’ah itu (dikatakan  sebagai suatu hal yang buruk –pent.), sebab telah ada celaan dan larangan terhadapnya dari syara’. [Dikeluarkan oleh Al Bukhari, no. 2010]

[Disalin dari buku "Mengapa Anda Menolak Bid'ah Hasanah?" terbitan Pustaka At-Tibyan].



0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger