Kumpulan Mutiara Hikmah (Bag.2)

Kemarahan Pintu Keburukan
Ja’far bin Muhammad rahimahullah pernah berkata, “Kemarahan merupakan kunci dari segala keburukan.”
 
Pengaruh Dosa
Seorang pemuda mendatangi al-Hasan al-Bashri dan mengadukan masalah yang sedang ia hadapi kepadanya. Pemuda tersebut berkata, “Saya telah berusaha untuk bisa menjaga shalat malam, akan tetapi sampai saat ini saya masih belum mampu untuk melaksanakannya.”
Al-Hasan al-Bashri menjawab,
“Dosa-dosamu telah menghalangimu untuk melakukannya.”
Di lain waktu, pemuda lainnya mendatangi al-Hasan al-Bashri
dan berkata kepadanya,
“Sesungguhnya saya telah banyak berbuat maksiat kepada Allah,
akan tetapi Allah tetap memberikan kepadaku kemudahan dunia dan membukakannya untukku. Semua yang aku inginkan
dari perkara dunia ini dapat aku raih.”
 
Al-Hasan berkata, “Apakah Anda biasa melaksanakan shalat malam?”
Pemuda tersebut menjawab, “Tidak.”
Al-Hasan al-Bashri menjawab,
Cukuplah hal ini sebagai hukuman Allah atas dosa-dosamu. Allah telah mengharamkan untukmu kenikmatan bermunajat kepada-Nya.”.

Jangan Tertipu oleh Amal dan Dosa
Al-Hasan al-Bashri pernah berkata,
“Janganlah Anda tertipu dengan banyaknya amal ibadah yang telah Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah menerima amalan Anda atau tidak.
Jangan pula Anda merasa aman dari bahaya dosa-dosa yang Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah mengampuni dosa-dosa Anda tersebut atau tidak.”.

Ketakwaan dan Kemuliaan
Salah seorang ahli hikmah pernah berkata,
“ Barangsiapa mencari kemuliaan selain dengan menempuh jalan ketakwaan kepada Allah, maka selamanya ia tidak akan menjadi mulia.”.

Jaminan Allah Bagi Pengikut Petunjuk Al-Qur’an
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
Allah menjamin akan menganugerahkan hidayah dari kesesatan dan memberikan keselamatan pada hari perhitungan amal (kelak di akhirat)
bagi orang yang benar-benar membaca al-Qur’an dan mengikuti petunjuk
yang ada di dalamnya.
Demikian itu sesuai dengan firman Allah,
“"Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, maka ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (Thaha: 123-124).

Menjaga Lisan
Ibnul Qayyim rahimahullah pernah berkata,
“Sungguh aneh! Seorang manusia bisa mengendalikan dirinya dari berbagai perkara yang diharamkan, akan tetapi amat berat baginya mengendalikan ucapan lisannya. Anda melihat seorang yang dipandang alim agamanya, zuhud terhadap dunia dan ahli beribadah, namun ia berbicara dengan kata-kata yang tanpa disadarinya mendatangkan kemurkaan Allah Subhaanahu Wata'ala dan menyebabkan ia tergelincir ke dalam neraka sejauh jarak antara timur dan barat.”.

Selamatkah Aku
Atha’ as-Sulami rahimahullah pernah berkata,
Kematian telah berada di leherku, kuburan adalah rumahku, pada hari kiamat kelak aku akan berdiri dihadapan Allah, shirath (jembatan di atas neraka jahannam) akan menjadi jalan yang harus kulewati. Demi Allah! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kelak.”
Makna Keselamatan
 
Seorang Ahli hikmah ditanya tentang makna keselamatan. Ia menjawab, “Keselamatan adalah Anda melewati hari ini tanpa berbuat dosa.”.

Sempurnakan Shalat Anda!
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Seorang hamba berdiri di hadapan Allah dalam dua keadaan.
Keadaan yang pertama adalah ketika ia berdiri dalam shalatnya dan yang ke dua adalah ketika ia berjumpa dengan-Nya (di akhirat kelak).
Maka barangsiapa menyempurnakan berdirinya dalam shalat, maka akan dimudahkan baginya berdirinya di hadapan Tuhannya.
Sebaliknya, barangsiapa yang meremehkan berdirinya dalam shalat
dan tidak menyempurnakannya, maka akan disulitkan baginya
berdirinya di hadapan Tuhan-Nya.
Allah berfirman, “Dan pada sebagian dari malam,
sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya
pada bagian yang panjang dimalam hari” (al-Insan: 26).

Berjumpa dengan Allah
Seorang ahli hikmah berkata,
“Setiap hamba memiliki Tuhan yang pasti akan ia jumpai dan rumah yang kelak akan dia tempati. Maka hendaklah ia menjadikan Tuhannya ridha kepadanya sebelum ia menjumpai-Nya dan menghiasi rumahnya dengan baik sebelum ia pindah ke sana dan menempatinya.”.

Sabar dan Syukur Bagian dari Iman
Sahl bin Abdillah at-Tustari rahimahullah berkata,
“Iman itu ada dua bagian. Sebagiannya adalah sabar dan sebagian yang lain adalah syukur. Hal ini seperti disebutkan oleh Allah Subhaanahu Wata'ala dalam firman-Nya,

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
 
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi setiap orang yang penyabar dan banyak bersyukur”
(QS. Ibrahim: 5).

Jangan Rendahkan Saudaramu!
Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
“Janganlah seorang muslim merendahkan muslim lainnya! Karena sekecil-kecilnya seorang muslim, di sisi Allah adalah besar.”.

Menfaatkanlah Kesenangan Dunia untuk Ketaatan!
Qatadah rahimahullah
(salah seorang murid Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) pernah berkata,
“Dunia adalah kesenangan yang (akan) segera ditinggalkan. Demi Allah yang tiada Ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Dia, tak lama lagi (dunia ini) akan hancur bersama penduduknya. Maka ambillah dari kesenangan dunia untuk mentaati Allah semampu Anda! Sesungguhnya tiada daya dan upaya kecuali dari Allah.”.

Nikmat dan Rahmat Allah
Sebagian ulama salaf berkata,
“Sungguh Allah Subhaanahu Wata'ala telah menganugerahkan kepada kita nikmat yang sangat banyak yang tidak sanggup kita hitung, padahal kita banyak bermaksiat kepada-Nya, sampai-sampai kita tidak tahu apa yang harus kita syukuri? Apakah kita mensyukuri nikmat kebaikan yang telah Dia tebarkan untuk kita? Ataukah atas rahmat-Nya yang telah menutupi keburukan dan kemaksiatan yang telah kita perbuat dari pengetahuan orang lain?”.

Mukmin Sejati
Seorang ahli hikmah berkata,
"Mukmin sejati adalah mukmin yang tidak membenturkan perintah Allah dan larangan-Nya dengan perintah dan larangan siapapun. Akan tetapi sebaliknya, ia selalu tunduk dan berserah diri secara mutlak, melepaskan diri dari segala sebab-sebab atau dorongan-dorongan kecuali ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta ridha menerima hukum-Nya.".

Kemenangan Turun Bersama Kesabaran
Ibnul Mubarak rahimahullah pernah berkata ketika mengomentari sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
“Sesungguhnya kemenangan itu turun bersama kesabaran,” :
“Kemenangan yang dimaksud dalam hadits ini mencakup
kemenangan dalam dua bentuk jihad,
yaitu jihad melawan musuh yang nyata (orang-orang kafir)
dan jihad melawan musuh yang tersembunyi (setan dan hawa nafsu).
Barangsiapa bersabar dalam menghadapi kedua musuh tersebut,
maka ia akan mendapat pertolongan dan kemenangan atas musuh-musuhnya. Barangsiapa tidak sabar menghadapinya dan banyak mengeluh, niscaya ia akan kalah dan menjadi tawanan musuhnya atau menjadi korbannya.”.

Berburuk Sangka Terhadap Hawa Nafsu
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah pernah berkata,
“Tidaklah berburuk sangka terhadap hawa nafsunya sendiri kecuali orang yang mengenalinya. Barangsiapa yang berbaik sangka terhadap hawa nafsunya maka dia adalah orang yang paling jahil (bodoh) tentang dirinya sendiri.”.

Taubat yang Benar
Muhammad bin Ka’ab rahimahullah pernah berkata,
“Taubat (yang benar) menghimpun 4 (empat) perkara :
(1) istighfar dengan lisan, (2) meninggalkan perbuatan maksiat, (3) bertekad dalam hati untuk tidak kembali berbuat dosa dan (4) meninggalkan teman-teman yang jahat.”.

Pecinta Dunia
Diantara ucapan yang dinisbatkan kepada Imam asy-Syafi’i rahimahullah
adalah perkataannya,
“Siapa yang tujuannya hanyalah apa yang akan masuk ke dalam perutnya, maka nilainya tidak lebih dari apa yang keluar dari perutnya.”.

Antara Amanah dan Harta Suap
Seorang ahli hikmah berkata,
“Apabila hadiah (harta suap) telah masuk melalui sebuah pintu, maka sifat amanah akan keluar melalui jendela.”.

Penyempurna Keshalihan Amal
Syaqiq bin Ibrahim pernah berkata,
“Keshalihan amal seseorang akan sempurna dengan enam perkara :
(1) senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan takut pada ancaman-Nya,
 (2) berbaik sangka terhadap sesama muslim, (3) Menyibukkan diri dengan aib sendiri sehingga ia tidak sempat memperhatikan aib orang lain, (4) menutup aib saudaranya dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan harapan saudaranya tersebut mau meninggalkan perbuatan maksiat dan memperbaiki perilakunya yang tidak baik, (5) menganggap besar kekurangan yang ada pada amalnya sehingga ia terdorong untuk meningkatkannya dan (6) berteman dengan orang yang ia anggap benar.”.

Sahabat yang Baik
al-Hasan al-Bashri pernah berkata tentang
kedudukan sahabat-sahabatnya yang baik,
“Sahabat-sahabat kami lebih mahal (tinggi kedudukannya)
daripada keluarga kami.
Keluarga kami mengingatkan kami kepada dunia
sedangkan sahabat-sahabat kami mengingatkan kami kepada akhirat.”.

Istiqamah dalam Beribadah
Seorang ahli hikmah pernah berkata,
“Sembahlah Allah dan beribadahlah kepada-Nya baik di saat senang
maupun di saat susah!
Janganlah Anda menjadi seorang hamba yang hanya menyembah Allah bila mendapatkan keuntungan dunia dari ibadahnya. Jika ia mendapatkan kebaikan ia merasa tenang, jika mendapat cobaan ia berbalik mundur ke belakang. Sesungguhnya istiqamah (konsisten) dalam beribadah membutuhkan latihan pengendalian hawa nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan.”.

Ilmu dan Amal Shalih
Salah seorang ahli hikmah pernah berkata,
“Barangsiapa baik perkataannya namun buruk amalnya,
maka Allah akan menolak perkataannya. Namun, barangsiapa baik perkataannya dan baik pula amalnya,
maka amalnya itu akan mengangkat derajatnya (di sisi Allah).
Hal itu karena Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman, “…
Kepada-Nya perkataan yang baik dan amal shalih akan diangkat…”
(QS. Faathir: 10).

Antara Meminta kepada Allah dan Meminta kepada Manusia
Muhammad bin Hamid pernah berkata kepada Abu Bakar al-Warraq,
Ajarilah saya suatu amalan yang dapat mendekatkan saya kepada Allah dan suatu amalan yang dapat mendekatkan saya kepada manusia!”
Abu Bakar al-Warraq menjawab,
“Amalan yang dapat mendekatkanmu kepada Allah adalah, Anda memperbanyak doa (meminta dan memohon) kepada-Nya. Adapun amalan yang dapat mendekatkanmu kepada sesama manusia adalah Anda meninggalkan meminta-minta kepada mereka.”.

Ilmu Antara Amal dan Perdebatan
Sebagian ahli hikmah berkata,
“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba,
maka Dia akan membukakan untuknya pintu amal dan menutup baginya pintu perdebatan. Sebaliknya, apabila Allah menghendaki keburukan pada diri seorang hamba, maka akan dibukakan untuknya pintu perdebatan dan ditutup baginya pintu amal.”
 
Kriteria Ilmu yang Bermanfaat
Salah seorang ahli hikmah berkata, “Ilmu yang paling baik adalah ilmu yang bermanfaat, dan sesungguhnya Allah Subhaanahu Wata'ala memberikan manfaat ilmu itu kepada orang yang mengetahuinya kemudian mengamalkannya. Dia tidak memberikan manfaat kepada orang yang mengetahuinya, tapi ia meninggalkannya (dan tidak mengamalkanya).”
Buah Mengingat Kematian dan Bahaya Melupakannya
Ad-Daqqaq rahimahullah pernah berkata,
Barangsiapa memperbanyak mengingat kematian,
maka ia akan dianugerahi tiga perkara : (1) bersegera untuk bertaubat, (2) ketenangan dan ketenteraman hati dan (3) semangat untuk beribadah.
Sebaliknya, barangsiapa yang melupakan kematian,
maka ia akan dihukum dengan tiga perkara : (1) menunda-nunda taubat, (2) kegelisahan dan kegundahan hati dan (3) rasa malas untuk beribadah.”

Musuh Terkuat
Sufyan ats-Tsauri pernah berkata,
“Tidak ada sesuatu yang lebih sulit untuk aku hadapi daripada diriku (hawa nafsuku) sendiri. Terkadang aku berhasil mengalahkannya, tapi di lain waktu dia berhasil mengalahkanku.”.

Kerendahan Hati dan Tanda Husnul Khatimah
Menjelang detik-detik kematiannya, ‘Umar bin al-‘Ash berkata,
Ya Allah, Engkau telah memerintahkan kami (untuk melakukan kebaikan), akan tetapi kami mendurhakainya dan meninggalkanya. Sebaliknya, Engkau telah melarang kami (untuk melakukan keburukan), akan tetapi kami justru mengerjakannya. Tidak ada yang mampu kami lakukan kecuali mengucapkan “Laa ilaaha illallah.””
Beliau pun kemudian mengulang-ulang kalimat “Laa ilaaha illallah” hingga beliau meninggal dunia.

Amalkanlah Ilmu yang Telah Anda Miliki!
Seorang ahli hikmah berkata,
“Ilmu itu dipelajari untuk diamalkan, sebagaimana sebuah amal dilakukan untuk dapat menyelamatkan. Karena itu, apabila amal yang dilakukan lebih sedikit dari ilmu yang didapatkan, maka sesungguhnya ilmu itu telah menjadi beban bagi pemiliknya.”

Lima Tanda Kebinasaan Seseorang
al-Fudhail bin ‘Iyadh pernah berkata,
“Lima tanda dari tanda-tanda kebinasaan seseorang : (1) kerasnya hati,
(2) bekunya air mata untuk menangis karena takut kepada Allah,
(3) sedikitnya rasa malu, (4) besarnya kecintaan kepada dunia dan
(5) panjangnya angan-angan.”

Contoh Sikap Istri yang Shalihah
‘Amrah istri dari Hubaib al-‘Ajmi biasa membangunkan suaminya
di malam hari sambil berkata,
“Wahai suamiku, bangunlah (untuk melakukan shalat malam)!
Sebagian malam telah berlalu meninggalkanmu. Di hadapanmu ada perjalanan jauh yang sangat melelahkan, sedangkan bekalmu hanya sedikit. Rombongan orang-orang shalih telah jauh meninggalakan kita, sedang kita masih tetap berdiam di tempat kita semula.”

Kebanggaan Orang yang Bertaubat
Yahya bin Muadz pernah berkata, “Orang yang bertaubat (dari perbuatan dosa yang pernah dilakukannya) memiliki kebanggaan yang tidak tertandingi oleh kebanggaannya terhadap hal lainnya, yaitu kegembiaraan Allah atas taubatnya.”

Musuh Iblis atau Sahabat Iblis?
Sahnun rahimahullah pernah berkata,
“Janganlah Anda termasuk ke dalam golongan orang yang apabila mereka berada di tengah orang banyak, mereka menjadikan Iblis sebagai musuh. Akan tetapi, ketika mereka menyendiri, mereka menjadikan Iblis sebagai sahabat dekat.” 
Mensyukuri Ilmu
Sahal bin Abdullah pernah berkata,
“Cara mensyukuri nikmat ilmu adalah dengan mengamalkannya. Adapun cara mensyukuri nikmat amal adalah dengan menambah ilmu.”

Diantara Doa Thalq bin Habib
Thalq bin Habib berkata dalam doanya,
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu seperti ilmunya orang-orang yang takut kepada-Mu, rasa takut seperti rasa takutnya orang-orang yang mengenal-Mu, keyakinan seperti keyakinannya orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu, kepasrahan seperti kepasrahannya orang-orang yang beriman kepada-Mu, taubat seperti taubatnya orang-orang yang tunduk kepada-Mu dan ketundukan seperti ketundukan orang-orang yang bertaubat kepada-Mu, syukur seperti syukurnya orang-orang yang bersabar karena-Mu, kesabaran seperti kesabaran orang-orang yang bersyukur kepada-Mu dan keselamatan seperti keselamatannya (orang-orang yang gugur membela agama-Mu) yang hidup dan mendapatkan rizki di sisi-Mu (di surga).”

Tanda Kecintaan Hamba Kepada Allah
Hafidz Hakami berkata mengomentari firman Allah Subhanahu wa ta'ala
dalam surat al-Baqarah ayat 165 yang artinya,
“Adapun orang-orang yang beriman, mereka sangat mencintai Allah.” : “Tanda kecintaan seorang hamba terhadap Allah adalah ia mendahulukan perkara-perkara yang dicintai Allah atas perkara-perkara yang dicintai oleh hawa nafsunya walaupun perkara-perkara dicintai Allah itu tidak disukai oleh hawa nafsunya; Ia membenci hal-hal yang dibenci oleh Allah walaupun hawa nafsunya senang kepadanya; Ia mencintai orang-orang yang mencintai Allah dan rasul-Nya dan memusuhi orang-orang yang dimusuhi-Nya; Dan ia akan berusaha untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.”

Takut Bermaksiat
Ibnu Muhairiz berkata,
“Sungguh, aku lebih suka menderita penyakit kulit
daripada memakai pakaian dari sutera.”

al-Qasim bin Muhaimirah berkata,
 “Sungguh, aku lebih suka menginjak mata tombak yang panas hingga menembus telapak kakiku daripada menginjak kuburan seorang mukmin secara sengaja.”

Jagalah Ucapanmu!
Salah seorang ahli hikmah berwasiat kepada salah seorang anaknya.
Ia berkata, Wahai anakku! Jagalah ucapanmu!
Sesungguhnya diantara perkataan itu ada yang lebih tajam daripada sabetan pedang, lebih berat daripada batu besar, lebih pahit daripada empedu dan lebih dalam menusuk hati daripada tusukan jarum yang sangat halus sekalipun.”

Hal yang Paling Mengherankan
Seorang ahli hikmah berkata, “Termasuk hal yang paling mengherankan adalah apabila Anda mengenal Allah tapi Anda tidak mencintainya, Anda mendengar seruan orang yang menyeru ke jalan-Nya tapi Anda tidak mau mengikutinya, Anda mengetahui besarnya pahala yang akan Anda dapatkan jika Anda melakukan amal shalih untuk-Nya tapi Anda malah berpaling dari-Nya, Anda menyadari beratnya siksaan dan adzab-Nya yang akan Anda rasakan jika Anda bermaksiat kepada-Nya tapi Anda justru mendurhakai-Nya.”

Diantara Sebab Terbesar Meraih Taufik Allah
Shalih al-Maghamisi hafidzahullah berkata,
“Sesungguhnya diantara sebab terbesar untuk dapat meraih taufik dari Allah Subhanahu wa ta'ala di dunia dan akhirat adalah birrul walidaini (berbakti kepada kedua orang tua). Sebaliknya, diantara sebab terbesar yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan taufik dari Allah adalah ‘uququl walidaini (durhaka kepada Ayah dan Bunda).”

Mengingat Kematian
‘Atha rahimahullah berkata,
“Umar bin Abdul Aziz biasa berkumpul bersama orang-orang fakir setiap malamnya. Mereka duduk bersama-sama saling mengingatkan tentang kematian, hari kiamat dan kehidupan akhirat. Mereka pun menangis di majelis tersebut seolah-olah jenazah ada di hadapan mereka saat itu.”

Jihad di Mata Imam Ahmad
Imam Ahmad rahimahullah pernah berkata,
“Saya tidak mengetahui ada pintu kebaikan yang lebih utama
daripada jihad di jalan Allah.”

Al-Fudhail bin Ziyad pernah berkata,
Saya pernah mendengar Abu Abdullah (Imam Ahmad)
ketika disebutkan kepadanya tentang jihad melawan musuh Allah, beliau menangis dan berkata, “Tidak ada amal kebaikan yang dapat menandingi keutamaan jihad di jalan Allah.”
(al-Mughni, Kitab al-Jihad, karya Ibnu Qudamah al-Maqdisi)

Syahid Cita-citaku
‘Amr bin ‘Utbah bin Farqad pernah berkata,
“Aku berdo’a memohon kepada Allah tiga perkara.
Allah telah mengabulkan dua perkara untukku;
Dan kini aku menanti perkara yang ke tiga.
Pertama, aku memohon kepada-Nya agar Ia (Allah) menjadikanku sebagai orang yang zuhud terhadap dunia, dan kini aku tidak peduli apa datang kepadaku maupun apa yang pergi meninggalkanku dari perkara dunia.
Kedua, aku memohon kepada-Nya agar Ia (Allah) memberikan kekuatan kepadaku untuk bisa senantiasa menjaga shalat (fardhu dan nafilah), dan Allah telah mengabulkannya.
Adapun yang ke tiga, aku memohon kepada-Nya agar Ia (Allah) menganugerahkan kepadaku asy-Syahadah (gugur di medan jihad), dan hingga kini aku masih menanti kedatangannya.”
(al-Jihad 2/112, karya Ibnul Mubarak).

Jihad di Mata Salaful Ummah
Imam adh-Dhahhak rahimahullah berkata tentang firman Allah Subhanahu wa ta'ala dalam surat al-Baqarah ayat 216 yang artinya,
“Diwajibkan atas kamu berperang,
padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci” :
“Ketika turun ayat tentang berperang, mereka tidak menyukainya.
Namun setelah Allah Subhanahu wa ta'ala menjelaskan pahala
dan keutamaan yang akan diraih oleh orang-orang yang berperang
di jalan-Nya serta perkara-perkara yang Allah janjikan untuk mereka berupa kehidupan dan rizki (yang kekal di akherat kelak), maka orang-orang yang memiliki keyakinan yang penuh terhadap janji Allah tidak mengedepankan ibadah yang lain dari jihad di jalan Allah.
Mereka pun mencintai jihad dan sangat bersemangat untuk berjihad. Maka apabila ada seruan untuk berjihad, mereka segera mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk diikutsertakan pergi ke medan jihad. Apabila mereka tidak memiliki perbekalan untuk berjihad maka mereka pun akan pulang ke rumah dalam keadaan menangis karena sedih tidak bisa ikut pergi berjihad di jalan Allah. Jihad termasuk perkara-perkara yang Allah wajibkan kepada hamba-hambanya.”
(al-Jihad karya Ibnul Mubarak 1/66)

Tinggalkanlah Pandangan dan Perkataan yang Tidak Bermanfaat!
Ibnul Mubarak rahimahullah pernah berkata,
“Tinggalkanlah pandangan-pandangan mata yang tidak bermanfaat, niscaya Allah akan memberikan kekhusyu’an ke dalam hatimu! Dan tinggalkanlah perkataan-perkataan yang tidak bermanfaat, niscaya Allah akan memberikan mutiara hikmah kepada Anda.”

Bersiaplah Menghadapi Kehidupan di Alam Kubur!
Al-Faqih Abu al-Laits pernah berkata,
“Wajib bagi setiap muslim untuk senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari adzab kubur dan mempersiapkan diri untuk menjalani kehidupan di alam kubur dengan cara memperbanyak amal shalih sebelum ia memasukinya, karena yang demikian itu akan mudah baginya selama ia masih hidup di dunia. Apabila seseorang telah memasuki alam kubur, ia pasti akan sangat berharap untuk dapat menambah amal shalihnya walaupun hanya sedikit. Akan tetapi, ia tidak akan mungkin dapat melakukannya. Pada saat itu, yang ada hanyalah penyesalan yang tiada bertepi.”
Sulitnya Shalat Malam
al-Hasan al-Bashri pernah berkata, “Saya belum menemukan dalam ibadah, sesuatu yang lebih sulit daripada shalat di tengah malam.”

Dunia di Tanganku, Akhirat di Hatiku
Seorang ahli hikmah berkata,
Islam sama sekali tidak melarang pemeluknya untuk memiliki dunia dan segala isinya. Akan tetapi, waspadalah! Jangan sampai dunia masuk ke dalam hatimu. Karena sesungguhnya, apabila dunia berada di tanganmu, maka Andalah yang menguasainya dan Anda akan menggunakannya sekehendakmu. Akan tetapi, apabila dunia telah masuk ke dalam hatimu, maka dialah yang menguasai Anda dan Anda yang akan menjadi budaknya. Dia akan mempekerjakan Anda sekehendaknya.”

Hari Ini Amal, Besok Hisab
’Ali bin Abi Thalib berkata, “Ketahuilah! Sesungguhnya dunia telah bersiap-siap untuk meninggalkan kita dan sebaliknya akhirat telah bersiap untuk menjemput kita. Masing-masing dari keduanya (dunia dan akhirat) memiliki anak-anak. Jadilah kalian semua anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak-anak dunia, karena sesungguhnya hari ini (dunia) adalah waktu untuk beramal tanpa ada hisab (perhitungan amal), sedangkan esok hari (akhirat) adalah saatnya hisab tanpa ada amalan.”.

Diantara Sifat Orang Shaleh : Menjaga Shalat Malam
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman tentang orang-orang shaleh,
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya” (as-Sajdah : 16)

Imam Ibnu Katsir berkata,
Maksudnya adalah bangun malam (untuk melaksanakan shalat malam) dan meninggalkan tidur dan berbaring di atas pembaringan yang terhampar.”.

Menanamkan Keimanan dan Akhlak Terpuji dalam Diri Anak
Abduh Majalli berkata, “Sesungguhnya cara terbaik untuk menanamkan keimanan dan akhlak yang terpuji dalam diri anak kecil adalah dengan memberikan contoh nyata dan perilaku yang baik. Sesering apapun kita berbicara kepadanya tentang shalat –misalnya- maka tidak akan banyak berpengaruh, kecuali jika ia melihat kita (sebagai orang tua dan pendidik) senantiasa menjaga shalat lima waktu tepat pada waktunya.".

Tawakal Hamba kepada Sang Pencipta
Ibnu Qudzafah pernah berkata, “Ketahuilah! Sesungguhnya seseorang yang sedang terapung di tengah lautan di atas sebatang kayu tidaklah lebih membutuhkan (pertolongan) Allah dan kasih sayang-Nya daripada seseorang yang sedang duduk santai di dalam rumahnya bersama istri dan anak-anaknya. Jika Anda telah memahami hal ini dengan hatimu, maka bertawakalah kepada Allah seperti tawakalnya seseorang yang sedang tenggelam di tengah lautan, yang meyakini bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat menyelamatkannya kecuali hanya Allah Subhanahu wa ta'ala.”.

Dahsyatnya Kehidupan Setelah Kematian
Abu ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Seandainya Anda mengetahui apa yang akan Anda hadapi setelah kematian, niscaya akan hilanglah selera Anda untuk makan dan minum dan Anda tidak akan masuk ke dalam rumah untuk berteduh di dalamnya.”.

Hakikat Dzikir
Sa’id bin Jubair pernah berkata, “Sesungguhnya rasa takut yang paling utama adalah rasa takut kepada Allah yang dapat menghalangi Anda dari perbuatan maksiat dan mendorong Anda untuk berbuat ketaatan; Dan dzikir merupakan (bagian dari) ketaatan kepada Allah. Maka barangsiapa yang mentaati Allah maka sesungguhnya ia telah berdzikir. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak mentaati-Nya, maka sesungguhnya ia telah lalai dari dzikir kepada-Nya walaupun ia banyak bertasbih dan membaca al-Qur’an.”.

Rasa Takut Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ’anhu
Ketika Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berdiri di hadapan sebuah kuburan,
beliau menangis seraya berkata,
“Sungguh! Seandainya aku berada di antara surga dan neraka, aku tidak tahu ke mana tempat kembaliku, surga atau neraka. Dan seandainya aku diberi hak untuk memilih, maka aku akan lebih memilih untuk menjadi abu sebelum aku mengetahui tempat tinggalku yang abadi.”

Hati yang Lalai dari Mengingat Allah
Suhail bin Abdullah berkata, “Tidak ada satu detik pun berlalu melainkan Allah Subhanahu wata’ala senantiasa mengawasi hati-hati para hamba-Nya. Barangsiapa yang hatinya lalai dari mengingat Allah, maka Allah akan menjadikan Iblis berkuasa atasnya.”

Melembutkan Hati yang Membatu
Sebagian ulama salaf berkata,
“Apabila Anda ingin mengobati hati Anda yang telah keras membatu maka perbanyaklah menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah ke pemakaman dan mengingat kematian.”

Ahli Dzikir (Orang yang Banyak Mengingat Allah)
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,
“Ketahuilah! Sesungguhnya keadaan orang-orang yang banyak berdzikir (mengingat Allah) berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Diantara mereka ada yang lebih mengutamakan membaca al-Qur’an dan mendahulukannya dari dzikir-dzikir yang lainnya. Dan diantara mereka ada pula yang lebih memilih untuk memperbanyak membaca tahlil, tasbih dan tahmid.”

Ikhlas Dalam Memberi Nasehat
al-Khatib al-Baghdadi berkata,
“Sesungguhnya seorang ahli ilmu, apabila ia menyampaikan suatu nasehat tanpa dibarengi niat ikhlas dan mengharap pahala dari Allah, maka nasehatnya akan hilang dari hati orang yang mendengarkannya tanpa meninggalkan bekas seperti air yang jatuh di atas batu.  (Iqthidha’ al-Imu al-Amal).

Menyeberangi Samudera Kehidupan
Seorang ahli hikmah berkata, “Kehidupan dunia itu laksana samudera luas yang telah banyak memakan korban, baik orang-orang terdahulu maupun yang datang setelah mereka. Maka jika Anda mampu, jadikanlah ketakwaan kepada Allah sebagai perahunya, tawakkal kepada-Nya sebagai dayungnya dan amal shaleh sebagai perbekalannya. Apabila Anda berhasil menyeberanginya dengan selamat maka hal itu adalah semata-mata berkat rahmat Allah. Dan apabila Anda celaka di tengah perjalanan maka itu disebabkan oleh dosa-dosa yang Anda lakukan.” (Mausu’ah Aqwal al-Hukama, karya : Musa bin Rasyid).

Bersiaplah Menghadapi Kematian!
Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, “Beramalah kalian untuk akhirat kalian!
Karena sesungguhnya barangsiapa yang beramal untuk akhirat, maka Allah akan mencukupi untuknya perkara dunianya. Perbaikilah amalan-amalan hati kalian, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan lahir kalian. Perbanyaklah mengingat kematian dan persiapkanlah bekal dengan sebaik-baiknya untuk menempuh perjalanan akhirat sebelum datang kepada kalian pemutus dan penghancur segala kelezatan (kematian).”
(Jauhar Shifatush Shafwah).

Saat Diam Saat Bicara
Ubaidillah bin Abi Ja’far salah seorang ahli fikih dan ahli hikmah negeri Mesir pada zamannya berkata, “Apabila seseorang sedang berbicara dalam suatu majelis, kemudian timbul dalam dirinya rasa ta’ajub (berbangga diri) dengan pembicaraannya tersebut, maka hendaklah ia diam. Sebaliknya, apabila ia sedang diam dalam suatu majelis, kemudian timbul dalam dirinya rasa ta’ajub dengan diamnya tersebut, maka hendaklah ia berbicara.” (Qaala Ibnu Rajab, halaman 93).

Diantara Keutamaan Shalat Malam
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Perumpamaan keutamaan shalat (sunnah) yang dikerjakan pada malam hari jika dibandingkan dengan keutamaan shalat (sunnah) yang dikerjakan pada siang hari seperti keutamaan shadaqoh yang dilaksanakan secara rahasia atas shadaqoh yang dilaksanakan secara terang-terangan.”

Amru bin al-Ash berkata,
Satu rakaat shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari lebih baik daripada sepuluh rakaat shalat sunnah yang dikerjakan pada siang hari.”
(Qaala Ibnu Rajab, halaman 29)

Lisan Pembuka Rahasia Hati
Imam Abu al-‘Izz al-Hanafi rahimahullah berkata,
“Tidaklah seorang hamba merahasiakan sesuatu dalam hatinya, melainkan Allah Subhaanahu wata'ala akan menampakannya melalui ucapan lisannya.” (Syarh ath-Thahawiyah)

Keutamaan al-Qur’an
Ibnu Rajab rahimahullah berkata : Diantara amalan sunnah yang paling agung yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah adalah membaca al-Qur’an, mendengarkannya, mentadabburinya dan memahami maknanya.

Khabbab bin al-Arat pernah berkata kepada seseorang,
“Mendekatlah kepada Allah semampumu (dengan memperbanyak amal shalih). Ketahuilah, sesungguhnya Anda tidak akan menemukan suatu amalan yang dapat mendekatkan Anda kepada Allah yang lebih dicintai-Nya daripada (membaca, mendengarkan dan mentadabburi) firman-firman-Nya.”

Saksi Atas Perbuatan Kita di Dunia
Al-Hasan pernah berkata, “Tidaklah datang suatu hari dari hari-hari di dunia ini melainkan ia berkata, “Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah hari yang baru, dan sesungguhnya aku akan menjadi saksi (di hadapan Allah) atas apa-apa yang kalian lakukan padaku. Apabila matahari telah terbenam, maka aku akan pergi meninggalkan kalian dan takkan pernah kembali lagi hingga hari kiamat.”

Keikhlasan Nabi Yusuf ‘Alahis Salam
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Sesungguhnya keikhlasan Nabi Yusuf ‘alaihis salam kepada Allah Subhaanahu wata'ala lebih besar dan lebih kuat daripada kecantikan dan keelokan rupa istri al-‘Aziz (penguasa Mesir) serta kecintaan Nabi Yusuf kepadanya.” (Majmu al-Fatawa Ibnu Taimiyah 10/602).

Jadilah Seperti Anak Kecil!
as-Sirri as-Saqthi pernah berkata, “Jadilah Anda (di hadapan Allah) seperti seorang anak kecil di hadapan orang tuanya yang apabila ia menginginkan sesuatu dari mereka akan tetapi mereka tidak mengabulkan keinginannya maka ia akan merengek dan menangis di hadapan keduanya.
Demikian pulalah sebaiknya keadaan Anda di hadapan Allah, apabila Anda telah memohon sesuatu kepada-Nya dan Allah belum juga mengabulkan permohonan Anda, maka bersimpuhlah dan menangislah dihadapan-Nya!

Iman Bertambah dan Berkurang
‘Umair bin Khumasyah pernah berkata,
“Iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang.”
Orang-orang bertanya kepadanya, “Bagaimana bisa demikian?”
Umair menjawab, “Ketika kita (banyak) mengingat Allah, kita menjadi takut kepada-Nya, (kita laksanakan perintah-Nya dan kita tinggalkan larangan-Nya) maka pada saat itulah iman kita bertambah. Dan apabila kita lalai dari mengingat Allah, kita lupa akan (surga dan neraka)-Nya, kita sia-siakan (perintah dan larangan)-Nya, maka pada saat itulah iman kita berkurang.”

Shalat Istikharah Sebelum Doa Istikharah
Ibnu Abi Jamrah pernah berkata,
“Diantara hikmah didahulukannya pelaksanaan shalat sunnah istikharah sebelum kita memanjatkan doa istikharah adalah karena sebelum kita dapat masuk menghadap seorang raja untuk mengajukan permohonan kita kepadanya secara langsung di dalam istananya, kita harus mengetuk pintu kerajaannya terlebih dulu agar pintu istana raja tersebut terbuka untuk kita sehingga kita dapat masuk ke dalamnya.”

Diantara Bentuk Kedzaliman Terhadap Saudara Seagama 
Ibnu Sirin rahimahullah pernah berkata,
“Diantara bentuk kedzaliman seseorang terhadap saudaranya adalah apabila ia menyebutkan keburukan yang ia ketahui dari saudaranya dan menyembunyikan kebaikan-kebaikannya.

Mendustakan Takdir
Saat menjelang kematiannya, al-Hasan pernah berkata,
Sesungguhnya Allah telah menetapkan kematian, sakit dan sehat (bagi setiap hamba-Nya). Barang siapa mendustakan takdir maka sesungguhnya ia telah mendustakan al-Qur’an. Dan barang siapa mendustakan al-Qur’an, maka sesungguhnya ia telah mendustakan Allah.”

Permisalan Seorang Mukmin
Ibnu ‘Amr pernah berkata, “Permisalan seorang mukmin adalah seperti pohon kurma, meyerap (mengambil) yang baik dan menghasilkan yang baik pula.”

Jangan Pernah Berhenti Berdoa!
Sufyan bin ‘Uyainah pernah berkata,
“Janganlah kalian meninggalkan doa!
Dan jangan sampai perbuatan dosa yang kalian lakukan, menghalangi kalian untuk berdoa kepada Allah, karena sesungguhnya Allah telah mengabulkan permohonan Iblis, padahal ia adalah makhluk yang paling buruk.

Allah Subhaanahu wata’ala berfirman dalam surat al-Hijr ayat 36 dan 37 yang artinya, “Iblis berkata, “Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan. Allah berfirman, “(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh.”

Buah Berfikir
Ibnu ‘Uyainah rahimahullah pernah berkata,
“Berfikir merupakan cahaya yang masuk ke dalam hati seseorang.
Dan apabila seseorang mau berfikir, maka ia akan akan mampu mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari segala sesuatu
(yang ia lihat, dengar, baca, rasa dan alami).”

Contoh Bakti Ulama Salaf kepada Orang Tua
Diceritakan bahwa pernah suatu hari,
 Ibnu ‘Aun al-Muzani dipanggil oleh ibunya,
maka ia pun menjawabnya dengan suara yang lebih keras
dari suara ibunya agar dapat didengar oleh sang ibu.
Tak beberapa lama kemudian, Ibnu ‘Aun tersadar atas apa yang baru saja ia lakukan. Ia pun menyesalinya dan segera memerdekakan dua orang budak yang ia miliki.

Tanda Orang yang Menyadari Kedudukan Dunia
Ibnu ‘Aqil pernah berkata,
“Barang siapa mengetahui bahwa dunia ini adalah negeri tempat berlomba untuk meraih dan mengumpulkan amal shalih, dan ia pun mengetahui bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam ilmu dan amal maka makin tinggi pula kedudukannya di surga kelak, maka ia tidak akan menyia-nyiakan waktu sedikitpun dan akan berusaha memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, dan ia tidak akan melewatkan kesempatan sekecil apapun untuk berbuat baik.”

Syarat Untuk Mendapatkan Hal yang Kita Cintai
Salah seorang ahli hikmah pernah berkata,
Apabila Anda berharap agar Allah senantiasa menganugerahkan kepada Anda apa-apa yang Anda cintai dan sukai maka hendaklah Anda senantiasa menjaga dan melaksanakan apa-apa yang dicintai dan disukai oleh Allah.”
Mukmin Sejati
Sebagian Ahli Hikmah berkata,
“Mukmin sejati bukanlah mukmin yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah. Akan tetapi, mukmin sejati adalah mukmin yang apabila bermaksiat kepada Allah maka ia bersegera untuk kembali dan bertaubat kepada-Nya.”

Paling Dermawan dan Paling Kikir
Wahab bin Munabbih pernah berkata,
 “Sesungguhnya orang yang paling dermawan di dunia ini adalah orang yang menunaikan hak-hak Allah walaupun orang lain melihatnya sebagai orang yang kikir dalam hal lain. Dan sesungguhnya orang yang paling kikir di dunia ini adalah orang yang kikir untuk menunaikan hak-hak Allah walaupun orang lain melihatnya sebagai orang yang dermawan dalam hal lain.”
(Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Macam-macam Hati menurut Sirri as-Saqthi
Sirri as-Saqthi pernah berkata, “Hati manusia itu ada tiga macam :
(1) Hati laksana gunung yang tidak bisa disingkirkan oleh apa pun;
(2) Hati laksana pohon kurma yang memiliki batang pohon
yang kokoh tetapi angin membuatnya melambai-lambai; dan (3) Hati laksana laksana bulu yang condong bersama angin ke kanan dan ke kiri.
(Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Asbahani).

Berhati-hatilah Terhadap Hak Milik Orang Lain!
Shalih ad-Dahhan pernah berkata,
Jabir bin Zaid (nama kunyah beliau adalah Abu Sya’tsa) pernah bercakap-cakap dengan sebagian keluarganya. Kemudian ia melewati sebuah kebun milik suatu kaum. Ia mencabut sepotong bambu dari kebun itu untuk melindungi dirinya dari gangguan anjing-anjing.

Ketika tiba di rumah, ia meletakkan bambu tersebut di masjid.
Ia berkata kepada keluarganya, “Simpanlah bambu ini! Karena tadi aku melewati kebun milik suatu kaum, lalu aku mencabutnya dari kebun itu.”
“Subhanallah! Wahai Abu Sya’tsa, berapa sih nilai (harga) sepotong bambu itu?” ujar keluarganya.
Abu Sya’tsa menjawab, “Seandainya setiap orang yang melewati kebun itu mengambil sepotong bambu dari situ, niscaya tidak akan ada lagi sepotong bambu pun yang tersisa.”
Pada keesokan harinya, ia pun mengembalikan potongan bambu itu ke tempat asalnya.
(Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Diterimakah Amalan Kita?
Sulaiman bin al-Mughirah bercerita bahwa Yunus bin ‘Ubaid pernah berkata,
Aku belum pernah melihat orang yang paling lama bersedih daripada al-Hasan. Ia pernah berkata, “Kita tertawa, sementara bisa jadi Allah yang telah melihat amal-amal yang telah kita perbuat berfirman, “Aku tidak mau menerima amal-amal kalian sedikitpun.” (Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Bahaya Menyibukkan Diri Dengan Aib Orang Lain
Mahfudh bin Mahmud pernah berkata, “Barangsiapa melihat kebaikan-kebaikan dirinya sendiri, maka ia akan diuji dengan melihat keburukan-keburukan orang lain. Dan Barangsiapa melihat keburukan-keburukan dirinya sendiri, maka ia akan selamat dari melihat keburukan-keburukan orang lain. Dan barangsiapa menyangka bahwa seorang saudaranya muslim sedang ditimpa fitnah, maka sesungguhnya dirinya sendirilah yang sedang ditimpa fitnah. (Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Menghapus Keburukan dengan Kebaikan
Sufyan ats-Tsauri pernah berkata,
“Apa pendapat Anda bila ada seseorang yang pakaiannya terkena air kencing, lalu ia hendak mensucikannya dengan air kencing pula?
Mungkinkah air kencing itu dapat mensucikannya?
Tentu saja tidak! Kotoran tidak dapat disucikan kecuali dengan sesuatu yang suci. Begitu pula halnya keburukan yang pernah kita lakukan, tidak akan dapat terhapus kecuali dengan memperbanyak melakukan kebaikan.”
(Hilyatul ‘Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Dua Kelompok Orang yang Tidak Akan Mendapatkan Ilmu
Abul Aliyah pernah berkata,
“Ilmu tidak akan bisa didapat oleh orang yang pemalu dan orang yang sombong.” (Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Kehinaan Dunia
Abu Mu’awiyah al-Aswad pernah berkata,
Seluruh manusia – yang baik maupun yang jahat – berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang lebih rendah (nilainya di sisi Allah)
daripada sayap lalat.”
Lalu seseorang bertanya kepadanya,
”Apakah yang lebih rendah (nilainya di sisi Allah) daripada sayap lalat itu?”
Ia menjawab, “Dunia.”
(Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Mintalah hanya kepada Allah
Wahb bin Munabbih rahimahullah pernah berkata kepada seseorang
yang suka mendatangi para raja untuk meminta sesuatu kepada mereka,
“Kasihan! Anda mendatangi orang yang menutup pintunya darimu, menampakkan kefakirannya kepadamu dan tidak menampakkan
kecukupannya kepadamu.
Sementara Anda meninggalkan Dzat yang senantiasa membuka pintuNya untukmu pada malam dan siang hari, menampakkan ketidakbutuhanNya kepadamu dan mengatakan, “Berdoalah kepadaKu, niscaya Aku akan mengabulkan permintaanmu.” [Ghafir : 60].

(Dinukil dengan sedikit perubahan dari buku “Pesan-resan Ramadhan, karya Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Pustaka Darul Haq).
 
Puasa Adalah Perisai
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda,
“Shaum (puasa) itu adalah perisai.”
(Hadits Riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim).

Ibnul ‘Arabi berkata ketika menjelaskan makna hadits di atas, “Shaum disebut sebagai perisai karena orang yang berpuasa menahan dirinya dari syahwat; sedangkan jalan menuju neraka dikelilingi oleh syahwat. Walhasil, barangsiapa berhasil menahan dirinya dari syahwat di dunia, maka hal itu akan menjadi pelindung baginya dari api neraka kelak di hari kiamat.”.
(Dinukil dengan sedikit perubahan dari buku “Pesan-pesan Ramadhan, karya Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Pustaka Darul Haq)

Meninggalkan Syahwat Dunia untuk Mendapatkan Kenikmatan Akhirat
Sebagian ulama salaf berkata ketika mengomentari hadits qudsi yang shahih tentang keutamaan shaum (puasa) bahwa seseorang yang sedang berpuasa meninggalkan makan, minum dan berhubungan suami-isteri untuk mengharapkan ridha Allah, “Alangkah bahagianya orang yang meninggalkan syahwat dunia demi mendapatkan balasan yang belum pernah ia lihat yang Allah janjikan untuknya di akhirat.”
(Lathaiful Ma’arif, karya Ibnu Rajab)

Pentingnya Puasa
Badil al-‘Uqaili pernah berkata,
“Shaum (puasa) adalah benteng pertahanan para ahli ibadah (
dari serangan syetan)”

Sufyan ats-Tsauri pernah berkata,
“Berpuasalah, karena puasa bisa menutup pintu maksiat dan membukakan pintu ketaatan untukmu!”
(Hilyatul Auliya’, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani)

Tidak Mau Menimbun
Yazid bin Maisaroh pernah berkata,
“Aku tidak suka menjadi seorang pedagang budak. Akan tetapi, menjadi pedagang budak lebih aku sukai daripada aku menimbun bahan makanan sambil menunggu naiknya harga yang memberatkan sesama muslim.”
(Hilyatul ‘Auliya, Abu Nu’aim al-Ashbahani)

Keagungan Shalat
al-‘Utaibi pernah berkata,
“Ayahku pernah mengatakan bahwa apabila ‘Ali bin al-Husain selesai berwudhu dan telah bersiap untuk shalat, tubuhnya akan gemetar dan menggigil.
Pernah ada seorang lelaki yang bertanya kepadanya tentang hal itu, maka ‘Ali bin al-Husain menjawab, “Celakalah Engkau! Tidakkah kau tahu, kepada siapa aku akan menghadap? Dan kepada siapa aku akan bermunajat?”

Diantara Indikator Kesempurnaan Iman
Yahya bin Muadz pernah berkata,
“Ada 6 (enam) perkara, apabila dimiliki oleh seseorang
maka telah sempurnalah keimanannya :
(1) memerangi musuh Allah dengan pedang, (2) tetap menyempurnakan
puasa walaupun di musim panas, (3) tetap menyempurnakan wudhu
walaupun di musim dingin, (4) tetap bergegas menuju mesjid
(untuk melaksanakan shalat berjama’ah) walaupun di saat mendung,
 (5) meninggalkan perdebatan
dan berbantah-bantahan walaupun ia tahu bahwa ia berada di pihak
yang benar dan (6) bersabar saat ditimpa musibah.”
(Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Antara Nasehat dan Pencemaran Nama Baik
Sufyan pernah berkata, “Saya pernah bertanya kepada Mas’ar :
“Apakah Anda senang jika ada seseorang menghadiahkan
kepada Anda aib-aib Anda?”
Mas’ar menjawab, “Jika hadiah itu datang dari orang yang bermaksud memberikan nasehat, maka tentu saya senang. Akan tetapi, jika hadiah itu datang dari orang yang bermaksud menjelek-jelekkan saya (atau mencemarkan nama baik saya), maka saya tidak suka.”
(Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).

Pintu-pintu Kecerdasan
Muhammad bin Abdul Malik bin Hasyim pernah bertanya kepada Dzun Nun, “Ada berapakah pintu menuju kecerdasan itu?”
Dzun Nun menjawab, “Pintu manuju kecerdasan ada empat : (1) al-khauf (takut), (2) ar-raja’ (harap), (3) al-mahabbah (cinta) dan asy-syauq (rindu). Tiap pintu tersebut memiliki kunci masing-masing. Melaksanakan ibadah fardhu (wajib) adalah kunci pembuka pintu al-khauf; melaksanakan ibadah nafilah (sunat) adalah kunci pembuka pintu raja’; cinta, senang dan rindu untuk beribadah adalah kunci pembuka pintu al-mahabbah; dan senantiasa berdzikir kepada Allah dengan hati dan lisan adalah kunci pembuka pintu asy-syauq.”
(Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim al-Ashbahani).
 


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger